Ayat Taqiyah dan Tafsir Ulama Ahlussunnah
Taqiyah merupakan ajaran al-Quran dan sunnah Rosulullah Saw. Secara bahasa, taqiyah bermakna, menjauh, berhati-hati dan menyembunyikan. Dan secara istilah, taqiyah berarti menyembunyikan keyakinan seseorang di hadapan para musuh atau di dalam sebuah keadaan yang merugikan dirinya demi keselamatan nyawa dan hartanya. Sementara nifak adalah sebuah sikap yang ditampakkan seseorang yang tak meyakini Islam berikut dengan ajarannya, namun seolah-olah ia menampakkan keislamannya. Secara gamblang Allah Swt menjelaskan perihal taqiyah dalam firmanNya:
لَّا يَتَّخِذِ ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلْكَٰفِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ ٱللَّهِ فِى شَىْءٍ إِلَّآ أَن تَتَّقُوا۟ مِنْهُمْ تُقَىٰةًۭ ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ ٱللَّهُ نَفْسَهُۥ ۗ وَإِلَى ٱللَّهِ ٱلْمَصِيرُ
Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin/panutan, melainkan orang-orang beriman. Barang siapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apa pun dari Allah, kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka.
Syaikhul Islam Fakhruddin ar-Razi dan Taqiyyah
Syaikhul Islam Fakhruddin ar-Razi atau Ibnu al-Khatib al-Ray (w. 606) adalah seorang ulama terkenal karena penguasaannya yang luas dalam berbagai ilmu di masanya, mulai ilmu tafsir, hadits, fiqih, hingga filsafat. Salahsatu karya terbesarnya dalam bidang tafsir adalah tafsir Mafâtîh al-Ghaib yang tebalnya lebih dari 30 jilid. Maka dengan kecerdasan dan keluasan ilmunya, ia dijuluki Syaikuh Islam.
Mengenai ayat di atas Fakhruddin ar-Razi menjelaskan dalam tafsirnya:
ظَاهِرُ الْآيَةِ يَدُلُّ أَنَّ التَّقِيَّةَ إِنَّمَا تَحِلُّ مَعَ الْكُفَّارِ الْغَالِبِينَ إِلَّا أَنَّ مَذْهَبَ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ الْحَالَةَ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِذَا شَاكَلَتِ الْحَالَةَ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُشْرِكِينَ حَلَّتِ التَّقِيَّةُ مُحَامَاةً عَلَى النَّفْسِ.
Dzahir dari ayat menunjukan kepada sikap ber-taqiyyah kepada kaum kafir. Namun mazhab Syafi’i Ra. menyatakan bahwa situasi taqiyyah bisa berlaku pada sesama muslim jika terjadi situasi sebagaimana situasi (bahaya) terjadi di antara muslimin dan musyrikin, taqiyyah menjadi halal sebagai penjagaan diri.
Tafsir Fakhruddin Razi Jil. 8, Hal. 14 Syaikhul Islam Fakhruddin ar-Razi Cet. Dar al-Fikr
Dalam ayat tersebut taqiyyah kepada kaum kafir merupakan hal yang jelas. Namun mazhab Imam Syafi’i Ra, sebagai salah satu mazhab fiqih terbesar dunia memandang bahwa taqiyah pun berlaku bagi sesama muslim apabila keadaan bahaya dan ancaman terjadi sebagaimana keadaan antara muslim dan kafir.
Tafsir Al-Maraghi dan Taqiyyah
Tafsir Al-Maraghi merupakan salah satu tafsir Alquran kontemporer. Nama Al-Maraghi diambil dari nama belakang penulisnya, Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Ia merupakan seorang ulama besar dari Univ. al-Azhar,Kairo. Tafsir ini merupakan hasil dari jerih payah dan keuletan sang penulis selama kurang lebih 10 tahun, dari tahun 1940-1950 M.
Mengenai taqiyah dalam tafsirnya beliau berkata:
وقد استنبط العلماء من هذه الآية جواز التّقيّة بأن يقول الإنسان أو يفعل ما يخالف الحق لأجل توقى ضرر من الأعداء يعود إلى النفس أو العرض أو المال.
فمن نطق بكلمة الكفر مكرها وقاية لنفسه من الهلاك، وقلبه مطمئن بالإيمان لا يكون كافرا بل يعذر كما فعل عمار بن ياسر حين أكرهته قريش على الكفر فوافقها مكرها وقلبه ملىء بالإيمان وفيه نزلت الآية «مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمانِ، وَلكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْراً فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذابٌ عَظِيمٌ .
Ulama Ahlussunnah mengeluarkan hukum taqiyyah dari ayat ini. Yakni seorang berkata atau berprilaku bertolak belakang dengan kebenaran dengan alasan menjaga jiwa, harta dan kehormatan dari bahaya musuh.
Orang yang berkata kalimat kufur, adalah sedang melakukan makar di hadapan musuh sehingga nyawanya terselamatkan, namun hatinya berada dalam keimanan. Ia tidak kafir melainkan dimaafkan. Sebagaimana tatkala kafir quraisy memaksa Ammar bin Yasir untuk kafir, namun Ammar bermakar dengan kalimat kafir (ia tidak mengakui lagi islam) namun hatinya berada dalam keimanan. Berdasarkan situasi ini, turunlah ayat Al-Quran (an-Nahl 106) “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman, akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.”
Tafsir al-Maraghi Jil. 3 Hal, 133 Cet. Musthafa al-Babi al-Halabi Mesir
Persoalan taqiyah telah banyak disinggung dalam website ini secara berseri dengan berbagai sumber tentunya. Dapat disimpulkan bahwa permasalahan taqiyah merupakan permasalahan fundamental dalam agama Islam. Berbagai ulama besar dari berbagai zaman dan mazhab telah banyak membahasnya serta membolehkan pelakunya.
Maka dari itu sudah seharusnya kita memiliki wawasan yang luas dalam melihat sebuah permasalahan dan perbedaan yang ada di tengah umat islam dengan dewasa. Semoga kita tidak mudah terprovokasi dengan isu-isu dan propaganda musuh yang ingin memecah belah antara kelompok-kelompok Islam.