Kecerdasan Spiritual Ibnu Atha’illah (1)
Kita mengenal karya monumental Ibnu Atha’illah, Al-Hikam yang mengacu langsung dari keagungan Alquran dan sunnah Nabi. Dalam kitab tersebut, Ibnu Athaillah sangat piawai dan terampil sebagai pemandu jalan spiritualitas yang terang dan menerangkan. Ia dapat dikatakan “guru spiritual” yang menyalakan obor untuk menunjukkan segala arah di setiap kelokan jalan berliku, hingga manusia dapat menempuh jalan keselamatan, bahkan menyelamatkan sesamanya.
Corak pemikiran Ibnu Atha’illah nampak unik dan berbeda dengan para tokoh sufi lainnya. Ia lebih menekankan nilai tasawuf pada aspek ma’rifat. Di antara tokoh-tokoh sufi lainnya, Ibnu Atha’illah tidak mengedepankan aspek-aspek teologis murni, melainkan diimbangi dengan unsure pengamalan ibadah dan suluk, artinya di antara syari’at, tarikat dan hakikat ditempuh dengan cara metodis. Kitab Al-Hikam seakan menjadi poros dan panduan, bahkan perlawanan terhadap realitas dunia yang hiper-modern saat ini.
Di era globalisasi yang gegap-gempita dengan kecenderungan dunia (hedonisme), Ibnu Atha’illah bukan semata mengajarkan kita agar menghindari dunia untuk kepentingan akhirat. Akan tetapi, kita pun dituntut agar mampu bersaing dalam kancah pergaulan yang materialistik. Ia menyadari betul ketertinggalan umat Islam secara ekonomi dan kultural, namun ia tidak menganjurkan kezuhudan yang eksklusif dan mengisolasi diri. Baginya, kemakmuran dan kesejahteraan diperlukan, tetapi ia harus menjadi jembatan (washilah) untuk dapat mensyukuri nikmat-nikmat yang dianugerahkan Allah kepada manusia dan makhluk-makhluk lainnya.