Sayyidah Zainab: Pilar Perlawanan dari Karbala hingga Palestina (1)
“Celaka bagi kalian, tahukah kalian bagian tubuh Rasulullah mana yang telah kalian potong, dan sumpah mana yang telah kalian ingkari?”
“Darah siapa yang telah kalian tumpahkan, dan keluarga terhormat mana yang telah kalian bawa ke hadapan publik sebagai tawanan?”
“Kalian telah melakukan apa yang dapat meruntuhkan langit, membelah bumi, dan melenyapkan gunung-gunung sejauh bumi dan sedalam langit.”
Seruan ini tidak datang dari seorang komandan militer, melainkan dari lisan seorang perempuan agung—Sayyidah Zainab binti Ali bin Abi Thalib. Ia bukan hanya saksi bisu tragedi Karbala, tetapi juga pilar perlawanan spiritual yang berdiri kokoh di tengah reruntuhan sejarah dan kemanusiaan.
Sayyidah Zainab bukan semata simbol emosi dan keberanian, melainkan juga sosok intelektual yang menginspirasi. Ketika tinggal di Kufah semasa pemerintahan ayahandanya, Imam Ali as, beliau diminta oleh para lelaki Kufah untuk mengajarkan tafsir dan ilmu agama kepada para perempuan mereka. Dalam waktu singkat, ia menjadi guru perempuan Kufah—bukan sekadar menyampaikan ilmu, tapi juga menanamkan keteguhan hati.
Salah satu kisah menyentuh adalah tafsirnya terhadap huruf-huruf muqatta’ah dalam Surah Maryam. Imam Ali menyimak dengan seksama, lalu menjelaskan bahwa huruf-huruf itu adalah simbol rahasia tentang tragedi Asyura yang akan datang. Sayyidah Zainab tidak hanya mengerti secara intelektual, tapi juga siap menghadapinya dengan iman.
Ayatullah Sayyid Ali Khamenei pernah berkata, keagungan Zainab al-Kubra bukan karena nasab, tapi karena misi. Ia bukan hanya anak Imam Ali atau saudari Imam Husain—melainkan pelanjut risalah ilahi. Ketika Imam Husain gugur di Karbala, perjuangan belum berakhir. Sayyidah Zainab melanjutkannya melalui jihad tabyīn: menerangkan, menyuarakan, membongkar kedustaan, dan mempermalukan kezaliman.
Di hadapan Yazid bin Muawiyah di Damaskus, Sayyidah Zainab berdiri tanpa gentar. Ia tidak hanya mengecam, tapi memukul moral musuh dengan hujjah yang tak terbantahkan. Ia berkata:
“Wahai Yazid, kekuasaan telah membutakanmu. Engkau adalah penghuni neraka, laknat atasmu.”
Ucapan ini mencerminkan keberanian luar biasa dari seorang perempuan yang melihat keluarganya dibantai, namun tetap tegar menyuarakan amar ma’ruf nahi munkar.
Bersambung....