Tingkatan Jiwa Menurut Al-Qur’an (1)
Al-Qur’an al-Karim juga menetapkan bahwa jiwa memiliki beberapa tingkatan. Setelah manusia melewati tingkatan-tingkatan itu dan sampai pada derajat yang tinggi, ia akan meraih kesempurnaan akhirinya, yaitu kedekatan dengan Allah dan pencapaian maqam washl (penyatuan/pertalian dengan-Nya). Tingkatan-tingkatan tersebut adalah: nafs musawwilah, nafs ammarah, nafs lawwamah, nafs mulhamah, dan nafs muthmainnah.
1. Nafs al-Musawwilah
Pada tahap awal, karena keterikatannya dengan tubuh, jiwa condong pada syahwat dan kesenangan jasmani. Fungsinya adalah menghiasi, yakni menjadikan yang buruk tampak indah, dan yang hina tampak bagus. Pada tahap ini, jiwa belum memiliki kekuasaan nyata atas manusia, dan keinginannya pun hanya berupa ajakan, bukan perintah yang memaksa. Ia hanya menghiasi keburukan agar tampak baik, lalu mengundang manusia untuk melakukannya.
Tingkatan ini disebut sebagai nafs musawwilah, dan penamaannya didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an seperti:
بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُم
“Sebenarnya jiwa kalianlah yang menjadikan (perbuatan buruk itu) tampak indah bagi kalian.” (QS. Yusuf: 18)
Dan ayat:
وَ كَذَلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي
“Dan demikianlah jiwaku memperindah hal itu bagiku (sehingga aku melakukannya).” (QS. Thaha: 96)
Dalam ayat pertama, Nabi Ya‘qub as berkata kepada putra-putranya—ketika mereka membawa baju Yusuf as yang bernoda darah—bahwa perbuatan buruk melemparkan Yusuf as ke dalam sumur itu sebenarnya telah dijadikan indah oleh jiwa mereka sendiri. Mereka lalu melakukannya seolah itu suatu kebaikan.
Sedangkan dalam ayat kedua, Samiri menjawab Nabi Musa as ketika ditanya mengapa ia membuat patung anak lembu dan mengajak manusia menyembahnya, sehingga menyesatkan mereka dari jalan yang lurus. Samiri menjawab bahwa jiwanya sendiri telah menjadikan hal itu tampak indah baginya dan mendorongnya untuk melakukannya.
Bersambung...