Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

REVOLUSI KARBALA DAN KAUM PINGGIRAN

0 Pendapat 00.0 / 5

Di setiap zaman, akademi Karbala atau Karbalaisme selalu melahirkan generasi aneh yang menjunjung tinggi paradigma kebenaran meski pahit. Paradigma kebenaran itu kerap menyempal dari orbit paradigma kenyaman nan legit.

Disebut aneh karena pilihan lazim, bahkan belakangan menjadi satu-satunya, rata-rata manusia maupun manusia rata-rata adalah keuntungan dengan semua derivatnya, termasuk keamanan, keselamatan, kenyamanan, kemudahan, kebebasan, kenikmatan, hingga keliaran serta semua perkara kuantitatif dan jasmani.

Sebaliknya, para alumni akademi Karbala justru memilih opsi yang semakin langka di masa ini dengan penuh gairah. Dalam skema kemanusiaan, apalagi ketuhanan, opsi itu bahkan terlihat kontradiktif. Di antaranya pemihakan pada kebenaran dengan semua risikonya, keteraniayaan, kesulitan, kepatuhan, kegetiran, pengorbanan, dan semua ihwal kualitatif dan abstrak.

Orang rata-rata cenderung rela berebut dan berdesak-desakan sampai semaput demi bergerombol dan berjingkrak-jingkrak diiringi tawa berbahak, menikmati sukaria dan pesta. Karbalaisme malah menghisap jiwa manusia-manusia aneh dalam kesunyian ayunan langkah, mengabaikan sorak sorai cemooh dan makian, menuju magma duka. Kaum aneh itu berkumpul dalam majelis hitam pekat, menguras air mata dan meratapi kemuliaan yang diinjak- injak kerakusan, sambil kuat-kuat menepuk dada, mengungkap empati dan cinta.

Logika kebenaran inilah yang membuat banyak orang di luar sana menganggap misi al-Husain bersama para kerabat dan sahabatnya sebagai konyol dan bunuh diri. Anggapan itu benar adanya bagi para penganut pragmatisme yang mematok kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan sebagai pilihan utama dan satu-satunya.

Pragmatisme hanyalah anak ideologis materialisme yang kini telah menjadi pikiran dan tindakan sebagian besar warga bumi. Inilah arus besar yang ditolak dan dilawan al-Husain serta para kerabat sehati dan para sahabat sejatinya.

Demi kecintaan pada al-Husain para kerabat dan sahabat al-Husain rela absen dari antrian orang rata-rata yang histeris mengais hidup aman tanpa kehormatan. Mereka memilih jadi buron, marjinal, membuncah darah, demi menyuburkan bumi dengan kemuliaan.

Laga logika kebenaran versus logika keuntungan terus berlangsung dalam ragam episode, baik dulu, kini, maupun dan akan datang. Inilah kemenangan kekuatan kualitatif atas kekuatan kuantitatif. Inilah logika darah mengalahkan pedang. Lihat Lebih Sedikit