Tingkatan-Tingkatan Syirik (1)
Sebagaimana tauhid memiliki tingkat-tingkatnya, begitu pula syirik. Dengan memahami keduanya secara berimbang, manusia dapat mengenali makna tauhid yang sejati melalui kebalikannya—sebab, sebagaimana kata pepatah hikmah, segala sesuatu dapat dikenali melalui lawannya.
Sejak para nabi diutus membawa seruan tauhid, manusia senantiasa berhadapan dengan bayang-bayang syirik dalam berbagai bentuk. Syirik tidak hanya berarti menyembah berhala atau benda mati; ia dapat menjelma dalam keyakinan, sistem sosial, maupun dalam hati manusia. Al-Qur’an menyingkap seluruh bentuk syirik ini agar manusia terbebas dari setiap belenggu selain Allah.
1. Syirik Zat (Syirik dalam Hakikat Ketuhanan)
Sebagian umat manusia meyakini bahwa alam ini berdiri di atas lebih dari satu prinsip azali dan abadi. Mereka percaya pada dua, tiga, bahkan banyak tuhan—sebuah pandangan yang dikenal dengan dualisme, trinitarianisme, atau politeisme. Dalam pandangan mereka, alam semesta memiliki lebih dari satu pusat kekuasaan.
Lalu, apakah kepercayaan ini sekadar hasil dari refleksi sosial—bahwa masyarakat yang terbagi dalam dua atau tiga kelas besar lalu membentuk gagasan tentang dua atau tiga tuhan? Apakah sistem sosial manusia selalu mencerminkan sistem keyakinannya?
Sebagian filsuf materialis berpendapat demikian, bahwa ide, ilmu, filsafat, agama, dan seni hanyalah hasil dari struktur sosial-ekonomi. Namun, pandangan Islam menolak hal itu. Aliran pemikiran semacam ini menafikan realitas spiritual manusia dan menganggapnya sebagai produk ekonomi belaka.
Dalam pandangan tauhid, manusia memiliki otonomi ruhani yang nyata. Pemikiran dan fitrah manusia tidak sepenuhnya tunduk pada struktur sosial. Nabi-nabi pembawa tauhid bukanlah produk ekonomi zamannya; mereka adalah utusan Ilahi yang datang menentang struktur sosial yang zalim, bukan hasil darinya.
Tauhid dzati menegaskan bahwa hanya ada satu sumber wujud, satu asal segala realitas, dan satu Tuhan yang Esa. Al-Qur’an menolak secara tegas setiap bentuk pengakuan atas “tuhan-tuhan” lain:
“Sekiranya di langit dan di bumi ada tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya telah rusak binasa.” (QS. Al-Anbiya: 22)
Bersambung...