Tingkatan Jiwa menurut Pandangan Arif
Para arif menguraikan perjalanan jiwa dalam kerangka lathaif sab‘ah (tujuh lapisan halus jiwa). Konsep ini sering diungkapkan dalam literatur tasawuf, misalnya oleh Jami yang memuji ‘Attar Nisyaburi dengan ungkapan: “‘Attar telah melintasi tujuh kota cinta, sementara kita masih terjebak di satu lorong.”
Ungkapan tersebut merujuk pada tujuh tingkatan jiwa yang harus dilalui salik. Prosesnya bersifat gradual dan hierarkis: pencapaian suatu tingkatan hanya dimungkinkan jika tingkatan sebelumnya telah dilewati dengan sempurna. Tingkatan-tingkatan itu diibaratkan anak tangga menuju maqam tertinggi, yakni fana’ dalam Tuhan.
Menurut tradisi irfan, tujuh tingkatan tersebut adalah:
1. Badan, sebagai asal gerak dan diam di alam materi.
2. Jiwa, sebagai asal persepsi parsial.
3. Qalb (hati) atau ‘aql (akal), sebagai asal persepsi universal.
4. Ruh, yang bersifat kreatif karena berasal dari sisi Rbubiyyah.
5. Sirr (rahasia), yakni fana dalam akal aktif atau alam akal eksternal.
6. Khafi (yang tersembunyi), yakni fana dalam maqam wahidiyyah.
7. Akhfa (yang paling tersembunyi), yakni fana dalam maqam ahadiyyah. (Al-Fawa’id al-‘Amuli, jilid 1, hlm. 131)
Dengan demikian, titik awal perjalanan salik adalah tingkatan badan di alam materi, yakni kondisi manusia dalam dimensi material yang masih serupa dengan hewan: memiliki gerak dan diam, tetapi belum menampakkan kesempurnaan insani. Ia masih merupakan “hewan aktual” dan “manusia potensial”. Perjalanan spiritual kemudian menuntut pengangkatan jiwa dari derajat kehewanan menuju kesempurnaan insani, hingga mencapai fana’ dalam Tuhan.