• Mulai
  • Sebelumnya
  • 30 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: 48590 / Download: 2995
Ukuran Ukuran Ukuran
IMAM MAHDI

IMAM MAHDI

pengarang:
Indonesia
IMAM MAHDI IMAM MAHDI




Diterjemahkan dari Al-Imam al-Mahdi: The Just Leader of Humanity Karya Ibrahim Amini
Terbitan Ansariyan Publication, Teheran, Iran
Cetakan Pertama, tahun 1417/1997
________________________________
Penerjemah: Arif Mulyadi & R. Hikmat Danaatmaja, S.Pd.
Penyunting: Arif Mulyadi
________________________________
Desain Sampul: Eja Ass.
Tata Letak: Pay Ahmed
________________________________
Diterbitkan oleh:
Islamic Center Jakarta
Penerbit Al-Huda
P.O. Box 7335 JKSPM 12073
e-mail: info@icc-jakarta.com

Cetakan II: Maret 2005/Shafar 1426 H
Hak terjemahan dilindungi undang-undang
All rights reserved

1
IMAM MAHDI

DAFTAR ISI
" Pedoman Transliterasi

" Pengantar Penerbit Cetakan II

" Prakata Penerjemah

" Imam Mahdi: Pemimpin Manusia yang Adil

" Mukadimah

" Bab 1 : Asal Usul Kepercayaan terhadap Imam Mahdi

" Bab 2 : Mahdi-mahdi Palsu

" Bab 3 : Mahdiisme, Kaum Yahudi, dan Bangsa Iran

" Bab 4 : Alam Gaib dan Imam Zaman

" Bab 5 : Siapakah Imam Setelah Hasan Al-Askari?

" Bab 6 : Mungkinkah Seorang Bocah Lima Tahun Menjadi Imam?

" Bab 7 : Mengapa Kegaiban Sempurna Tidak Terjadi Sejak Awal?

" Bab 8 : Ciri-ciri Imam Al-Mahdi dalam Kitab-kitab Sunni

" Bab 9 : Penelitian Tentang Umur Panjang

" Bab 10 : Kediaman Imam Keduabelas

" Bab 11 : Tingkat Kesempurnaan Akal Manusia Menjelang Kemunculan Imam Mahdi

" Bab 12 : Pengetahuan Imam Mahdi Tentang Saat Kemunculannya

" Bab 13 : Penelitian Lebih Lanjut Tentang Hadis-hadis

" Bab 14 : Tanda-tanda Kemunculan (Zhuhûr) Imam Mahdi

2
IMAM MAHDI

Pengantar Penerbit Cetakan II
Pada mulanya kami merasa tidak percaya diri untuk menerbitkan buku bertajuk Imam Mahdi: Penerus Kepemimpinan Ilahi mengingat bobot kandungannya yang cukup berat dan melawan arus dalam konteks Indonesia. Akan tetapi, materi yang disajikan oleh seorang ulama yang kepiawaiannya sangat diakui di ranah keislaman ini mengalahkan segalanya. Di dunia yang serba tidak tentu ini masyarakat Muslim di Indonesia dan di manapun justru membutuhkan kepastian terutama yang terkait dengan pandangan-dunianya yang akan memengaruhi dunia-akhiratnya, Atas dasar itulah, Penerbit Al-Huda menyajikan buku ini kepada Muslimin Indonesia.

Jauh dari sangkaan kami, buku ini disambut luas oleh pembaca Indonesia. Mereka meminta kami untuk menerbitkan ulang buku tersebut. Atas desakan dan permintaan mereka, akhirnya Penerbit Al-Huda mencetak ulang buku bertemakan Imam Mahdi ini dengan perbaikan di sana-sini. Termasuk dengan menerbitkannya dalam edisi hard-cover yang menawan.

Kepada Syekh Ibrahim Amini, Penerbit Al-Huda mengucapkan terima kasih banyak atas keberkahan ilmunya yang mencerahkan seluruh Muslimin dunia. Kepada para pembaca Indonesia, terima kasih atas segala apresiasi dan dorongannya terhadap buku ini.

Jakarta, Maret 2005/Shafar 2006

Penerbit Al-Huda



Prakata Penerjemah
Kepemimpinan (imamah) dalam Islam-setidaknya eksplisit dalam Islam Syi'ah, dan "malu-malu" dalam Islam Sunni-diakui sebagai poras utama kehidupan beragama dan bermasyarakat. Dalam hal pertama, seseorang tidak bisa menjalankan praktik beragamanya tanpa melibatkan dalam dirinya kehadiran seorang pemimpin (imam).

Kehadiran seorang imam amat substantif bagi umatnya mengingat dialah-apalagi dalam teologi Syi'ah-yang berperan menjaga kandungan agama dan wahyu yang telah disampaikan Nabi saw. Dialah yang menerangkan makna lahir maupun batin sebuah nas.

Dalam konteks ini, Imam merupakan perwujudan Logos dimana akal manusia pada praktiknya berasal dari pantulan Imam. Tidak ada hikmah dan kesucian tanpa karunia dari Sang Imam, sekalipun Sang Imam Gaib (baca: Imam Mahdi). Mengenal Tuhan berarti mengenal-Nya melalui Imam karen a semua pengetahuan berasal dari akal (Schuon, 1998).

Dalam hal kedua, ini lebih jelas lagi karena tidaklah kafilah manusia berevolusi dan bergerak kepada suatu arah dan tujuan melainkan niscaya dipandu pemimpinnya. Ini hukum universal, yang bisa dijumpai di manapun di dunia. Ketiadaan seorang pemimpin umat (Imam) hanyalah akan melahirkan chaos semata. Maka, peneguhan atas ken is cayaan hadirnya seorang Imam bukan semata-mata bersandar pada nas (al-Quran dan Hadis) tapi juga ditopang dengan keniscayaan rasional.

Kemuliaan istimewa para imam, termasuk Fathimah, terletak pada penggabungan antara, katakanlah, substansi Ilahi mereka dan kesucian pribadi mereka.

Kekudusan mewujud secara efektif dalam diri Imam Keduabelas, yang menarik dirinya dari lingkungan manusia (okultasi) dan akan muncul kembali sebagai Mahdi menjelang Hari Kiamat (ibid., hal. 111). Eksistensi Imam Terakhir ini merupakan paku buwana (poros semesta). Artinya, dalam tatanan kosmos, ketiadaannya akan berakibat pada kehancuran alam semesta itu per se (kiamat).

Pembuktian eksistensi Imam Mahdi melalui dalil tekstual dan rasional dalam buku ini malah semakin mengukuhkan pendapat bahwa hanya dalam Islam Syi 'ah-lah hubungan antara manusia dan Allah Sang Pencipta tetap terpelihara melalui mediasi Imam Mahdi sebagai Imam Keduabelas. Ini tak terlihat dalam agama Yahudi yang hubungannya dengan Tuhan [seolah] terputus setelah wafatnya Musa as; dalam agama Kristen setelah diangkatnya Isa as ke langit; ataupun dalam Islam Sunnah setelah wafatnya Nabi saw.

Eksistensi Imam Mahdi dalam kegaiban yang panjang tidak mengurangi signifikansinya sebagai "kutub" alam semesta. Dengan paradigma Mahdiisme ini harapan akan masa depan yang lebih baik justru tidak bersifat pesimistik. Bagaimanapun, optimisme terhadap masa depan dunia yang lebih baik di bawah naungan pemerintahan Imam Terakhir ini tentu saja mesti dibarengi peran-peran efektif dan sinergis dari umat manusia sendiri. Terutama dari para pengikutnya. Inilah yang disebut dengan penantian yang membangun atau penantian positif.

Karenanya, daripada "duduk berpangku tangan, putus asa, dan terkoyak-koyak oleh angan-angan sendiri, seraya berkata bahwa usia dunia ini sudah berakhir, manusia sudah menggali kuburannya sendiri, dan masa kebahagiaan sudah harus selesai, adalah wajib bagi kita untuk menanamkan dan menumbuhkan harapan-harapan baik yang kita miliki, lalu berkata, 'Kemenangan ini, seperti yang telah dialami oleh umat manusia di masa-masa lalu, tidak akan muncul sebelum kita melewati berbagai kesulitan. Kemudahan selalu muncul sesudah kesulitan, dan kilat selamanya memancar di kegelapan awan.'" (Muthahhari, 1995).
Pendek kata, tetap ada obligasi moral-sosial bagi umat Islam dalam menantikan (secara aktif) pemerintahannya.

Terkait dengan masalah pemerintahan Islam selama menunggu kehadiran Imam Mahdi, Imam Khomeini (2002: 56) menulis, "Sekarang, walaupun kita berada pada masa kegaiban Imam Mahdi as, namun masih tetap diperlukan terpelihara dan terjaganya aturan-aturan Islam yang berhubungan dengan pemerintahan, yang dapat mencegah terjadinya anarki." Menurut Ayatullah Amini, tidaklah mungkin kewajiban-kewajiban religi diabaikan begitu saja hanya karena alasan penerus kepemimpinan Ilahi sedang gaib. Iman terhadap keberadaan Imam Mahdi yang gaib menuntut tanggung jawab sosial dan itu-saat ini-dipikul oleh faqih yang kompeten. Karena Imam telah menjadikan faqih sebagai wakil "umumnya" [pasca-kegaiban besarnya], maka faqih adalah ia yang paling memenuhi syarat di antara umat Imamiyah untuk menerapkan kewajiban "memajukan kebajikan dan mencegah kemungkaran" dalam posisinya sebagai salah seorang dari ulu al- 'amr." (Sihbudi, 1996).

Menyangkut pemerintahan faqih (wildyat al-faqih), Imam Khomeini (2002) menyandarkan otoritasnya pada riwayat dari Imam Husain as dimana tugas wilayat al-faqih dan tugas-tugas fuqaha adalah untuk "melawan para penindas dan pemerintahan tiran [serta] untuk menegakkan pemerintahan Islam serta melaksanakan hukum-hukum Islam." Oleh sebab itu, pelembagaan wildyat al-faqih merupakan ken is cayaan rasional dan syar ' i.

Adapun, tugas dan fungsi seorang wali al-faqih, di antaranya-dengan meminjam ungkapan Sayid Baqir ash-Shadr (2001:108-9)-adalah: (i) menjadi pembawa obor Islam bagi seluruh pelosok dunia; (ii) mendukung kebenaran dan keadilan dan mewujudkannya dalam pemerintahan Islam yang ideal dalam urusan luar negeri dan politik; dan (iii) memerangi imperialisme dan penindasan serta mendukung masalah bangsa-bangsa yang serba-kekurangan dan tertindas di mana pun di seluruh dunia.Meski tidak dikupas tuntas, dengan alasan ruang yang tidak memadai, singgungan wilayat al-faqih oleh Ibrahim Amini dalam buku ini telah memberikan hal yang berharga sekaitan dengan tema penantian aktif.

Buku Imam Mahdi: Penerus Kepemimpinan Ilahi yang hadir di tangan pembaca ini berupaya mendedah dan memerikan setiap lapis persoalan yang menyelimuti eksistensi, jatidiri, dan fungsi-fungsi efektif yang diemban oleh Imam Mahdi, pemimpin dunia yang ditunggutunggu. Pengupasan ayat dan riwayat oleh penulis prolifik ini akan mendekonstruksi citra-citra negatif perihal keberadaan Imam Keduabelas yang boleh jadi bagi sebagian kalangan merupakan tokoh mitologi yang disusupkan dalam batang tubuh Islam.

Motivasi penerjemahan buku ini tidak terlepas dari keinginan untuk berbagi informasi kepada pembaca perihal eksistensi Imam Mahdi yang masih diselimuti misteri. Lebih-lebih, karena buku ini disajikan secara berimbang dengan merujuk kepada dua jalur Islam (Sunnah dan Sviah) maka tentunya nilai dan mutu akademisnya bisa dipertanggungjawabkan.

Kami berdua mengucapkan terima kasih atas kesediaan Islamic Center Jakarta Al-Huda untuk menerbitkan naskah terjemahan kami. Semoga buku ini bisa memenuhi tujuan yang dimaksud. Amin.

Bogor, 29 Agustus 2002

Arif Mulyadi

R. Hikmat Danaatmaja, S.Pd.

3
IMAM MAHDI

Imam Mahdi: Pemimpin Manusia yang Adil

Dr. Abdulaziz A. Sachedina

(* Beliau adalah Profesor Kajian Keagamaan di Universitas Virginia, AS. Penerjemah buku yang aslinya berbahasa Persia ini lahir di Tanzania, 12 Mei 1942.)
Dengan Nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang

Saya merasa sangat bahagia karena mendapat kepercayaan untuk menerjemahkan buku mengenai Imam Keduabelas yang menjadi keyakinan pribadi saya.

Semula tugas ini diserahkan secara pribadi oleh penulis bukunya, yakni Ayatullah Ibrahim Amini selama kunjungan saya di Teheran di musim panas tahun 1993. Namun saya harus menundanya lantaran tugas mengajar dan tugas administratif saya selaku Direktur Studi Timur Tengah di Universitas Virginia dan mencari waktu yang tepat untuk memulai terjemahan yang sangat berharga ini. Permohonan Ayatullah Ibrahim Amini tidak hanya mencerminkan keyakinannya pada kemampuan saya dalam menerjemahkan karya besar menyangkut akidah Syi`ah Duabelas Imam ini secara akurat ke dalam bahasa Inggris, tapi juga menyatakan keyakinannya kepada keimanan pribadi saya terhadap Imam Keduabelas.

Musim panas tahun 1993 juga merupakan saat yang penuh dengan karunia Allah karena beberapa alasan penting. Dalam wawancara dengan editor Kayhan-i Farhangi di Qum, saya mendapat kesempatan menerangkan studi akademis agama berdasarkan perspektif studi saya sendiri ihwal kepemimpinan Islam di masa depan dan perbedaannya dengan metode penelitian yang dilakukan di pusat studi Islam tradisional. Seluruh wawancara tersebut, yang telah ditulis dalam bahasa Inggris dan Prancis, bisa menjadi contoh baik untuk dialog ilmiah antara lembaga pendidikan tinggi tradisional dan modern.

Saya terpacu menerjemahkan buku ini karena ingin merespon orang-orang yang mengaitkan saya dengan kesalahan yang bukan keyakinan saya dan bukan pula bagian dari riset akademi saya. Dalam perampungan karya ilmiah yang senada dengan buku ini, saya merujuk pada referensi Syi`ah Duabelas Imam (Syî` ah Imâmiyyah Itsnâ' Asyariah). Saya meneliti dokumen yang menjadi acuan riset saya secara cermat dan kritis berasaskan al-Quran dan hadis-hadis Ahlulbait yang autentik.

Saya senang sekali karena Dadgustar-i Jihan karya Ayatullah Amini, yang saya terjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan tajuk Al-Imam Al-Mahdi: The Just Leader of Humanity [yakni buku ini] bisa memerikan Imam Keduabelas secara utuh dan ditata berdasarkan studi sejarah yang diambil dari sumber-sumber rujukan yang telah saya teliti dan pakai dalam Islamic Messianism: The Idea of Mahdi in Twelver Shi`ism. Yang lebih luar biasa lagi adalah meskipun metode riset saya dan Ayatullah Amini amat berbeda namun kami mencapai kesimpulan yang sama mengenai keyakinan terhadap Imam yang akan muncul dari kegaiban untuk memimpin dunia secara adil.

Perbedaan metodologi yang dipakai disebabkan oleh objek pembaca yang berbeda: Yang pertama [yakni, Al-Imam Al-Mahdi-peny.] ditujukan bagi 'orang-orang dalam' yang terpelajar (orang-orang yang percaya); sedangkan yang kedua [yakni Islamic Messianism-peny.] ditulis untuk 'orang-orang dalam' dan 'orang-orang luar' (orang-orang yang tidak percaya). Perlu diketahui, para pembaca sudah dapat menilai objek pembaca yang dituju Ayatullah Amini, yaitu para pembaca yang percaya, sedangkan objek yang saya tuju adalah orang-orang yang tidak percaya namun akan mengapresiasi mazhab Syi`ah Duabelas Imam secara intelektual.

Saya menulis Islamic Messianism untuk mengenalkan mazhab Syi`ah kepada para akademis Barat yang didominasi oleh para sarjana orientalis yang tidak hanya meminggirkan mazhab Syi`ah sebagai bentuk Islam yang menyimpang dan jahat, namun juga menganggapnya dipengaruhi langsung oleh ide mesianisme Kristen dan Yahudi.

Saya juga ingin mengoreksi kesimpulan ulama Sunni dan sarjana Barat perihal konsep imam maksum dalam Syi`ah dan menandaskan bahwa kabar akan datangnya Imam Mahdi yang akan menata masyarakat yang adil dan beretika bersumber dari al-Quran. Sebaliknya, usaha Ayatullah Amini dalam buku Al-Imam Al-Mahdi: The Just Leader of Humanity dimaksudkan untuk merespon keraguan yang dibuat orang-orang Syi`ah yang skeptis dan orang Sunni yang gemar berpolemik.

Keputusan menjadikan lapisan pembaca tertentu yang berbahasa Persia sebagai sasaran tulisannya memeragakan metodologi yang dipakainya benar-benar berdasarkan sumber-sumber mengenai hadis. Masing-masing argumen berdasarkan interpretasi ayat al-Quran tertentu dan riwayat hadis yang mendukung interpretasi tersebut.

Oleh sebab itu, hadis menjadi sumber hujjah agama yang fundamental dan mesti diperiksa secara kritis sebelumnya. Hadis yang dipakai diteliti supaya valid dan bisa dijadikan dalil bermanfaat bagi agama. Selain itu, Ayatullah Amini juga memperkenalkan argumen rasional guna menyingkirkan beberapa kisah mengenai pertemuan dengan Imam Keduabelas yang diterima begitu saja oleh beberapa ulama hadis. Misalnya, kisah terkenal perihal "Pulau Hijau" (dalam Bab 10 buku ini-peny.) yang menjadi kediaman Imam Keduabelas dibantah olehnya karena dinilai palsu dan berlawanan dengan pernyataan si perawi itu sendiri. Lebih jauh lagi, penelitian mutakhir tentang umur panjang dituliskan secara luas dan berdasarkan sumber-sumber Barat untuk membuktikan bahwa ilmu pengetahuan tidak memustahilkan usia panjang Imam Keduabelas.

Bagian yang paling mencerahkan dan membelalakkan mata dalam buku ini adalah berkenaan dengan pencapaian Imam Keduabelas setelah kemunculannya (Bab 14 buku ini). Pada bagian ini, ditulis informasi mengenai "Kebaruan Penjelasan Al-Mahdi"; juga disertai penilaian kritis tentang latar belakang sikap pengikut Imam Keduabelas yang mengabaikan nilai Islam yang benar dalam kehidupannya dan mengedepankan ritual tanpa mengejawantahkan nilai moral dan etika yang merupakan intisari dari ketaatan beragama .

Dalam hal ini, Ayatullah Amini menulis (hal.setting akhir):

Umat manusia, setelah meninggalkan prinsip-prinsip yang absolut dan ajaran-ajaran Islam yang pokok, hanya mengikuti lapisan luar agama dan menganggap sikapnya itu sudah mencukupi. Inilah orang-orang yang-selain shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, dan penghindaran diri dari najis-tidak tahu apa-apa tentang Islam.

