Maulid Nabi dan Hari Kelahiran Kita
Yusuf Ali, seorang penafsir dan penerjemah Al-Quran ke dalam Bahasa Inggris (dalam wajah puisi lirik), entah secara kebetulan atau tidak memulai dan menutup karya termasyhurnya The Holy Quran; Text, Translation & Commentary pada tanggal 4 April yang merupakan hari kelahirannya.
Sebuah terjemahan otoritatif bernuansa puitis-sufistik yang diakui sebagai karya indah atas interpretasi Al-Quran bersama dengan karya Picktall. Karya ini menjadi harapan bagi dirinya atas kecamuk konflik batin, perceraian yang pilu, sakit hati dan keputusasaan yang menghantui dirinya. Setidaknya Yusuf Ali masih memiliki harapan yang ia hadiahkan dalam rupa tulisan di hari istimewanya. Walaupun menurut M.A. Sherif setelah karya itu rampung, ia tak juga mendapat kedamaian jiwa yang ia harapkan.
Seperti Yusuf Ali, ada hal istimewa yang kita ingin ciptakan saat momen bahagia di hari kelahiran, terlepas betapa pahitnya kehidupan. Hari itu selalu diusahakan menjadi hari bermakna walaupun hanya terlihat oleh mata sendiri dan orang-orang terpilih.
Perayaan hari lahir bagi manusia pada umumnya, hanya dianggap penting oleh kita sendiri dan orang-orang tertentu. Tentunya, perayaan itu harus diniatkan sebagai tanda syukur atas salah satu nikmat terbesar yaitu kehidupan, dan tanpa bercampur baur dengan kemaksiatan dan dosa-dosa dalam perayaannya. Perayaan itu boleh saja dilakukan-terlepas dari pendapat apakah kegiatan itu merupakan salah satu bentuk penyerupaan tradisi agama lain atau bukan.
Berkaca dari bagaimana sikap kita terhadap peristiwa kelahiran, sebuah tafsiran pun diperoleh dari ayat-ayat suci yang secara implisit menyiratkan ‘perayaan kelahiran’ yang sederhana. Kita dapat belajar bagaimana seharusnya menyikapi hari kelahiran dari ayat-ayat itu.
Hal-hal menarik kerap terjadi di balik aneka peristiwa kelahiran di kalangan para rasul dan nabi pilihan, orang-orang suci/wali, dan orang bijak yang berjasa. Dalam konteks yang ‘ajaib’, kelahiran para nabi dan rasul mendapat keistimewaan tertentu terlebih rasul tercinta kita, Nabi Muhammad ﷺ, yang diketahui dari fragmen-fragmen Kitab Suci dan hagiografi.
Al-Quran mengabadikan ‘perayaan kelahiran itu’ yaitu ungkapan penanda rasa syukur dari kedua nabi mulia yaitu Nabi Yahya as. dan Nabi Isa as. atas kelahiran mereka yang menyalahi kebiasaan. Nabi Yahya secara tak disangka lahir dari pasangan salehah yaitu Nabi Zakaria yang sudah renta dan sang istri yang sebelumnya divonis ‘sukar memiliki anak’ akibat kemandulan.
Akan tetapi, kehendak Allah tak dapat dihalangi. Nabi Yahya lahir dalam kondisi yang menurut kita tak biasa. Ungkapan ‘وسلام/keselamatan’ dalam ayat 15 surah Maryam yang ditujukan pada dirinya, ditafsirkan sebagai penjagaan Allah Taala dan pemeliharaan-Nya atas sangkaan buruk orang-orang saat itu sehingga kelahiran ajaib tersebut tidak menjadi sesuatu yang ‘viral’ dan dipermasalahkan, begitulah tafsiran Syekh al-Sya’rawi.
Demikian juga, Nabi Isa as. yang dilahirkan dari seorang perawan mulia nan suci; Ibunda Maryam. Sebuah kejadian di luar nalar yang bahkan lebih tidak masuk akal daripada kisah kelahiran Nabi Yahya as. Tanda ‘والسلام/keselamatan’ itu berwujud menjadi kelancaran prosesi persalinan walaupun tanpa kehadiran dan bantuan siapapun. Allah memelihara mereka dari gangguan orang-orang dan dari kejahatan siapapun. Maryam pun dapat melahirkan bayinya dalam keadaan selamat. Demikian pendapat Syekh al-Sya’rawi.
Ungkapan rasa syukur oleh kedua nabi mulia ini atas pemeliharaan Allah tatkala mereka lahir seharusnya menjadi pengingat bagi kita akan keselamatan serupa yang dianugerahkan kepada kita pada waktu lahir. Kita dilahirkan dengan lancar dan selamat, dapat tumbuh, berkembang dan mencapai usia hari ini. Dikala banyak terdengar peristiwa menyulitkan saat persalinan, kita dipelihara oleh Allah dari kejadian tersebut.
