Imam Ali Zainal Abidin, Penerus Risalah Asyura
Pasca tragedi Karbala dan kesyahidan Imam Husain as, kondisi masyarakat Islam berada dalam periode yang sensitif. Di satu sisi, berbagai dimensi kebangkitan Imam Husain as harus dijelaskan kepada masyarakat, sekaligus menghadapi propaganda bohong Bani Umayah. Sementara dari sisi lain, perjuangan melawan penyimpangan akidah dan moral harus dilakukan demi menegakkan nilai-nilai agama.
Pada 12 Muharam 61 Hijriah, rombongan tawanan Karbala yang terdiri dari perempuan dan anak-anak tiba di kota Kufah. Di antara tawanan itu ada dua pribadi agung; Imam Zainal Abidin as dan Sayidah Zainab as. Keberadaan keduanya mampu menentramkan para tawanan Karbala. Ketika rombongan memasuki kota Kufah, sudah banyak orang berkumpul di sana. Imam Sajjad as memanfaatkan kesempatan ini dengan menyampaikan pidatonya.
Beliau berkata, “Wahai warga Kufah! Saya Ali putra Husain. Anak dari orang yang kalian hancurkan kehormatannya. Ingatkah kalian, Allah menyebutkan kebaikan kami Ahlulbait. Kemenangan, keadilan dan ketakwaan bersama kami, sementara kesesatan dan kehancuran berada pada musuh kami. Apakah kalian tidak menulis surat berisi baiat kepada ayahku? Tapi kalian licik setelah itu dan bangkit menentangnya. Betapa perilaku dan pikiran kalian sangat buruk. Bila Rasulullah berkata mengapa kalian membunuh keturunanku, menghancurkan kehormatanku dan bukan umatku, bagaimana rupa kalian menangis di hadapannya?”
Ketika pidatonya sampai pada ucapan tersebut, masyarakat yang mendengarnya sangat terpengaruh, sehingga sebagian berteriak mengungkapkan kesedihan. Pidato yang menjelaskan hakikat dirinya mampu membangkitkan kebencian masyarakat kepada Bani Umayah. Yazid yang menyaksikan kondisi itu buru-buru mengubah sikap.
Sejarahwan mencatat, Ahlulbait Imam Husain as dalam pertemuan itu membawakan kidung kesedihan tentang Imam Husain as dan syuhada Karbala. Yazid yang berusaha memanfaatkan kondisi itu untuk meningkatkan popularitasnya ternyata harus menerima kenyataan lain. Namun, ia tetap berusaha membohongi masyarakat. Yazid mengubah strateginya dengan mencoba mendekati para tawanan dan memberikan penghormatannya kepada mereka.