Tingkat Tertinggi Makrifat Hakiki (1)
Derajat tertinggi makrifat hakiki dan penyaksian kalbu terhadap perbuatan, asma, sifat, dan zat Allah dimiliki oleh Rasulullah saw dan Aimmah as. Mereka menjadikan semua urusan wujudi dan bimbingan mereka berdasarkan penyaksian tersebut. Sebab itu, meski menurut Al-Quran, semua nabi adalah manusia saleh, namun sebagian mereka memohon kepada Allah untuk bergabung dengan kaum saleh. Allah hanya menyebut Rasulullah SAW dan sejumlah orang di masa beliau sebagai manusia-manusia yang telah mencapai derajat kesalehan tertinggi. Hanya kepada Ibrahim as Allah menjanjikan untuk menggabungkan beliau bersama kaum saleh di akhirat nanti.
Tujuan akhir agama dan ajaran-ajarannya adalah sampainya manusia kepada hakikat-hakikat ini. Siapa pun yang berupaya sampai kepadanya, maka ia akan sampai ke derajat ini usai melihat kesan-kesan dari perbuatannya di akhirat. Allah berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami beri mereka balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.[1]
Walau di akhirat mereka telah memperoleh hasil lahiriah dari iman dan amal saleh (surga dan kenikmatannya), namun mereka juga akan mendapatkan hakikat-hakikat dari jalan yang mereka tempuh. Hakikat-hakikat ini diungkapkan secara beragam, seperti jannatun na`im, jannati, jannatu firdaus, jannatu `adn,`inda malikin muqtadir, dan ladaina mazid.
Di lain pihak, orang-orang yang tidak memerhatikan hakikat-hakikat ini, atau mengingkari sampainya manusia ke hakikat-hakikat ini, maka meski mereka beriman dan beramal saleh, mereka hanya akan memperoleh hasil lahiriah dari amal tersebut dan tidak bisa memahami hakikat tauhid ini. Adapun orang-orang kafir yang selalu menentang perintah Allah, selain mendapatkan azab atas perbuatan mereka, mereka juga akan jauh dari hakikat dan tersiksa karenanya,
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka. Kemudian, dikatakan (kepada mereka): “Inilah azab yang dahulu selalu kalian dustakan.”[2]
Bersambung...