Ketika Dahi Menyentuh Tanah Karbala (1)
Banyak pertanyaan dan pernyataan tentang sujud di atas tanah Karbala. Baik yang memang bertanya dengan tulus karena ketidaktahuan dan ada juga dengan pertanyaan yang memang untuk mengejek dan menertawakan yang dibarengi dengan pernyataan penyesatan.
Di antara pertanyaan yang sering diutarakan adalah: Apakah Nabi saw pernah sujud di atas tanah Karbala? Jika dijawab “ya”, spontan mereka akan menyatakan inilah dusta yang nyata.
Namun jika dijawab tidak, mereka akan menyatakan bahwa ini adalah penyimpangan nyata atau bid’ah dholalah.
Padahal banyak riwayat yang disepakati dari kedua madrasah Islam, bahwa Malaikat Jibril datang ke Rasul saw membawa segenggam tanah Karbala.
Sujud di atas tanah
Sujud di atas tanah Karbala (turbah Husainiyah) bukanlah suatu kewajiban menurut mazhab Syiah. Yang wajib dalam sujud menurut Ahlulbait adalah bersujud di atas tanah atau sesuatu yang tumbuh dari tanah, selama bukan sesuatu yang dimakan, minum atau dipakai sebagai pakaian dan perhiasan.
Tanah Karbala termasuk bagian dari tanah yang diperbolehkan untuk sujud. Maka mengapa dipertanyakan dalil bolehnya sujud di atasnya, padahal seluruh umat Islam sepakat bahwa sujud di atas tanah adalah sah.
Tapi ironisnya di sisi lain mereka tidak mempermasalahkan sujud diatas sajadah impor buatan negara non muslim yang pro zionis.
Riwayat Ahli sunah
Dalam kitab Musannaf Ibn Abi Syaibah salah satu buku referensi Ahli sunah disebutkan bahwa Masruq bin al-Ajda’ (wafat tahun 62 H, termasuk sahabat Ibnu Mas‘ud) biasa membawa bata (tanah yang dipadatkan) untuk sujud saat naik kapal.
Begitu juga di beberapa kitab rujukan lainnya disebutkan bahwa Ibnu ‘Uyainah berkata:
Aku mendengar Razīn, maula Ibnu Abbas berkata:
Ali bin Abdullah bin Abbas menulis surat kepadaku dan meminta agar dikirimkan kepadanya sepotong batu dari marwah (bukit Marwah) untuk dipakai sujud.
Hal ini menunjukkan bahwa beliau meyakini pentingnya sujud di atas batu atau tanah, dan sekaligus ingin mencari berkah dengan sujud di tempat yang mulia.
Maka, tidak mungkin Masruq bin al-Ajda’ maupun Ali bin Abdullah bin Abbas dikatakan sebagai pelaku bid‘ah, karena keduanya sebagai tabiin dan jelas mengikuti praktik para sahabat.
Bersambug...