Imam Ali Al-Hadi as. Meninggal Dunia dalam Keadaan Teraniaya Dan Terasing
Imam Ali Al-Hadi as. lahir pada tanggal 27 Dzulhijjah tahun 212 Hijriah di Madinah. Beliau adalah salah satu dari imam Ahlulbait yang Rasulullah telah mewasiatkan kepada kita untuk mengikutinya. Rasulullah Saw dalam hadisnya yang terkenal berkata: “Imam-imam setelahku ada 12 orang. Pertama adalah saudaraku dan washiku Ali bin Abu Thalib dan yang terakhir adalah orang yang namanya sama denganku. Dia akan memenuhi bumi dengan keadilan. Sebagaimana bumi akan dipenuhi dengan kezaliman dan kenistaan.”
Dan ketika orang-orang merujuk kepada kitab sejarah, mereka tidak akan menemukan seseorang yang hidup di zaman Imam as., kecuali memujinya serta memuji kakek-kakeknya. Mereka adalah orang-orang yang terkenal dalam hal keilmuan, kezuhudan, ibadah, wara dan kedermawanannya. Orang yang mengatakan hal ini adalah musuh Imam as. atau orang yang sangat mencintainya. Perjalanan kehidupannya merupakan suri teladan bagi umat manusia. Mereka tidak mengatakan sesuatu kecuali kemuliaan tentangnya, bahkan para pembesar nasrani yang hidup di zamannya mereka memuliakan dan mensucikannya, karena mereka mengimani sejarah kehidupan, kejujuran, dan kedudukannya yang tinggi di sisi Allah Swt. Mereka memohon pertolongan, bertawasul kepadanya dan membawakan hadiah-hadiah agar Imam as. berdoa kepada Allah Swt untuk menyelesaikan segala masalah dan mengabulkan hajat-hajat mereka.
Al-Mushili Hibatullah bin Abi Mansur berkata: “Seorang Nasrani yang bernama Yusuf bin Yaqub, dia adalah teman ayahku, suatu hari dia datang sebagai tamu menemui ayahku, kemudian ayah bertanya kepadanya tentang maksud kedatangannya ke Baghdad. Dia menjawab: “Al-Mutawakkil mengundangku dan aku tidak tahu menahu apa yang dia inginkan dariku. Aku mendapatkan uang seratus dirham. Kemudian aku ingin membawanya untuk Ali bin Muhammad Al-Hadi as.” Ayahku memujinya dan kemudian dia pergi meninggalkan Baghdad menuju Samara dan tinggal beberapa hari di sana kemudian kembali ke Baghdad dalam keadaan bahagia.
Ayahku bertanya kepadanya seputar perjalanannya. Dia pun bercerita: “Ketika aku pergi ke Samara, yang merupakan kota asing bagiku, aku ingin sekali pergi menemui Ali bin Muhammad Al-Hadi as. untuk memberikan kepadanya seratus dirham yang aku miliki sebelum menemui Al-Mutawakkil. Aku bertanya kepada masyarakat mengenai tempat tinggal Imam as. Aku tahu bahwa Al-Mutawakkil akan memaksaku tinggal di rumahnya jika aku bertemu dengannya atau bertanya kepada masyarakat. Maka aku khawatir bertemu Al-Mutawakkil sebelum bertemu dengan Imam as.
Akan tetapi anehnya, terbesit dalam benakku, agar aku mengelilingi kota Samara dengan kendaraanku untuk menemukan rumah Imam as. tanpa bertanya pada orang lain. Ketika aku berjalan dan sampai pada salah satu gerbang rumah, terbesit dalam benakku bahwa itu adalah pintu rumah Imam as. Maka aku pun menyuruh budakku untuk bertanya pada orang-orang sekitar mengenai pemilik rumah itu. Ternyata rumah itu adalah rumah imam Ali Al-Hadi as. Kemudian budakku mengetuk pintu. Keluarlah seorang sahabat Imam as. dan berkata: “Apakah anda yang bernama Yusuf bin Yaqub?” Aku menjawab: “Ya, betul.” Sahabat Imam as. menyuruhnya turun dari kendaraannya dan mempersilahkannya masuk dan memintanya untuk menunggu di halaman rumah. Sahabat Imam as. memasuki rumah kemudian keluar dan berkata: “Mana uang seratus dirham?” Aku pun memberikan uang itu kepadanya dan dia pun membawanya kepada Imam as. Kemudian dia keluar untuk mempersilahkan aku masuk ke dalam rumah. Ketika itu aku melihat Imam as sedang duduk sendiri dan memandangku dengan penuh kasih sayang dan rahmat.
Ali bin Hamzah meriwayatkan: “Suatu hari di musim panas suhu udara sangat panas sekali. Ia melihat Imam Al-Hadi sedang bekerja di sawah. Keringat pun membanjiri tubuhnya sampai kedua kakinya. Ia lantas bertanya kepada Imam as.: “Semoga jiwaku menjadi tebusanmu, kemana mereka, laki-laki yang lain?” Beliau menjawab: “Orang sebelumku telah melakukan pekerjaan ini. Dan dia lebih baik dariku dan ayahku.” Ali bin Hamzah lantas bertanya kembali: “Siapakah mereka?” Imam menjawab: “Rasulullah Saw, Amirul Mukminin as. dan para leluhur mereka semuanya.”
Pada hari Senin tanggal 3 Rajab tahun 254 Hijriah, Imam Muhammad Al-Hadi as. meninggal dunia karena sakit yang parah. Beliau sakit oleh racun. Orang yang telah meracuninya adalah penguasa Abbasiyah yang bernama Al-Mu’taz. Imam as. meninggal dunia dalam keadaan teraniaya dan terasing. Masyarakat berbondong-bondong dengan kesedihan yang mendalam menghantarkan Imam ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Imam as. dimakamkan di tempat tinggalnya yang terletak di kota Samara, Irak.