Dimanakah arwah orang-orang yang telah lama meninggal dunia? (2)
Imam Shadiq As bersabda: “Tatkala anak manusia memasuki alam kubur dan barzakh, para penghuni barzakh akan datang menjumpainya. Dan sebagian menenangkannya sehingga secara perlahan ia menyesuaikan diri dengan dunia barunya. Karena ia telah melewati ketakutan besar dan melelahkan liang kubur, pertanyaan, tekanan dan sebagainya. Kemudian, mereka mendekat kepadanya dan bertanya tentang teman dan sahabatnya. Apabila dijawab bahwa ia masih di dunia, maka mereka akan berharap bahwa setelah kematian ia akan menyusul mereka; Apabila jawabannya: Sebelumnya telah meninggal, saat itu penghuni barzakh berkata bahwa ia telah jatuh. Yaitu telah terpuruk dan terjerembab dalam azab Ilahi dan kalau tidak pastilah ia berada di sisi kami. [28]
Dalam kitab “Al-Kafi” dinukil dari Ishaq bin Ammar: Aku bertanya keapda Abul Hasan (Imam Kazhim As) apakah seseorang yang meninggal dunia ia menjumpai keluarganya atau tidak? Imam Musa Kazhim bersabad: “Iya.” Kemudian aku bertanya lagi, Berapa lama? Imam bersabda: “Sesuai dengan kedudukannya di sisi Tuhan, setiap minggu, setiap bulan atau setiap tahun….”[29]
Lebih tinggi dari orang-orang seperti ini, adalah para wali Allah dimana ruhnya setelah kematian dan terlepasnya raga materi, akan semakin kuat dan melakukan kegiatan yang lebih luas. Karena pelbagai rintangan seperti taqiyah dan semisalnya telah hilang. Kelompok ini tatkala kematian menjemput seorang mukmin, mereka akan mendekatinya dan memudahkan proses sakaratul maut baginya. Di alam kubur, ia menjadi sahabatnya, dan melepaskannya dari azab dan ketakutan.
Karena itu, kelompok ini tidak lagi memerlukan pengabaran dari ruh-ruh yang lainnya terkait orang-orang hidup; karena orang-orang besar ini berkuasa atas dunia dan barzakh dan mereka tidak lalai dari kondisi dan keadaan kaum mukmin sejati khususnya mereka yang berhubungan dengannya, dan menjadi pelayan dan berperantara kepada mereka, sehingga mereka memerlukan pengabaran dan pewartaan tentang kondisi mereka. [30]
Dengan kata lain, pelbagai kondisi setelah kematian – pada barzakh dan kiamat – manifestasi batin keyakinan, akhlak dan amal-perbuatan manusia di dunia dan tidak lain dari hal ini. Apabila di dunia memiliki iman, amal shaleh, kelapangan jiwa, di alam barzakh dan kiamat juga akan demikian adanya. Akan tetapi apabila di dunia ia berpikir picik atau menentang dan bersikap keras kepala, dirinya bertemankan dengan sifat-sifat hewan dan binatang, di dunia yang lain juga mereka akan menjelma sedemikian. Dan akan mendapatkan azab dan menjadi sebab penyesalannnya; karena dunia adalah ladang akhirat. Dan apa pun yang dilakukan untuk memperelok rupa dan lakunya, di sana akan hadir dan tampak. Karena itu, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Tidak sama para penghuni neraka dengan para penghuni surga. Para penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Al-Hasyr [58]:18-20)
Karena itu, banyak rahasia yang tertimbun yang tidak menjadi jelas setelah kematian. Dan tatkala manusia memasuki gelanggang kiamat kubra, akan Nampak baginya. Hari itu adalah “hari tatkala seluruh rahasia tersingkap” (Qs. Al-Thariq [86]:9) dan seluruh rahasia akan tersingkap.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kondisi arwah setelah kematian bergantung pada tingkatan mereka. Mereka yang ketergantungannya tinggi kepada dunia perlu waktu lama untuk dapat meyakini kematian dan meninggalkan dunia serta segala urusan duniawi. Untuk ukuran sedang, ia seolah tenggelam dalam tidur yang lelap yang tidak sama sekali tidak bermimpi sehingga ia dengan tidurnya, merasakan azab atau nikmat atau bersenang-senang dan setelah melalui tingkatan-tingkatan pertama melepaskan nyawa dan memasuki kubur maka ia tidak akan mencerap secara khusus kehidupan barzakh.