Selain itu, beberapa dari mereka membatasi agama di mesjid saja sehingga amat sedikit pengaruhnya pada sikap dan tindakan mereka. Ketika mereka keluar dari mesjid, yaitu di pasar atau di tempat kerja, tidak ada tanda-tanda keislaman dalam dirinya. Mereka tidak menganggap tingkah laku yang etis dan nilai-nilai moral sebagai bagian dari Islam. Mereka tidak peduli pada tindakan-tindakan amoral dan membuat-buat alasan atas tindakannya, tidak mengikuti bimbingan moral sebab adanya perselisihan ihwal kewajiban dan larangan-larangan berdasarkan syarat-syarat tertentu.

Mereka jauh melangkah sejajar dengan larangan agama-dengan jalan tipu daya-dan menjadikannya sesuatu yang boleh dilakukan. Mereka juga menghindari tanggung jawab untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada mereka oleh syariat. Dengan kata lain, mereka terlibat dalam menafsirkan agama sesuai dengan keinginan mereka belaka.

Ketika berhadapan dengan al-Quran, mereka menganggap cukuplah bagi mereka untuk memperhatikan bacaan formal saja dan menghormati kebiasaan yang berhubungan dengannya. Oleh karena itu, ketika Imam Keduabelas muncul, dia pasti akan bertanya kepada mereka, yaitu mengapa mereka meninggalkan intisari agama dan menafsirkan al-Quran dan hadis sesuai dengan kehendak mereka sendiri.

Mengapa mereka meninggalkan kebenaran Islam dan puas dengan ketaatan lahiriah belaka? Mengapa mereka tidak menyesuaikan karakter dan perbuatan mereka dengan ruh Islam? Mengapa mereka memutarbalikan makna agama agar sesuai dengan ketamakan mereka pribadi? Sebagaimana mereka begitu memperhatikan bacaan al-Quran yang benar, mereka pun harus mempraktikkannya. Imam Keduabelas berhak bertanya, "Kakekku, Imam Husain, tidak terbunuh demi duka cita. Mengapa kalian mengabaikan tujuan yang dipegang kakekku dan menghancurkannya ?"

Imam akan menyuruh mereka mempelajari ajaran sosial dan moral Islami dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka harus menghindari perbuatan-perbuatan tercela dan memperhatikan kewajiban-kewajiban menyangkut keuangan, tanpa membuat alasan- alasan lemah. Mereka juga harus ingat, mengingat jasa-jasa Ahlulbait dan meratapi penderitaan mereka tidak akan dapat menggantikan zakat dan khumus serta melunasi utang-utang seseorang.

Perbuatan-perbuatan itu tidak dapat menggantikan perbuatan dosa semisal mengambil bunga (bank-penerj.) dan suap, menipu manusia lain dan memperlakukan mereka dengan tidak jujur. Mereka mesti menyadari bahwa menangisi dan berkeluh kesah demi Imam Husain tidak pernah dapat menggantikan perbuatan buruk kepada orang yatim dan janda-janda. Lebih penting lagi, seyogianya mereka tidak membatasi ketakwaan hanya di mesjid. Namun mereka pun harus berperan serta aktif di masyarakat dan melaksanakan amar makruf nahi munkar serta menumpas bid`ah-bid`ah yang merusak Islam.

Tentu saja, agama semacam ini akan tampak baru dan sulit bagi orang-orang tersebut. Bahkan boleh jadi mereka menganggapnya bukan Islam, karena mereka membayangkan Islam sebagai sesuatu yang lain. Orang-orang semacam ini terbiasa berpikir bahwa kemajuan dan kebesaran Islam terletak pada pendekorasian mesjid-mesjid dan pengkostruksian menara-menaranya. Bila Imam Keduabelas berkata, "Kebesaran Islam bergantung pada tindakan yang benar, kejujuran, kepercayaan, penepatan janji, dan penghindaran diri dari perbuatan yang terlarang", pernyataan ini akan terasa benar-benar baru bagi mereka! Mereka dulu menganggap bahwa ketika Imam muncul, dia akan membuat perubahan bagi semua perilaku Muslim dan akan mengistirahatkan mereka di pojok-pojok mesjid. Tetapi ketika mereka menyaksikan bahwa darah bercucuran dari pedang Imam, menyeru umat untuk berjihad dan beramar makruf nahi munkar, membunuh para ahli ibadah yang berbuat zalim, serta mengembalikan barang-barang yang mereka curi kepada pemiliknya, maka tindakan semacam ini sungguh akan terasa baru!

Penilaian umat yang jujur dan terbuka serta tanggung jawab yang para pengikut harus lakukan kepada Imam Keduabelas jarang ditemukan dalam literatur mengenai hal ini. Sekarang saatnya kita berkomitmen pada tujuan Islam dan bekerja secara tulus demi reformasi diri untuk memenuhi kewajiban kita kepada Muslim dan non-Muslim di sekitar kita. Adalah baik sekali bila kita mengingat kandungan doa yang bersumber dari Imam Keduabelas dan yang kita baca pada saat yang berbeda dengan sungguh-sungguh nasihat Imam as kepada para pengikutnya. Doa tersebut berbunyi:

Ya Allah, anugrahi kami taufik (berupa) ketaatan, menjauhi kemaksiatan, ketulusan niat, dan mengetahui kemuliaan.

(Ya Allah) Muliakanlah kami dengan hidayah dan istiqamah, luruskan lidah kami dengan kebenaran dan hikmah, penuhilah hati kami dengan ilmu dan makrifat, bersihkan perut kami dari haram dan syubhat .

(Ya Allah) Tahan tangan kami dari kezaliman dan pencurian, tundukkan pandangan kami dari kemaksiatan dan pengkhianatan, palingkan pendengaran kami dari ucapan yang sia-sia dan umpatan.

(Ya Allah) Karuniakan kepada ulama kami kezuhudan dan nasiha; kepada para pelajar, kesungguhan dan semangat; kepada para pendengar, ketaatan dan peringatan; kepada kaum Muslimin yang sakit, kesembuhan dan ketenangan; kepada kaum Muslimin yang meninggal, kasih sayang dan rahmat; kepada orang tua kami, kehormatan dan ketentraman; kepada para pemuda, kembali (ke jalan Allah) dan taubat; kepada para wanita, rasa malu dan kesucian; kepada orang-orang kaya, rendah hati dan kemurahhatian; kepada orang miskin, kesabaran dan kecukupan; kepada para pejuang, kemenangan dan penaklukan; kepada para tawanan, kebebasan dan ketenangan; kepada para pemimpin, keadilan dan rasa sayang; kepada seluruh rakyat, kejujuran dan kebaikan akhlak.

(Ya Allah) Berkatilah para jamaah haji dan para peziarah dalam bekal nafkah, sempurnakan haji dan umrah yang Engkau tetapkan bagi mereka dengan karunia dan rahmat. Wahai Yang Paling Pengasih dari semua yang mengasihi.

Akhirnya, saya ucapkan terima kasih atas dukungan moral dan motivasi dari Ayatullah Ibrahim Amini dan para koleganya di Majlis-i Khubragan, Hujjatul-Islam Hadawi Tihrani dan para koleganya di Jami' Mudarrisin Hauzah Ilmiyah Qum, serta para pembaca di seluruh dunia yang menjadi tujuan saya dalam menerjemahkan buku yang berisi ajaran kami (Syi`ah Duabelas Imam) yang amat berharga ini .

London, Inggris

18 Dzulhijjah 1416/6 Mei 1996

4
IMAM MAHDI

Mukadimah
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang

BULAN Sya'ban dalam penanggalan kaum Muslim merupakan bulannya peringatan. Awal bulan Sya'ban ditandai dengan kelahiran Imam Ketiga Syi`ah, Husain bin Ali, saudara sepupunya, Abbas bin Ali; putranya, Ali bin Husain Zain al-Abidin, dan terakhir, keturunannya yang paling termasyhur, al-Qâ ` im dari Ahlulbait, Imam Keduabelas, al-Mahdi as .

Saya menghadiri sebuah pertemuan yang direncanakan untuk merayakan kelahiran Imam Keduabelas?salam atasnya?pada malam 15 Sya'ban di salah satu sekolah tinggi di Teheran. Acara yang diatur dengan baik ini diikuti oleh semua lapisan masyarakat. Akan tetapi, mayoritas hadirin berasal dari kalangan terdidik, termasuk para siswa yunior dan senior dari sekolah tersebut. Pertemuan itu disponsori oleh Asosiasi Islam dari sekolah tadi.

Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci al-Quran oleh siswa muda, yang, melalui lantunannya yang merdu, memberi nuansa spiritual kepada peristiwa tersebut. Setelahnya, seorang siswa lain membacakan sebuah puisi yang telah digubahnya bertemakan Imam Gaib as, dan acara ketiga menampilkan makalah yang ditulis dengan baik dan sangat relevan mengenai topik tersebut. Di penghujung acara, Tn. Hosyyar, salah seorang pengajar terkemuka, menyampaikan pembicaraan yang relevan seputar topik Imam Zaman as. Ceramah ini disampaikan sampai menjelang sore .

Pertemuan tersebut meninggalkan kesan mendalam kepada saya. Bukan sekadar sisi seremonialnya yang menarik perhatian saya, namun juga pengalaman yang diselimuti ruh keikhlasan dan ketakwaan yang mengalir dari kawula muda. Mereka telah mengorganisasikan agama dan pengetahuan serta terdorong dalam menyebarluaskan kebenaran-kebenaran agama dan memahami masyarakat banyak, mencerahkan pemikiran mereka dengan keimanan. Atmosfer pada pertemuan tadi didominasi oleh niat suci dan keikhlasan dalam bertindak dari kawula muda ini, yang berinteraksi dengan hadirin memancarkan kehangatan dan perenungan.

Antusiasme di kawula muda ini dan gairah keagamaan mereka, dipandu oleh pemikiran yang bening, membuat hati saya penuh harapan akan masa depan umat Islam. Saya hampir menyaksikan kepemimpinan masa depan dari peradaban dan tanggung jawab untuk kemajuan manusia terletak pada bahu mereka.

Pandangan saya dipenuhi dengan air mata harapan dan saya berdoa kepada Allah Yang Mahakuasa dengan semua ketulusan demi kejayaan Asosiasi Islam milik para siswa tersebut dan sekolah-sekolah yang telah merintis misi suci ini di kalangan generasi muda.

Pada momen itu juga, Ir. Madani, yang duduk di sebelah Tn. Hosyyar, mengajukan pertanyaan, "Apakah Anda benar-benar percaya terhadap eksistensi Imam Gaib? Apakah pendapat Anda didasarkan pada riset atau Anda semata-mata membela kepercayaan tersebut berdasarkan dugaan Anda?"

Tn. Hosyyar menjawab, "Kepercayaanku tidak didasarkan pada keimanan buta ataupun taklid buta. Justru, saya mengakuinya melalui kajian dan riset yang cermat. Bagaimanapun, saya tetap terbuka untuk banyak melakukan riset dan bersedia mengubah pendapatku berdasarkan itu semua ."

Tn. Madani meneruskan, "Karena topik Imam Zaman tidak cukup jelas bagi saya. Dan sepanjang saya belum bisa untuk meyakinkan diri saya pada realitasnya, saya lebih suka untuk mendiskusikan dan meriset tentang topik itu."

Di antara mereka yang hadir pada saat itu dan turut menyimak perbincangan tadi adalah Dr. Emami dan Fahimi. Kedua-duanya mengungkapkan minat mereka pada tema tersebut apabila diskusi-diskusi itu diselenggarakan. Tn. Hosyyar setuju datang dan mengarahkan perbincangan kapanpun kelompok itu untuk memutuskan. Sebelum berpisah, mereka sepakat untuk bersua kembali pada hari Sabtu berikutnya, di kediaman Tn. Madani, tempat pertemuan pertama diadakan. Halaman-halaman selanjutnya merupakan catatan ini semua dan mungkin lebih banyak lagi pertemuan-pertemukan diselenggarakan, untuk menelaah tema eksistensi Imam Keduabelas as.[]


BAB 1

Asal Usul Kepercayaan terhadap Imam Mahdi
Dr. Emami: Kapankah kepercayaan terhadap Imam Mahdi menjadi merata di lingkungan Islam? Adakah pembicaraan tentang al-Mahdi selama masa Nabi saw atau apakah tema itu muncul setelah mangkatnya beliau sehingga tersebar luas di tengah kaum Muslimin? Ada sebagian pihak yang telah menulis bahwa tidak ada Mahdiisme pada permulaan Islam. Ide tersebut baru mencuat di antara kaum Muslimin pada paruh kedua abad pertama Hijrah (abad ke-7 M). Ada pula sekelompok orang yang menganggap bahwa Muhammad bin Hanafiyyah sebagai al-Mahdi dan menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang tentang nasib baik Islam yang tercapainya melaluinya. Kelompok itu pun percaya bahwa Muhammad bin Hanafiyyah belum mati namun hidup di Gunung Radhwah dan suatu saat akan kembali.

Tn. Hosyyar: Kepercayaan terhadap al-Mahdi berkembang luas selama masa Rasul. Nabi saw telah menyampaikan masa depan menjelang kemunculan al-Mahdi lebih dari satu kesempatan. Dari waktu ke waktu, beliau selalu memberi tahu manusia ihwal pemerintahan al-Mahdi dan tanda-tanda kemunculannya, menyampaikan nama dan julukannya. Ada sejumlah laporan dan riwayat yang telah sampai kepada kami baik dari jalur Sunni dan Syi`ah perihal tema ini.

Secara asasi, sebagian dari riwayat itu telah disampaikan sedemikian sering dan tanpa penyimpangan dari setiap zaman yang tak seorang pun bisa meragukan autentisitasnya. Umpamanya, kita membaca hadis berikut yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas`ud, yang mendengar Nabi saw bersabda:
Dunia tidak akan berakhir sampai seorang lelaki dari keluargaku (ahl al-bayt), yang disebut al-Mahdi, bangkit untuk mengurus umatku.1

Hadis lain diriwayatkan oleh Abu al-Hujaf yang mengutip pernyataan Nabi saw sebanyak tiga kali:

Dengarkan kabar gembira tentang al-Mahdi! Dia akan bangkit pada saat manusia dihadapkan dengan konflik keras dan dunia akan digoncang dengan getaran keras. Dia akan memenuhi dunia dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani. Dia akan memenuhi hati para pengikutnya dengan ketaatan dan akan menyebarkan keadilan di mana-mana.2

Nabi saw telah menyatakan:

Hari Kiamat tidak akan terjadi sampai al-Qâ` im al-Haq muncul. Ini akan terjadi ketika Allah mengizinkannya untuk bangkit. Barangsiapa yang mengikutinya akan selamat, dan barangsiapa yang menentangnya akan binasa. Wahai hamba-hamba Allah, ingatlah Allah dalam pikiran kalian dan larilah kepadanya [al-Mahdi] meskipun itu terjadi di atas es, karena sesungguhnya dia adalah khalifah Allah Azza wa Jalla dan penggantiku.3

Dalam hadis lain, Nabi saw dilaporkan telah berkata: "Barangsiapa yang menolak al-Qâ` im dari keturunanku berarti menolakku."4 Masih dalam hadis lain, Nabi saw menjamin umatnya dengan menyatakan:

Dunia tidak akan berakhir sampai seorang lelaki dari keturunan Husain mengurus dunia dan memenuhinya dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani.5


Al-Mahdi Berasal dari Keturunan Nabi saw
Hadis-hadis semacam itu jumlahnya banyak. Ide utama yang berkembang dalam semua hadis itu mengandung topik masa depan menjelang al-Mahdi dan al-Qâ` im selama masa Nabi saw yang begitu terkenal. Sebenarnya, pelbagai riwayat yang membahas tema itu menunjukkan bahwa ia bukanlah sesuatu yang baru yang kemudian disampaikan kepada orang-orang. Bahkan, riwayat-riwayat tersebut memuat tanda-tanda dan ciri-ciri orang yang akan bangkit sebagai al-Mahdi, seperti dalam ungkapan "Al-Mahdi yang dijanjikan berasal dari keturunanku."

Hadis berikutnya mencerminkan pola yang sama dalam ungkapan-ungkapannya. Diriwayatkan, Amirul Mukminin Ali bin Thalib as berkata:

Aku bertanya kepada Nabi saw: "Apakah al-Mahdi berasal dari kalangan keluarga kita sendiri ataukah dari yang lainnya?" Beliau menjawab: "Dia berasal dari kalangan kita. Allah akan menyempurnakan agama-Nya melalui dia, sebagaimana Dia mengawali agama dengan kita. Melalui kitalah, manusia akan mendapatkan keselamatan dari fitnah. Melalui kita pula, mereka selamat dari kemusyrikan. Malah, melalui kitalah Allah akan menyatukan hati-hati mereka dalam ikatan persaudaraan menyusul pertikaian yang tersebar karena fitnah, sebagaimana mereka dipersaudarakan dalam agama mereka setelah pertikaian yang berkembang karena kemusyrikan."6

Abu Sa`id al-Khudri, sahabat dekat Nabi saw berucap:

Aku mendengar perkataan Nabi dari mimbar: "Al-Mahdi berasal dari keturunanku, keluargaku, akan bangkit menjelang Hari Kiamat ketika langit mencurahkan hujan dan bumi menumbuhkan rerumputan hijau baginya. Dia akan mengisi dunia dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan tirani dan kezaliman sebelumnya."7

Dalam hadis lain dari Ummu Salamah, istri Nabi, ada keterangan yang lebih spesifik yang diberikan kepada umat. Nabi saw mengatakan: "Al-Mahdi berasal dari keluargaku, dari anak-anak Fathimah."8

Pada kesempatan lain, Nabi saw mengatakan:

Al-Qâ` im berasal dari keturunanku. Namanya sama dengan namaku, julukannya sama dengan julukanku. Ciri-cirinya sama dengan ciri-ciriku. Dia akan mengajak manusia kepada sunahku dan Kitab Allah. Barangsiapa menaatinya berarti menaatiku, dan sebaliknya, mereka yang berpaling darinya berarti berpaling dariku. Barangsiapa yang menolak keberadaannya selama kegaibannya berarti menolakku, dan barangsiapa yang mendustakannya berarti mendustakai aku. Barangsiapa yang membenarkan eksistensinya berarti membenarkan keberadaanku. Kalau mereka diminta untuk memalsukan apa-apa yang telah kukatakan tentang al-Mahdi dan dengan demikian menyesatkan umatku, aku akan mengadukan mereka kepada Allah."9

Abu Ayyub al-Anshari mengatakan:

Saya mendengar Nabi saw berkata: "Akulah penghulu para nabi dan Ali penghulu para pengganti. Dua cucuku adalah orang-orang terbaik dari keturunanku.

Para imam maksum berasal dari keturunan kami melalui Husain. Bahkan, Mahdi umat ini berasal dari kami." Saat itu seorang Arab berdiri dan bertanya: "Wahai Nabi Allah, berapa jumlah imam yang akan muncul setelah Anda?" Beliau menjawab: "Sama dengan jumlah para utusan Isa dan para pemimpin Bani Israil."10

Sebuah hadis lain dengan keterangan yang sama telah dinukil dari Hudzaifah, sahabat lain Nabi saw, yang mendengar Nabi berkata:

Para imam sepeninggalku sama dengan jumlah para pemimpin suku dari kalangan Bani Israil. Sembilan di antaranya adalah keturunan Husain. Al-Mahdi umat ini berasal dari kami. Waspadalah! Kebenaran bersama mereka dan mereka bersama kebenaran. Karena itu, hati-hatilah kalian dalam memperlakukan mereka sepeninggalku."11

Masih dalam hadis lain Sa`id bin Musayyib melaporkan dari Amr bin Utsman bin Affan, yang berkata:

Kami mendengar dari Nabi saw bersabda: "Para imam sepeninggalku akan berjumlah dua belas orang. Sembilan di antaranya berasal dari keturunan Husain.

