Jangan Pernah Putus Asa
Meski demikian, Islam tidak membiarkan seorang pendosa tenggelam dalam keputusasaan. Imam Ja’far Al-Shadiq menekankan pentingnya harapan dan optimisme. Allah adalah Dzat yang Maha Penyayang. Tidak ada dosa yang terlalu besar selama seorang hamba datang dengan tobat yang jujur dan niat untuk berubah.
Hal ini juga terlihat dalam doa-doa Imam Ali Zainal Abidin as dalam Al-Sahifah Al-Sajjadiyyah. Di sana, doa bukan sekadar permintaan, tetapi ratapan cinta, pengakuan kelemahan, dan upaya mendekatkan diri kepada Allah meskipun penuh kekurangan.
Salah satu kalimatnya yang sangat menyentuh berbunyi:
“Aku sadar, tidak ada satu pun orang yang bisa taat kepada-Mu kecuali karena pertolongan dan nikmat dari-Mu, bahkan sebelum dia mulai taat. Maka anugerahkanlah kepadaku nikmat-Mu itu—nikmat yang akan membimbingku menuju keridhaan-Mu dan surga-Mu.” (Falah al-Sa’il, hlm. 39)
Kalimat ini mencerminkan kerendahan hati yang luar biasa: bahwa bahkan ketaatan pun bukan hasil usaha pribadi semata, melainkan anugerah dari-Nya.
Penutup: Doa sebagai Jalan Taubat dan Penghambaan
Berdoa bukan hanya tindakan meminta. Ia adalah sebuah perjalanan spiritual. Di dalamnya terdapat pengakuan atas dosa, niat untuk berubah, dan kerinduan untuk didekati oleh Sang Pencipta. Maka, saat doa kita belum dikabulkan, jangan buru-buru menyalahkan Allah. Mungkin hati kita belum siap. Mungkin lidah kita masih tercemar. Mungkin kita belum mengetuk pintu-Nya dengan cara yang benar.
Para pendosa tetap memiliki jalan. Bukan untuk menyerah, tetapi untuk membersihkan diri, merendahkan hati, dan memperbaiki hubungan dengan Allah. Dengan cara inilah, doa akan berubah menjadi cahaya. Dan dari cahaya itu, akan lahir harapan, kekuatan, dan pengampunan.