Kendati misalnya kelahiran seseorang disertai dengan kejadian yang menyulitkan, ternyata pada ujungnya ia tetap selamat. Kita mesti memetik pembelajaran dari kisah Nabi Musa as. Ibunda Nabi Musa tatkala melahirkan anaknya diliputi kekhawatiran dan ketakutan bahwa anak semata wayangnya itu akan berakhir tragis di tangan kejam Firaun. Atas ilham Allah kepada diri Ibunda Musa, kelahiran dramatis itu pun mendapat penyelamatan yang menakjubkan sehingga pada akhirnya ia mendapat sambutan baik di Istana Raja Mesir oleh istri Firaun yang salehah dan tumbuh menjadi nabi yang disegani.
Nabi kita, Nabi Muhammad ﷺ melewati sebuah kelahiran yang lebih ajaib dalam sebuah perayaan agung dari seluruh jagat raya. Seorang bayi istimewa yang kelahirannya dipandu oleh empat wanita surgawi dan bidadari-bidadari sebagai pembantu persalinan. Ia disambut oleh alam raya, diselingi dan dibarengi kejadian menakjubkan di pelosok bumi dan sorak bahagia penghuni daratan dan lautan serta pujian dari malaikat-malaikat langit.
Peristiwa kelahiran itu terekam dalam literatur-literatur hagiografi milik para cendekiawan. Setelah berlalu masa, Nabi tetap menganggap istimewa hari kelahirannya hingga ia secara khusus berpuasa pada setiap hari kelahirannya, yaitu hari senin sebagaimana dalam hadis diceritakan. Sebagai tanda rasa syukur atas kelahiran Nabi Muhammad ﷺ, umat muslim setiap tanggal 12 Rabiulawal merayakan hari kelahiran nabi yang menakjubkan itu.
Kelahiran seseorang selalu istimewa setidaknya untuk dirinya dan orang-orang sekitar, karena itu menandai kepercayaan Allah terhadap seseorang atas nyawa yang diberikan. Umur dan usia adalah kesempatan seseorang meraih tujuan utama kehidupan yaitu menghamba dan mengabdi kepada Allah dengan jalur kebaikan manapun. Ada satu harapan yang menjadi pesan seorang bijak kaitannya dengan kelahiran. Seseorang yang lahir diiliputi oleh rasa terharu dari orang sekitar.
Namun tak ada yang mengetahui akhir nasib seseorang apakah ia berakhir dengan kebaikan atau sebaliknya, untuk itulah seseorang yang hidup hari ini harus mengusahakan akhir yang baik, mengukir kenangan baik dengan orang-orang sekitarnya sehingga kita diingat. Para wali dan kiai memberi contoh bahwa kelahiran kita yang biasa saja pun, masih berpotensi untuk mencapai akhir yang baik yang jasa dan kenangan baiknya semasa hidup selalu diingat.
Tradisi Haul di pesantren-pesantren adalah sebuah cara mengingat dan mengenang jasa dan kebaikan seorang tokoh ulama termasyhur. Kebaikan akan selalu abadi dalam benak siapapun. Oleh karenanya, saat hari kelahiran kita tiba perbanyaklah rasa syukur pada Allah seperti contoh dari nabi-nabi kita. Kemudian berbuat kebaikan di sepanjang hidup kita agar kematian yang kemudian datang diliputi tangis dari orang-orang seperti yang diharapkan oleh orang bijak tadi dalam puisinya. Kita datang ke dunia ini dengan baik atas karunia Allah dan kita harus meninggalkannya dengan baik, menorehkan atsar yang baik pula. Semoga keselamatan dilimpahkan atas kelahiranmu.
Referensi
M.A. Sherif. Jiwa Yang Resah: Biografi Yusuf Ali, Penerjemah dan Penafsir Al-Quran Paling Otoritatif dalam Bahasa Inggris (Bandung: Mizan, 1997).
Abdullah Yusuf Ali. The Holy Quran: Text, Translation & Commentary (Lahore: SH Muhammad Ashraf, 1938).
Muhammad Mutawali al-Syarawi. Tafsir Sya’rawi: Renungan Seputar Kitab Suci Al-Quran Jilid VIII (Medan: Duta Azhar, 2008)
Muhammad Mutawali al-Syarawi. Tafsir al-Syarawi: Khawatiri haul al-Quran al-Karim (Mesir: Akhbar al-Yaum, tt).
Muhammad Ali al-Shabuni. Min Kunuz al-Sunnah: Dirasah Adabiyyah wa Lugawiyyah min al-Hadis al-Syarif (Damaskus: Dar al-Qalam, 1989).
Anonim. Majmuatul Mawalid Nabi (Beirut: Dar al-Fikr).
Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi. Syarh Shahih Muslim Jilid IV (Beirut: Dar al-Fikr).