Ketika Surga Menebar Aromanya Melewati Sains (9)
3. Surah Al-Waqi’ah (56): 83-85 – Gambaran Saat-Saat Kematian dan Kebenaran Jiwa
فَلَوْلَآ إِذَا بَلَغَتِ ٱلْحُلْقُومَ. وَأَنتُمْ حِينَئِذٍۢ تَنظُرُونَ. وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَـٰكِن لَّا تُبْصِرُونَ
“Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu pada waktu itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat.”
Ayat ini menggambarkan momen kritis kematian dengan presisi yang menakjubkan. Saat nyawa berada di hulqum (kerongkongan/ujung tenggorokan), orang-orang di sekelilingnya hanya bisa “melihat” secara fisik, tetapi tidak dapat menangkap realitas sebenarnya yang terjadi. Allah menyatakan “Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu”. Ini sangat selaras dengan pengalaman Out-of-Body Experience (OBE) Dr. Alexander. Ia “melihat” tubuhnya dari atas, sementara para dokter hanya melihat tubuh fisiknya yang sekarat.
Ayat ini mengonfirmasi bahwa ada realitas lain—yang tidak terlihat oleh mata materi—di mana kesadaran justru menjadi lebih jernih dan dekat dengan Sang Pencipta saat kematian menjemput.
4. Surah Qaf (50): 22 – Penyingkapan Tabir dan Penglihatan Hakiki
لَّقَدْ كُنتَ فِى غَفْلَةٍۢ مِّنْ هَـٰذَا فَكَشَفْنَا عَنكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ ٱلْيَوْمَ حَدِيدٌۭ
“Sesungguhnya kamu berada dalam kelalaian tentang (hari) ini, maka Kami singkapkan darimu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari ini sangat tajam.”
Ayat ini berbicara tentang kondisi setelah kematian, di mana segala “tutup” atau “tabir” yang menyelimuti kesadaran manusia selama di dunia disingkapkan. Akibatnya, penglihatan dan pemahaman menjadi “sangat tajam” (hadiid). Ini adalah deskripsi sempurna dari inti pengalaman NDE. Dr. Alexander menggambarkan penglihatannya “lebih jelas daripada kehidupan sehari-hari”.
Selama hidup, otak dan indra bertindak sebagai filter yang membatasi persepsi kita terhadap realitas mutlak (seperti dalam ide Plato tentang gua). Kematian, dalam perspektif Al-Qur’an, adalah pelepasan dari filter itu, sehingga jiwa dapat melihat kebenaran dengan kejernihan yang belum pernah ada sebelumnya.
5. Surah Al-Isra’ (17): 49-51 – Menjawab Keraguan Materialis dengan Logika
وَقَالُوٓا۟ أَءِذَا كُنَّا عِظَـٰمًۭا وَرُفَـٰتًا أَءِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًۭا جَدِيدًۭا. قُل كُونُوا۟ حِجَارَةً أَوْ حَدِيدًا. أَوْ خَلْقًۭا مِّمَّا يَكْبُرُ فِى صُدُورِكُمْ ۚ فَسَيَقُولُونَ مَن يُعِيدُنَا ۖ قُلِ ٱلَّذِى فَطَرَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍۢ ۚ فَسَيُنْغِضُونَ إِلَيْكَ رُءُوسَهُمْ وَيَقُولُونَ مَتَىٰ هُوَ ۖ قُلْ عَسَىٰٓ أَن يَكُونَ قَرِيبًۭا
“Dan mereka berkata, “Apakah setelah kita menjadi tulang-belulang dan benda yang hancur, apakah benar-benar kita akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk baru?” Katakanlah, “Jadilah batu atau besi, atau makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu.” Maka mereka akan bertanya, “Siapa yang akan menghidupkan kita kembali?” Katakanlah, “Yang telah menciptakan kamu pada kali pertama.” Maka mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata, “Kapan itu?” Katakanlah, “Mudah-mudahan waktu itu dekat.”
Ayat ini adalah masterclass dalam berdebat dengan kaum materialis. Al-Qur’an mengakui betapa mustahilnya konsep kebangkitan bagi akal yang hanya terpaku pada materi. Bahkan, Al-Qur’an seolah menantang: “Silakan, anggap saja kamu menjadi materi yang paling sulit dihidupkan sekalipun, seperti batu atau besi!”
Ini menunjukkan bahwa masalahnya bukan pada kompleksitas materi, tetapi pada kekuasaan Sang Pencipta. Hukum sebab-akibat materialis tidak berlaku bagi Yang Maha Pencipta Hukum itu sendiri. Jawaban akhirnya sama dengan sebelumnya: “Dia yang menciptakan kamu pertama kali.” Ini meruntuhkan keraguan filosofis dengan logika yang sederhana namun sangat dalam.
Ayat-ayat Al-Qur’an ini tidak hanya menyajikan doktrin, tetapi sebuah kerangka logis dan gambaran empiris yang menakjubkan tentang realitas kehidupan setelah kematian. Mereka menjawab keraguan reduksionisme sains dengan argumen kemahapenciptaan, menyelaraskan dengan pengalaman OBE dan NDE melalui deskripsi yang akurat, dan memuaskan kerinduan filosofis akan keadilan dan makna dengan janji kebangkitan dan pengadilan yang pasti.
Pengalaman Dr. Eben Alexander, dengan semua detail ilmiahnya, menjadi seperti sebuah “contoh kasus” kontemporer yang mengkonfirmasi kebenaran abadi yang telah diwahyukan dalam Al-Qur’an. Ia adalah saksi bahwa apa yang digambarkan oleh Kitab Suci empat belas abad yang lalu—tentang terlepasnya kesadaran dari tubuh, tentang penglihatan yang menjadi tajam, dan tentang kedekatan dengan Realitas Ilahi—bukanlah alegori, tetapi laporan dari sebuah realitas yang hakiki, yang menunggu setiap manusia.
Setiap jiwa akan merasakan mati. Maka belumkah tiba waktunya bagi kita untuk menyambut kematian dengan hidup seindah mungkin, mengisinya dengan perkhidmatan dan kasih pada sesama manusia sembari merasakan KehadiranNya Yang Penuh Kasih dan menyambut kematian dengan kepasrahan yang autentik? Yaa Allah, jadikan kematian sebagai kabar gembira bak aroma mewangi surga bagi kami. Dan bimbing kami agar tersenyum indah dan mencapai puncak kebahagiaan, ketika saat itu tiba.