Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Peran Keturunan Nabi dalam Penyebaran Islam di Nusantara

1 Pendapat 05.0 / 5

Sayyid Ahmad bin Al-Muhajir adalah cicit Ali Al-Uraidhi, putra keempat Imam Ja’far Shadiq. Sedangkan Imam Ja’far Shadiq, yang merupakan Imam Syi’ah keenam, adalah putra Imam Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husayn bin Ali bin Abi Thalib.

Syeikh Jumadil Kubro adalah nama lokal dari Sayyid Jamaluddin Husein Akbar, yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW melalui jalur Azhamat Khan, yaitu Ahlulbait yang sempat bermukim di India. Beliau adalah generasi ke-11 dari Ahmad bin Isa al-Muhajir, seorang Keturunan Ahlulbait yang hijrah dari Hadhramaut, Yaman.

Dengan demikian, Syeikh Jumadil Kubro salah seorang keturunan Ahlulbait yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Beliau dijuluki sebagai penghulu Wali Songo (punjer Wali Songo). Di batu nisan di makam Troloyo di Mojokerto tertera bahwa beliau wafat pada tahun 1365 M, “Syeikh Jumadil Kubra adalah waliyullah pertama yang masuk di Nusantara Jawa ini untuk penyebaran agama Islam” (Drs. Sardjono Suradi Soegondo)

“Beliau datang ke Jawa ini pada zaman Hayam Wuruk dan meninggal tahun 1365. itu yang tertulis di nisannya. Beliau Keturunan Abdul Malik yang dikenal dengan keluarga Azmat Khan itu dalam rangka dakwah dengan pendekatan mengintegrasikan diri di dalam sosiobudaya Nusantara yang waktu itu tidak hanya mencakup Indonesia, tapi meliputi Malaysia, Brunei, Thailand bahkan Kamboja (Campa). Sehingga dalam rangka adaptasi yang lebih intensif mereka bahkan tidak hanya meninggalkan gelar-gelar yang sifatnya ke-Araban, tapi diganti dengan Tuan atau Wan kalau di Malaysia. Bahkan bukan hanya itu mereka juga menikah dengan wanita-wanita pribumi dan tidak jarang mereka menikah dengan keluarga kerajaan keraton. Itu semua dalam rangka agar supaya dakwah lebih efektif, lebih mudah diterima dan tidak terkesan sesuatu yang asing.

Menurut prasasti Kembang Suri bahwa di jantung Majapahit itu ada masjid besar dan ada makam yang luasnya 4 hektar (Trowulan). Bagaimana bisa dibayangkan ada makam seluas itu, berarti sudah ada komunitas Islam, kalau ada komunitas Islam ada masjid, kalau ada masjid ada imam, ada ulama. Maka dalam prasasti Kembang Suri itu ada kata-kata diwan, wali, musyawarah, padahal itu di zaman Hayam Wuruk.” (KH. Dr. Dhiyauddin Qushwandi)

Metode integrasi dan asimilasi budaya yang dirintis oleh Syeikh Jumadil Kubro ini menjadi panduan Wali Songo dalam mendakwahkan Islam. Para wali yang merupakan keturunan Ahlulbait tersebut melebur dalam masyarakat lokal.

“Tokoh Malik Ibrahim dalam prasastinya sudah jelas disebutkan, tidak ada nama Maulana, jadi hanya disebutkan Syeikh Malik al-Ibrahim. Dia menggunakan nama lokal dengan sebutan Kakek Bantal, yang digambarkan dia dimuliakan, dibanggakan oleh raja-raja dan pengeran-pangeran sekitarnya. Itu penggambaran tentang tokoh tersebut. Nah itu dikaitkan dengan historiografi di daerah Gresik tentang tokoh ini. Jadi, memang punya hubungan dengan keluarga Majapahit. Dia mau menikahkan raja Majapahit dengan puteri Islam, namun kemudian puteri Islam yang bernama puteri Iswari itu sebelum dinikahkan sudah meninggal lalu dimakamkan di situ. Dalam prasasti disebutkan tokoh Malik Ibrahim ini berasal dari Kashan, satu daerah di Persia. Jadi, kita tidak bisa menafsirkan lagi bahwa beliau itu orang Persia, hanya pahamnya apa kita tidak tahu. Tetapi yang jelas disana digambarkan bahwa beliau adalah orang dari Kashan, Persia” (Agus Sunyoto, MA)

Dalam prasasti makam Syeikh Malik Ibrahim tertulis bahwa almarhum wafat pada tahun 822 H, bertepatan dengan tahun 1419 M. Adik sepupu beliau, yaitu Sunan Ampel datang belakangan ke Jawa sekitar tahun 1440 M.

Menurut penulis buku “Ahlul-Bait of Rasulullah SAW and Malay Sultanates”, yaitu Haji Muzaffar Dato’ Haji Mohammad, peran Ahlulbait dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara sangat besar dan penting. Bukan saja para wali pendakwah Islam, banyak sultan di Asia Tenggara awalnya adalah keturunan Ahlulbait.