Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Talak (1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Talak (bahasa Arab: طلاق ) adalah sebuah istilah fikih yang bermakna berpisahnya seorang istri dan suami. Dalam bahasa Indonesia, kita lebih mengenalnya dengan istilah perceraian. Islam memperbolehkan talak dengan syarat-syarat tertentu, meskipun hal ini termasuk dalam perbuatan yang dibenci Allah swt dan dalam beberapa riwayat dijelaskan bahwa talak merupakan perbuatan halal yang paling dibenci Allah.

Dalam Alquran dijelaskan bahwa ketika terjadi perselisihan antara suami dan istri maka pihak keluarga disarankan untuk mendamaikan diantara keduanya supaya tidak terjadi perceraian dan dalam Alquran terdapat surah yang khusus membahas masalah talak yaitu surah yang bernama Surah At-Thalaq.

Talak termasuk dari jenis-jenis akad yang bersifat sepihak (iqa’) dan hanya bisa dijatuhkan oleh suami. Talak memiliki hukum-hukum tertentu, diantaranya: suami yang telah melakukan hubungan badan dengan sang istri, ia tidak boleh menceraikan istrinya dalam keadaan haid dan nifas, kecuali istri hamil. Demikian juga harus ada dua orang laki-laki adil menyaksikan pembacaan sighah talak tersebut.

Talak dibagi kedalam dua jenis; “Raj’i” dan “Ba’in”. Dalam talak Raj’i suami dengan syarat-syarat tertentu bisa menceraikan istrinya namun bisa kembali lagi kepada sang istri tanpa harus membaca akad baru, sementara dalam talak Ba’in suami tidak bisa kembali kepadanya.

Definisi

Talak adalah melepaskan dan memutuskan ikatan tali pernikahan dengan lafal tertentu[1] atau putusnya akad nikah permanen dengan lafal tertentu.[2] Talak sebagaimana pernikahan akan terealisasi (sah) dengan pembacaan sighah (lafal) tertentu. Namun berbeda dari pernikahan bahwa ia termasuk dari akad-akad sepihak (iqa’); yakni bersifat sepihak dan hanya bisa dijatuhkan dari pihak suami.[3]

Di berbagai negara terdapat bermacam-macam aturan berbeda mengenai cara melakukan talak. Namun hampir di semua negara terdapat pengadilan atau kantor urusan agama yang ditunjuk khusus untuk menangani masalah ini. Lebih dari itu, terdapat cara-cara yang beragam untuk melakukan talak sesuai madzhab yang dianut.

Sejarah

Talak merupakan bagian dari sejarah manusia yang tak terpisahkan dan tercatat di berbagai peradaban seperti Yunani, Iran, Mesir dan China. Namun, talak secara mutlak dilarang dalam aturan kristen Katolik. Dalam katolik saat terjadi masalah dan kedua mempelai ingin bercerai, mereka cukup berpisah dan keduanya tidak memiliki hak untuk menikah dengan orang lain. [4]

Dalam keyakinan Ortodoks, talak hanya dibolehkan dalam kondisi adanya pihak perempuan yang berselingkuh namun tidak sebaliknya (lelaki diperbolehkan), dalam keadaan talak keduanya dilarang untuk menikah dengan pihak lain. Tetapi sejalan dengan perubahan zaman, banyak negara penganut Kristiani terpaksa mengadopsi aturan yang mengijinkan talak oleh pihak perempuan dalam undang-undang negaranya.

Posisi Talak dalam Islam

Talak dalam Islam merupakan perkara yang boleh dilakukan,[5] namun dalam berbagai riwayat dijelaskan sebagai perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah[6] yang dapat mengguncangkan arsy Alllah.[7]

Dalam kitab Mir’at al-Uqul dinukil sebuah riwayat dari Imam Shadiq as yang mengatakan: “Allah mencintai rumah yang di dalamnya terdapat pernikahan dan membenci rumah yang di dalamnya terjadi perceraian. Bagi Allah tidak ada satu hal pun lebih dibenci daripada talak”.[8]

Kata talak juga digunakan dalam berbagai ayat Alquran. Kata talak disebutkan 14 kali dalam Alquran dan sebagian besar terkait tentang penggunaan akad talak serta perempuan ketika kondisi Iddah menekankan bagi pelakunya untuk kembali ke kehidupan normalnya. Sebagai contoh dalam surah Al-Baqarah terdapat 12 kali pengulangan kata “ma’ruf”, pengulangan ini dimaksudkan untuk menunjukkan penghormatan pada hak orang lain dan memerintah manusia untuk tidak menyalahi hak orang lain serta menggunakan hak tersebut dalam kebaikan dengan cara yang terhormat.

