Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Sisi Mistis dari Kehidupan Fathimah Az-Zahra (1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Suatu hal yang tidak dapat diingkari bahwa Alquran meletakkan wanita sejajar dengan laki-laki. Ayat Alquran surah Al-Ahzab (33 : 35) adalah sebaik-baik bukti bahwa di mata Allah kualitas iman dan amal-amal hamba-Nya adalah sama, baik laki-laki maupun perempuan.

Sejarah juga mencatat secara paralel sejumlah tokoh wanita kekasih Allah (awliya Allah) di samping laki-laki yang menjadi Kekasih-Nya. Bersama Nabi Ibrahim as yang digelari sebagai Abul Muwahhiddin (Bapak Monoteisme) berdiri Siti Hajar satu shaf di belakangnya, satu-satunya wanita yang memperoleh kehormatan dari Allah untuk dikuburkan di dalam rumah-Nya. Bersama Nabi Musa Kalimullah as berdiri seorang wanita Kekasih Allah, Asiyah binti Muzahim, yang dengan ketegaran imannya di sekitar Fir’aun bermunajat ke hadirat Ilahi : Rabbi, bangunkan untukku sebuah rumah di surga-Mu, dan selamatkan aku dari Fir’aun dan aksi-aksinya (QS At-Tahrim, 66 : 11). Di samping Isa Ruhullah as, bundanya, Maryam binti ‘Imran, mampu berkomunikasi dengan alam gaib dan para malaikat. Bahkan dialah satu-satunya makhluk manusia yang memperoleh keistimewaan dari Allah dengan hidangan makanan surga saat berada di mihrabnya (Lihat QS Ali Imran, 3 : 37).

Bersama Nabi Muhammad Saww ada Siti Khadijah yang sangat setia mendampinginya, saat suka dan duka, saat-saat getir periode awal dakwahnya dan saat-saat mobilisasi pengikut setianya sedemikian rupa sehingga Nabi berkata : “Dialah orang yang pertama kali beriman kepadaku ketika semua orang kufur padaku. Dialah orang pertama yang mengulurkan bantuannya kepadaku ketika semua orang memboikotku. Dialah satu-satunya wanita yang diizinkan oleh Allah untuk mengandungkan anak keturunanku.” Dan karenanya Nabi kemudian menempatkannya sejajar dengan Maryam, Asiyah, dan putrinya Fathimah Az-Zahra’. Nabi Saww bersabda : “Sebaik-baik wanita alam semesta ada empat : Maryam binti ‘Imran, Asiyah binti Muzahim, Khadijah binti Khuwailid, dan Fathimah binti Muhammad.” ( Redaksi hadis ini bisa dilihat di kitab-kitab: Musnad Ahmad, Kitab al-Ishabah dan lainnya)

Periode awal Islam juga menyaksikan sufi-sufi wanita kenamaan yang selevel dengan tokoh-tokoh sufi pria. Selain dari Hasan Bashri, Malik bin Adham, Al-Hallaj, Al-Hujwiri, Ibnu ‘Arabi, dan sebagainya, juga dikenal sufi-sufi seperti Rabi’ah Syamiyyah (istri Ahmad bin Abi Al-Hawari), Rabi’ah Al-‘Adawiyyah dan Rabi’ah binti Isma’il. Kontribusi mereka pada umat Islam baik dari aspek intelektual-mistikal, ataupun sosio-kultural adalah sesuatu yang sangat nyata seperti yang akan kita lihat kemudian.

Bukti-bukti di atas menunjukkan kepada kita bahwa pada hakikatnya potensi laki-laki dan wanita dalam perjalanannya menuju Allah adalah sama. Tidak ada diskriminasi gender dalam meraih kesuksesan perjalanan ruhani. Tidak ada perbedaan potensi yang tersirat dalam jenis kelamin sehingga, misalnya, laki-laki akan lebih mungkin mengaktualisasikan dirinya ketimbang wanita. Hal ini bukan saja diakui oleh sarjana-sarjana Muslim, tetapi juga terbukti secara demonstratif filosofis.

Bersambung...