Bahkan, al-Mahdi umat ini berasal dari kami. Barangsiapa yang berpegang kepada mereka sepeninggalku berarti berpegang kepada Allah. Dan barangsiapa yang meninggalkan mereka, berarti telah meninggalkan Allah."12

Ada sejumlah hadis bernada sama dalam sumber-sumber yang siapapun bisa menelitinya.


Hadis-hadis Sunni tentang Topik Al-Mahdi
Dr. Fahimi: Tuan Hosyyar! Kawan-kawan kita mengetahuinya. Namun biarkan saya mengatakan kepada Anda bahwa saya mengikuti mazhab Sunni. Oleh karenanya, penilaian positif saya bahwa Anda mempunyai hadis riwayat Syi`ah, sementara saya tidak. Sangat boleh jadi, kaum ektremis Syi`ah, apapun alasannya, setelah menerima riwayat-riwayat tentang Mahdiisme, pasti mempunyai hadis-hadis buatan demi mendukung pandangan-pandangan mereka dan menganggap hadis-hadis itu berasal dari Nabi. Bukti bagi dalil saya adalah bahwa hadis-hadis tentang al-Mahdi hanya dicatat dalam buku-buku Syi`ah Anda.

Tidak ada jejak akan hal ini dalam kompilasi hadis-hadis autentik kami?Shihah. Memang, saya tahu bahwa ada sebagian hadis tentang tema tersebut dalam kompilasi kami kurang bisa dipercaya.13

Tn. Hosyyar: Meski kondisi-kondisi tidak menyenangkan di bawah rezim Umayyah dan Abbasiyyah, yang kebijakan politik dan pemerintahan opresifnya tidak membiarkan adanya diskusi tersebut ataupun penyebaran hadis ihwal wilâyat dan imâmat dan Ahlulbait atau semuanya tersimpan dalam kitab-kitab hadis, kompilasi hadis Anda tidak sepenuhnya memuat hadis-hadis al-Mahdi. Apabila Anda tidak letih, saya akan mengutipkan sebagian hadis tersebut untuk Anda .

Ir. Madani: Tuan Hosyyar! Silakan teruskan pembicaraan Anda .

Tn. Hosyyar: Dr. Fahimi! Dalam kompilasi hadis Anda, Al-Shihah, ada bab-bab yang menempatkan topik al-Mahdi yang merekam hadis-hadis Nabi saw.

Misalnya, berikut ini:

Abdullah meriwayatkan dari Nabi, yang bersabda: "Dunia tidak akan berakhir sampai seorang lelaki dari keluargaku, yang namanya sama dengan namaku, memerintah bangsa Arab."

Tirmidzi telah mencatat hadis ini dalam Shahih-nya14 dan berkomentar: "Hadis tentang al-Mahdi ini bisa dipercaya, dan telah diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, Abu Sa`id, Ummu Salamah, dan Abu Hurairah":

Ali bin Abi Thalib telah meriwayatkan dari Nabi saw yang bersabda: "Meski umur dunia hanya tersisa satu hari, Allah akan memunculkan seorang lelaki dari keturunanku sehingga ia akan memenuhi dunia dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan tirani."15

Dalam hadis lain Ummu Salamah meriwayatkan bahwa ia mendengar Nabi berkata: "Mahdi yang dijanjikan berasal dari keturunanku, yakni dari keturunan Fathimah." 16

Abu Sa`id al-Khudri berkata:

Nabi saw bersabda: "Mahdi kami memiliki dahi yang lebar dan hidung yang mancung. Ia akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani. Ia akan memerintah selama tujuh tahun."17

Ali bin Abi Thalib as meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw yang memberitahunya perihal Imam al-Mahdi:

Mahdi yang dijanjikan berasal dari keluargaku. Allah akan mengadakan persiapan bagi kemunculannya dalam satu malam.18

Abu Sa`id al-Khudri meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw yang menyatakan:

Dunia akan diisi dengan kezaliman dan kerusakan. Pada saat itu, seorang lelaki dari keturunanku akan muncul dan akan memerintah selama tujuh atau sembilan tahun dan akan memenuhi dunia dengan keadilan dan persamaan.19

Rincian yang lebih luas terperikan dalam hadis lain yang dilaporkan oleh Abu Sa`id al-Khudri:

Malapetaka hebat dari arah penguasa mereka akan menimpa umatku ketika Hari Kiamat. Ia berupa bencana yang, dalam kehebatannya, tidak pernah terjadi sebelumnya. Ia merupakan bencana dahsyat sehingga bumi berikut kezaliman dan kerusakan akan terasa sempit bagi penduduknya. Orang-orang beriman tidak akan menemukan tempat perlindungan dari penindasan. Pada saat itu Allah akan mengutus seorang lelaki dari keluargaku untuk memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani. Para penduduk langit dan bumi ridha terhadapnya. Bumi akan menumbuhkan apa yang di atasnya untuknya dan langit akan mencurahkan hujan berlimpah-limpah. Dia akan hidup di tengah-tengah manusia selama tujuh atau sembilan tahunan. Dari semua kebaikan yang Allah turunkan pada penduduk bumi, orang yang meninggal akan hidup lagi.20

Ada sejumlah hadis yang menyampaikan pengertian ini dalam kitab-kitab Anda. Saya percaya kita telah cukup mengutip riwayat-riwayat itu untuk memenuhi tujuan kita.

Keberatan Salah Seorang Penulis:

Dr. Fahimi: Pengarang buku Al-Mahdiyyah fi al-Islâm menulis:

Muhammad bin Isma`il al-Bukhari dan Muslim bin Hajjaj an-Nisyaburi, dua penyusun kitab hadis-hadis Sunni paling autentik, yang mencatat hadis-hadis ini secara cermat dan sangat teliti dalam menguji keandalan hadis-hadis tersebut, tidak memasukkan hadis-hadis tentang al-Mahdi dalam Shihah mereka.

Sebaliknya, hadis-hadis tersebut terdapat pada kompilasi Sunan Abu Dawud, Ibn Majjah, Tirmidzi, Nasa`i, dan Musnad Ahmad bin Hanbal. Para penyusun ini tidak cermat dalam menyeleksi hadis-hadis dan riwayat-riwayat hadis mereka dianggap lemah dan tidak dapat diterima oleh para sarjana semisal Ibn Khaldun.21

Ibn Khaldun dan Hadis-hadis tentang Imam Mahdi:

Tn. Hosyyar: Untuk mengupas masalah keandalan hadis Imam Mahdi, mari kita kutip pendapat Ibn Khaldun tentang persoalan tersebut secara utuh :
Telah diketahui (dan pada umumnya diterima) oleh semua kaum Muslimin dalam setiap zaman, bahwa pada akhir zaman seorang lelaki dari keluarga Nabi akan muncul tanpa cacat, memperkuat Islam, dan menegakkan keadilan. Kaum Muslim akan mengikutinya, dan ia akan mendominasi seluruh kehidupan kaum Muslim. Ia disebut Al-Mahdi ... Hadis-hadis semacam itu telah dijumpai di antara hadis-hadis yang telah diterbitkan oleh para pemuka agama. Secara kritis hadis-hadis itu telah ditelaah oleh mereka yang mengakuinya dan acap ditolak dengan hadis-hadis tertentu.22

Inilah ringkasan pendapat-pendapat yang dilakukan oleh Ibn Khaldun. Selanjutnya ia terus menyebutkan para periwayat hadis-hadis ini dan secara kritis menilai keterandalannya atau kelemahannya, sebagaimana diyakini oleh para cendekiawan ilmu-ilmu periwayatan.


Mari kita tanggapi beberapa hal yang diajukan oleh Ibn Khaldun :

1. Periwayatan yang Terus Menerus (tawatur) dari Hadis-hadis
Sejumlah ulama Sunni telah mengakui hadis-hadis tentang al-Mahdi telah diriwayatkan tanpa terputus. Sebenarnya, mereka telah meriwayatkan hadis-hadis tadi tanpa terputus dari sumber-sumber lain tanpa mengajukan keberatan terhadapnya. Di antara sejumlah ulama itu adalah Ibn Hajar al-Haitsami dalam ash-Shawa'iq al-Muhriqah; asy-Syablanji dalam Nûr al-Abshâr; Ibn Shabbagh dalam al-Fushûl al-Muhimmah; Muhammad ash-Shaban dalam As' âf al-Râghibîn; Kanji Syafi`i dalam al-Bayân, dan seterusnya. Periwayatan tidak terputus semacam ini atas hadis-hadis tersebut memupus kelemahan yang dijumpai dalam rantai periwayatannya. Menurut al-Asqalani, sebuah hadis yang diriwayatkan dalam setiap generasi secara tanpa henti berarti mengarah kepada keabsahan hadis tersebut, dan suatu tindakan yang diambil berdasarkan hal itu bukanlah subjek perselisihan.23

Pendapat serupa dikemukakan oleh Sayyid Ahmad, Syaikh al-Islam, dan mufti mazhab Syafi`iyah, yang menulis bahwa hadis-hadis tentang al-Mahdi sangat banyak jumlahnya dan tergolong mutawatir. Di antara hadis-hadis itu ada yang mencapai derajat shahih, hasan, dan sebagian kecil dha'if. Akan tetapi, lanjutnya, mayoritas merupakan hadis-hadis lemah, dan karena jumlahnya banyak dan para perawinya juga jumlahnya besar, sebagian hadis lemah itu cenderung memperkuat yang lain, dan mengarah kepada penerimaannya sebagai hadis yang bisa dipercaya.24

Di antara mereka yang meriwayatkan hadis ihwal Imam Mahdi adalah sekelompok sahabat terkemuka Nabi saw. Di antara mereka adalah: Abdurrahman bin Auf, Abu Sa`id al-Khudri, Qays bin Jabir, Ibn Abbas, Jabir, Ibn Mas`ud, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Tsawban, Salman al-Farisi, Hudzaifah, Anas bin Malik, Ummu Salamah, dan lain-lain. Di antara ulama Sunni yang telah mencantumkan hadis-hadis ini dalam kitab-kitab mereka adalah Abu Dawud, Ahmad bin Hanbal, Tirmidzi, Ibn Majah, Nasa`i, Thabrani, Abu Nu` aym Ishfahani, dan sejumlah penyusun hadis lainnya.


2: Periwayatan Lemah Bukan Suatu Isu di Semua Tempat
Patut diingat bahwa kebanyakan orang yang menganggap hadis itu lemah dari sisi periwayatan dan disebut-sebut oleh Ibn Khaldun juga telah diakui oleh yang lainnya. Sebenarnya, Ibn Khaldun menyebutkan sebagian di antaranya. Lagi pula, menganggap lemah periwayatan sebuah hadis tidak punya pengaruh mutlak atas hadis yang diakui sebagai bisa dipercaya lantaran ciri istimewa merupakan suatu perkara yang subjektif. Pasalnya, ciri tertentu suatu hadis bisa jadi dilemahkan oleh seorang peneliti, sementara peneliti lainnya justru memperoleh hasil sebaliknya. Oleh karenanya, pendapat dari yang pertama hanya bisa diterima jika alasan untuk menjadikan sebuah hadis lemah dijelaskan.

Dalam Lisân al-Mizân-nya, al-Asqalani mengatakan: Menganggap lemah sebuah hadis memunculkan pengaruh terhadap akreditasinya ketika alasan untuk berbuat demikian dipaparkan secara tegas. Selain itu, pendapat orang yang melemahkan sebuah hadis tidaklah punya nilai.

Abu Bakr Ahmad bin Ali al-Baghdadi menulis: Mesti ditunjukkan bahwa perihal hadis-hadis yang diterima dan digunakan sebagai bukti oleh Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud?meskipun sebagian dari para perawinya telah dikritik dan dinyatakan tidak bisa dipercaya?alasan kritikan dan ketakterandalannya tidak cukup kuat dan terbukti. Lagi pula, imbuhnya, jika kelemahan dan keandalan suatu hadis berbobot sama, maka upaya melemahkannya pun berpengaruh besar. Namun, jika kelemahan kurang kuat ketimbang keandalannya, maka pasti ada beragam pendapat ihwal hadis tersebut. Jalan terbaik untuk mengatasi masalah mengabsahkan sebuah hadis adalah dengan mengatakan bahwa andaikan alasan kelemahan disebutkan dan andaikan alasannya meyakinkan, maka kelemahan berpengaruh besar terhadap keandalan. Namun jika alasan kelemahan tidak disebutkan, maka keandalan mengalahkan kelemahan.25

Tentu saja, kita tidak bisa menyederhanakan dan menyatakan dengan pasti mutlak bahwa dalam semua pokok perselisihan mengenai keandalan suatu hadis, hadis yang dinyatakan lemah akan berpengaruh terhadap hadis yang dinilai andal. Apabila semua titik kelemahan dibuat efektif, niscaya sangat sedikit hadis yang dikecualikan dari kritik. Maka dari itu, penting diketahui bahwasanya dalam kasus semacam ini, analisis yang cermat dan evaluasi rasional dilakukan untuk menguraikan kebenaran.


3. Ketidakandalan Lantaran Hadis Syi`i
Acap kali sebuah hadis dinilai lemah gara-gara perawinya seorang Syi`i. Misalnya, Ibn Khaldun, menolak Quthn bin Khalifah, salah satu perawi hadis Imam Mahdi, lantaran ia seorang Syi`i. Dalam hal ini, ia mengutip perkataan Ijli bahwa Quthn baik dalam masalah hadis, namun ia rupanya cenderung kepada paham Syi`ah. Menurut Ahmad bin Abdullah bin Yunus dan Abu Bakr bin Ayyasy, Quthn tidak bisa dipercaya dan hadis-hadisnya ditolak lantaran kepercayaannya yang menyempal. Padahal, di pihak lain, ulama lain semisal Ahmad bin Hanbal, Nasa`i, dan lain-lain, mengakuinya dan menilai hadis-hadisnya bisa dipercaya.26

Perawi lain bernama Harun juga dinilai lemah, lantaran, sebagaimana Ibn Khaldun mengatakan kepada kita, ia dan putranya adalah Syi`ah. Sebagian ulama hadis menganggap Yazid bin Abu Ziyad sebagai perawi lemah lantaran "ia seorang pemimpin Syi`ah" dan ia termasuk dari kalangan Syi`ah Kufah.

Mengomentari Ammar adz-Dzahabi, Ibn Khaldun mengatakan kepada kita bahwa meskipun para ahli hadis terkemuka seperti Ahmad bin Hanbal, Nasa`i, dan yang lainnya menganggapnya bisa dipercaya, Bisyr bin Marwan, karena paham Syi`ahnya, dinilai Ibn Khaldun sebagai perawi lemah. Juga hadis-hadis Abdurrazzaq dinilai lemah karena ia meriwayatkan hadis-hadis mengenai keistimewaan Nabi saw dan ia terkenal karena kesyi`ahannya.27


4: Perbedaan Akidah
Alasan lain yang digunakan untuk mengabaikan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh individu-individu yang saleh dan jujur adalah perbedaan akidah. Misalnya, salah satu isu sensitif yang mencuatkan banyak perdebatan dan mengarah kepada penyelidikan di saat itu adalah penciptaan al-Quran. Ada sebagian kelompok masyarakat yang percaya bahwa al-Quran tidak diciptakan dalam waktu, dan oleh karenanya, abadi. Yang lain percaya bahwa ia telah ada dalam waktu, dan dengan demikian, ia diciptakan. Dua kelompok ini tidak hanya berperan serta dalam memperkuat argumen-argumen, namun juga saling mengecam. Sejumlah perawi hadis percaya bahwa al-Quran diciptakan dalam waktu atau diperlihatkan bahwa mereka meragukan isu tersebut. Para perawi ini tidak dipedulikan dan dihukum.

Penulis Adhwa` 'ala al-Sunnah al-Muhammadiyyah menyatakan:

Para ulama telah menghukum sekelompok perawi semisal Ibn Lahi`ah sebagai orang kafir. Dosa-dosa mereka adalah kepercayaan mereka bahwa al-Quran diciptakan (makhluq). Bahkan, disebut-sebut al-Muhasibi tidak menerima warisan dari ayahnya karena itu, ia berkata: "Mereka kaum dualis tidak saling mewarisi. Aku tidak ingin warisan dari ayahku." Alasan penolakannya adalah bahwa ayahnya seorang waqifi, yakni, ia ragu dalam menyatakan pendapatnya apakah al-Quran diciptakan ataukah tidak.28

Sebagaimana pelbagai prasangka keagamaan yang ekstrem dan berbagai perbedaan menjadi sebab bagi pengabaian kejujuran dan amanah para perawi (sehingga menolak apa yang mereka riwayatkan), maka memiliki kepercayaan atas suatu masalah dan mazhab yang sama pun mencuatkan kepercayaan yang tak perlu terhadap para perawi, yang ketakandalan dan ciri penyempalannya diabaikan. Situasi sedemikian kritis sehingga alih-alih memeriksa kredibilitas dari perawi, sebenarnya mereka mengakui para perawi tersebut. Dengan demikian, misalnya, menurut Ijli, Umar bin Sa`ad termasuk salah seorang perawi yang bisa diandalkan dari generasi kedua para sahabat Nabi saw, yang sunnah-sunnahnya telah dicatat oleh masyarakat. Secara umum, penilaian ini bertentangan dengan fakta bahwa Umar bin Sa`ad bertanggung jawab atas pembunuhan Imam Husain yang tentangnya Nabi saw menyebutnya sebagai penghulu pemuda surga dan cucu kinasihnya.29 Demikian pula kasus yang menimpa Bisr bin Arthat yang menerima penunjukkan resmi dari Mu` awiyah. Ia telah mengorbankan ribuan Syi`ah tak berdosa dan melaknat Ali bin Abi Thalib, khalifah Nabi saw, di depan umum. Akan tetapi, orang yang berwatak hina itu telah dimaafkan atas berbagai perbuatannya yang mengerikan dan dianggap sebagai seorang autoritas mandiri dan terpelajar dalam bidang fiqih.30

Tentang Utbah bin Sa`id, Yahya bin Mu`in menulis:

Dia bisa dipercaya. Nasa`i, Abu Dawud, dan Daruquthni juga telah mengakuinya sebagai sosok tepercaya. Padahal, di sisi lain, Utbah bin Sa`id seorang sahabat Hajjaj bin Yusuf yang bengis.