Pada Surah Al-Thalaq selain membahas mengenai fikih Talak, masa Iddah, fikih Nafaqah perempuan, fikih Riza’, fikih menyusui bayi, fikih ibu menyusui dan hak-haknya, disebutkan pula bahwa seorang laki-laki yang melakukan talak Raj’i pada istrinya, maka selama kurun waktu talak itu, sang istri dilarang untuk keluar rumah.

Dalam Surah An-Nisa disebutkan bahwa seorang suami ditekankan untuk menjauhi talak, serta diharuskan baginya untuk memahami dan mensyukuri bahwa Allah swt telah menganugerahinya perempuan yang memiliki banyak kelebihan. [9]Ketika ada kekurangan yang terdapat pada suami atau istri dan menimbulkan perselisihan, Alquran memberikan solusi agar keduanya menghadirkan wakil-wakil dari keluarga mereka untuk bermusyawarah dan menemukan jalan keluar. [10]

Allah swt menetapkan, laki-laki dan perempuan setelah sepakat untuk bercerai maka satu sama lain tidak lagi saling membutuhkan. [11]

Alasan Pelegalan Talak

Ulama muslim meyakini bahwa alasan pembolehan talak meskipun merupakan perbuatan yang paling dibenci dalam Islam adalah karena pernikahan bukan sekedar kontrak dan kesepakatan, tetapi merupakan ikatan natural yang menyatu berdasarkan keinginan dan kecintaan dua belah pihak mempelai.[12] Oleh sebab itu, ia bukan hal yang bisa dipaksakan; artinya tidak bisa dua orang dipaksa untuk saling mencintai dan hidup bersama.[13]

Hak Talak

Dalam Islam hak talak hanya dimiliki suami[14], dan istri tidak bisa menjatuhkan talak atas suami[15] kecuali jika suami memberikan perwakilan hak talaknya kepada sang istri.[16] Menurut Murtadha Muthahhari, alasan masalah ini kembali kepada perbedaan psikologi laki-laki dan wanita. Keterikatan dan kecintaan tulus istri kepada suami adalah reaktif, artinya tabiat wanita akan mencintai laki-laki bila laki-laki tersebut menunjukkan kecintaannya kepadanya.[17] Oleh karena itu, kecintaan wanita kepada laki-laki merupakan akibat dari kecintaan laki-laki kepadanya.[18] Dari situ, Muthahhari menarik sebuah kesimpulan bahwa ketika suami tidak mencintai istri, maka kehidupan rumah tangga secara alami pupus dan mati dan oleh karenanya tidak ada alasan lagi untuk melanjutkan kehidupan rumah tangganya. Namun apabila istri tidak mencintai suaminya, maka sang suami dengan menampakkan rasa cintanya padanya dapat menarik hati sang istri.[19]

Hukum-Hukum Alquran Mengenai Talak

Sebagian hukum-hukum Alquran mengenai talak adalah sebagai berikut:

Menjaga hak-hak istri

Allah swt berfirman: “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik…”.[20]

Ayat diatas berkaitan dengan masalah talak Raj’i dimana suami dalam masa iddah dapat merujuk kepada istri yang telah ditalaknya. Artinya, sekali lagi sang suami menjadikan wanita itu sebagai istrinya. Ayat ini memberikan perintah kepada laki-laki (suami) dalam masa iddah, apabila menghendaki, untuk merujuk atau melepaskan/mencerai istri. Apapun pilihannya, ia harus memperlakukan istri dengan baik dan menjaga hak-haknya.[21]

Bersambung ...