Meraih Berkah Bulan Ramadan (21)

Kita telah tiba di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Hari-hari ini mengingatkan terbenamnya mentari keadilan Ali bin Abi Thalib as.

Amirul Mukminin Ali as menjadi tamu putrinya Ummu Kultsum pada malam terakhir hidupnya, tetapi suasana hatinya berubah dan lebih gelisah dari sebelumnya. Pada saat berbuka puasa, beliau berbuka puasa dengan sepotong roti dan garam. Dia sering keluar kamar dan melihat ke langit dan berkata, Saya bersumpah demi Allah, saya tidak berbohong dan saya tidak pernah dibohongi. Ini adalah malam saya dijanjikan syahadah.

Malam itu, Ali as berdiri melakukan salat sampai Subuh dengan penuh kecintaan dan kehadiran hati, seolah-olah dia tidak mendengar atau melihat apapun. Mendekati salat Subuh, beliau berjalan dengan langkah lambat ke masjid. Beberapa saat kemudian, suara doa Ali bergema di dalam masjid. Dengan kehadirannya, orang-orang beriman bergerak menuju masjid dan berdiri di belakangnya untuk salat.

Ketika dia mengangkat kepalanya dari sujud pada rakaat pertama, pedang kebencian dan kebodohan membelah kepala suci itu, sehingga jenggot beliau berwarna merah oleh darah, kemudian Imam Ali as mengeluarkan ungkapan kebahagiaannya, "Bismillah Wabillah Wa'ala Millati Rasulillah, Fuztu Wa Rabbil Ka'bah." Setelah itu terdengar suara Jibril bergema di antara langit dan bumi, Aku bersumpah demi Allah bahwa tiang-tiang hidayah telah dipatahkan, bintang-bintang ilmu kenabian menjadi gelap, dan tanda-tanda kesalehan telah dipalingkan, dan kepercayaan ilahi telah dipatahkan.

Pemerintahan Imam Ali as tidak lebih dari lima tahun, tetapi kali ini cukup bagi orang untuk menyentuh keadilan dalam arti literal dan menemukan perbedaan antara pemimpin ilahi dan pemimpin lainnya. Amirul Mukmini as tidak seperti para penguasa yang haus kekuasaan dan mendominasi rakyat dengan berbagai cara, sebagai hamba Allah, beliau sangat bersemangat untuk melayani dan selalu bersama rakyat untuk tujuan ini. Dalam pemerintahan yang dasarnya penghambaan kepada Allah, jarak antara rakyat dan pemimpin masyarakat sangat kecil.

Karena keduanya memiliki struktur yang sama dan bekerja bergandengan tangan untuk tujuan bersama, dan setiap orang sama-sama bertanggung jawab atas hukum Allah. Pemerintah ini mengandalkan belas kasihan dan kasih sayang. Imam Ali as menulis dalam sebuah surat kepada gubernurnya, Malik Asytar, Pertama, beliau menyebut dirinya sebagai hamba yang melayahi dan setelah itu sebagai pemimpin masyarakat dan menulis, Tempatkan kasih sayang dan perilaku baik dengan masyarakat kebanyakan di dalam hatimu dan perlakukan mereka dengan cinta dan kebaikan. Jangan pernah menjadi pemangsa penghisap darah yang berharap untuk memakan mereka.

Kekuatan dan keberanian adalah karakteristik yang menonjol dari Imam Ali as. Dalam salah satu ayat Al-Qur'an, yang menggambarkan orang-orang beriman bahwa mereka adalah orang-orang yang keras dan tegas terhadap orang-orang kafir dan mereka adalah orang-orang yang paling lembut di antara mereka sendiri. Imam Ali as adalah contoh nyata dari sifat ilahi ini. Mereka yang berada di bawahnya, terutama anak yatim dan orang miskin, selalu memandangnya sebagai ayah yang baik hati, tetapi tidak ada yang lebih berani dan kuat dari Ali as di medan pertempuran dengan orang kafir dan musyrik dan membela keadilan dan hak-hak orang yang tertindas.