Menegur Kesalahan Pasangan dengan Bahasa Cinta Pasangan(1)
“Pah, ngga boleh loh melakukan hal itu, bukankah papah sendiri yang ngasih tau kalau hal itu dilarang agama?!”
“Mah, gimana sih, kan udah dikasih tau kalau perbuatan itu salah?”
Dalam kehidupan rumah tangga tidak luput dari kesalahan yang dilakukan pasangan suami istri. Entah karena ego, atau faktor lainnya, tidak mudah bagi seseorang untuk mengakui kesalahannya. Bahkan, sebagian tidak mau menerimanya ketika orang lain mengingatkannya bahwa ia salah. Seorang suami tidak akan mudah menerima ketika diingatkan oleh istrinya. Atau, sebaliknya seorang istri tidak mudah menerima ketika diingatkan oleh suaminya bahwa ia melakukan kesalahan. Karena kenyataannya, kebanyakan kita ini tidak suka disalahkan, walaupun memang terkadang kita sebenarnya salah.
Entah benar atau tidak, berdasarkan beberapa pengalaman, kebanyakan para suami tidak mudah menerima ketika istrinya mengingatkan. Mungkin, karena posisi suami yang sebagai kepala rumah menjadikan ia sulit menerima teguran istrinya. Ditambah lagi, bila cara menegur sang istri tidak tepat. Karena itu, Ayatullah Husen Mazhahiri, ulama akhlak kontemporer, telah memberikan tips khusus dalam menegur pasangan. Beliau telah memberikan wejangan agar ketika seorang istri atau suami melakukan kesalahan, misal berkata bohong, maka cara yang terbaik adalah tidak serta merta dan langsung memarahinya. Apalagi, jika memarahinya di hadapan orang lain. Bukan saja ia tidak akan menerima nasehatnya, sebaliknya akan merasa sakit hati karena merasa dirinya dipermalukan di hadapan orang lain, dan diinjak-injak harga dirinya. Dengan demikian, laranglah perbuatan buruk istrinya itu secara tidak langsung.
Karena, menurut beliau menyalahkan secara langsung sebuah kesalahan atau dosa, justru sangat merugikan. Oleh karena itu, perbaikilah kesalahan pasangan, atau bahkan anak kita secara tidak langsung dengan cara menyebutkan sebuah ayat, atau riwayat. Dan mengingatkan mereka kepada Allah, malam pertama di alam kubur yang merupakan malam yang amat menakutkan, hari kiamat dan siksa neraka, niscaya mereka tidak akan mengulangi lagi kesalahannya.
Beliau pun mengingatkan kepada para suami bahwa seorang suami merupakan kepala rumah tangga, yang bertanggungjawab terhadap urusan dunia dan akhirat anak dan istrinya, hendaknya bersikap tegas, bukan keras dalam urusan-urusan kewajiban agama dan perkara-perkara yang dilarang agama. Karena, suami sebagai kepala rumah tangga akan diminta pertanggungjawaban atas anak dan istrinya dalam semua perkara ini.
Pasangan suami istri harus menyadari, bahwa kendatipun pasangannya dua puluh empat jam hidup bersamanya, namun, tetap pasangan pun ingin dihargai dan dihormati. Di saat melakukan kesalahan pun maka ia ingin ditegur dengan baik, bukan malah dicerca dan dimaki. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa terhadap musuh saja Imam Ali as telah melarang kita untuk mencaci maki seperti yang beliau sampaikan kepada tentaranya di perang Siffin, “Saya tidak mau engkau menjadi para pencaci maki.” [Nahjul Balaghah, khutbah 197] Apalagi terhadap pasangan dan orang terdekat kita. Jadi, kebenaran harus disampaikan dengan cara tepat dan benar. kendatipun yang kita sampaikan itu benar, tapi bila cara penyampaiannya tidak benar, maka tidak akan banyak berdampak.
Karena itu, pasangan hendaknya berlaku baik terhadap pasangan, termasuk ketika pasangan melakukan kesalahan maka tegurlah dengan cara baik. Tentu, berprilaku baik tidak bertentangan dengan sikap tegas yang sewaktu-waktu diperlukan untuk menyelesaikan masalah dalam keluarga. Misalkan seorang istri sangat boros dalam menggunakan uang hingga keuangan rumah tangga menjadi sulit, maka dalam hal ini suami hendaknya bersikap tegas.