Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Doa Nabi bagi Penyampai Ilmu (2)

0 Pendapat 00.0 / 5

Dalam QS. al-Qiyamah [75]:22 disebutkan: 

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ 

“Pada hari itu wajah-wajah berseri-seri.” 

Redaksi «نَضَّرَ اللَّهُ» dalam hadis bermakna doa agar seorang hamba memperoleh wajah yang berseri, cerah, dan bercahaya di dunia dan akhirat. Kecerahan itu bukan sekadar fisik, tetapi melambangkan identitas ruhani dan integritas moral yang terbangun karena menjaga dan menyampaikan ilmu. 

Hadis ini mengandung tiga pilar utama bagi seorang penyampai ilmu: 

1. Mendengar dan menghargai – tidak semua pendengaran bernilai; yang dimaksud adalah kesungguhan untuk menerima dengan penuh perhatian. 

2. Memahami dan menjaga – ilmu harus dipelihara, dianalisis, dan diinternalisasi sebelum diteruskan. 

3. Menyampaikan kepada orang lain – penyampaian harus sesuai dengan apa yang diterima, bebas dari distorsi, dan disertai keteladanan. 

Hadis Nabi menafsirkan bahwa yang dimaksud bukan sekadar wajah lahiriah, melainkan keseluruhan identitas manusia yang dipenuhi cahaya karena komitmen terhadap ilmu dan kebenaran. 

Implikasi Teologis dan Epistemologis 

1. Teologis – Hadis ini menunjukkan bahwa penyebaran ilmu adalah ibadah yang mendapatkan doa khusus Nabi. Penyampai ilmu menempati posisi sebagai penerus misi kenabian. 

2. Epistemologis – Ilmu dalam Islam tidak berhenti pada aspek teoritis, melainkan harus mengalami tiga tahap: menerima dengan benar, memahami dengan kritis, dan menyampaikan dengan amanah. 

3. Etis-Sosial – Penyampaian ilmu menuntut integritas moral: menghindari manipulasi, menjaga keaslian, dan mengedepankan niat ikhlas demi kelestarian risalah Islam. 

Kesimpulannya, hadis «نَضَّرَ اللَّهُ عَبْداً…» merupakan salah satu doa Rasulullah saw yang mengandung pesan fundamental tentang pentingnya transmisi ilmu dalam Islam. Hadis ini menegaskan peran sentral ulama, penuntut ilmu, dan para penyampai kebenaran dalam menjaga cahaya kenabian. 

Kecerahan wajah yang dijanjikan bukanlah sekadar simbol fisik, melainkan representasi dari identitas ruhani, integritas moral, dan keberkahan hidup yang dianugerahkan Allah kepada mereka yang dengan ikhlas mendengar, memahami, dan menyebarkan ajaran Nabi.