Imam Jawad dan Keridhaan Allah Swt(1)
Setiap Imam dari Ahlul Bait as di setiap zamannya merupakan sosok termulia dan terpandai. Mereka memiliki metode berbeda untuk menyampaikan ajaran suci Rasulullah. Kepatuhan kepada Allah Swt merupakan landasan hidup para Imam Ahlul Bait. Oleh karena itu, mereka sangat peka terhadap masalah seperti keadilan, menyelamatkan manusia dari penyembahan selain Allah dan meluruskan hubungan pribadi serta sosial.
Meski para Imam dalam sejumlah masalah kecil tidak berhasil mendirikan pemerintahan, namun dalam pandangan mereka kekuasaan dan pangkat hanya sarana untuk menegakkan keadilan, hak, menghancurkan kebatilan dan menegakkan agama Tuhan. Namun mengingat para Imam di setiap prilakunya merupakan manifestasi nilai-nilai luhur kemanusiaan dan moral maka secara tidak langsung kharisma mereka menempati setiap lubuk hati manusia.
Imam Jawad as dilahirkan pada tahun 195 Hijriah di kota Madinah. Imam Jawad as sejak kecil hingga menginjak usia remaja telah dikenal akan keilmuan, kefasihan, kesabaran dan ketakwaan. Beliau memiliki kecerdasan dan cara penyampaian yang lugas. Meskipun usianya masih muda belia, tapi dari sisi keilmuan dan keutamaan beliau telah disejajarkan dengan tokoh-tokoh masa itu.
Dalam sejarah disebutkan, saat musim haji sekitar 80 orang ahli fiqih dari Baghdad dan kota-kota lain menuju Madinah untuk bertemu dengan Imam Jawad as. Mereka mencecar Imam dengan pelbagai pertanyaan ilmiah, namun Imam Jawad as dengan tenang dan mantap menjawab semua yang ditanyakan. Kejadian ini memupuskan segala keraguan yang selama ini menggelayut benak mereka.
Imam Jawad as hidup sezaman dengan dua khalifah Bani Abbasiah, Makmun dan Mu`tashim al-Abbasi. Sementara itu, pemerintahan Bani Abbasiah terkenal menyimpang dari ajaran Islam. Mereka hanya menampilkan keislaman secara zahir. Di saat yang sama pemerintahan Bani Abbasiah juga memiliki program terencana untuk mengubah ajaran suci Islam. Sementara itu, sikap anti dan penentangan yang ditunjukkan Imam Jawad terhadap pemerintah berkuasa mendapat reaksi luas. Sikap Imam ini juga menjadi sebab kehidupan beliau senantiasa menghadapi rongrongan dari penguasa.
Imam Jawad seperti para Imam Ahlul Bait lainnya tidak tinggal diam menyaksikan kezaliman dan penyimpangan yang dilakukan penguasa Abbasyiah. Kebenaran terus disampaikan Imam meski kepada masyarakat dalam kondisi yang sesulit apapun. Keberanian, ketegasan dan perlawanan beliau terhadap kezaliman penguasa membuat Bani Abbasyiah tak mampu membiarkan beliau untuk bebas bergerak dan membiarkannya terus hidup. Oleh karena itu, penguasa Bani Abbasiah meneror Imam Jawad di usia yang relatif muda, 25 tahun.
Salah satu usaha penting Imam di bidang budaya adalah meriwayatkan hadis sahih dari Rasulullah dan para Imam Ahlul Bait serta menjelaskannya kepada umat Islam. Kita pun kini menyaksikan warisan tak ternilai dari Imam Jawad berupa hadis dan petuah-petuah suci beliau. Selain meriwayatkan hadis, Imam Jawad juga aktif di tengah-tengah masyarakat menyebarkan budaya dan ajaran Islam. Imam juga tak kenal lelah memberikan petunjuk soal ekonomi dan kebutuhan pemikiran umat.
Di antara metode yang ditempuh Imam Jawad untuk melaksanakan perintah Allah adalah menciptakan relasi kuat antara manusia dan al-Quran. Menurut beliau ayat-ayat suci al-Quran harus merata di tengah masyarakat dan umat Islam di setiap ucapan serta prilakunya mencontoh ajaran al-Quran.
Imam menandaskan bahwa mencari kerelaan Allah merupakan kunci kebahagiaan manusia. Dengan bersandar pada ajaran al-Quran, Imam menekankan kerelaan dan keridhaan Allah di atas segala sesuatu. Di ayat ke 72 Surat Taubah, Allah Swt menjelaskan bahwa kerelaan-Nya bagi seorang mukmin lebih utama dari segala sesuatu termasuk surga.
Imam Jawad as meminta masyarakat untuk senantiasa memikirkan kerelaan Allah Swt. Dalam hal ini beliau memberikan wejangan kepada umat Islam. Beliau bersabda, "Tiga hal dapat mengantarkan manusia kepada ridha Allah; banyaknya istighfar, keramah-tamahan dan banyak bersedekah. Tiga hal jika dimiliki oleh seseorang, ia tidak akan menyesal; tidak terburu-buru, bermusyawarah dan bertawakal kepada Allah ketika ia sudah mengambil keputusan".
Bersambung ...