Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Wasiat Paling Pedih dari Putri Rasulullah dalam Narasi Ali Syariati (1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Angin malam Madinah berhembus pelan, membawa aroma tanah yang baru saja disapu senja. Di ujung kota, pada sebuah rumah kecil yang pintunya mulai rapuh, lampu minyak masih menyala. Cahaya itu bergetar pelan, seakan hendak padam namun menolak menyerah. Di dalam rumah itu, Sayidah Fatimah az-Zahra as berbaring dengan wajah pucat, tetapi sorot matanya tetap seperti cahaya yang sulit padam.

Ali Syariati pernah menyebut Sayidah Fatimah sebagai “suara kesunyian yang menggugat.” Malam itu, kesunyian itu menggema, bukan dalam pekikan, tetapi dalam helaan napas yang pendek, bening, dan penuh keberanian.

Rumah yang Menjadi Poros Semesta

Di samping pembaringan itu, Imam Ali duduk dengan kepala tertunduk. Tangan kekarnya yang selama ini memegang pedang, kini bergetar ketika menyentuh jemari istrinya. Putranya, Hasan dan Husain duduk di sudut ruangan, saling merapat seperti dua burung kecil di sarang yang kehilangan kehangatan. Zainab berdiri di dekat pintu, menahan tangis yang sejak sore ia tahan.

Rumah itu sangat kecil. Tapi menurut Syariati, “di rumah yang kecil itulah semesta pernah ditolong.” Karena dari rumah itulah cahaya kesederhanaan, perjuangan, dan kebenaran lahir.

Malam itu, rumah kecil itu kembali menjadi pusat sejarah — bukan karena keramaian, tetapi karena kesunyian yang akan melahirkan wasiat.

Bersambung...