Mengapa Pemikir Non-Muslim Terpesona dengan Nahj al-Balaghah? (2)
Sayid Radhi, penyusun Nahj Al-Balaghah, menyatakan bahwa motivasi utamanya dalam menyusun kitab ini adalah permintaan para sahabatnya untuk mengumpulkan ucapan-ucapan fasih dan indah Imam Ali as. Ia hanya memilih sebagian dari sabda Imam, dan karena itu menamakan karya tersebut “Nahj Al-Balaghah”.
Nahj Al-Balaghah tidak hanya penting dalam Islam, tetapi juga berpengaruh besar dalam pemikiran filsafat. Prof. Henry Corbin, filsuf dan orientalis asal Prancis, menganggap karya ini sebagai teks paling penting setelah Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad Saw, serta menyebutnya sebagai sumber utama bagi pemikiran Syiah.
George Jordac, penulis Kristen asal Lebanon, yang mengaku telah mempelajari Nahj Al-Balaghah lebih dari 200 kali, dalam karya monumentalnya yang terdiri dari enam jilid berjudul Al-Imam Ali, Shawt Al-‘Adalah Al-Insaniyyah (Imam Ali, Suara Keadilan Kemanusiaan), menggambarkan kitab ini sebagai karya sarat dengan pemikiran, perasaan, dan keindahan artistik, yang selama manusia masih ada, ia akan tetap memiliki keterikatan mendalam dengannya.
Karniko, profesor sastra di Universitas Aligarh, India, menyebut Nahj Al-Balaghah sebagai “saudara kecil Al-Qur’an”, dan berpendapat bahwa keagungan karya ini memungkinkan adanya perbandingan dan penilaian terhadap Al-Qur’an.