Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam Pandangan Islam (5)
Kebahagiaan dalam Memiliki Anak
Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa anak adalah sumber kebahagiaan, namun sekaligus ujian bagi orang tua. Rasulullah saw bersabda:
“Anak adalah buah hati, penyebab kekhawatiran, kecemasan, dan kesedihan.”
(Bihar al-Anwar, jil. 104, hlm. 92)
Ungkapan ini menunjukkan bahwa cinta kepada anak tidak pernah lepas dari tanggung jawab besar. Kebahagiaan sejati bagi orang tua bukan sekadar melihat anak tumbuh dewasa, tetapi menyaksikan mereka menjadi penerus nilai-nilai tauhid. Imam Musa al-Kadzim as berkata:
“Seseorang akan bahagia jika sebelum meninggal, ia menyaksikan pengganti dirinya.”
(Bihar al-Anwar, jil. 71, hlm. 86)
Sementara Imam Ridha as bersabda:
“Jika Allah menginginkan kebaikan bagi seorang hamba, Dia tidak akan mematikannya sebelum ia menyaksikan penerus setelahnya.”
(Uyun Akhbar al-Ridha, jil. 2, hlm. 45)
Anak yang saleh adalah doa yang hidup, sedekah yang tak pernah putus, dan warisan spiritual yang abadi.
Mendidik dengan Kesadaran Ilahi
Mendidik anak bukan sekadar tugas duniawi; ia adalah ibadah panjang yang bermula dari niat suci dan berakhir pada kesempurnaan ruh. Setiap detik dalam kehidupan keluarga adalah bagian dari pendidikan—cara orang tua berbicara, makan, beribadah, bahkan cara mereka saling mencintai.
Islam ingin setiap rumah menjadi taman tempat nilai-nilai ilahi bersemi. Rumah yang dibangun atas dasar kasih sayang, makanan yang halal, hubungan yang suci, dan doa yang tulus akan melahirkan generasi pembawa cahaya. Anak-anak semacam itu bukan hanya kebanggaan bagi keluarga, tetapi juga penopang masyarakat dan peradaban.
Sebagaimana pesan Imam Ali Zainal Abidin as:
“Kebahagiaan bagi seorang ayah adalah ketika ia memiliki anak yang dapat membantunya dalam kebaikan.”
(Tuhaf al-‘Uqul, hlm. 281)
Dengan demikian, dasar-dasar pendidikan anak dalam Islam bukanlah sekadar teori pedagogis, melainkan jalan spiritual menuju pembentukan manusia sempurna—manusia yang mengenal Tuhannya dan menebar kebaikan di muka bumi.