Berbagai Masalah Taklid (1)
Cara-cara Mengetahui Mujtahid yang Memenuhi Syarat
Mujtahid yang telah memenuhi syarat dapat diketahui dengan dua cara:
Dengan cara ithmi’nan (keyakinan hati) yang diperoleh baik melalui informasi yang tersebar di masyarakat umum, atau melalui pembuktian pribadi, maupun
melalui cara-cara lainnya.
Dengan kesaksian dua orang yang adil dari ahli khibrah (pakar agama) sekalipun tidak sampai mendatangkan ithmi’nan. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 25, dan Istifta’ dari Kantor Rahbar, Bab Taklid, Masalah 3)
Catatan:
Apabila terdapat kesaksian syar’i (seperti kesaksian dua orang yang adil dari ahli khibrah) bahwa seorang mujtahid telah layak dan memenuhi syarat, maka kesaksian tersebut menjadi hujah syar’i selama tidak ada kesaksian lainnya yang bertentangan dengannya. Kesaksian semacam itu dapat dipegang sekalipun tidak sampai mendatangkan ithmi’nan. Pada kondisi seperti ini tidak diwajibkan mencari dan menetapkan adanya kesaksian yang bertentangan dengannya. (Ajwibah al- Istifta’at, No. 22 dan 27)
Cara-cara Memperoleh Fatwa Seorang Mujtahid
1. Mendengarnya langsung dari mujtahid yang bersangkutan
2. Mendengarnya dari dua atau seorang yang adil
3. Mendengarnya dari seseorang yang dianggap jujur
4. Merujuk kepada buku fatwa (risalah amaliyah)nya yang aman dari kekeliruan. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 25)
Catatan:
Dalam hal menukil fatwa seorang mujtahid dan menjelaskan hukum-hukum syar’i, tidak disyaratkan harus memperoleh izin darinya. Tetapi dalam melakukan hal itu tidak boleh salah dan keliru. Apabila ternyata salah dalam melakukan hal itu, maka ia wajib meluruskannya segera dan mengabarkan kepada orang-orang yang telah mendengar darinya. Dan si pendengar tidak diperkenankan mengamalkan apa yang ia dengar dari seseorang sampai ia merasa yakin akan kejujuran si penyampai. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 28)
Hukum-hukum ’Udul (Pindah Taklid)
Diperbolehkan ’udul kepada mujtahid yang tidak a’lam dalam beberapa kondisi berikut:
a. Pada masalah-masalah yang di dalamnya mujtahid a’lam tidak memiliki fatwa, sementara mujtahid yang tidak a’lam (di bawahnya) berfatwa dengan jelas dan tidak ber-ihtiyath.
b. Pada masalah-masalah yang di dalamnya fatwa mujtahid yang tidak a’lam tidak bertentangan dengan fatwa mujtahid a’lam.
c. Pada masalah-masalah yang di dalamnya fatwa a’lam menyalahi ihtiyath, sementara fatwa mujtahid yang tidak a’lam sesuai dengan ihtiyath. (Ajwibah al-
Istifta’at, No. 8, 19 dan 20)