Kontrasepsi dalam Pandangan Islam (2)
Oleh karenanya cara yang mereka lakukan untuk mencegah kehamilan, menundanya atau yang ingin membatasi anak harus sesuai dengan ajaran syariat islam bukan dengan cara aborsi.
Sepakat para ulama mazhab ahlu sunnah tidak memperbolehkan adanya aborsi bahkan pelaku aborsi dapat dikenakan diyat yang jumlahnya tergantung dari usia janin. Demikian juga menurut pendapat ulama syiah bahwa menggugurkan janin haram secara syar’I, kecuali jika tetap berada dalam keadaan hamil yang akan membahayakan nyawa ibunya, maka aborsi dalam situasi demikian tidak dilarang selama janin belum bernyawa, jika janin telah bernyawa, maka tidak boleh digugurkan, meskipun keberadaannya dalam kandungan ibunya akan membahayakan nyawa ibunya, kecuali jika keberadaannya dalam kandungan akan membahayakan ibu dan janin sekaligus, sedangkan nyawa janin tidak dapat diselamatkan, dan penyelamatan ibu hanya dapat dilakukan dengan menggugurkan kandungan.
Islam menginginkan agar keturunan para pengikutnya terus berkembang. Ketika sperma dan sel telur telah bercampur sehingga membentuk emberio, maka inilah awal kehidupan manusia. Dan aborsi terhadapnya adalah haram. Meskipun emberio merupakan objek kecil tapi ia memiliki hak untuk eksis. Ia merupakan eksistensi, yang cepat berkembang menjadi manusia seutuhnya. Oleh karenanya bagi mereka yang melakukan aborsi sama dengan melakukan pembunuhan dan kelak akan dimintai pertanggung jawabannya.
Ishaq bin Ammar meriwayatkan: Aku bertanya kepada Imam Musa bin Jakfar as tentang kasus seorang wanita yang takut hamil, apakah anda mengizinkannya untuk meminum ramuan demi melakukan aborsi? Beliau menjawab, “tidak. Aku tidak mengizinkannya. “Aku lalu bertanya lagi, “ketetapan apa yang berlaku pada masa kehamilan di tahap awal embrio? ”Beliau berkata, perkembangan manusia dimulai pada saat terbentuknya embrio. Allah Swt berfirman dalam al-Quran bahwa pada hari kiamat kelak, para orang tua akan ditanya tentang kejahatan membunuh anak mereka sebagaimana yang disebutkan dalam surat at Takwir ayat 8-9 yang berbunyi; “.. dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apa dia dibunuh?..”
Karenanya, menggugurkan janin tanpa alasan yang memperbolehkannya adalah meupakan tindakan kriminal, dan pelaku mendapatkan sanksi yang sangat berat, sebagaimana firman Allah Swt: “..Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan sesuatu (alasan) yang benar….” (Qs. Al-Isra (17):33).
Hukum Kontrasepsi
Dalam istilah medis, alat kontrasepsi dimaksudkan dengan tindakan pencegahan kehamilan dengan mencegah terjadinya konsepsi. Di zaman ini, berbagai alat kontrasepsi banyak ditemukan dan beredar di tengah masyarakat, ada yang berupa suntikan, atau oral, kondom, atau alat kontrasepsi antar-vaginal maupun kontrasepsi yang dipasang di rahim wanita yang dikenal dengan istilah AKDR atau I.A.U.D (Intrauterine Device) atau yang lebih jauh yaitu dengan melakukan operasi tubektomi atau vasektomi. Tindakan pencegah kehamilan ada yang bersifat tradisional lagi alami seperti al-‟azl (coitus intereptus) dan ada juga yang bersifat kimiawi (medis).
Perdebatan kontrasepsi dalam Islam menjadi suatu yang diperdebatkan dikalangan para ulama fikih. Menurut pendapat ulama ahli sunnah tidak semua cara kontrasepsi yang dimasyarakatkan program KB dapat pakai oleh umat Islam. Ada cara kontrasepsi yang dilarang yaitu IUD, vasektomi dan tubek tomi. IUD dilarang karena cara pemasangannya harus dengan melihat aurat besar wanita sedang sterilisasi dilarang karena mematikan fungsi reproduksi dan dilakukan dengan cara merusak organ tubuh suami atau isteri. Cara kontrasepsi yang diperbolehkan misalnya: pil, suntik, kondom.
Dalam pandangan ulama ahli sunnah dapat disimpulkan dengan menyebutkan bahwa hukum menggunakan alat kontrasepsi dapat dibagi menjadi tiga keadaan, Pertama: Apabila penggunaan alat kontrasepsi bertujuan untuk meniadakan anak keturunan atau karena kekhawatiran yang bersifat materi seperti takut akan ketidakmampuan dalam memberi nafkah dan mendidik anak, kehilangan lapangan pekerjaan, maka para ulama bersepakat akan keharamannya. Kedua: Apabila penggunaan alat kontrasepsi termasuk azl dengan tujuan kemasalahatan seperti mengatur jarak kelahiran, karena alasan kesehatan dan penyakit yang diderita, atau karena kemaslahatan lainnya maka penggunaan alat kontrasepsi atau perbuatan azl hukumnya menjadi boleh. Ketiga: Hukumnya Makruh jika azl atau penggunaan alat kontrasepsi tidak ada alasan yang dijadikan sebagai landasan.
Menurut pendapat ulama syiah bahwa seorang istri boleh melakukan kontrasepsi dengan persetujuan suami dan bukan untuk pencegahan yang permanen dan juga tidak diperbolehkan bila akan menyebabkan pengguguran nutfah yang telah berada dalam rahim atau (di saat memasangnya) dan juga tidak boleh hukumnya jika akan menyebabkan dipandang dan disentuh secara haram disaat pemasangan alat kontraseps i. Dalam hal penggunaan kontrasepsi suami tidak berhak memaksa istrinya untuk melakukan hal itu. Adapun terakait azal tidak dilarang jika berdasarkan restu suami istri.
Adapun pembahasan hukum fikih terkait penggunaan alat kontrasepsi secara detail kita dapat merujuk pada buku fikih masing-masing baik dari pandangan ulama ahli sunnah dan ulama syiah dengan merujuk pada fatwa-fatwa maroji’ masing-masing.
Daftar pustaka:
Buka ta’lim wa tarbiyah oleh: Ayatullah Ibrahim Amini
Buku fatwa Rahbar
Al Qur’an dan terjemahan
Mizanul Hikmah oleh: Muhammad.M Reysyahri