Namun mereka yang meninggal dan berada pada level kesempurnaan iman maka ia akan menguatkan ruhnya dan menyiapkan dirinya untuk menyongsong akhirat – karena yakin terhadapnya – di tempat itu juga ia dapat menjalin hubungan dengan arwah orang-orang beriman lainnya dan menanyakan tentang kondisi sahabat-sahabatnya di dunia. Ia merasakan ketenangan bertemu dengan sahabat-sahabat mukmin lainnya dan saling mendoakan satu sama lain. Karena itu, pertemuan satu sama lain dan saling menanyakan kabar terkhusus bagi mereka yang memiliki derajat iman dan amal salaeh yang tinggi.
Empat. Kebaikan bagi Orang-orang yang ditinggalkan
Dari berbagai ayat dan riwayat dapat dipahami bahwa setelah seseorang meninggal meskipun ia tidak memiliki kekuasaan lagi atas dunia, namun setiap kali manusia memiliki amal-amal baik (baqiyatus shalihat) maka setelah ia meninggal dunia amalan-amalan baik tersebut akan bermanfaat bagi dirinya. Seseorang bertanya kepada Imam Shadiq As: Setelah seseorang meninggal, hal-hal apa sajakah yang bermanfaat bagi manusia? Imam Shadiq As bersabda: Amalan-amalan baik yang telah ia kerjakan dan setelah ia meninggal, orang lain mengerjakan amal-amal tersebut, sedekah jariyah yang telah dikerjakannya dan anak saleh yang mendoakan ibu dan bapaknya.[31]
Kebaikan dan amal-amal baik yang dilakukan oleh orang-orang yang ditinggal untuk orang yang meninggal juga termasuk demikian dan termasuk jenis baqiyah shalihat. Sebagai contoh, ketika ditanyakan kepada salah satu para Imam As bahwa apakah doa, sedekah dan salat akan sampai pahalanya kepada orang-orang yang telah meninggal, maka Imam menjawab: Iya.[32] Terdapat pula riwayat-riwayat lain dalam kitab hadis Syiah yang juga memiliki kandungan sama yaitu bahwa kebaikan-kebaikan yang dikerjakan oleh orang-orang yang masih hidup untuk orang-orang yang meninggal akan memberikan kenyamanan dikuburan bagi mereka.[33]
Dengan kata lain, sebagaimana pendosa, apabila semasa hidupnya melakukan kebaikan-kebaikan dan melalui perbuatan baiknya itu, Allah Swt akan menghapus dosa-dosa dan efek-efek dosanya. Apabila orang lain melakukan pelbagai kebaikan dan menghadiahkan pahalanya kepada orang yang berbuat dosa, kebaikan-kebaikan ini akan menjadi sebab terhapusnya dosa-dosa dan efek-efek yang ditimbulkan dari dosa yang ia lakukan.
Tentu saja tatkala ganjaran kebaikan-kebaikan yang dikerjakan orang lain tersebut diperuntukkan kepada seorang pendosa, maka itu akan sampai kepadanya selama ingin menebus efek-efek buruk dosa-dosa seorang pendosa, maka dosa-dosanya juga akan tertebus.
Pada hakikatnya, hal ini merupakan cermin keadilan Ilahi dimana dengan perbuatan-perbuatan baik orang lain dosa-dosa yang setimpal dengan perbuatan baik tersebut akan terampuni. Allah Swt melalui lisan Nabi-Nya membuka jalan ini.[34] Sebagaimana di dunia ini apabila seseorang mengerjakan sebuah kesalahan dan menyisakan kerugian bagi orang lain, apabila orang ketiga menebus kesalahan ini untuknya maka tentu saja orang yang menderita kerugian tersebut akan rela dan apabila ia tidak rela maka ia akan mendapatkan cemoohan. Karena itu, bukanlah suatu hal yang mengherankan dan menjadi pertanyaan bagaimana dosa seorang pendosa yang telah meninggal dunia dapat ditebus dengan perbuatan-perbuatan baik orang lain.
Lain halnya dengan seseorang yang gemar berbuat maksiat dan dosa, meskipun semua orang-orang saleh menghadiahkan segala kebaikan mereka kepadanya itu tetap tidak mampu menebus dosa-dosa besar yang tak-terbilang yang ia lakukan. Dalam hal ini, ia tidak akan dimaafkan dengan perantara kebaikan-kebaikan orang lain, melainkan Allah Swt akan mengurangi beban dosa-dosanya dan menurunkan bobot azab kepadanya.
Kiranya perlu disebutkan pula bahwa Allah Swt Maha Adil dan Maha Bijaksana dan sekali-kali tidak akan aniaya kepada para hamba-Nya. Setiap perbuatan hamba tidak ada yang sia-sia, setiap amal kebaikan akan mendapat ganjaran. Bisa jadi seseorang menurut pandangan kita adalah pendosa dan layak mendapatkan azab, ini karena kita tidak mengetahui seluruh perbuatan dan amal-amal mereka. Akan tetapi Allah Swt karena Maha Mengetahui segala sesuatu, maka ampunan dan maghfira-Nya harus kita hitung sebagai ganjaran dari perbuatan-perbuatan baik yang ia lakukan dimana Allah Swt mengetahuinya dan kita tidak mengetahuinya.
