Mengenal dan Menyembah Tuhan Perkara Fitri
Dari ajaran al-Quran, kita pahami bahwa mengenal Tuhan dan kecenderungan ber-Tuhan merupakan sebuah hal fitri. Keyakinan akan wujud Tuhan adalah sebuah “kesepakatan” dan bukan hal samar yang terselubung sehingga memerlukan argumentasi untuk membuktikannya. Dari pembahasan itu kita memahami arti mengenal Tuhan adalah fitri.
Allah Swt befirman: Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. ar-Rum:30)
Ayat ini dengan gamblang menegaskan bahwa agama adalah hal fitri. Dalam menjelaskan arti “agama” (din) yang terdapat dalam ayat di atas, para mufassir terbagi dalam dua kelompok:
Kelompok pertama berpendapat bahwa maksud agama (din) adalah sekumpulan ajaran, hukum yang berlandaskan ke-Islaman. Berdasarkan pendapat ini, semua yang terdapat dalam agama di mana tuntunan terbaiknya berupa pengenalan dan penghambaan terhadap Tuhan bersifat fitri dan tersimpan dalam setiap diri manusia. Allamah Thabathabai, salah satu dari sekian banyak mufassirîn, meyakini pendapat ini.
Kelompok kedua berpendapat bahwa maksud agama yang sesuai dengan fitrah adalah kondisi pasrah dan tunduk secara murni di hadapan Tuhan. Karena tunduk dan taat sepenuhnya atas perintah Tuhan merupakan inti dari agama.
Berdasarkan pendapat ini, maksud dari naluri beragama adalah fitrah (kecenderungan) untuk menyembah Tuhan sudah ada sejak dulu dalam jiwa manusia. Dan jelas, ketika kita katakan penyembahan terhadap Tuhan itu fitri, maka pengenalan tentang-Nya pun harus fitri. Karena bagaimana mungkin secara fitrah kita menyembah Tuhan, di saat kita tak mengenal-Nya (secara fitri)?