Tidaklah sulit melihat standar ganda yang diterapkan dalam pengakuan akan hadis-hadis yang dilaporkan oleh orang-orang yang didukung mereka. Bukhari menerima hadis-hadis yang diriwayatkan dari Marwan bin Hakam dalam Shahih-nya, dan mempercayainya. Padahal Marwan adalah salah satu penyebab utama terjadinya Perang Unta (Jamal), yang telah mendorong dan menyebabkan Thalhah berperang dengan Ali. Dengan demikian, selama perang tersebut, pada dasarnya Marwan membunuh Thalhah.31

Penyusun Kitab Adhwa' menarik perhatian kita kepada fakta bahwa analisis yang cermat terhadap apa yang dilakukan ulama untuk mengabsahkan Marwan secara jelas memperlihatkan upaya mengangkat orang keji, semisal Marwan, yang membantu pembunuhan Ali, sesungguhnya membunuh Thalhah, dan juga bertanggung jawab atas pembantaian terhadap Husain bin Ali. Di sisi lain, para penyusun hadis seperti Bukhari dan Muslim mendiskreditkan ulama-ulama tersohor dan para penghapal hadis Nabi saw semisal Hammad bin Maslamah, Makhul yang saleh dan takwa, lantaran ketidaksetujuan mereka terhadap sejumlah isu berkaitan dengan akidah.32

' Ala kulli hal, apabila seseorang meriwayatkan hadis-hadis yang memuji keluarga Nabi saw dan Ali bin Abi Thalib atau hadis-hadis yang mendukung akidah Syi`ah, sebagian ulama Sunni menganggap hadis-hadis mereka sebagai tidak bisa dipercaya atau menyebutnya tidak meyakinkan. Hadis-hadis mereka ditolak mutlak. Orang hanya tinggal membaca kitab-kitab ath-Thabari untuk memahami perlakuan merugikan yang dikenakan kepada para perawi yang punya akidah yang bertentangan dengan akidah arus utama Sunni. Menurut Muslim, penyusun Shahih Muslim, ath-Thabari mengatakan: "Saya bertemu dengan Jabir al-Ju'fi. Namun saya tidak mencatat hadis apapun darinya lantaran ia percaya akan raj`ah (bangkitnya orang yang telah mati sebelum kemunculan Imam Mahdi)."33


5: Prasangka yang Tidak Berdasar
Jelaslah, meneruskan suatu agenda dan mengikuti prasangka-prasangka tidaklah kondusif bagi riset objektif. Siapapun yang condong untuk melakukan riset tentang suatu subjek dan mendapatkan kebenaran atas sebuah perkara harus membuang prasangka tidak berdasarnya terhadapnya dan membenci prasangka itu, dan kemudian memulai penyelidikannya. Ketika, selama proses penyelidikan, sekeping bukti ditemukan dalam sebuah hadis, ia harus menyelidiki perawinya guna membuktikan keandalannya. Apabila keandalan perawi dibenarkan, maka hadisnya harus diterima, tanpa mempertimbangkan apakah dia itu seorang Sunni ataukah Syi`i. Apabila hadis-hadis dari seorang perawi andal ditolak lantaran ia seorang Syi`ah atau dituduh sebagai bagian darinya, maka itu melawan kaidah kejujuran dan metode penyelidikan. Sesungguhnya, para ulama Sunni yang jujur telah menyadari prasangka demikian.

Dalam hal ini, al-Asqalani berkomentar:

Salah satu contoh ketika orang harus urung dalam menerima pendapat orang lain yang terlibat dalam pencemaran seorang perawi adalah meneliti apakah ada perbedaan dalam masalah akidah antara orang yang terlibat dalam pencemaran dan perawi yang dicemari. Misalnya, Abu Ishaq al-Jawjani adalah seorang Sunni yang membenci Ahlulbait (nashibi) sementara penduduk Kufah terkenal karena ke-syi`ah-annya. Dengan demikian, ia mendiskreditkan para perawi Kufah dalam sebagian besar masalah. Demikian pula, orang-orang seperti A'masy, Abu Nu`aim dan Abdullah bin Musa, meski pemimpin dan pilar para perawi hadis, dinyatakan tidak bisa dipercaya olehnya. Qusyairi berkata: "Motif-motif mereka menyerupai batu api." Akibatnya, dalam hal ini, suatu ungkapan perihal keandalan perawi punya pengaruh terhadap pernyataan mengenai ketidakandalannya.34

Begitu pula, Muhammad bin Utsman adz-Dzahabi, menyusul paparannya tentang kehidupan Abban bin Taghlib, menulis:

Jika sebagian orang keberatan mengapa kami menyatakannya jujur, meskipun faktanya Abban tergolong ahli bid`ah (yakni Syi`i), saya katakan demikian: Bid`ah itu ada dua macam. Satu adalah jenis yang lebih kecil seperti ektremisme dalam paham Syi`ah atau paham Syi`ah tanpa ektremisme dan penyimpangan yang haram. Jenis bid`ah ini umum di kalangan sejumlah orang dari generasi kedua dan ketiga para sahabat Nabi, kendatipun fakta bahwa kesalehan dan kemuliaan akhlak mereka di luar kritik. Andaikan diputuskan bahwa hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para perawi semacam itu harus ditolak, sejumlah besar hadis Nabi saw mau tidak mau harus ditolak. Kekeliruan pendapat semacam ini adalah jelas dengan sendirinya. Jenis bid`ah kedua adalah jenis yang lebih besar, semisal penolakan total [terhadap tiga khalifah pertama] dan pelaknatan terhadap Abu Bakar dan Umar. Sudah tentu, hadis-hadis yang disampaikan oleh kelompok ini tidak bernilai dan harus ditolak.

Pendeknya, siapapun yang melakukan riset dan ingin menyingkapkan kebenaran, tidak semestinya menerima pernyataan-pernyataan seperti itu perihal ketidakandalan seorang perawi di tingkat nilai. Agaknya, ia harus mencoba mendedah alasan bagi pencemaran seorang perawi dan apakah orang itu benar-benar berhak beroleh penilaian semacam itu.

5
IMAM MAHDI

6: Shahîh Muslim dan Shahîh Bukhari dan Hadis-hadis tentang Imam Mahdi
Penting kiranya untuk menegaskan bahwa apabila hadis-hadis tentang Imam Mahdi tidak dicatat oleh Bukhari dan Muslim, ini tidak berarti bahwa hadis-hadis tadi lemah dalam periwayatannya. Bagaimanapun, dua penyusun kitab hadis ini tidak berniat menjelaskan semua hadis yang ada. Menurut Baihaqi, Muslim dan Bukhari tidak berniat untuk meneliti seluruh hadis. Keterangan itu dibuktikan dengan lampiran berbagai hadis yang dicatat oleh Bukhari dan yang tidak termasuk dalam koleksi Muslim. Pada saat yang sama, ada sejumlah hadis dalam Shahîh-nya Muslim tidak ditemukan dalam susunannya Bukhari.35

Ketika Muslim mengklaim telah mencatat hadis-hadis autentik saja dalam kompilasinya, demikian pula Abu Dawud dalam koleksinya. Fakta belakangan ini dicermati oleh Abu Bakr bin Dasa yang mendengar Abu Dawud berkata: "Aku telah mencatat 4800 hadis dalam susunanku yang semuanya itu bisa dipercaya atau hampir bisa dipercaya." Begitu pula, Abu ash-Shabah mendapatkan laporan bahwa Abu Dawud membuat klaim yang sama perihal hadis-hadis dalam kompilasinya, Sunan, yang menambahkan jika ia mencantumkan hadis lemah yang ia nyatakan jelas. "Dengan demikian, setiap hadis yang tentangnya aku belum berkomentar, harus dianggap sebagai bisa dipercaya." Pendapat yang sama positifnya tentang Sunan Abu Dawud disampaikan dari Khathabi dalam pengantar kepada edisinya yang sekarang oleh Sa`ati.36 Ringkasnya, hadis-hadis dalam Muslim dan Bukhari keandalannya tidak berbeda dari hadis-hadis yang dicatat oleh sumber-sumber lain dari Shahîh. Apa yang penting adalah bahwa para perawi hadis harus ditilik untuk membangun kredibilitas mereka atau kurang darinya.

Tentu saja, Shahîh Muslim dan Bukhari, yang otoritasnya diakui semua kaum Sunni, tidak sepenuhnya mengabaikan hadis-hadis tentang al-Mahdi, kendati istilah mahdi tidak digunakan untuk mengungkapkan keyakinan ini di tengah kaum Muslimin. Berikut ini salah satu hadis yang dimaksud:

Dilaporkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw berkata: "Apa reaksimu ketika putra Maryam turun dan Imam engkau berada di antara kalian sendiri?"37
Ada pula sejumlah hadis lain perihal tema yang sama dalam dua kompilasi ini. Penting dicamkan bahwa Ibn Khaldun secara total tidak mengingkari semua hadis tentang Al-Mahdi, atau ia tidak mengklaim bahwa ia tidak menerima hadis-hadis tersebut. Konteks penilaian Ibn Khaldun ihwal seluruh hadis itu tersimpul dalam pernyataan pembukaannya dalam bagian ini ketika ia mengatakan :

Telah dikenal (dan pada umumnya diterima) oleh segenap kaum Muslimin di sepanjang zaman, bahwa di akhir zaman seorang lelaki dari keluarga Nabi akan muncul tanpa cela, yang akan memperkuat Islam dan menegakkan keadilan. Kaum Muslim akan mengikutinya, dan ia akan memerintah seluruh kaum Muslimin. Ia digelari al-Mahdi.

Jelaslah, secara singkat ia mengakui bahwa kepercayaan akan Mahdi yang dinanti-nanti merupakan kepercayaan lazim di kalangan Muslimin. Bahkan, setelah penilaian kritisnya akan hadis-hadis tersebut dan para perawinya, ia menyimpulkan pembahasan tersebut dengan kata-kata berikut:

Ini merupakan situasi dari hadis-hadis tentang Mahdi yang ditunggu. Telah terlihat dalam buku-buku bahwa, dengan beberapa pengecualian, sebagian besar hadis tersebut dianggap sebagai tidak bisa dipercaya.38

Oleh karenanya, bahkan dalam noktah ini ia tidak menolak semua hadis terkait. Sebaliknya, sebagaimana pengakuannya, sebagian dari hadis tersebut adalah autentik.

Selain itu, adalah relevan untuk menunjukkan bahwa hadis-hadis tentang topik al-Mahdi tidak hanya dibatasi kepada yang disebutkan dan dinilai secara kritis oleh Ibn Khaldun. Sebaliknya, kebanyakan kitab hadis, baik dari kalangan Sunnah maupun Syi` ah, menyampaikan hadis-hadis dalam suatu rantai periwayatan yang tidak terputus yang sebenarnya mendekati kepada keabsahannya sebagai hadis yang bisa dipercaya. Seandainya Ibn Khaldun mengetahui tentang keberadaan semua hadis ini, niscaya ia mengakui keyakinan terhadap al-Mahdi begitu berurat-berakar dalam ajaran Islam.

Untuk menyimpulkan diskusi ini, kami bisa mengatakan bahwa adalah keliru mempertahankan, sebagaimana sebagian ulama melakukannya, bahwa Ibn Khaldun menolak hadis-hadis tentang al-Mahdi. Sebaliknya, adalah para pengarang tersebut yang telah menyandarkan pendapat semacam itu kepada Ibn Khaldun .


Pendapat-pendapat Lain dari Ibn Khaldun
Ibn Khaldun menyimpulkan bagian hadis-hadis menyangkut Imam Mahdi sebagai berikut:

Kebenaran yang orang harus ketahui adalah bahwa tidak ada agama ataupun kekuatan propaganda politik yang berhasil, kecuali jika kekuatan atau perasaan kelompok muncul untuk mendukung aspirasi-aspirasi religius dan politik dan membelanya dengan melawan mereka yang menolaknya, dan sampai kehendak Allah mengenai mereka terjelma.

Kami telah meyakini hal ini sebelumnya, dengan argumen-argumen rasional yang kami sajikan kepada pembaca. Perasaan kekelompokan di antara keturunan Fathimiyyah dan Thalibiyyah, sebenarnya, di seluruh kaum Quraisy, telah pudar di mana-mana. Satu-satunya pengecualian adalah sisa-sisa dari Thalibiyyah?Hasaniyyah, Husainiyyah, dan Ja'fariyyah?yang tinggal di Hijaz, Makkah, al-Yanbu', dan Madinah. Mereka tersebar di kawasan-kawasan ini dan menguasainya. Mereka tergolong kelompok Badui. Mereka bermukim dan memerintah di berbagai tempat dan memegang pendapat yang berlawanan. Jumlah mereka ribuan. Apabila memang benar bahwa seorang Mahdi akan muncul, hanya ada satu cara bagi propagandanya untuk muncul.

Ia pasti termasuk salah satu di antara mereka, dan Allah harus mempersatukan mereka dengan tujuan agar mengikuti al-Mahdi, sampai ia mengumpulkan cukup kekuatan dan ikatan kelompok untuk meraih keberhasilan karena kehadirannya dan menggerakkan orang-orang untuk mendukungnya. Alternatif lain?semisal seorang keturunan Fathimiyyah yang melakukan propaganda (kehadiran al-Mahdi) di kalangan manusia di mana-mana, tanpa dukungan ikatan kekelompokan dan kekuatan, dengan semata-mata bersandar pada hubungannya dengan keluarga Muhammad saw?tidak mungkin atau berhasil, lantaran alasan-alasan baik yang telah kami sebutkan sebelumnya.39

Dalam menjawab penegasan oleh Ibn Khaldun ini, harus dicatat bahwa tak syak lagi siapapun yang ingin memberontak dan memperoleh kekuasaan guna membangun sebuah pemerintahan harus mendapatkan dukungan mutlak dari para pengikutnya untuk mencapai tujuan tersebut. Syarat-syarat yang sama mesti dipenuhi dalam kasus al-Mahdi yang ditunggu dan revolusi universalnya. Akan tetapi, tidak penting kiranya untuk mensyaratkan bahwa para pendukungnya berasal dari keturunan Ali dan suku Quraisy. Alasannya, apabila pemerintahan dan kepemimpinan didasarkan pada etnis dan ikatan kekelompokan, maka dukungan harus timbul dari ikatan tersebut. Bahkan, ini akan menjadi alasan untuk mendukungnya secara mutlak.

Tentu saja ini benar dalam kasus kelompok-kelompok etnis dan dinasti-dinasti yang muncul demi kekuasaan melalui makna kesetiaan dan solidaritas ini. Galibnya, sebuah pemerintahan yang berkuasa melalui arti ikatan kekelompokan yang spesifik dan terbatas pada dasarnya tergantung pada kelompok-kelompok pendukung yang spesifik dan terbatas. Ini benar dalam semua kasus kebangsaan, etnis, dan negara-negara ideologis.

Akan tetapi, jika sebuah pemerintahan yang diasaskan pada program yang spesifik, maka ia harus mendapatkan dukungan dari mereka yang menyepakatinya.

Dan tatanan ini bisa berjaya hanya jika suatu kelompok mengakui nilai dari program itu dan berkeinginan untuk menerapkannya dengan mendukung kepemimpinan yang diakuinya. Program revolusioner al-Mahdi tergolong pada jenis ini. Program al-Mahdi berwatak universal secara mendalam. Program itu bertujuan agar manusia, yang dikemudikan pada bentuk materialisme yang ekstrem dan berlawanan dengan perintah-perintah samawi, merespon sistem yang diperintahkan Ilahi yang bersandar pada tujuan-tujuan moral dan spiritual.

Ia bermaksud memecahkan masalah-masalah yang menghadang manusia dengan menguraikan ikatan-ikatan dengan sedemikian cara untuk menghilangkan berbagai akar konflik di masyarakat. Ia ingin mempersatukan manusia di bawah panji tauhid, ketundukan universal, dan penghambaan kepada Tuhan. Program seperti itu, jika diterapkan, akan mengakhiri tirani dan kelaliman serta menebarkan perdamaian melalui keadilan ke seluruh dunia.

Untuk mencapai tujuan universal ini, tidaklah cukup bersandar pada kepemimpinan keturunan Ali, yang tersebar luas di Hijaz, dan mengharapkan bahwa sentimen kelompok tersebut akan membantu al-Mahdi mencapai tujuan universalnya. Dalam hal ini, sudah barang tentu, penduduk di seluruh dunia perlu mempersiapkan diri mereka guna menjawab seruan al-Mahdi.

Selain dukungan Ilahi terhadap program ini, kemenangan Imam Mahdi tergantung pada kelompok masyarakat yang besar dan serius, yang?dengan menyadari kebaikan-kebaikan sistem yang diatur Tuhan?secara serius ingin menyaksikan sebuah tatanan diwujudkan. Bahkan, mereka sanggup mengorbankan nyawa mereka demi tujuan tersebut.

Pada gilirannya, jika orang-orang menyaksikan seorang pemimpin maksum dan tak diragukan yang punya akses kepada rencana Ilahi untuk manusia dan memiliki dukungan Ilahi atas programnya, mereka tidak ragu-ragu membantunya dalam menegakkan tatanan kemasyarakatan yang ideal. Kendati ini menuntut pengorbanan nyawa dan kehidupan mereka.


Keberadaan al-Mahdi adalah Niscaya
Ada berbagai hadis tentang al-Mahdi yang diriwayatkan dari sumber-sumber Sunni dan Syi`i. Penjelasan dari semua kandungan hadis ini membuktikan bahwa tema kemunculan al-Mahdi dan al-Qâ` im di masa depan merupakan ajaran kokoh selama masa hidup Nabi saw. Masyarakat mengharapkan adanya seseorang yang akan mentahbiskan dirinya untuk menegakkan kebenaran dan menyebarkan penyembahan kepada Allah semata. Bahkan mereka berharap orang itu mengemban tanggung jawab menyucikan dunia dan melembagakan keadilan.

Kepercayaan itu begitu luas tersebar di kalangan masyarakat yang telah membenarkannya secara prinsip yang mereka berperan serta dengan membahasnya secara terperinci. Kadang-kadang mereka bertanya: "Dari keluarga manakah al-Mahdi akan muncul?" Kala lain, mereka ingin tahu nama dan julukannya. Masih di saat lain mereka ingin tahu tentang revolusinya dan menanyakan tentang tanda-tanda kemunculannya.

Mereka pun ingin mengetahui apakah al-Mahdi dan al-Qâ` im adalah orangnya itu-itu juga. Mereka diceritakan perihal kegaiban Imam Mahdi dan ingin memahami alasan-alasannya dan tanggung jawab para pengikutnya selama ia gaib. Nabi saw pun, dari waktu ke waktu, selalu memberitahu manusia tentang eksistensi al-Mahdi. Beliau bersabda kepada mereka: "Al-Mahdi berasal dari keturunanku. Ia dari keturunan Fathimah, dari keturunan Husain." Pada waktu lain, beliau menyebut nama dan gelarnya dan menginformasikan ihwal tanda-tanda kemunculan kembali dan masalah-masalah terkait lainnya.


Pembahasan Di Kalangan Para Sahabat dan Generasi Berikutnya
Setelah mangkatnya Nabi saw kisah kemunculan Imam Mahdi acap kali terdengar di kalangan para sahabat Nabi terkemuka dan generasi berikutnya. Persoalan tersebut termasuk kebenaran-kebenaran agama dan dianggap sebagai salah satu peristiwa masa depan yang pasti. Berikut ini beberapa contoh:

Abu Hurairah berkata: "Orang-orang akan menyerahkan bai`at kepada al-Mahdi di antara rukn dan maqâm."40 Ibn Abbas diriwayatkan telah berkata kepada Mu`awiyah bahwa seorang dari keturunan Nabi saw akan berkuasa selama empat puluh tahun di akhir zaman. Pada kesempatan lain, seorang lelaki meminta kepada Ibn Abbas untuk memberitahunya tentang al-Mahdi. Ia berkata: "Aku harap menjelang masa depan seorang lelaki muda dari keluarga kami (Bani Hasyim) akan muncul untuk mengakhiri pertikaian dan hasutan sosial."41 Ibn Abbas juga menyatakan keturunan Nabi saw berasal dari anak-anak Fathimah.

