Pendidikan Seks untuk Anak (1)
Pendidikan seks untuk anak sangat penting dan telah diajarkan dalam Islam. Pendidikan seks tidak hanya berpusat pada aktivitas seksual, tetapi bagaimana anak mampu mengenali anggota tubuh dan fungsinya serta dapat melindungi dirinya.
Pendidikan seks dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya pembiasaan akhlak baik, penghargaan terhadap anggota tubuh, penanaman rasa malu bila auratnya terlihat oleh orang lain, dan sebaliknya merasa malu bila melihat aurat orang lain.
Pendidikan seks harus memperhatikan usia dan tingkat intelegensi anak serta terus ditingkatkan seiring berjalannya waktu. Dalam Teori Psikoanalisis Sigmund Freud, fase perkembangan seks pada anak dimulai dari usia 0-2 tahun yang merupakan fase oral. Kemudian, dilanjutkan fase anal pada usia 2-3 tahun dan fase phalic di usia 3-6 tahun. Anak kemudian memasuki fase latency pada usia 7-10 tahun dan fase genital di usia 10-15 tahun. Orang tua wajib memperhatikan fase-fase perkembangan psikososial ini agar dapat memberikan pendidikan seks yang tepat sesuai usia anak.
Tahapan memberikan pendidikan seks pada anak dapat dimulai sejak anak berusia 20 bulan. Pada usia tersebut, anak mulai ingin tahu dan iseng memegang alat kelaminnya. Untuk itu, pada usia 24 bulan, orang tua bisa mulai mengenalkan nama alat kelamin anak sesuai nama ilmiah dan fungsinya. Pada masa ini, anak merasa nikmat saat memegang alat kelaminnya, maka orang tua sebaiknya mengalihkan perhatian anak dengan bermain.
Pada usia 3 tahun, anak akan mulai bertanya seputar hubungan seksual, seperti bagaimana seorang bayi bisa lahir. Sementara itu, pada usia 6-8 tahun orang tua harus memberikan informasi perkembangan alat reproduksi anak dengan media yang menyenangkan. Orang tua juga harus menekankan pentingnya melindungi diri dengan tidak membiarkan orang lain untuk menyentuh bagian-bagian tubuh tertentu.