Satu hal yang tidak boleh kita lalaikan, bahwa biasanya seseorang mendo’akan dan memohonkan ampun bagi orang lain lantaran perbuatan baik yang dilakukan semasa hidupnya. Seseorang yang tidak pernah melakukan kebaikan dalam kehidupannya, malah seluruh kehidupannya bergelimang dosa maka tidak ada seorang pun yang akan dengan tulus-ikhlas memohonkan ampunan baginya, tidak juga anak-anak dan kerabatnya.
Dalam hubungan dengan kerabatnya, apabila kerabatnya ini bukan termasuk orang baik, tentu saja doanya tidak akan terkabulkan. Namun sekiranya kerabatnya itu termasuk orang baik dan saleh, tentu mereka tidak senang kepadanya karena ia adalah pendosa, sehingga tidak merasa perlu untuk berdo’a baginya. [35]
Oleh itu, dapat dikatakan bahwa kehidupan dialam barzakh ini sejatinya adalah buah kehidupan kaum mukminin dan amalan-amalan baik mereka yang akan nampak beberapa lama setelah kematiannya. []
Silahkan lihat juga link-link berikut:
Kematian dan kesadarannya setelahnya, pertanyaan 5349 (Site 1245)
[1] (Qs Al-Sajdah [32]: 11)
[2] Qaraati, Muhsin, Ushûl Aqâid, hal. 529-582, Markaz Farhanggi Darshai Quran, cet. 3, musim semi 1385.
[3] (Qs al-Mukminun [23]: 3)
[4] Thabathabai, Muhammad Husain, Tafsir al-Mizân, Terjemah Muhammad Baqir Musawi Hamedani, jil. 15, hal. 97, Daftar Intisyarat Islami
[5] Thabathabai, Muhammad Husain, Insân az Âghâz ta Anjâm, terjemah Shadiq Larijani, hal. 77-78, Intisyarat az-Zahra.
[6] Qasemi, Ali Muhammad, Barzakh, Pazuhesyi Qur’âni wa Riwâi, hal. 16, Markaz Intisyarat Muasasah Amuyesyi wa Pazuhesyi Imam Khomeini, cet. 1.
[7] Thabathabai, Muhammad Husain, Hayât pas az Marg, hal. 32-33, Intisyarat Nur Fathimah, Tehran, 1361.
[8] Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 244-245, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Tehran, 1362.
[9] Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 244-245, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Tehran, 1362.
[10] Hayât pas az Marg, hal. 48.
[11] Insân az Âghâz ta Anjâm, hal. 77-78.
[12] (Qs Rum [30]: 55)
[13] Tafsir al-Mizân, terjemah Sayid Muhammad Baqir Hamedani, jil. 16, hal. 308.
[14] Ushûl Aqâid, hal. 582.
[15] Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 218.
[16] Insân az Âghâz ta Anjâm, hal. 79.
[17] Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 237.
[18] Untuk menambah informasi tentang dosa-dosa lain yang menyebabkan azab sebagian atau amalan-amalan yang menyebabkan hilangnya azab ini. Silahkan lihat: Qaraati, Muhsin, Ushûl Aqâid, hal. 590-596.
[19] Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 169.
[20] Yang dimaksud dengan mustadafin disini adalah mustadh’afin pikiran bukan mustadh’afin harta yaitu orang-orang yang ingin belajar dan memahami serta mengamalkan tapi tidak memiliki kemampuan untuk berfikir seperti orang-orang yang gila. Silahkan lihat: Madhahiri, Muhammad, Insan wa Alam Barzakh, hal. 58-64, Muasasah Intisyarat Nabawi.
[21] Bihâr al-Anwâr, jil.6, hal. 234.
[22] Kulaini, Kâfi, jil. 3, hal. 246.
[23] Ibid, jil. 3, hal. 243.
[24] Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 286.
[25] Insân wa Âlam Barzakh, hal. 55, Muasasah Intisyarat Nabawi, Tehran, 1375.
[26] Kâfi, jil. 3, hal. 246.
[27] Ibid.
[28] Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 249-250, 269.
[29] Ibid, jil. 6, hal. 257.
[30] Diadaptasi dari jawaban 1245 site
[31] Bihâr al-Anwâr, jil. 82, hal. 310.
[32] Ibid, jil. 88, hal. 310.
[33] Insân wa Âlam Barzakh, hal. 143.
[34] Silahkan lihat: Mizân al-Hikmah, huruf ta, tema Taubah
[35] Diadaptasi dari jawaban soal 2448.