Sayyidah Fathimah Menemani Detik Terakhir Ayahnya
Memasuki tahun ke-11 Hijriah, di hari-hari terakhir bulan Safar, Rasulullah saw mengeluhkan rasa sakit yang menimpanya. Saat itu, beliau tengah bersiap melancarkan perang melawan Romawi dan menyiapkan Usamah bin Zaid yang masih muda sebagai panglima. Beliau memerintahkan kaum Muhajirin dan Anshar untuk bergabung di bawah komando Usamah. Beliau mendesak mereka dan menyerukan beberapa nama untuk segera berangkat. Semua itu demi mengosongkan Madinah dari para pembangkang, menutup kesempatan mereka menentang kepemimpinan Ali as.
Mayoritas kaum Muslim mengira sakitnya Rasulullah saw hanyalah sakit ringan yang akan segera sembuh. Hati Sayyidah Fathimah as gelisah laksana lumpuh mendengar keluhan sang ayah, merasakan saat perpisahan yang telah dijanjikan sudah mendekat. Tanda-tanda akan wafatnya sang ayah kian tampak. Tubuhnya semakin melemah. Beliau saw selalu bersiap untuk berwasiat pada Ahlulbaitnya di setiap kesempatan.
Terlebih lagi sebelumnya, Sayyidah Fathimah as mendengar beliau berkata pada para sahabatnya dalam beberapa kesempatan, “Aku hampir dipanggil lalu aku memenuhinya.” Sayyidah Fathimah as juga mendengar beliau saw bersabda di haji perpisahan di atas bukit Arafah saat beliau berdiri di hadapan kaum Muslim, “Kemungkinan aku tidak akan bertemu dengan kalian setelah tahun ini.” Perkataan ini selalu terulang dari lisan suci beliau pada tahun ke-10 Hijriah.
Sakit Rasulullah saw semakin parah. Beliau terbaring di atas peraduan kematian sementara Sayyidah Fathimah as berada di sampingnya. Duka beliau kian bertambah menyaksikan ayahanda tercintanya, senentara lidahnya hanya mampu berucap, “Oh! Aku sangat bersedih karena kesedihanmu duhai ayah.” Acapkali Sayyidah Fathimah as memandang wajah beliau yang pucat, air mata hangat menetes di kedua belah pipinya. Hanya doa keselamatan yang mampu diucapkannya untuk beliau. Rasa sakit semakin memberatkan Rasulullah saw, hingga beliau sering jatuh tak sadarkan diri.