Usai Pemakaman Nabi Teragung
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Dr.Muhsin Labib
- Sumber:
- Myskat
Anas bin Malik berkata: “Ketika kami selesai mengkuburkan Nabi saw, Fathimah as mendatangiku sambil berkata, ‘Wahai Anas, bagaimana hatimu tega menaburkan tanah ke wajah Rasulullah saw.’
Kemudian beliau (Fathimah as) menangis seraya berkata,
Oh… Ayahku telah menjawab Tuhan yang mengajaknya!
Oh… Ayahku betapa dekat Engkau kepada Tuhan!
Kemudian Fathimah as mengambil tanah dari pusara suci itu dan meletakkannya di wajahnya sambil berkata:
Orang yang pernah mencium tanah pusara Ahmad
layak untuk tidak mencium wewangian sepanjang masa
Aku telah tertimpa musibah bertubi-tubi
Andai di siang hari musibah itu mendera
Niscaya siang menjadi gelap gulita
Syaikh Yusuf as-Syâmi dalam Darru an-Nazim menulis bahwa Siti Fathimah as melantunkan syair duka cita di bawah ini untuk ayahnya:
Katakanlah kepada sosok tertimbun tanah ini
jika engkau dengar teriakan dan panggilanku
“aku tertimpa musibah bertubi-tubi!”
Andai di siang hari musibah itu mendera
niscaya siang menjadi malam gulita
Saat aku dalam lindungan Muhammad
kezaliman tak datangkan rasa takutku
Namun hari ini aku dipaksa tunduk pada si hina
aku dipaksa takut kepada kezaliman
Sedang pelindungku hanya busanaku
di langit gemintang malam menangis
Mereka berduka
aku menangis di pagi hari
Kesedihan setelah pergimu adalah kesenanganku
Cucur air mata untukmu kusandang bagai selendang
Kemudian beliau (Fathimah as) menangis seraya berkata,
يَا أَبَتَاهْ أَجَابَ رَبّا دَعَاهُ يَا أَبَتَاهْ مِن رَبِّهِ مَا أَدْنَاهُ الخ……….
Oh… Ayahku telah menjawab Tuhan yang mengajaknya!
Oh… Ayahku betapa dekat Engkau kepada Tuhan!
Kemudian Fathimah as mengambil tanah dari pusara suci itu dan meletakkannya di wajahnya sambil berkata:
مَا ذَا عَلَى الْمُشْتَمِّ تُرْبَةَ أَحْمَدَ
أَنْ لاَ يَشَمَّ مَدَى الزَّمَانِ غَوَالِيَا
صُبَّتْ عَلَيَّ مَصَائِبُ لَوْ أَنَّهَا
صُبَّتْ عَلَى الْأَيَّامِ صِرْنَ لَيَالِيَا
Orang yang pernah mencium tanah pusara Ahmad
layak untuk tidak mencium wewangian sepanjang masa
Aku telah tertimpa musibah bertubi-tubi
Andai di siang hari musibah itu mendera
Niscaya siang menjadi gelap gulita
Syaikh Yusuf as-Syâmi dalam Darru an-Nazim menulis bahwa Siti Fathimah as melantunkan syair duka cita di bawah ini untuk ayahnya:
قُلْ لِلْمُغَيَّبِ تَحْتَ أَثْوَابِ ( أَطْبَاقِ) الثَّرَى إِنْ كُنْتَ تَسْمَعُ صَرْخَتِيْ وَ نِدَائِيَا
صُبَّتْ عَلَيَّ مَصَائِبُ لَوْ أَنَّهَا صُبَّتْ عَلَى الْأَيَّامِ صِرْنَ لَيَالِيَا
قَدْ كُنْتُ ذَاتَ حِمًى بِظِلِّ مُحَمَّدٍ لاَ أَخْشَ مِنْ ضَيْمٍ وَ كَانَ حِمَالِيَا
فَالْيَوْمَ أَخْضَعُ لِلذَّلِيْلِ وَ أَتَّقِيْ ضَيْمِيْ وَ أَدْفَعُ ظَالِمِيْ بِرِدَائِيَا
فَإِذَا بَكَتْ قُمْرِيَّةٌ فِيْ لَيْلِهَا شَجَنًا عَلَى غُصْنٍ بَكَيْتُ صَبَاحِيَا
فَلَأَجْعَلَنَّ الْحُزْنَ بَعْدَكَ مُوْنِسِيْ وَ لَأَجْعَلَنَّ الدَّمْعَ فِيْكَ وِ شَاحِيَا
صُبَّتْ عَلَيَّ مَصَائِبُ لَوْ أَنَّهَا صُبَّتْ عَلَى الْأَيَّامِ صِرْنَ لَيَالِيَا
قَدْ كُنْتُ ذَاتَ حِمًى بِظِلِّ مُحَمَّدٍ لاَ أَخْشَ مِنْ ضَيْمٍ وَ كَانَ حِمَالِيَا
فَالْيَوْمَ أَخْضَعُ لِلذَّلِيْلِ وَ أَتَّقِيْ ضَيْمِيْ وَ أَدْفَعُ ظَالِمِيْ بِرِدَائِيَا
فَإِذَا بَكَتْ قُمْرِيَّةٌ فِيْ لَيْلِهَا شَجَنًا عَلَى غُصْنٍ بَكَيْتُ صَبَاحِيَا
فَلَأَجْعَلَنَّ الْحُزْنَ بَعْدَكَ مُوْنِسِيْ وَ لَأَجْعَلَنَّ الدَّمْعَ فِيْكَ وِ شَاحِيَا
Katakanlah kepada sosok tertimbun tanah ini
jika engkau dengar teriakan dan panggilanku
“aku tertimpa musibah bertubi-tubi!”
Andai di siang hari musibah itu mendera
niscaya siang menjadi malam gulita
Saat aku dalam lindungan Muhammad
kezaliman tak datangkan rasa takutku
Namun hari ini aku dipaksa tunduk pada si hina
aku dipaksa takut kepada kezaliman
Sedang pelindungku hanya busanaku
di langit gemintang malam menangis
Mereka berduka
aku menangis di pagi hari
Kesedihan setelah pergimu adalah kesenanganku
Cucur air mata untukmu kusandang bagai selendang