Imam Ali Ridha dan Momen Neisyabur
Neisyabur merupakan salah satu kota tua dan pusat ilmu pengetahuan, lalu runtuh dan hancur ketika penyerangan bangsa Mongol. Iring-iringan kafilah Imam Ali Ridha as dijemput oleh masyarakat di sana dengan penuh suka cita, sementara ratusan ulama dan pelajar berdiri paling depan. Para ulama dan ahli hadis berkumpul di sekitar para pengiring Imam, seraya memegang buku dan alat tulis.
Mereka menunggu Imam meriwayatkan hadis-hadis dari kakeknya, Rasulullah saw, sampai-sampai di antara mereka ada yang memegang tali kekang tunggangan Imam dan berkata, “Demi kebenaran ayahmu yang suci, riwayatkanlah kepada kami hadis sehingga kami dapat mendapatkan ilmu darimu.”
Imam Ali Ridha as berkata, “Aku mendengar ayahku Musa bin Ja’far mengatakan, ‘Aku mendengar Ayahku Ja’far bin Muhammad mengatakan, ‘Aku mendengar ayahku Muhammad bin Ali mengatakan, ‘Aku mendengar ayahku Ali bin Husein mengatakan, ‘Aku mendengar ayahku Husein bin Ali mengatakan, ‘Aku mendengar ayahku Ali bin Abi Thalib mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah saw.bersabda, ‘Aku mendengar Jibril berkata, ‘Aku mendengar Allah berfirman, ‘Kalimat La Ilaha illallah (tidak ada tuhan selain Allah) adalah bentengku, barang siapa yang masuk ke dalam bentengku, niscaya ia terbebas dari azabku.’”
Hadis ini terkenal dengan Hadis Silsilah Dzahabiyyah (Untaian Emas). Sebanyak dua ribu perawi mencatat hadis ini. Imam Ali Ridha as meninggalkan Neisyabur di waktu pagi. Di tengah jalan memasuki waktu zuhur, imam meminta air untuk berwudhu, namun para pengikutnya sulit mendapatkan air. Imam Ali Ridha as menggali tanah, tiba-tiba muncul mata air. Beliau berwudhu bersama orang-orang yang menyertainya. Hingga sekarang, mata air itu masih mengalir.