LOGIKA TABAYYUN (2)
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa sebuah berita, maka periksalah faktanya, karena (bila tidak memeriksa faktanya lebih dahulu) kamu akan menimpakan suatu musibah atas suatu kelompok tanpa mengetahui fakta keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." [Hujurat: 6]
Ayat di atas berbentuk klausa hipotetis yang dilengkapi dengan dua fitur hipotesa, "jika" dan "maka". Klausa bersyarat atau hipotetis semula adalah dua pernyataan berlainan lalu disambung dengan jika dan maka sebagaj satu pernyataan. Pembaca atau pendengar klausa bersyarat dianjurkan memperhatikan relasi dua pernyataan pertama yang dimulai dengan jika, bila, kalau dan semacamnya sebagai atesendem dan pernyataan kedua yang diawali dengan maka, niscaya dan semacamnya.
1. Klausa Bersyarat (Apodosis):
Pernyataan pertama yang dimulai dengan "jika" (dalam ayat tersebut: "jika datang kepadamu orang fasik membawa sebuah berita") merupakan klausa bersyarat atau apodosis. Klausa ini menggambarkan situasi hipotetis atau kondisional yang mungkin terjadi.
Kondisi yang dijelaskan dalam klausa bersyarat merupakan pengantar atau premis untuk pernyataan yang akan dijelaskan selanjutnya.
2. Klausa Konsekuen (Protasis):
Pernyataan kedua yang diawali dengan "maka" (dalam ayat tersebut: "maka periksalah faktanya") merupakan klausa konsekuen atau protasis. Klausa ini menggambarkan konsekuensi atau hasil dari situasi yang dijelaskan dalam klausa bersyarat.
Pernyataan dalam klausa konsekuen menunjukkan tindakan yang disarankan atau dianjurkan sebagai respons terhadap situasi hipotetis yang terjadi.
Kandungan dalam ayat tersebut mungkin dapat diringkas dalam poin-poin berikut :
1. Bila orang fasik menyampaikan kepadamu sebuah berita yang tak kamu ketahui benar maupun salah, jangan menerimanya.
2. Bila orang fasik menyampaikan kepadamu sebuah berita yang tak kamu ketahui benar maupun salah, jangan menolaknya.
3. Bila orang fasik menyampaikan kepadamu sebuah berita, periksalah faktanya. Bila hasil penyelidikan terhadap fakta membuktikan kebenaran berita dari orang fasik itu, maka terimalah. Bila hasil pemeriksaan terhadap fakta membuktikan kepalsuan berita dari orang fasik itu, maka jangan menjadikan berita itu sebagai dasar tindakan.
4. Bila orang adil menyampaikan kepadamu sebuah berita, jangan memeriksa faktanya tapi terimalah.
5. Bila siapapun, fasik maupun adil, memyampaikan kepadamu sebuah berita yang kamu ketahui salah, jangan melakukan tindakan berdasarkan berita itu.
6. Bila siapapun, fasik maupun adil, memyampaikan kepadamu sebuah berita yang kamu ketahui benar, jangan memeriksa faktanya tapi terimalah.
7. Menerima info dari orang fasik tanpa memeriksa faktanya adalah perbuatan terlarang adalah melanggar perintah Allah. Selain itu, itu dapat dianggap memperlakukan orang fasik sebagai orang adil.
8. Memeriksa fakta atau kebenaran sebuah info dari orang adil adalah perbuatan terlarang karena mengakibatkan perintah memverifikasi berita dari orang fasik sebagai sia-sia. Selain itu, tidak memverifikasi berita dari orang fasik bisa dianggap memperlakukan orang fasik sebagai adil, bahkan bisa dianggap mengutamakan fasik atas adil. Andai dianjurkan verifikasi terhadap berita dari orang adil, maka sia-sialah perintah verifikasi berita dari orang fasik.