Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Perkawinan(1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Perkawinan atau Pernikahan (bahasa Arab: الزواج أو النكاح) adalah membentuk sebuah ikatan antara suami-istri melalui perantara akad. Al-Qur’an memandang perkawinan sebagai penyebab ketenangan kaum laki-laki di sisi istri-istrinya dan menyarankan kaum muslimin untuk menikahkan laki-laki dan perempuan yang masih lajang. Berdasarkan beberapa riwayat, perkawinan merupakan nikmat terbesar setelah nikmat Islam, penjaga dan pemelihara separuh atau dua pertiga agama serta merupakansunah Nabi saw. Menurut riwayat, agama, akhlak mulia dan berasal dari keluarga yang baik, termasuk beberapa standar dalam memilih calon pasangan.

Dalam pandangan Fukaha, pernikahan dengan sendirinya hukumnya adalah sunnah yang sangat dianjurkan, namun hukumnya dapat menjadi wajib ketika mereka tidak menikah akan jatuh pada kemaksiatan dan dosa. Dalam mazhab Syiah Imamiyah ada dua macam pernikahan; permanen (dāim) dan temporer (muwaqqat). Dalam lafal akad nikah temporer disyaratkan penentuan masa waktu pernikahan dan mas kawin (mahar). Dan setelah selesai masa itu, maka suami dan istri otomatis berpisah tanpa talak.

Dalam kitab-kitab fikih praktis (Taudhih al-Masāil) dimuat banyak hukum-hukum fikih berkenaan dengan pernikahan. Di antara yang terpenting dari hukum-hukum tersebut ialah pembacaan lafal akad, sekedar kerelaan dari kedua belah pihak laki-laki dan perempuan tidak cukup untuk terealisasinya pernikahan. Dan gadis perawan (bākirah) yang hendak menikah juga harus meminta izin dari ayah atau kakek dari pihak ayah.

Pernikahan akan berakhir dengan pelaknatan (li’ān), perceraian (talak), kematian, penggantian kelamin, kemurtadan dan adanya salah satu faktor pembatalan (faskh) nikah, dan setelah terjadi perpisahan, perempuan harus menjalani masa iddah.

Definisi dan Klasifikasi
Perkawinan adalah membentuk sebuah ikatan antara suami-istri melalui perantara lafal akad. Dalam mazhab Syiah Imamiyah ada dua macam pernikahan; permanen (dāim) dan temporer (muwaqqat) atau lebih populer dengan sebutan nikah mut’ah. Dalam lafal akad nikah temporer harus ditentukan batasan masa waktunya, dan setelah habis waktu itu, maka suami dan istri secara otromatis berpisah tanpa talak.[1]

Nikah Temporer
Nikah temporer pada zaman Nabi Muhammad saw dibolehkan, namun diharamkan sejak zaman khalifah kedua. [2] Di antara mazhab-mazhab Islam hanya mazhab Syiah yang membolehkan nikah temporer.[3] Perbedaan terpenting antara nikah permanen dan nikah temporer terletak pada adanya batasan waktu pada nikah temporer dan keharusan menentukan batasan waktu tersebut dalam lafal akad.[4]

Kedudukan
Agama Islam sangat memberikan perhatian yang besar pada pernikahan. Al-Qur’an menilai pernikahan sebagai faktor ketenangan,[5] dan menyarankan kaum muslimin untuk menikahkan para lelaki dan perempuan yang belum menikah.[6]

Dalam beberapa riwayat disebutkan banyak keutamaan dan keistimewaan untuk pernikahan. Untuk itu, pernikahan merupakan nikmat yang paling besar setelah nikmat Islam,[7] penyebab kebaikan dunia dan akhirat[8] dan termasuk dari sunah Nabi saw.[9] Demikian juga pernikahan merupakan penjaga separuh atau dua pertiga agama[10] dan penambah rezki.[11] Dan, paling hinanya mayit-mayit muslim ialah mereka yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menikah.[12]

Bersambung...