Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Keagungan Imam Ali bin Abi Thalib as yang Sulit Terselami

0 Pendapat 00.0 / 5

Sebagai manusia biasa kita tidak akan mampu mengenal sosok Imam Ali as secara sempurna karena, hanya sebagian kecil saja yang dapat kita kenali dan ketahui, karena yang dapat mengenal maksum secara sempuna hanya seorang maksum juga, seperti kaidah yang menyatakan,

لا يعرف المعصوم إلا المعصوم

“Tidak ada yang dapat mengenal maksum kecuali orang yang maksum.”

Keagungan dan keutamaan Imam Ali bin Abi Thalib diakui kawan maupun lawan, bahkan para tokoh non muslim pun banyak yang mengaguminya, seperti George Sam’an Jordac lebih dikenal dengan George Jordac adalah seorang penulis dan penyair Kristiani berkebangsaan Lebanon. Ia terkenal lewat buku yang ditulisnya, Imam Ali, Suara Keadilan Kemanusiaan. Dalam buku tersebut ia menulis tentang keagungan Imam Ali as.

Imam Ali bin Abi Thalib datang ke dunia dan pergi dari dunia itu di rumah Tuhan, lahir di rumah Allah SWT, Ka’bah dan syahid di mihrab. Menjelang kelahirannya, ibunda beliau, Fathimah binti Asad pergi ke Ka’bah dan tembok Ka’bah terbelah setelah Fathimah binti Asad berdoa setelah merasakan kontraksi akan melahirkan. Imam Ali as adalah satu-satunya manusia yang lahir di rumah Allah SWT, Ka’bah, beliau putra Ka’bah yang telah dipersiapkan Allah SWT untuk menjadi pengganti Nabi-Nya. Allah SWT mempersilahkan Fathimah binti Asad untuk melahirkan di rumah-Nya yang suci, dan membiarkan tingal di dalam Ka’bah selama tiga hari.

Coba berpikir pakai logika? Bagaimana seorang perempuan setelah lelah melahirkan tinggal selama tiga hari tanpa ada yang memberi makan dan minum? Allah SWT yang memberikan hidangan dari surga selama Fathimah binti Asad tinggal di dalam Ka’bah setelah melahirkan Imam Ali as. Dari proses kelahiran dan tempat lahirnya saja Imam Ali as telah dipenuhi keajaiban.

Imam Ali as diasuh dan dididik oleh Nabi Muhammad Saw sejak usia kecil, falsafah dibalik itu adalah Allah menitipkan pengasuhan dan pendidikan seorang calon imam itu kepada seorang Nabi. Jika seorang nabi dididk oleh Allah, maka seorang imam dididik leh seorang nabi. Dalam menggambarkan masa kecilnya bersama Rasulullah Saw, Imam Ali as berkata,

لقد کنت اتبعه اتباع الفصیل اثر امه، یرفع لی فی کل یوم من اخلاقه علما و یامرنی بالاقتداء به

“Aku seperti anak yang selalu bersama seorang ibu, aku selalu bersama Rasulullah Saw dan senantiasa mengikutinya, setiap hari beliau senantiasa menunjukkan akhlak terpuji dan aku diperintahkan untuk meneladaninya…” (Nahjul Balaghah, Khutbah:192)

Di antara keutamaan Imam Ali as adalah orang yang pertama masuk Islam dan beriman kepada Rasulullah Saw, serta orang yang pertama kali shalat bersama Rasulullah Saw,

اوّلُ مَن صلّی مَعی علیٌّ.

Rasulullah Saw, “Orang yang pertama shalat denganku adalah Ali.” (Kanzul Ummal, Jil.11, hal. 616)

Tidak ada yang meragukan keberanian Imam Ali as, sehingga beliau digelari ‘haidar’ dan ‘asadullah’. Beliau adalah orang senantiasa tampil terdepat dalam setiap peperangan, bahkan dalam perang tanding satu lawan satu beliaulah yang maju. Para jagoan Arab banyak yang telah dikalahkan olehnya. Terkait keberanian dan pedang Imam Ali as Rasulullah Saw bersabda,

لا سیف إلاّ ذو الفقار*و لا فتى إلاّ علی

Yang Riwayat tersebut Malaikat Jibril sampaikan pada saat perang Uhud, di saat banyak dari tantara kaum muslimin yang lari meinggalkan medan perang, sementara Imam Ali as bersama beberapa lainnya tengah melindungi Nabi Muhammad dari serangan musuh. Dalam perang Ahzab, dalam perang tanding Imam Ali as telah mengalahkan seorang jawara Arab yang telah mengalahkan banyak musuh, yaitu Amr bin Abdu Wudd.

Imam Ali as adalah orang yang paling berilmu setelah Rasulullah Saw.

اَنا مدینةُ العِلم و علیٌّ بابُها فَمَن اَرادَ المَدینَةَ فَلْیَأْتِها مِن بابِها

Rasulullah Saw, “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya, barangsiapa yang ingin mendatanginya, maka datangilah lewat pintunya.” (Mutadrak Hakim Naisaburi, jil.3, hal.126)

Imam Ali as menjadi rujukan para sahabat dan kaum muslimin dalam menanyakan berbagai hal. Terdapat satu kisah pada masa Utsman bin Affan, dikisahkan terdapat seorang perempuan yang melahirkan pada usia enam bulan kehamilannya. Suaminya kemudian menghadap Ustman dan menyampaikan terkait istrinya. Utsman kemudian memberikan hukuman rajam kepada perempuan tersebut.

Kabar dirajamnya perempuan tersebut sampai kepada Imam Ali. Imam kemudian mendatangi Utsman seraya berkata,

“Apa yang engkau lakukan? Perempuan tersebut tidak boleh dihukum rajam, apakah engkau tidak mendengan kedua ayat berikut ini?”

ۗوَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًا

“… masa kehamilannya dan menyapihnya adalah tiga puluh (30) bulan…” (Al-Ahqaf:15)

وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ

“… dan masa menyusuinya adalah dua tahun (24 bulan)…” (Lukman:14)

Utsman bin Affan kemudian meminta maaf dan memerintahkan untuk mengembalikan perempuan tersebut. Namun perempuan tersebut sudah dihukum rajam. Pada saat itu perempuan itu berkata kepada saudarinya, “Saudariku jangan khawatir, sumpah demi Tuhan tidak ada yang menyentuhku kecuali suamiku.” (Al-Ghadir, Abdul Husain Amini, jil.8, hal.97)

Dalam surat Al-Ahqaf disebutkan bahwa masa kehamilan dan masa menyusui itu selama tiga puluh (30) bulan. Sedangkan dalam surat Lukman masa menyusui itu selama dua tahun atau dua puluh empat (24) bulan. Artinya sisanya adalah enam bulan untuk masa kehamilan. Berdasarkan kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa usia minimal kehamilan itu adalah enam bulan.

Keilmuan Imam Ali as juga dapat kita lihat dari kumpulan khutbah, surat dan hikmah Imam Ali as yang terkumpul dalam Nahjul Balaghah. Nahjul Balaghah dari sisi tata Bahasa yang sangat fasih juga makna dan kandungannya yang sangat luar biasa.