Menurut sahabat Nabi terkenal lainnya, Ammar bin Yasir: "Ketika al-Nafs al-Zakiyyah terbunuh, seorang penyeru dari langit akan berkata: 'Pemimpin kalian si anu'. Setelah itu, al-Mahdi akan bangkit dan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan."42

Abdullah bin Umar menyebut nama al-Mahdi di hadapan seorang Arab yang berkata: Mahdi adalah Mu`awiyah bin Abu Sufyan. Abdullah menukas: "Itu tidak benar. Mahdi adalah orang yang dimakmumi Nabi Isa as ketika shalat."43

Umar bin Qais bertanya kepada Mujahid apakah dia mengetahui sesuatu tentang al-Mahdi, karena ia tidak percaya akan perkataan kaum Syi`ah tentang al-Mahdi. Mujahid menjawab: "Ya, benar. Salah seorang sahabat Nabi saw mengatakan kepadaku bahwa al- Mahdi tidak akan muncul sampai saat al-Nafs al-Zakiyyah terbunuh. Pada saat itu, ia akan memegang komando dan akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan."44

Putri Nufail Umairah meriwayatkan bahwa ia mendengar putri Hasan bin Ali berkata: "Perkara yang kalian tunggu tidak akan terjadi hingga di antara kalian berusaha untuk memisahkan diri mereka dari yang lain dan saling melaknat."45 Penulis Al-Maqâtil ath-Thâlibiyîn Abu al-Faraj al-Isfahani menulis bahwa Fathimah, putri Husain bin Ali, biasa membantu dalam persalinan sebagai relawan bagi wanita Bani Hasyim. Putranya selalu menghalangi seraya berkata: "Kami khawatir Anda akan dianggap sebagai bidan profesional." Sebagai jawabannya, ia menjawab: "Aku tengah menanti seseorang. Segera ia lahir, aku akan berhenti membantu persalinan."46

Qatadah bertanya kepada Ibn Musayyib: "Benarkah keberadaan al-Mahdi itu?" Ia menjawab: "Ya. Ia anggota suku Quraisy dari keturunan Fathimah." Hadis sejenis dilaporkan dari ulama kesohor az-Zuhri, yang meriwayatkan bahwa al-Mahdi berasal dari keturunan Fathimah. Abu al-Faraj melaporkan suatu kejadian saat Walid bin Muhammad bersama az-Zuhri dan sebuah teriakan terdengar. Az-Zuhri meminta Walid untuk mencari sumber kejadian.

Setelah ditemukan sumbernya Walid melaporkan: "Zaid bin Ali terbunuh dan kepalanya terpenggal." Az-Zuhri kaget dan berkata: "Mengapa keluarga ini terburu-buru? Terburu-buru telah menghancurkan jumlah mereka." Walid bertanya: "Akankah mereka meraih kekuasaan?" Ia menjawab: "Ya, karena Husain bin Ali meriwayatkan kepadaku berdasarkan otoritas ayahnya yang mendengar hal ini dari Fathimah, putri Nabi saw, yang mendengar Nabi berkata kepadanya:

'Al-Mahdi adalah keturunanmu.'" Di tempat lain, Abu al-Faraj melaporkan sebuah hadis dari Muslim bin Qutaibah yang berkata: "Suatu hari aku mengunjungi Manshur, khalifah Abbasiyyah. Ia berkata: 'Muhammad bin Abdullah telah memberontak dan mengumumkan bahwa ia adalah al-Mahdi. Demi Allah, ia bukanlah al-Mahdi. Mari kukatakan kepada Anda sesuatu. Aku belum mengatakan atau aku tidak akan mengatakan hal ini kepada siapapun selain Anda. Putraku Mahdi bukanlah orang yang disebutkan dalam hadis. Saya menamainya Mahdi sebagai tanda kebaikan."47

Sumber lain yang menyebutkan hadis-hadis ini sebagai berikut:

Ibn Sirrin biasa berkata bahwa Mahdi yang dijanjikan berasal dari umat ini. Dialah yang memimpin Nabi Isa dalam shalat.48 Di tempat lain, ia melaporkan sebuah hadis dari Abdullah bin Harits. Ia berkata: "Al-Mahdi akan bangkit pada usia empat puluh dan akan menyerupai Bani Israel." Suatu versi dari hadis ini dilaporkan oleh Arthat yang berkata bahwa al-Mahdi akan bangkit pada usia dua puluh tahun. Hadis lain dalam bagian yang sama menerangkan alasan dinamakan al-Mahdi. Ka`ab berkata: "Dia dinamai al-Mahdi karena ia akan dibimbing ke persoalan-persoalan gaib." Abdullah bin Syuraik meriwayatkan bahwa ajaran Nabi saw sama dengan al-Mahdi.49

Ibn Sirrin mencatat beberapa hadis lain yang membicarakan tugas al-Mahdi. Salah satunya dilaporkan dari Hakam bin Uyainah yang mengatakan bahwa perawi bertanya kepada Muhammad bin Ali al-Baqir:

Kami telah mendengar salah seorang di antara Ahlulbait Anda akan muncul dan menegakkan keadilan dan persamaan. Apakah ini benar? Beliau menjawab:

"Kami juga tengah menantikan kemunculannya dan senantiasa berharap ."

Dalam hadis lain, Salmah bin Zafar meriwayatkan:

Suatu hari orang-orang membicarakan tentang kemunculan al-Mahdi di depan Hudzaifah. Hudzaifah berkata: "Apabila Mahdi telah muncul ketika kalian hidup dekat dengan zaman Nabi saw, dan ketika para sahabat beliau hidup di tengah-tengah kalian, maka kalian sungguh-sungguh beruntung. Akan tetapi, ini tidak demikian. Al-Mahdi tidak akan muncul hingga manusia diliputi oleh penindasan dan tirani, dan tak seorang yang lebih dicintai dan dibutuhkan ketimbang dia."50

Masyarakat begitu mengetahui ciri-ciri al-Mahdi sehingga Jarir, penyair Arab, membacakan bait-bait syairnya di depan khalifah Umayyah Umar bin Abdul Aziz yang isinya membandingkan antara sang khalifah dan al-Mahdi masa depan :

Kehadiranmu adalah rahmat. Perangaimu adalah perangai Mahdi. Engkau memerangi nafsumu yang rendah, dan engkau menghabiskan malam dengan membaca al-Quran.51

Muhammad bin Ja'far melaporkan bahwa suatu kali ia menceritakan kesengsaraannya kepada Malik bin Anas. Ia berkata: "Tunggulah sampai signifikansi dari ayat al-Quran: 'Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi ( Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi) (QS al-Qashash [28]: 5)' menjadi terwujud."52


Manusia Menantikan Kemunculan al-Mahdi
Dari semua rujukan kepada al-Mahdi dan kemunculannya dalam berbagai sumber, jelaslah bahwa semua manusia tengah menantikan kemunculan al-Mahdi sejak hari-hari pertama Islam dan sesungguhnya menghitung hari-hari tersebut hingga terjadinya peristiwa itu. Mereka mengakui lembaga pemerintahan yang absah melalui kemunculannya adalah pasti. Harapan ini beroleh kekuatannya selama masa-masa kekacauan politik dan kondisi-kondisi sosial yang buruk. Orang-orang berharap kemunculan itu akan terjadi dengan segera. Dalam berbagai kejadian, mereka tunduk pada pengklaim palsu atau mengakui beberapa orang sebagai Mahdi sejati yang dijanjikan. Mereka itu adalah:


(1) Muhammad bin Hanafiyyah
Karena ia memiliki nama dan julukan yang sama dengan Nabi, sekelompok orang percaya bahwa dirinya adalah Mahdi. Menurut ath-Thabari, ketika Mukhtar bin Abu Ubaid ats-Tsaqafi hendak memberontak melawan Bani Ummayah dan menuntut balas kepada mereka yang telah membunuh cucu Nabi, Husain bin Ali, ia menyandarkan Mahdiisme kepada Muhammad bin Hanafiyyah. Dan ia mengklaim sebagai wakil dan dutanya serta memperlihatkan surat-surat yang telah ia bawa bersamanya kepada orang-orang.53

Ibn Sa'd menceritakan kepada kami bahwa apabila orang-orang ingin menyalami Ibn Hanafiyyah, mereka biasanya akan berkata kepadanya: "Salam atas Anda, wahai Mahdi!" Dan ia menjawab: "Ya, aku memang Mahdi, dan aku akan membimbingmu ke jalan yang lurus dan sejahtera. Namaku sama dengan nama Nabi, dan julukanku sama dengan julukannya. Setiap kali Anda ingin menyapaku, katakanlah: 'Salam atas kalian, wahai Muhammad; salam atasmu wahai Abu al-Qasim!"54

Riwayat ini dan riwayat yang sejenis lainnya menunjukkan bahwa salah satu tanda dari kemunculan Mahdi yang dijanjikan adalah perpaduan nama Nabi dan julukannya bagi seseorang. Ini merupakan alasan Ibn Hanafiyyah membuat rujukan kepada fakta ini bagi dirinya sendiri. Akan tetapi, penelitian yang cermat atas sumber-sumber historis menyingkapkan bahwa bukan Ibn Hanafiyyah yang melakukan klaim seperti itu untuk dirinya. Adalah pihak lain, seperti Mukhtar, yang mengenalkannya demikian.

Di pihaknya sendiri, terkadang Ibn Hanafiyyah menjaga rahasia tentang masalah itu, yakni pembenaran pengakuan klaim Mahdi kepadanya. Kebijakan ini mungkin disusul dengan ha44rapan bahwa para pembunuh dalam peristiwa Karbala akan dihukum dan kepemimpinan Islam akan kembali kepada pemangkunya yang sah. Hal ini didukung riwayat lain yang di dalamnya Ibn Hanafiyyah mengatakan kepada orang-orang: "Ketahuilah, orang yang berhak memiliki pemerintahan, yang akan tegak ketika Allah menghendakinya. Siapapun yang menyaksikannya akan beruntung dan siapapun yang mati sebelumnya akan menikmati rahmat Allah di akhirat."55

Muhammad bin Hanafiyyah, dalam sebuah khutbah yang ia sampaikan di hadapan 7000 orang, berkata: "Kalian telah terburu-buru dalam masalah ini. Bagaimanapun, di tengah-tengah keturunan kalian terdapat orang-orang yang, dengan pertolongan keluarga Nabi, akan memerangi musuh-musuh Allah. Pemerintahan keluarga Nabi tidak tersembunyi dari siapapun. Akan tetapi, perwujudannya akan memakan waktu. Saya menyatakan sungguh-sungguh dengan nama Yang Mahaesa yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, pemerintahan akan kembali kepada keluarga Nabi."56


(2) Muhammad bin Abdullah bin Hasan :
Nama ini merupakan keturunan lain Nabi, yang orang ramai menganggapnya sebagai al-Mahdi. Menurut Abu al-Faraj, ketika Muhammad bin Abdullah lahir, keluarga Nabi saw bahagia dan menukil perkataan Nabi saw: "Nama al-Mahdi adalah Muhammad." Dengan sendirinya, mereka berharap bahwa Muhammad adalah Mahdi yang dijanjikan itu. Mereka amat menghormatinya. Di dalam pertemuan-pertemuan, ia selalu disebut-sebut dan kaum Syi`ah biasa saling memberi kabar gembira perihal kemunculannya di masa depan.

Di tempat lain, Abu al-Faraj melaporkan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa ketika Muhammad bin Abdullah lahir, ia dinamai al-Mahdi dengan harapan bahwa ia adalah Mahdi yang dijanjikan dalam sumber-sumber sebelumnya. Akan tetapi, para pemimpin kaum Thalibiyyah lazim menyebutnya an-Nafs az-Zakiyyah (Jiwa yang Suci) dan, senapas dengan perintah Ilahi, ia terbunuh di Ihjar Zait. Salah seorang budak Abu Ja'far al-Manshur meriwayatkan bahwa ia disuruh oleh al-Manshur untuk pergi dan duduk dekat mimbar serta mendengar kuliah-kuliahnya. Suatu saat ia mendengarnya berkata: "Jangan meragukan bahwa akulah Mahdi, dan realitasnya juga begitu." Budak tadi melaporkan peristiwa itu kepada khalifah yang lalu berkata: "Demi Allah, Muhammad berkata dusta. Yang benar, Mahdi yang dijanjikan itu adalah putraku."57

Salmah bin Aslam menggubah bait-bait tentang Muhammad bin Abdullah yang di dalamnya ia mengatakan: "Bahwasanya yang dilaporkan dalam hadis-hadis akan terwujud tatkala Muhammad bin Abdullah muncul di tengah-tengah orang dan mengemban tanggung jawab itu di tangannya. Muhammad memiliki sebuah cincin istimewa, yang Allah tidak memberikannya kepada siapapun selainnya. Ada tanda-tanda kesalehan dan kebaikan dalam dirinya. Kita harap Muhammad adalah Imam yang melaluinya rahmat eksistensi al-Quran akan memunculkan kehidupan lagi. Bahkan, melalui eksistensinya Islam bangkit dan diperbarui, dan anak-anak yatim yang miskin serta keluarga-keluarga fakir akan hidup kembali dalam kemakmuran. Ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan kerusakan. Dan harapan-harapan dan aspirasi-aspirasi kita akan terpenuhi."58


Fuqaha Madinah dan Hadis-hadis Mahdi
Ketika Muhammad bin Abdullah memberontak, salah seorang fukaha Madinah dengan nama Muhammad bin Ajlan juga bangkit bersamanya. Setelah ia terbunuh, Ja'far bin Sulaiman, Gubernur Madinah, memanggil Muhammad bin Ajlan dan bertanya kepadanya: "Mengapa Anda bangkit bersama pembohong itu?" Kemudian ia meminta tangannya untuk dipotong. Fukaha lain yang hadir di pengadilan itu pada saat itu menengahi atas namanya, menekankan bahwa Muhammad bin Ajlan adalah seorang faqih Madinah yang takwa dan telah mengakui secara keliru Muhammad bin Abdullah sebagai Mahdi yang dijanjikan dalam hadis-hadis.59

Faqih tersohor lainnya dan ulama hadis terkemuka, Abdullah bin Ja'far juga berjuang bersama Muhammad bin Abdullah. Ketika yang belakangan terbunuh, ia kabur dari Madinah dan tetap dalam persembunyian sampai ia diberi amnesti. Suatu hari gubernur Madinah melewatinya dan menanyakan kepadanya alasan mengapa ia berjuang dengan Muhammad bin Abdullah, meskipun pelajarannya terkait di bidang fiqih dan hadis-hadis. Ia menjawab: "Alasanku mendukung dan bekerja sama dengannya adalah bahwa saya percaya dialah Mahdi yang dijanjikan itu, yang tentangnya kita telah diberi informasi dalam hadis-hadis. Aku tidak ragu Mahdiisme Muhammad sampai aku melihatnya terbunuh. Pada saat itu, aku tahu ia bukanlah Mahdi. Aku tidak akan jatuh kepada tipuan siapapun sejak sekarang."60

Dari laporan-laporan semisal itu, terbukti bahwa topik Mahdiisme tersebar luas sejak hari-hari pertama Islam, dekat dengan masa Nabi saw. Ia diakui sebagai kebenaran agama yang mutlak dan orang-orang tengah menantikan al-Mahdi. Oleh karenanya, orang-orang awam?yang mengetahui sedikit tentang tanda-tanda kemunculan al-Mahdi dan yang tertindas?percaya bahwa Muhammad bin Hanafiyyah dan Muhammad bin Abdullah dan para penuntut lainnya adalah Mahdi yang dijanjikan. Akan tetapi, para ulama dan mereka yang mengetahui betul tentang Ahlulbait, termasuk ayah Muhammad sendiri, mengenal bahwa ia bukanlah Mahdi yang dijanjikan.

Seorang lelaki mengunjungi Abdullah bin Hasan dan bertanya kepadanya kapan putranya, Muhammad, akan bangkit. Ia menjawab: "Sepanjang aku belum terbunuh, ia tidak akan bangkit." Orang itu mengeluh dan berkata: "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji' ûn. Jika Muhammad terbunuh, umat akan runtuh." Abdullah berkata kepadanya: "Itu bukan masalah." Orang itu meneruskan dan bertanya kapan Ibrahim akan bangkit. Ia menjawab: "Sepanjang aku tidak terbunuh, ia tidak akan bangkit.

Dia juga akan terbunuh." Sekali lagi orang itu mengucapkan ayat yang sama dan menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya telah mengambil jalan kehancuran. Abdullah menjawab: "Tidak demikian. Sesungguhnya pemimpin mereka, Mahdi yang dijanjikan, berusia dua puluh lima tahun. Dan pada saat ia muncul, ia akan membunuh semua musuh." Ketika Marwan diberitahu bahwa Muhammad bin Abdullah telah bangkit, ia berkata: "Baik dia ataupun orang lain tidak punya garis keturunan (genealogi) dengan ayahnya dari al-Mahdi yang dijanjikan.

Sebaliknya , ia putra dari seorang budak wanita. Setiap kali Imam Ja'far ash-Shadiq as melihat Muhammad bin Abdullah, ia menangis dan berkata: "Semoga nyawaku menjadi tebusannya. Orang-orang mengira bahwa ia adalah Mahdi yang dijanjikan. Sebaliknya, ia akan terbunuh. Sesungguhnya, namanya tidak disebutkan di antara para khalifah umat ini dalam kitab Ali."61

Sekelompok orang duduk mengitari Muhammad bin Abdullah ketika Imam ash-Shadiq as memasuki tempat itu. Semua orang berdiri dengan takzim. Beliau menanyakan masalah yang dibicarakan. Mereka menjawab bahwa mereka telah memutuskan untuk mem-bai`at Muhammad yang adalah al-Mahdi. Imam as berkata: "Aku sarankan kepada kalian untuk tidak berbuat demikian, lantaran waktu untuk kemunculan al-Mahdi belum tiba. Bahkan, Muhammad ini bukanlah al-Mahdi."62


Syair Di'bil dan al-Mahdi
Ketika Di'bil bin Ali al-Khuza`i menyuguhkan bait-bait terkenalnya di hadapan Imam ar-Ridha as, ia mengakhiri syairnya dengan bait-bait berikut:

Tak syak lagi seorang Imam akan muncul?seorang Imam akan memerintah

Atas nama Allah dan rahmat [samawi]

Bait-bait ini memastikan kemunculan seorang imam yang akan memerintah atas nama Allah dan dengan rahmat Ilahi sebagaimana dilantunkan Di'bil. Mendengar ini, Imam ar-Ridha menangis dan berkata: "Malaikat rahmat telah meletakkan kata-kata pada lisan Anda. Apakah Anda tahu Imam ini?" Di'bil berkata: "Tidak.

Namun saya telah mendengar bahwa seorang imam di antara Anda [Ahlulbait] akan bangkit dan akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan." Imam ar-Ridha as berkata: "Sepeninggalku, putraku Muhammad akan menjadi Imam; setelahnya putranya Ali, menjadi Imam, dan setelah Ali, putranya, Hasan, akan menjadi Imam. Setelah al-Hasan, putranya akan menjadi Hujjah Allah dan al-Qâ` im, yang akan dinanti ketika ia dalam kegaiban. Dan ketika ia muncul ia akan ditaati. Dialah salah seorang yang akan memenuhi bumi ini dengan keadilan dan persamaan. Namun saat kemunculannya tidak dipastikan. Akan tetapi, telah diriwayatkan oleh datuk-datukku bahwa ia akan muncul secara tiba-tiba dan dalam waktu yang singkat."63

Ada sebilangan riwayat semacam itu dalam sumber-sumber sejarah yang, jika Anda mau, Anda bisa menelitinya.

