Potret Arabia Sebelum dan Sesudah Diutusnya Nabi Muhammad dalam Khotbah Imam Ali (1)
Dalam salah satu khotbahnya yang termuat dalam Nahjul Balaghah, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as melukiskan kondisi tanah Arabia sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw. Beliau menggambarkan masyarakat Jahiliyah dalam kegelapan spiritual, kerusakan moral, dan keterasingan dari nilai-nilai kemanusiaan. Gambaran ini bukan sekadar catatan sejarah, tetapi cermin bagi betapa besar peran risalah Nabi saw dalam mengangkat manusia dari jurang kehinaan menuju cahaya kebenaran.
Imam Ali as mengingatkan bahwa sebelum Nabi saw diutus, penduduk Arabia berada dalam kondisi paling buruk. Mereka tinggal di antara batu-batu kasar dan ular-ular berbisa, meminum air yang kotor, dan memakan makanan yang najis. Kehidupan mereka penuh permusuhan; darah ditumpahkan tanpa alasan, sementara ikatan kekerabatan diabaikan.
Di tengah masyarakat itu, berhala-berhala dipasang di setiap sudut, menjadi pusat pengabdian palsu. Dosa melekat pada mereka, dan agama yang mereka ikuti adalah agama yang paling buruk. Tidak ada Kitab yang mereka baca, tidak ada wahyu yang mereka akui. Semua ini melukiskan kehampaan spiritual yang mendominasi Jazirah Arab.
Diutusnya Nabi: Penerang Jalan yang Gelap
Dalam khotbahnya, Imam Ali as menegaskan bahwa Allah mengutus Rasullullah Muhammad saw sebagai pemberi peringatan bagi seluruh dunia, pembawa kabar gembira, sekaligus saksi atas umat manusia. Beliau adalah manusia terbaik di alam semesta, yang terjaga kesucian sejak kecil hingga dewasa, mulia dalam perangai, dan dermawan tiada banding.
Nabi saw harus berhadapan dengan kaum yang membangkang. Bersama para pengikutnya yang setia, beliau membawa mereka pada jalan keselamatan, menuntun yang lemah, menopang yang letih, hingga mengantarkan mereka kepada tujuan yang diridhai Allah. Imam Ali as menggambarkan bahwa Nabi saw tak pernah membiarkan seorang mukmin tertinggal, kecuali mereka yang keras kepala dan sama sekali tidak memiliki kebaikan dalam dirinya.
Berkat perjuangan Nabi saw, masyarakat yang tadinya tercerai-berai mulai menemukan arah. “Gilingan tangan mereka mulai berputar,” ungkap Imam Ali, melukiskan bahwa peradaban mulai tumbuh. Tombak mereka menjadi lurus, kekuatan mereka menjadi terarah, dan kehidupan mereka mulai berlandaskan nilai-nilai yang benar.
Bersambung...