Apakah Ilmu Allah SWT Butuh Proses?
Sudah tidak dapat diragukan lagi bahwa keyakinan tentang ilmu Allah SWT yang bersifat azali merupakan akidah yang dianut oleh setiap Muslim sejati. Yang berarti bahwa Allah SWT mengetahui segala sesuatu beserta dengan detil-detilnya semejak awal, bahkan ketika sesuatu tersebut belum terjadi. Kata semenjak awal ini pun sebenarnya masih kurang tepat untuk diterapkan pada ilmuNya, sebab masih mengandung pengertian zaman dan waktu, namun karena sudah tidak memiliki kata-kata yang pas untuk ungkapan tersebut kita terpaksa menggunakannya.
Berangkat dari hal di atas kita akan coba melihat beberapa ayat Al-Quran yang pada lahiriyahnya mengindikasikan bahwa Allah SWT membutuhkan proses-proses atau kejadian-kejadian tertentu sehingga Ia mengetahui hal tersebut. Ayat-ayat ini seolah-olah bertentangan dengan keyakinan yang kita sebutkan di atas. Di sini kami akan kemukakan dua ayat saja sebagai contoh:
1) . Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.(Al-Baqarah/143)
2) Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih.(Al-Maidah/94)
Pada kedua ayat ini kita melihat bahwa ada dua hal, yang pertama perubahan kiblat sedangkan yang kedua binatang buruan yang dijadikan ujian untuk kemudian Allah SWT dapat mengetahui kadar ketaatan seseorang. padahal sebagai mana kita ketahui Allah SWT dari awal bahkan sebelum terjadinya suatu peristiwa telah mengetahui hal tersebut. Lantas bagai manakah penafsiran ayat tersebut?
Untuk menjelaskan pengertian “supaya kami mengetahui” atau “supaya Allah SWT mengetahui” yang terdapat pada dua ayat di atas atau ayat serupa lainnya kami akan paparkan apa yang tertuang di dalam tafsir al-Amtsal tentang penafsiran ayat di atas:
“Ungkapan (supaya kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul) dan ungkapan-ungkapan sejenisnya pada dasarnya bukan ingin menyatakan bahwa sebelumnya Allah SWT tidak mengetahui, kemudian setelah itu Allah SWT menjadi tahu. Tapi maksud dari ungkapan di atas adalah terealisasinya ilmu Allah SWT.
Lebih jelas lagi, Allah SWT mengetahui segala peristiwa dan kejadian semenjak awal dan azali, hanya saja semua peristiwa tadi terealisasi secara bertahap di alam nyata. Oleh karena itu peristiwa yang terjadi tidak menambah maupun mempengaruhi ilmu Allah SWT, justru lebih tepatnya bisa dikatakan bahwa kejedian dan peristiwa yang ada merupakan realisasi dari ilmu ilahi.(Tafsir al-Amtsal, Jil:1, hal: 361, cet: muassasah bi’tsah, Beirut, 1992)
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa yang mengalami proses bukanlah ilmu Allah SWT, tapi justeru peristiwa serta berbagai kejadianlah yang memiliki proses dan terealisasi secara bertahap.