***

MALAM kian larut dan pertemuan pun ditunda. Diputuskan bahwa kelompok diskusi ini akan bertemu lagi pada Jum`at sore berikutnya.


CATATAN KAKI
1. Hadis itu dilaporkan dalam sebagian besar sumber-sumber Sunni. Akan tetapi, di sini kami mengutip al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.75, yang sebenarnya telah mengumpulkan riwayat-riwayat ini dari berbagai sumber dalam satu tempat, sehingga menjadikannya tepat untuk dirujuk. Lihat juga, Itsbât al-Hudât, jilid 1, hal.9.

2. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.74.

3. Ibid., hal.65; Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.382.

4. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.73.

5. Ibid., jilid 51, hal.66.

6. Ibid., jilid 51, hal.84; Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.191; Majma' az-Zawa`id oleh Ali bin Abi Bakar Haitsami (edisi Kairo), jilid 7, hal.317.

7. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.74; Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.9.

8. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.75.

9. Ibid.,hal.73.

10. Itsbât al-Hudât, jilid 2, hal.531.

11. Ibid., 533.

12. Ibid., 526.

13. Hasan, Sa'd Muhammad, Al-Mahdiyyah fi al-Islâm (Kairo, 1373), hal.69; Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah (edisi Kairo), hal.311 .

14. Shâhih, jilid 9, hal.74; lihat juga: Syaikh Sulaiman, Yanabi al-Mawaddah (edisi 1308 H), jilid 2, hal.180; Muhammad bin Yusuf asy-Syafi`i, Al-Bayân fi Akhbâr Shahib az-Zaman (edisi Najaf), hal.57; dan sumber-sumber Sunni lainnya.

15. Abu Dawud, Shâhih, jilid 5/207; lihat juga semua sumber yang dikutipkan dalam catatan #2. Juga lihat, asy-Syablanji, Nûr al-Abshâr, hal.156; Ibn Hajar, ash-Shawa`iq al-Muhriqqah, hal.161; Ibn Shabbagh, Fushûl al-Muhimmah, hal.275; ash- Shaban, As' âf al-Râghibîn.

16. Abu Dawud, Shâhih, jilid 2, hal.207; Ibn Majjah, Shâhih, jilid 2, hal.519; dan sumber-sumber lain yang disebutkan dalam catatan # 3.

17. Abu Dawud, Shâhih, jilid 2, hal.208; Fushûl al-Muhimmah, hal.275; dan sejumlah sumber Sunni lainnya.

18. Ibn Majjah, Shâhih, jilid 2, hal.519. Juga, Ibn Hajar, ash-Shawa`iq al-Muhriqqah, hal.161.

19. Ahmad bin Hanbal, Musnad, jilid 3, hal.27.

20. Ibn Hajar, Ash-Shawa`iq al-Muhriqqah, hal.161; Yanabi al-Mawaddah, jilid 2, hal.177.

21. Al-Mahdiyyah fi al-Islâm, hal.69.

22. Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah, hal.311.

23. Ibn Hajar al-Asqalani, Nuzhat an-Nazhar, hal.12.

24. Futûhât al-Islâmiyyah, edisi Makkah, jilid 2, hal.250.

25. Ibn Hajar al-Asqalani, Lisân al-Mizân, jilid 1, hal.25.

26. Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah, hal.313.

27. Ibid., hal.319.

28. Abu Rayyah, Kitab al-Adwa', hal.316 .

29. Ibid., hal.319.

30. Ibid., hal.321.

31. Ibid., hal.317.

32. Ibid., hal.319.

33. Shâhih Muslim, jilid 1, hal.101.

34. Lisân al-Mizân, jilid 1, hal.16.

35. Shâhih Muslim, jilid 1, hal.24.

36. Lihat pengantar untuk Sunan Abi Dawud oleh Sa`ati.

37. Shâhih Muslim, Bab Nuzul `Isa, jilid 2; Shâhih Bukhari, Kitab Bad Al-Khalq wa Nuzul `Isa, jilid 4.

38. Muqaddimah, hal.322.

39. Ibid., hal.327.

40. Ibn Thawus, Kitab al-Malahim wa al-Fitan, hal. 64. Rukn dan maqam adalah dua tempat suci di Masjid Suci Makkah .

41. Ibid., hal. 84.

42. Ibid., hal.179.

43. Ibid.

44. Ibid., hal.171.

45. Al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.211.

46. Maqatil ath-Thalibiyyin, hal.160.

47. Ibid., hal 167.

48. Kitab Al-Hawi li al-Fatawa, jilid 2, hal.135 .

49. Ibid., hal.147-150.

50. Ibid., hal.159.

51. Ibn Qutaibah, Al-Imamah wa as-Siyasah, jilid 2, hal.317.

52. Maqatil ath-Thalibiyyin, hal.359.

53. Tarikh, jilid 4, hal.449-494; Ibn Atsir, Kamil at-Tawarikh, jilid 1, hal.339, 358.

54. Thabaqat al-Kubra, jilid 5, hal.66.

55. Ibid., jilid 7, hal.71.

56. Ibid., jilid 5, hal.80.

57. Ibid., hal.165 dan 157.

58. Ibid., hal.163.

59. Ibid., hal.193.

60. Ibid., hal.195.

61. Ibid., hal.143.

62. Ibid., hal.141.

63. Yanabi al-Mawaddah, jilid 2, hal.197 .

6
IMAM MAHDI

BAB 2

Mahdi-mahdi Palsu
PADA sore yang telah ditentukan, kelompok diskusi di kediaman Dr. Fahmi. Setelah ramah-tamah sejenak, diskusi pun dimulai. Tuan Hosyyar mulai berbicara.

Tn. Hosyyar: Ada masalah penting lainnya yang dinilai sebagai bukti-bukti yang lebih mendalam dan terkait dengan topik asal-asal usul Mahdiisme. Semuanya ini merupakan laporan-laporan individu yang mengklaim sebagai Mahdi di masa lalu, yang namanya tercatat dalam sumber-sumber sejarah. Laporan-laporan mengatakan subjek itu tidak hanya tersebar luas, namun juga begitu autentik dalam hari-hari pertama Islam. Untuk menguraikan tujuan saya ini bagi semua yang berkumpul di sini, saya akan menyebutkan sebagian Mahdi-mahdi palsu ini.

Muhammad bin Hanafiyyah dianggap sebagai al-Mahdi oleh sebagian kaum Muslim. Ia diyakini masih hidup dan menghuni eksistensi gaib di Gunung Radhwah.

Dia akan bangkit lagi di masa depan dan akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan.1 Suatu kelompok yang disebut al-Jarudiyyah di antara kaum Zaidiyyah percaya bahwa Muhammad bin Abdullah bin Hasan adalah Mahdi, dan ia dalam persembunyiannya. Mereka menantikan kemunculannya.2

An-Nawusiyyah percaya bahwa Imam Ja'far ash-Shadiq adalah Mahdi, dan bahwa ia masih hidup dan dalam kegaiban. Al-Waqifiyyah percaya bahwa Imam Musa bin Ja'far belum mati dan ada dalam kegaiban. Ia akan muncul di masa depan dan akan mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan.3

Sekelompok kaum Isma`iliyah percaya bahwa Isma`il belum mati. Alih-alih demikian, ia telah dinyatakan ber-taqiyyah. Al-Baqiriyyah menganggap Imam Muhammad al-Baqir masih hidup dan percaya bahwa dialah Mahdi yang dijanjikan. Al-Muhammadiyyah percaya bahwa menyusul mangkatnya Imam Ali an-Naqi, putranya Muhammad sebagai Mahdi.

Mereka percaya hal ini meskipun sebenarnya ia wafat ketika ayahnya masih hidup. Bahkan, mereka percaya bahwa ia masih hidup dan dialah Mahdi yang dijanjikan itu. Al-Jawaziyyah percaya bahwa Imam keduabelas al-Hujjat bin al-Hasan berputra dan dialah Mahdi yang dijanjikan.4 Al-Hasyimiyyah yakin bahwa Abdullah bin Harb al-Kindi adalah Imam. Hidup namun dalam kegaiban, mereka percaya bahwa ia akan muncul di suatu hari. Al-Mubarakiyyah, di antara kelompok Isma`iliyyah, menganggap Muhammad bin Isma`il sebagai seorang Imam yang hidup dalam kegaiban.5

Faksi al-Yazidiyyah percaya bahwa Yazid telah naik ke langit, dan akan kembali di masa depan untuk mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan. Al-Isma`iliyyah berkata bahwa al-Mahdi yang dicantumkan dalam pelbagai hadis tiada lain adalah Muhammad bin Abdullah, dikenal sebagai al-Mahdi, yang menjadi penguasa di Mesir dan Afrika Utara. Guna memperkuat keyakinan mereka, mereka menukil hadis Nabi saw yang mengatakan bahwa di tahun 300 matahari akan terbit dari barat.6

Sekelompok Imamiyyah percaya bahwa Imam Hasan al-Askari masih hidup dan dialah al-Qâ` im yang dimaksud. Dia tinggal di alam gaib dan akan tampil di masa depan dan akan mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan. Kelompok lain di kalangan mereka percaya bahwa Imam Hasan al-Askari telah mati namun akan kembali hidup dan tampil karena makna qâ` im adalah "bangkit setelah mati."7

Al-Qaramithah menganggap bahwa Muhammad bin Isma`il sebagai Mahdi yang dijanjikan. Mereka yakin, ia masih hidup dan tinggal di Anatolia. Para pengikut Abu Muslim percaya bahwa Abu Muslim adalah Imam yang hidup dalam kegaiban. Suatu kelompok percaya bahwa Imam Hasan al-Askari adalah Mahdi dan ia kembali hidup setelah mati. Ia terus hidup dalam keadaan ini sampai saatnya tiba ketika ia akan mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan.8


Manipulasi Kepercayaan Masyarakat
Itulah nama-nama dari orang-orang yang mengklaim sebagai Mahdi dalam sejarah awal Islam. Sejumlah orang bodoh mengakui klaim mereka dan menganggap mereka sebagai Mahdi yang dijanjikan. Akan tetapi, mayoritas kelompok ini telah punah dan tidak ada yang tersisa selain sebutan mereka di buku-buku sejarah. Sejak itu sejumlah individu dari dari klan Hasyimiyyah atau non-Hasyimiyyah dari berbagai kawasan dan negeri-negeri di dunia telah muncul mengklaim sebagai Mahdi yang dijanjikan. Secara historis, klaim-klaim semacam itu telah mengarah kepada pemberontakan dan revolusi, yang banyak menumpahkan darah dan kehancuran kehidupan manusia.

Memang mungkin menduga dari peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan munculnya mesiah-mesiah palsu dari subjek Mahdiisme dan tampilnya juru selamat Tuhan di tengah-tengah kebenaran-kebenaran agama yang mapan di kalangan Muslimin, yang dengan cemas menantikan kemunculan Imam Mahdi. Mereka juga menganggap kemenangannya dan kekalahan musuh-musuhnya segera terjadi. Harapan-harapan dari orang-orang seperti itu menjadi sumber utama bagi beberapa individu yang ambisius dan licik untuk memalsukan iman mereka yang tulus dan suci?keimanan yang bersumber dari ajaran-ajaran wahyu Islam?serta mengklaim diri dengan gelar al-Mahdi. Mungkin saja sebagian orang tidak punya niat jahat dan hanya ingin meminda ketaatan yang keliru di masyarakat.

Sebenarnya, sebagian dari mereka bahkan tidak mengklaim sebagai utusan yang dijanjikan. Alih-alih, mereka adalah orang-orang awam yang, karena kebodohan mereka, tidak sabar akan kondisi-kondisi yang terjadi, dan ketika kekesalan menyangkut harapan-harapan mereka perihal tampilnya al-Mahdi, menganggap mesiah-mesiah palsu sebagai Mahdi yang dijanjikan.


Pemalsuan Hadis-hadis
Sayangnya, kondisi-kondisi ini yang menyebabkan peredaran hadis-hadis yang menjelaskan dan memuji-muji al-Mahdi serta meramalkan tanda-tanda kemunculannya. Hadis-hadis tersebut diterima dan diriwayatkan dalam pelbagai buku secara tidak kritis. Ulama jujur manapun bisa menyingkapkan hadis-hadis yang diada-adakan ini dengan menginvestigasi catatan-catatan sejarah perihal kemunculan Mahdi-mahdi palsu ini. Selanjutnya mereka meneliti sejumlah kompilasi hadis mengenai ciri-ciri al-Mahdi. Umpamanya, hadis Nabi saw yang berbunyi:

Dunia tidak akan berakhir sampai Allah mengutus seorang laki-laki dari keluargaku, yang namanya sama dengan namaku, dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku.

Ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani.9

Dalam hadis ini, nama ayah Mahdi dikabarkan sama dengan nama ayah Nabi saw, yakni Abdullah. Hal ini berlawanan dengan banyak hadis yang menyatakan bahwa nama ayah Mahdi adalah Hasan. Oleh karenanya, memang mungkin untuk mempercayai bahwa hadis ini diedarkan oleh orang-orang yang mengakui Muhammad bin Abdullah bin Hasan sebagai Mahdi. Mereka niscaya menyusupkan kalimat "yang nama ayahnya sama dengan nama ayahku" ke dalam hadis asli. Hal ini diperkuat oleh pendapat yang dipegang oleh Muhammad bin Yusuf dalam kitabnya bertajuk al-Bayân. Ia menulis bahwa Tirmidzi meriwayatkan hadis serupa dalam musnadnya tanpa menyebutkan kalimat tambahan "yang nama ayahnya…" Abu Dawud juga melaporkan hadis yang sama tanpa kalimat tambahan.

Dalam hadis lain yang direkam oleh Abu al-Faraj dalam Maqâtil ath-Thâlibiyyin, Abu Hurairah dilaporkan telah mendengar Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya, nama al-Mahdi adalah Muhammad bin Abdullah dan ia mengalami kesulitan berbicara."10 Hadis ini pun suatu pemalsuan dari mereka yang mendukung klaim Muhammad bin Abdullah bin Hasan sebagai Mahdi. Dikatakan, ia punya kesulitan dalam berbicara dan nyaris tidak bisa mengucapkan kata-kata tertentu. Para pengikutnya menjadikan cacat ini sebagai suatu tanda Mahdi dan memalsukan sebuah hadis cacat tersebut.

Dinasti Abbasiyyah juga memalsukan hadis-hadis guna memperteguh klaim mereka kepada peran termasyhur yang diramalkan ini ihwal al-Mahdi. Menurut salah satu hadis ini, Ibn Abbas meriwayatkan dari Nabi saw yang berkata kepada Abbas, pamannya: "Di akhir zaman, al-Mahdi akan muncul di kalangan kalian yang melaluinya petunjuk kebenaran akan tersebar luas dan kobaran petunjuk yang salah akan padam. Sesungguhnya, Allah memulai masalah ini dengan kami dan akan menutupnya melalui keturunan kalian."11 Dalam hadis lain, Ibn Abbas meriwayatkan sabda Nabi saw: "Dari kami, Ahlulbait, akan muncul al-Saffah, al-Munzhir, al-Manshur, dan al-Mahdi. Al-Mahdi berasal dari keturunan pamanku al-Abbas."12 Tipis keraguan bahwa memang hadis-hadis ini dibuat-buat oleh Abbasiyyah.

Sebuah hadis disampaikan dari Ali bin Abi Thalib menyangkut munculnya panji-panji hitam dari arah Khurasan. "Di antara panji-panji ini adalah khalifah Allah, al-Mahdi."13 Hal ini sangat tampak dibuat-buat oleh Abbasiyyah atau oleh para pendukung Abu Muslim Khurasani karena al-Mahdi tidak muncul dari Khurasan, dan panji-panji hitam merupakan lambang Abbasiyyah. Ada sebilangan hadis lain yang jelas-jelas dipalsukan oleh para penuntut Abbasiyyah untuk mengangkat dukungan untuk alasan di atas.

Lazimnya, untuk mengabsahkan klaim-klaim para Mahdi palsu, hadis-hadis yang bersandar kepada Nabi sendiri dipalsukan dan diedarkan di kalangan pengikut.

Akibatnya, nyaris tidak ada pemimpin termasyhur yang untuknya tidak ada hadis yang mengangkat Mahdiismenya. Masalahnya, kebanyakan sosok-sosok ini telah mangkat. Akan tetapi, para pengikut mereka menolak untuk mengakui wafatnya mereka. Maka dari itu, hadis-hadis dipalsukan untuk melancarkan revolusi mereka yang akan berawal setelah kematian mereka dan mereka hidup kembali ketika Allah memerintahkan mereka demikian. Al-Fadhl bin Musa meriwayatkan sebuah hadis yang di dalamnya Imam ash-Shadiq ditanya oleh Abu Sa`id al-Khurasani: "Mengapa ia (Mahdi) disebut al-Qâ` im?" Imam menjawab: "Karena ia akan muncul setelah kematiannya. Ia akan muncul demi tugas penting, seperti diperintahkan oleh Allah Yang Mahamulia."14

Sudah tentu, hadis ini dipalsukan oleh al-Waqifiyyah yang percaya bahwa Imam Musa al-Kazhim belum mati dan dan akan kembali sebagai Mahdi yang dijanjikan. Bahkan, boleh jadi hadis itu dibuat oleh mereka yang percaya bahwa Imam Hasan al-Askari telah mati, namun akan bangkit nanti guna menegakkan masyarakat yang adil. Sebenarnya, dalam konteks ilmu hadis, rantai periwayatannya lemah, karena ia memasukkan seseorang yang keandalannya dipertanyakan.

Dalam hadis sejenis dengan sedikit perbedaan, Abu Sa` id bertanya kepada Imam ash-Shadiq: "Apakah al-Mahdi dan al-Qâ` im orangnya sama?" Imam menjawab: "Benar". Abu Sa`id bertanya lagi: "Mengapa ia disebut al-Mahdi?" Jawab Imam: "Karena ia akan memandu manusia kepada masalah-masalah gaib." "Mengapa pula ia disebut al-Qâ` im?" Kata Imam: "Karena ia akan bangkit sesudah ia mati, yakni, mati dalam ingatan manusia yang ia akan muncul untuk tujuan besar."15 Itulah bukti bahwa dua hadis tersebut sesungguhnya satu adanya. Dalam hadis kedua, kematian ditafsirkan sebagai matinya ingatan manusia terhadap namanya .

Keyakinan bahwa al-Mahdi akan mati dan kemudian muncul untuk melakukan revolusinya diterima oleh sebagian orang yang juga bertanggung jawab atas pemalsuan hadis-hadis guna mendukung keyakinan mereka. Oleh karenanya, Imam ash-Shadiq ditanya: "Adakah contoh qa`im (bangkit setelah mati) dalam al-Quran?" Beliau menjawab: "Ya. Sebuah ayat al-Quran membicarakan tentang pemilik keledai, yang kematiannya disebabkan Allah, dan kemudian Allah menghidupkannya lagi."16

Dalam hadis yang panjang, Mu`awiyah bin Abu Sufyan melaporkan sabda Nabi saw berikut:

Nabi berkata: "Setelah aku wafat, sebuah pulau dengan nama Andalusia akan ditaklukkan. Kemudian pasukan kafirin akan menguasai mereka … Pada saat itu seorang lelaki dari keturunan Fathimah, putri Nabi, akan muncul dari kawasan terjauh dari daerah Maghrib. Dialah al-Mahdi, al-Qâ` im. Dialah tanda pertama dari Kiamat."17

Hadis itu mungkin dipalsukan oleh Isma`iliyyah yang mendirikan sebuah pemerintahan di kawasan Maghrib. Banyak hadis lain yang diriwayatkan secara tunggal dan karenanya, informasi mengenai mereka tidak bisa dianggap sebagai yang terpercaya. Lebih penting lagi, kalau dibandingkan dengan sejumlah hadis lain tentang Mahdi yang diriwayatkan secara berkali-kali, maka hadis-hadis ini tidak bermakna sama sekali.


