Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Tingkatan Jiwa Menurut Al-Qur’an (2)

0 Pendapat 00.0 / 5

2. Nafs al-Ammarah 

Apabila sejak awal jiwa telah menghiasi keburukan sehingga tampak indah, lalu mengundang manusia untuk melakukannya, dan manusia lalai dari permusuhan jiwa serta menuruti keinginannya, maka jiwa akan menjadi semakin berani. Ia akan kembali menawarkan bujukan kedua, ketiga, dan seterusnya, hingga ketika ia melihat situasi sudah kondusif untuk mendominasi, maka ia tidak lagi sekadar mengajak, tetapi mulai memerintah manusia untuk berbuat buruk. 

Ketika jiwa mendapati manusia patuh tanpa perlawanan, ia pun menguasainya sepenuhnya, sehingga kondisi ammarah tercipta. Artinya, jiwa berulang kali, dalam setiap keadaan, memerintahkan manusia kepada keburukan dan mendorongnya pada perbuatan tercela. Padahal, pada awalnya ia tidak dalam posisi memaksa, melainkan hanya dengan berbagai tipu daya berusaha menyeret manusia pada satu keburukan saja. Namun kini, setelah perbuatan dosa menjadi hal yang biasa baginya, maka menggiringnya kepada berbagai maksiat dan kehinaan tidak lagi sulit. 

Inilah tingkatan jiwa yang tidak dinyatakan suci oleh Nabi Yusuf as. Beliau justru berlindung kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang dari kejahatannya, sebagaimana firman Allah mengutip ucapannya: 

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ 

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya jiwa itu benar-benar sangat menyuruh kepada kejahatan, kecuali jiwa yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 53) 

Bersambung...