Prediksi Keluarga Nabi dan Sebelas Imam tentang Al-Mahdi
Dr. Fahimi: Apakah kepercayaan keluarga Nabi dan para imam menyangkut al-Mahdi?

Tn. Hosyyar: Menyusul wafatnya Nabi saw, tema Mahdiisme juga ada dalam pembahasan di kalangan para sahabat Nabi dan para imam. Keluarga Nabi, sebagai pewaris ilmu-ilmu Nabi dan persoalan-persoalan pelik mengenai keimanan, adalah pihak yang paling mengetahui hadis-hadis kenabian. Mereka membincangkan al-Mahdi dan menjawab persoalan-persoalan yang disematkan kepada mereka tentang topik tersebut. Mari kita kita nukil beberapa contoh maklumat mereka dengan memperhatikan unsur kronologinya. Meskipun ada beberapa hadis yang dikutip satu sama lain dari para imam as dan dari Sayyidah Fathimah az-Zahra as, kami akan menukil satu dari setiap orangnya:


(1) Hadis yang Diriwayatkan oleh Imam Ali tentang Kemunculan Imam Mahdi
Hadis berikut diriwayatkan oleh al-Ashbagh yang mendengar Imam Ali bin Abi Thalib berkata:

Al-Mahdi yang dijanjikan akan muncul di akhir zaman dari kalangan kami [Ahlulbait]. Tidak ada Mahdi dari bangsa lain selain dia yang dinantikan.18

Ada lebih dari lima puluh hadis yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib sekaitan dengan kemunculan al-Mahdi yang berasal dari keluarga Nabi saw.19


(2) Hadis yang diriwayatkan oleh Fathimah az-Zahra as.
Fathimah as berkata kepada putranya Husain:

Ketika aku melahirkanmu, Nabi saw datang menengokku. Beliau menaruh tanganmu ke tangannya seraya berkata kepadaku: "Wahai Fathimah, rawatlah Husainmu, dan ketahuilah bahwa ia adalah ayah dari sembilan imam. Dari keturunannya akan lahir para pemimpin yang adil. Dan imam kesembilan dari mereka adalah al-Qa`im."20


(3) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Hasan bin Ali:
Imam Hasan as berkata:

Setelah Nabi akan tampil dua belas imam. Sembilan di antara para imam ini berasal dari saudaraku Husain. Al-Mahdi umat ini termasuk salah satu dari mereka.21


(4) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Husain bin Ali:
Imam Husain bin Ali berkata:

Dari kami akan tampil dua belas imam. Imam pertama adalah Ali bin Abi Thalib dan yang terakhir adalah keturunanku yang kesembilan, al-Qâ ` im al-Haq. Berkat wujudnya yang dirahmati, Allah akan menghidupkan kembali bumi dan memakmurkannya. Allah akan memenangkan agama-Nya di atas semua agama dan meskipun orang-orang musyrik membencinya. Al-Mahdi akan gaib dari umat selama beberapa waktu. Selama kegaibannya, sejumlah orang akan mengabaikan agama, sementara yang lain akan tetap bertahan dan menderita lantaran keimanan mereka. Kelompok terakhir ini akan ditanya secara sinis: "Jika kepercayaanmu benar, kapan imam kalian yang dijanjikan itu akan muncul?" Namun ingatlah bahwa barangsiapa yang setia di bawah kondisi-kondisi yang tak baik tersebut ketika musuh - musuh mendustakan dan mengganggu mereka, kedudukan mereka laksana orang-orang yang berjuang di sisi Nabi dalam membela agama Allah.22


(5) Hadis yang disampaikan oleh Imam Ali bin Husain:
Ali bin Husain berkata:

Kelahiran al-Qâ` im kami akan tersembunyi dari manusia dengan sedemikian cara sampai-sampai mereka berkata: "Dia tidak lahir sama sekali!" Alasan kegaibannya adalah bahwa sewaktu ia mengawali revolusinya, ia tidak memiliki bai`at seorang pun di lehernya.23


(6) Hadis yang disampaikan oleh Imam Muhammad al-Baqir:
Imam Muhammad al-Baqir berkata kepada Aban bin Taghlib :

Aku sungguh-sungguh menyatakan bahwa imâmah merupakan janji Allah yang telah sampai kepada kami dari Nabi saw. Para imam setelah Nabi berjumlah 12 orang. Sembilan orang di antaranya berasal dari Husain. Di akhir zaman, al-Mahdi akan tampil dari kami yang akan melindungi agama Allah.24


(7) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ja'far ash-Shadiq:
Imam ash-Shadiq berkata:

Barangsiapa yang mengakui para imam, namun menolak eksistensi al-Mahdi, ia ibarat orang yang mengakui para nabi namun menolak kenabian Muhammad saw.

Seseorang bertanya kepada beliau: "Dari keturunan siapakah al-Mahdi itu?" Imam menjawab:

Keturunan kelima dari Imam Ketujuh [Musa al-Kazhim] adalah al-Mahdi. Akan tetapi, ia akan gaib. Adalah tidak layak bagimu untuk menyebutnya demikian.25


(8) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Musa al-Kazhim:
Yunus bin Abdurrahman bertanya kepada Imam Musa bin Ja'far: "Apakah Anda al-Qâ` im al-Haq?". Beliau menjawab:

Benar, akulah al-Qâ` im al-Haq. Namun al-Qâ ` im yang akan membersihkan bumi dari musuh-musuh Allah dan akan memenuhinya dengan keadilan dan persamaan adalah keturunan kelimaku. Karena ia khawatir akan hidupnya, ia akan gaib untuk waktu yang lama. Selama periode kegaibannya, sekelompok orang akan berpaling dari agama. Namun sebagian lain akan tetap bertahan dengan keimanan mereka.

Beliau melanjutkan:

Dirahmatilah kaum Syi`ah yang selama periode kegaiban itu tetap setia kepada kami dan tetap sabar dalam loyalitas mereka kepada kami dan permusuhan mereka kepada musuh-musuh kami. Sesungguhnya, mereka dari kami dan kami dari mereka. Mereka diyakinkan dengan imamah kami dan kami mengakui ketaatan mereka kepada kami. Demi Allah, mereka dirahmati! Mereka bersama kami di surga.26


(9) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali bin Musa ar-Ridha:
Rayyah bin Shalt pernah bertanya kepada Imam ar-Ridha: "Apakah Anda shahib al-`amr (Pemilik Perintah)?" Imam as menjawab:

Benar. Akulah shahib al-`amr. Namun, aku bukan shahib al-`amr yang akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan. Bagaimana aku bisa menjadi shahib al-`amr ketika Anda adalah saksi atas kelemahan dan ketakberdayaan di mana-mana? Al-Qâ` im yang dijanjikan adalah tua dalam usia namun muda dalam penampilan ketika ia bangkit. Ia akan berjaya dan kuat sehingga apabila ia merentangkan tangannya kepada pohon yang paling besar, pohon itu akan jatuh tumbang. Apabila dia berteriak di tengah-tengah gunung-gunung, batu-batu karang akan hancur berkeping-keping. Tongkat Musa dan kunci Sulaiman di tangannya. Ia adalah keturunanku yang keempat. Allah akan menjaganya dalam kegaiban selama Dia merasa perlu. Kemudian, Allah akan memunculkannya kembali, dan melaluinya Allah akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan sebagaimana bumi dipenuhi dengan tirani dan penindasan sebelumnya.27


(10) Hadis yang disampaikan oleh Imam Muhammad bin Ali al-Jawad
Imam Muhammad Taqi Al-Jawad berkata kepada Abdul Azhim al-Hasani:

Al-Qâ` im kami adalah Mahdi yang dijanjikan yang engkau harus menantikannya. Dan, ketika ia tampil engkau harus taat. Ia adalah keturunanku yang ketiga. Aku bersumpah demi Allah yang mengutus Muhammad sebagai Nabi dan memilih kami sebagai para imam bahwa meskipun di bumi hanya tersisa satu hari, Allah akan memperpanjang bumi sampai al-Mahdi muncul dan mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan kejahatan. Allah menjaga urusan-urusan-Nya dalam satu malam sebagaimana Dia menjaga urusan-urusan Nabi Musa dalam satu malam. Musa telah pergi untuk mengambil api bagi keluarganya dan dia kembali dengan diangkat sebagai Nabi Allah sepenuhnya.

Lantas Imam al-Jawad menambahkan: "Menunggu kemunculan Imam Mahdi merupakan sebaik-baik amal bagi Syi`ah kami."28


(11) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali an-Naqi:
Imam Ali an-Naqi berkata: "Setelahku, putraku Hasan menjadi Imam dan setelahnya adalah al-Qâ` im yang akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan."29


(12) Hadis yang disampaikan oleh Imam Hasan al-Askari:
Imam Hasan berkata kepada Musa bin Ja'far al-Baghdadi:

Aku melihatmu kebingungan dalam persoalan imam setelahku. Ingatlah bahwa siapapun yang mengakui para imam sepeninggal Nabi, namun menolak imâmah putraku ibarat orang yang telah mengakui kenabian semua nabi kecuali kenabian Muhammad saw. Orang yang menolak yang terakhir ibarat orang menolak semua nabi sebelumnya. Alasannya, ketaatan kepada imam terakhir laksana ketaatan kepada imam pertama di antara kami. Oleh karenanya, siapapun yang menolak yang terakhir dari kami bagaikan orang yang telah menolak imam pertama. Ketahuilah olehmu bahwa kegaiban putraku akan begitu lama sehingga orang-orang akan jatuh ke dalam keragu-raguan kecuali mereka yang menjaga keimanannya kepada Allah."30


Apakah Hadis-hadis tentang Mahdi Autentik?
Ir. Madani: Anda bisa mengikuti hadis-hadis ini hanya jika hadis-hadis itu bisa dipercaya dan sahih. Apakah Anda menganggap semua hadis tentang al-Mahdi bisa dipercaya?

Tn. Hosyyar: Saya tidak menyatakan bahwa semua hadis itu, tentang tema al-Mahdi sangat bisa dipercaya dan bahwa para perawinya jujur. Akan tetapi, ada sebagian di antaranya yang bisa dinilai autentik tak terbantahkan. Hadis-hadis itu, seperti hadis-hadis lainnya, bisa digolongkan pada autentik (shâhih), baik (hasan), bisa dipercaya, dan lemah (dha`if). Tidak penting untuk melakukan investigasi pada setiap hadis lantaran, seperti yang telah Anda sebutkan, hadis-hadis itu jumlahnya begitu banyak sehingga hanya orang yang jujur dan tak berprasangka yang bisa merujuk hadis-hadis itu dengan percaya.

Kepercayaan ini didasarkan pada tema yang mendasari semua hadis bahwa eksistensi al-Mahdi merupakan topik Islam termasyhur yang disemaikan oleh Nabi sendiri dan yang informasi terperincinya disampaikan oleh para imam. Mustahil untuk meyakini dengan kepercayaan bahwa dalam Islam ada sejumlah kecil tema menyangkut eksisensi al-Mahdi yang bisa mengumpulkan hadis terkait begitu banyak sehingga bisa disebut-sebut.

Mari saya jelaskan. Sejak awal misinya hingga haji wada' (terakhir)-nya, Nabi saw telah menyebutkan tema al-Mahdi dalam banyak kesempatan. Sepeninggal Nabi, Imam Ali, Fathimah az-Zahra, dan para anggota keluarga Nabi terkenal lainnya, melanjutkan hadis-hadis mengenai masa depan menjelang al-Mahdi.

Mereka merupakan pengusung pengetahuan kenabian. Setelah mangkatnya Nabi pada tahun 632 M, kaum Muslim menghitung saat-saat bagi kemunculan Imam Mahdi. Ini mengarahkan mereka untuk mengakui para pengklaim palsu yang muncul dari waktu ke waktu dalam sejarah. Hadis-hadis tersebut dilaporkan oleh semua mazhab Islam, semisal Sunni, Syi`ah, teolog Asy`ariyah dan Mu'tazilah, sebagaimana dilaporkan oleh para perawi Arab, Persia, Makkah, dan Madinah.

Termasuk mereka yang berasal dari Kufah, Bashrah, Baghdad, dan seterusnya. Dengan hadis-hadis ini, yang sebenarnya jumlahnya lebih dari ribuan, apakah mungkin bagi orang yang jujur untuk meragukan persoalan Imam Mahdi dengan mengklaim bahwa hadis-hadisi ini diada-adakan oleh kaum Syi`ah ektrem dan disandarkan kepada Nabi saw?

***

MALAM kiat larut dan tak ada waktu untuk meneruskan diskusi lebih lanjut. Akhirnya, keputusan dibuat untuk melanjutkan diskusi mendatang di kediaman Dr Fahimi.


CATATAN KAKI
1. Syahrastani, Al-Milal wa an-Nihal, jilid 1, hal.232; Nawbakhti, Firaq al-Syî` ah, edisi Najaf, hal.27 .

2. Al-Milal, jilid 1, hal.256; Firaq, hal.62.

3. Al-Milal, jilid 1, hal.273, 278; Firaq, hal.67, 80, 82.

4. Muhammad Karim al-Khurasani, Tanbihat al-Jahiliyyah fi Kasyf al-Asrar al-Bathiniyyah, (Najaf, 1351), hal.40-42.

5. Al-Milal, jilid 1, hal.245, 279.

6. Mir Khwand, Tarikh-i Rawdhat ash-Shafa, edisi Teheran, jilid 4, hal.181.

7. Al-Milal, jilid 1, hal.284; Firaq, hal.96, 97 .

8. Firaq, hal.47, 97.

9. Fushûl al-Muhimmah, hal.274.

10. Ibid., hal.164.

11. Dzakhâ` ir al-'Uqbâh, hal.206.

12. Ibid., hal.206; Lihat juga Ash-Shawâ` iq al-Muhriqqah, hal.235.

13. Yanabi' al-Mawaddah, jilid 1, hal.57.

14. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.27.

15. Ibid., hal.34.

16. Ibid., hal.28.

17. Ibid., hal.242.

18. Ibid., hal.147.

19. Jumlah ini diturunkan dari hadis yang dikumpulkan dalam Muntakhab Al-Athar karya Shafi Gulpaygani menyangkut subjek yang relevan di sini. Kami akan membatasi hanya kepada sejumlah contoh dari kompilasi itu. Para pembaca yang tertarik pada hadis-hadis tersebut bisa mengacu kepada karya penting ini.

20. Itsbât al-Hudât, jilid 2, hal.552. Lebih dari tiga hadis di sini yang dilaporkan dari Fathimah az-Zahra.

21. Ibid., jilid 2, hal.555. Ada empat hadis yang dilaporkan dari Imam Hasan.

22. Ibid., jilid 2, hal.333, 339; al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.133. Ada lebih dari tiga belas hadis yang diriwayatkan dari Imam Husain.

23. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.135. Juga ada sepuluh hadis yang dilaporkan berdasarkan otoritas Imam Ali bin Husain.

24. Itsbât al-Hudât, jilid 2, hal.559. Ada 66 hadis yang diriwayatkan berdasarkan otoritas Imam al-Baqir.

25. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.143; Itsbât al-Hudât, jilid 2, hal.404. Ada 123 hadis yang diriwayatkan berdasarkan otoritas Imam ash-Shadiq.

26. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.151; Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.417.

27. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.322; Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.420. Ada 18 hadis yang dilaporkan berdasarkan otoritas Imam Ali ar-Ridha.

28. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.156; Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.419. Ada lima hadis lain yang dilaporkan berdasarkan otoritas Imam Muhammad at-Taqi.

29. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.275. Ada lima hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali an-Naqi.

30. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.160; Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.427. Juga, ada sekitar dua puluh satu hadis yang dilaporkan berdasarkan otoritas Imam Hasan al-Askari.[]

7
IMAM MAHDI

BAB 3

Mahdiisme, Bangsa Yahudi, dan Bangsa Iran
SEDIKIT demi sedikit orang-orang mulai berkumpul di rumah Dr.Fahimi. Setelah sambutan dan ramah tamah, diskusi dimulai pada pukul delapan tepat. Kali ini, Ir. Madani yang membuka diskusi.

Ir. Madani: Saya ingat pernah membaca sebuah buku beberapa waktu lalu. Di dalamnya penulis mengatakan bahwa Mahdiisme dan juru selamat Tuhan merupakan gagasan yang dipercayai oleh bangsa Yahudi dan bangsa Iran pra-Islam yang kemudian menyebar kepada kaum Muslimin. Bangsa Iran percaya bahwa seorang laki-laki bernama Saoshyant dari keturunan Zoroaster suatu saat akan muncul dan menghancurkan Ahriman, kekuatan kegelapan, juga membersihkan bumi dari penyimpangan.

Mengenai orang Yahudi, lantaran mereka telah kehilangan tanah air mereka dan diperbudak oleh bangsa Chaldea dan Assiria, salah seorang nabi mereka meramalkan bahwa seorang juru selamat (mesiah) akan bangkit, membebaskan mereka, dan mengembalikan mereka ke tanah yang dijanjikan kepada mereka di masa depan. Karena asal-usul ide juru selamat itu ditemukan di kalangan bangsa Iran dan Yahudi, kita bisa mengatakan bahwa konsep ini muncul ke kalangan Muslim melalui saluran-saluran mereka, dan dengan demikian, tidak bisa menjadi sesuatu daripada sekadar sebuah legenda.

Tn. Hosyyar: Saya setuju bahwa konsep itu demikian dan berkembang lain di kalangan bangsa dan masyarakat lain. Akan tetapi, semata-mata merata di kalangan masyarakat tidak menyebabkannya sebuah legenda! Karena konsep-konsep dan atu5an-aturan 5Islam adalah autentik, apakah perlu bahwa mereka mesti tidak bersesuaian dengan agama-agama dulu? Siapapun yang ingin menyelidiki topik tertentu tanpa pemahaman berpraduga harus memulai risetnya dengan sumber-sumber primer hadis tertentu berkaitan dengan subjek itu untuk menegaskan keabsahannya atau kelemahannya.

Adalah tidak layak memulai penyelidikan ini dengan sumber-sumber hadis yang ada sebelumnya dan kemudian mengklaim bahwa orang telah menemukan asal-usul kepercayaan takhayul itu! Adalah mustahil menyatakan bahwa karena bangsa Iran kuno adalah orang-orang yang beriman kepada Yazdan, Tuhan, dan mengakui kejujuran sebagai bagian dari adab yang mulia, yang oleh karenanya menyembah Tuhan mestilah legenda dan kejujuran bukan bagian dari moral yang baik? Maka itu, hanya karena bangsa lain juga menantikan kedatangan seorang juru selamat dan mesiah tidaklah menghilangkan kepercayaan di kalangan Muslimin; ataupun ia tidak bisa digunakan sebagai bukti bagi orisinalitas kepercayaan tersebut.


Latar Belakang Kemunculan Akidah Mahdiisme
Dr. Fahimi: Salah seorang penulis telah meriwayatkan asal-usul ide juru selamat masa depan. Jika saya diizinkan, saya akan menyampaikannya secara ringkas kepada Anda.

Hadirin: Silakan!

Dr. Fahimi: Saya akan menyebutnya secara ringkas. Legenda asli tentang imam mesianik diadopsi oleh kaum Syi`ah dari masyarakat agama lainnya. Kepadanya mereka telah menambahkan detail-detail mereka sendiri sampai mencapai bentuknya yang sekarang. Ini dilakukan karena dua alasan:

Pertama, keyakinan tentang kelahiran dan kemunculan juru selamat Tuhan tetap terbangun dengan baik di kalangan bangsa Yahudi. Mereka percaya bahwa Eliyah telah naik ke langit dan akan turun ke bumi di akhir zaman untuk menyelamatkan Bani Israil.

Pada masa awal-awal Islam, sekelompok Yahudi telah memeluk Islam karena alasan material dan untuk menghancurkan Islam dari pijakannya. Sebagian dari mereka telah memperoleh kedudukan tinggi di tengah-tengah Muslimin melalui tipu daya dan penyamaran. Padahal, tujuan utama mereka adalah untuk memecah belah masyarakat Muslim dan menyebarkan permusuhan di antara mereka. Contoh paling tersohor dari karakter subversif ini adalah Abdullah bin Saba.

Kedua, setelah wafatnya Nabi, para anggota keluarganya, terutama Ali bin Abi Thalib, menganggap mereka sendiri yang lebih berhak atas kekhalifahan ketimbang tokoh-tokoh Muslim lain yang terkenal. Sejumlah kecil sahabat Nabi saw juga bersimpati terhadap tuntutan mereka. Akan tetapi, bertolak belakang dengan harapan mereka, khilafah boleh dijabat oleh yang lain di luar Ahlulbait.

Ini menyebabkan kegetiran dan kesulitan di kalangan mereka sampai masa ketika, menyusul pembunuhan atas Utsman, kekhalifahan kembali kepada Ali. Para pendukungnya puas dan berharap khilafah tidak beralih dari tangan keluarga Nabi. Dirundung oleh perang sipil, bagaimanapun Ali, tidak bisa berbuat banyak dan akhirnya dibunuh oleh Ibn Muljam. Putranya, Hasan, yang menggantikan kedudukannya, tidak berhasil menegakkan aturan dan akhirnya menyerahkan kekhalifahan kepada Umayyah.

Hasan dan Husain, dua cucu Nabi, tetap di rumah mereka ketika kekuasaan berpindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain. Keluarga Nabi dan para pendukungnya hidup dengan penuh penderitaan ketika Umayyah dan Abbasiyyah menghabiskan harta Muslimin. Peristiwa ini berakibat kian bertambahnya jumlah pengikut keluarga Nabi dan menampakkan permusuhan mereka terhadap para penguasa yang korup di seluruh kerajaan. Namun, alih-alih memperbaiki tindakan-tindakan keji yang dilakukan terhadap masyarakat tak bersalah, para penguasa kian menambah intensitas tindak kekerasan dengan membunuh atau mengasingkan mereka.

Pendeknya, setelah wafatnya Nabi, Ahlulbait, dan para pendukungnya mengalami penindasan. Fathimah ditolak haknya untuk mewarisi harta Nabi. Hak Ali atas khilafah ditolak. Hasan diracun. Husain bin Ali, keluarga, dan para sahabatnya, dibunuh di Karbala dan mereka yang hidup dalam peristiwa itu dijadikan tawanan. Muslim bin Aqil dan Hani bin Urwah dibunuh tanpa ampun setelah diberi amnesti. Abu Dzarr al-Ghiffari diasingkan ke Rabadzah. Hujr bin Adi, Amr bin Humq, Maytsam Tammar, Sa`id bin Jubair, Kumail bin Ziyad dan ratusan pendukung lain dieksekusi. Atas perintah Yazid, Madinah dijarah dan ratusan penduduknya dibantai. Ada sejumlah laporan yang mengisi halaman-halaman sejarah.

Di bawah kondisi opresif demikian, kehidupan para pendukung Ahlulbait nyaris mustahil. Mereka mulai mencari keselamatan. Dari masa ke masa kaum seorang Alawi senantiasa mengangkat senjata untuk bertempur melawan para penindas. Namun pemberontakan itu akhirnya bisa diatasi oleh kekuatan pemerintah yang juga akan membunuhnya. Keadaan yang tidak nyaman ini menjadi seutama bagi minoritas pendukung Ahlulbait untuk berputus asa dan mencari seberkas cahaya harapan bagi penyelamatan. Jelaslah, kondisi-kondisi ini memberi mereka untuk sepenuhnya menerima keyakinan akan juru selamat Tuhan atau Mahdiisme.

Pada saat ini, kaum Yahudi oportunis dan yang baru masuk Islam menarik manfaat dari situasi tersebut guna menyebarkan keyakinan mereka akan juru selamat yang dijanjikan Tuhan. Kaum Syi`ah, setelah mengalami kecewa berat dan menderita kehilangan nyawa dan tirani di bawah kekuasaan yang berjalan, menemukan keyakinan tersebut untuk membenarkan dan menerimanya sepenuh hati. Oleh karena itu, mereka merekayasanya, sembari mengatakan: "Juru selamat dunia ini secara khusus berasal dari kalangan Ahlulbait yang tertindas." Pelan-pelan, mereka menghiasinya dan menambah detail-detailnya sampai akhirnya ide itu mencapai keadaannya yang sekarang.1


Apakah Ini Membutuhkan Penjelasan Lagi?
Tn. Hosyyar: Penderitaan dan diskriminasi atas keluarga Nabi, Ahlulbait, dan para pendukung mereka, sebagaimana diperinci oleh buku yang Anda baca, memang benar. Namun, analisis terperinci dari peristiwa-peristiwa tersebut yang mengakibatkan munculnya kepercayaan seperti itu di kalangan Syi`ah menjadi penting hanya jika kita tidak punya pengetahuan tentang asal-usul ide tersebut dalam Islam.

Jika Anda ingat, kami membuktikan bahwa Nabi sendiri menyebarkan keyakinan ini di tengah-tengah Muslimin dan menginformasikan kepada mereka ihwal sang pembaharu masa depan. Untuk mendukung ini, kami mengutip sejumlah hadis, tidak hanya dari jalur Syi`ah, namun juga dari kumpulan hadis Sunni, Shihâh. Setelah menyampaikan seluruh bukti yang penting tersebut saya tidak yakin perlunya dokumentasi yang lebih jauh.

Pada paparan Anda sebelumnya, Anda menyebutkan meratanya keyakinan tersebut di kalangan bangsa Yahudi. Ini pun benar adanya. Namun kutipan Anda berkaitan dengan Abdullah bin Saba yang menyebarkan kepercayaan tersebut di kalangan Muslimin sepenuhnya salah. Sebagaimana dikatakan sebelumnya, tidak kurang dari Nabi sendiri yang menjadi penyebar informasi tentang pembaharu masa depan Islam ini. Namun, sangat mungkin bahwa Muslim yang sebelumnya Yahudi membenarkan keyakinan ini.


Legenda Abdullah bin Saba
Mari saya tunjukkan bahwa eksistensi seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba itu tiada lain hanyalah dusta sejarah. Sebagian ulama malah percaya bahwa legenda tersebut dibuat-buat oleh mereka yang memusuhi kaum Syi`ah. Selain itu, meski secara hipotetis diketahui bahwa ia memang ada, penyandaran keyakinan yang disebutkan sebelumnya kepadanya adalah tanpa bukti. Tak seorang pun manusia yang berakal menganggapnya bisa dipercaya bahwa seorang Yahudi yang baru masuk Islam memiliki keterampilan politik luar biasa dengan menyebarkan secara terang-terangan perihal datangnya juru selamat Islam dari kalangan Ahlulbait pada kondisi opresif yang berlangsung di bawah pemerintahan Umayyah.

Bahkan, mustahil kiranya orang seperti itu menjalankan dan mengorganisasikan pemberontakan secara rahasia dan mengajak manusia untuk bersumpah setia kepada seorang individu dari kalangan Ahlulbait untuk menggulingkan khalifah dan menggantinya dengan imam yang ditunjuk Tuhan, tanpa pejabat-pejabat pemerintahan yang mengetahui tentangnya. Menurut mereka yang menganut pendapat tersebut, tampaknya seorang Yahudi yang baru masuk Islam bisa mulai menghancurkan agama Muslim tanpa seorang Muslim pun yang mengacungkan jari melawannya! Pendapat seperti ini hanya ada di alam fantasi!2


Pemimpin Mesianik, Mahdi3, dalam Agama-agama Lain
Ir. Madani: Apakah keyakinan akan Mahdi yang dijanjikan terdapat pada para pengikut Islam, atau apakah ia pun ada pada agama-agama lain?

Tn. Hosyyar: Sebenarnya kepercayaan ini tidak terbatas di kalangan Muslim saja. Pada hampir semua agama dan keyakinan samawi siapapun bisa menemukan keyakinan serupa akan juru selamat Tuhan. Para pengikut agama ini percaya bahwa akan ada suatu masa ketika dunia mengalami kerusakan dan terpuruk dalam krisis. Kejahatan dan kezaliman menjadi penguasa pada masa itu. Kekufuran akan menutupi seluruh dunia. Pada saat itu, juru selamat dunia akan bangkit.

Dengan pertolongan Tuhan yang luar biasa ia akan memperbaharui kesucian iman dan mengalahkan materialisme dengan bantuan para hamba Allah. Kabar gembira ini tidak hanya dijumpai dalam kitab-kitab wahyu seperti Zand dan Pazand, dan Jamaspnameh dari pemeluk Zoroaster, Taurat, dan kitab-kitab Biblikal lain dari pemeluk Yahudi, dan Injil kaum Kristiani, keterangan seperti itu bisa juga dilihat di kalangan Brahmana dan Budha secara relatif.

Para pengikut semua agama dan tradisi meyakini keyakinan semacam itu dan menunggu kemunculan juru selamat tersebut di bawah penjagaan Ilahi. Setiap tradisi mengakui tokoh ini dengan berbagai nama dan gelar khusus. Zoroaster menyebutnya Saoshyant ( bermakna 'juru selamat dunia'); kaum Yahudi menyebutnya sebagai messiah, sedangkan Kristiani menyebutnya sebagai Mesiah Sang Juru Selamat.

Bagaimanapun, masing-masing kelompok percaya bahwa juru selamat yang ditunjuk Tuhan ini berasal dari mereka. Kaum Zoroaster percaya, ia seorang Persia dan termasuk pengikut Zoroaster. Yahudi percaya, ia berasal dari Bani Israil dan pengikut Musa. Kristen berpendapat, ia berasal dari golongan mereka. Kaum Muslim percaya, ia berasal dari Bani Hasyim dan merupakan keturunan langsung dari Nabi saw. Dalam Islam, ia sepenuhnya diperkenalkan, sedangkan dalam agama lain tidak demikian.

Yang luar biasa adalah bahwa semua ciri dan tanda yang disebutkan untuk juru selamat universal ini dalam agama lain bisa disematkan kepada al-Mahdi yang dijanjikan, putra Imam Hasan al-Askari. Adalah mungkin untuk menganggapnya berdarah ras Iran lantaran di antara nenek moyangnya terdapat seorang putri Persia. Yakni, ibunya Imam Zain al-Abidin, Syahrbanu, putri Yazdgard, Raja Sassania, Persia.

Dia juga bisa dianggap keturunan Bani Israil, karena Hasyimi dan Israil merupakan keturunan Abraham. Hasyimi merupakan keturunan Isma`il dan Israil merupakan keturunan Ishaq. Jadi, Hasyimi dan Israil satu keluarga. Ia juga bisa dihubungkan dengan orang Kristen, lantaran menurut beberapa riwayat, ibu imam sekarang adalah seorang putri Romawi bernama Narjis (Nargis), yang merupakan bagian dari kisah menakjubkan yang dilaporkan dalam beberapa sumber.

Adalah tidak sepantasnya untuk membatasi penyelamat dunia, al-Mahdi, kepada satu bangsa tertentu. Sesungguhnya ia akan bangkit memerangi semua klaim diskriminatif berupa perbedaan rasial, keyakinan, dan kebangsaan. Maka itu, ia harus dianggap sebagai Mahdi bagi seluruh manusia. Dialah juru selamat manusia yang menyembah Allah. Kemenangannya merupakan kemenangan para nabi dan orang-orang takwa di muka bumi. Ia akan memperbaharui agama Ibrahim, Musa, Isa, dan semua wahyu Ilahi, yakni Islam. Ia akan membangkitkan kembali agama murninya Musa dan Isa yang telah menubuatkan kenabian Muhammad saw.

Jelaslah kami tidak bermaksud membuktikan eksistensi al-Mahdi yang dijanjikan dengan merujuk kepada kitab-kitab kuno, ataupun kita tidak perlu melakukan demikian. Tujuan kami adalah memperlihatkan bahwa keyakinan akan munculnya juru selamat dunia merupakan keyakinan agama umum yang bersumber dari wahyu Ilahi. Darinya, semua nabi telah memberi kabar gembira. Semua bangsa menantikan kemunculannya, namun mereka telah melakukan kesalahan dalam menetapkan jati dirinya.


Al-Quran dan Mahdiisme
Dr. Fahimi: Jika riwayat tentang Mahdi begitu autentik, sahih, maka niscaya hal tadi disebutkan dalam al-Quran. Padahal, bahkan kata mahdi pun tidak tercantum dalam kitab suci!

Tn. Hosyyar: Pertama, adalah tidak penting dan wajib bahwa setiap topik yang benar harus disebutkan dalam al-Quran secara amat terperinci dan khusus.

Kenyataannya, ada banyak detail khusus yang benar dan sahih, namun tidak disebutkan dalam kitab suci. Kedua, ada sejumlah ayat dalam kitab suci yang, betapapun ringkasnya, memberi kabar gembira tentag hari ketika para penyembah sejati Tuhan dan mereka yang mendukung agama hakiki dan yang bernilai yang akan memerintah bumi secara menyeluruh. Dan, agama Tuhan, Islam, akan menjadi agama besar di seluruh penjuru dunia. Misalnya, dalam surah al-Anbiyâ` ayat 105, Allah berfirman:

Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahsawanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh.

Dalam surah an-Nûr ayat 55, Allah menjanjikan:

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada menyekutukan sesuatu apapun dengan Aku.

Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). (QS al-Qashash [28]: 5)

Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama meski orang-orang musyrik benci (QS ash-Shaff [61]: 9)

Dari semua ayat ini, secara ringkas bisa disimpulkan bahwa dunia bisa menantikan hari ketika kekuasaan dan pengaturannya akan diserahkan ke tangan kaum mukminin dan mereka yang memiliki keyakinan Ilahi tersebut menjadi pemimpin dan memimpin manusia serta peradabannya menuju kesempurnaannya. Di saat itu, Islam menjadi agama dominan, dan monoteisme akan menggusur politeisme. Periode cemerlang tersebut akan ditandai dengan revolusi sang reformer yang diangkat Tuhan dan juru selamat manusia, al-Mahdi yang dijanjikan. Selain itu, revolusi universal akan digerakkan oleh Muslimin yang berhak.


Kenabian Umum dan Imamah
Dr. Fahimi: Saya tidak tahu mengapa Anda, sebagai Syi`ah, menandaskan bahwa Anda akan membuktikan eksistensi imam. Anda begitu bersemangat dalam keyakinan Anda bahwa jika imam tidak eksis secara fisik, Anda mengatakan ia ada dalam kegaiban. Karena para nabi telah menyampaikan perintah-perintah dari Tuhan, mengapa harus ada kebutuhan akan eksistensi seorang imam?

Tn. Hosyyar: Semua bukti itu dikembangkan guna membuktikan keniscayaan kenabian umum dan kepentingan Tuhan untuk menyampaikan perintah-perintah-Nya kepada manusia, juga mensyaratkan adanya seorang imam sebagai bukti atas eksistensi perintah-perintah tersebut berikut penjagaannya. Untuk menerangkan tentang apa yang telah kami katakan, adalah perlu, betapapun ringkasnya, untuk menyajikan bukti-bukti yang mensyaratkan eksistensi kenabian umum dan kemudian membuktikan eksistensi imam.

Jika Anda ingat pada awal diskusi dan yang akan kami singgung secara ringkas di sini, masalah yang berkenaan dengan kemestian adanya kenabian umum akan menjadi jelas bagi Anda.

(1) Seorang manusia telah diciptakan sedemikian rupa sehingga ia tidak bisa menjalankan urusan-urusannya berdasarkan pandangan dirinya. Ia perlu bantuan dan kerja sama dengan pihak lain. Dengan kata lain, secara inheren ia diciptakan sebagai makhluk sipil dan sosial. Oleh karenanya, ia harus bertindak dalam masyarakat. Adalah jelas bahwa kepentingan-diri dan pertahanan hidup merupakan akar konflik dalam kehidupan sosial. Setiap orang di masyarakat terlibat dalam menggunakan semua ikhtiarnya untuk memanfaatkan sumber daya alam yang terbatas.

Untuk mencapai tujuan ini, ia harus menaklukkan sejumlah rintangan dan bersaing dengan individu-individu lain yang sama-sama mengambil bagian dalam meraih tujuan tersebut. Dalam kondisi demikian, setiap orang menjadi penghalang bagi yang lainnya kepada tujuan yang sama dan, maka itu, saling mengakhiri langkah-langkah hak-hak yang lainnya. Pada titik ini, hukum dibutuhkan guna mengatur relasi sosial sehingga hak-hak manusia akan terlindungi dari pelanggaran dan konflik-konflik akan teratasi tanpa menciptakan kekacauan dan kevakuman hukum.

Adalah mungkin menyimpulkan bahwasanya hukum-hukum merupakan harta yang berharga yang telah ditemukan oleh manusia. Bahkan, adalah mungkin bahwa sejak masa-masa awal pengaturan masyarakat mereka, manusia telah memiliki akses terhadap hukum dan senantiasa menghormatinya demi kebaikan mereka sendiri.

(2) Seorang manusia secara fitrah telah dikaruniai dengan kapasitas untuk menyempurnakan dirinya dan memperoleh kesejahteraan. Dalam perjuangannya yang berkepanjangan, ia tidak punya tujuan lain selain mencapai kesempurnaan sejati. Segenap upayanya diarahkan menuju pencapaian tujuan kesempurnaan yang besar.

(3) Karena manusia ada dalam perjalanan menuju kesempurnaan, perhatian terhadap makna sejati kesempurnaan telah menjadi dari watak alamiahnya. Jadi, adalah mungkin bagi manusia untuk mendapatkan kesempurnaan tadi, lantaran Allah tidak menciptakan sesuatu dalam kesia-siaan.

(4) Pandangan bahwa seorang manusia tersusun dari tubuh dan ruh adalah benar adanya. Ia bersifat materi dari tubuhnya, sedangkan ruhnya meski secara intim terkait dengan tubuhnya dianggap termasuk dunia wujud spiritual.

(5) Karena manusia tersusun dari dua unsur, yakni tubuh dan ruh, ia terikat pada dua jenis kehidupan: dunia sekarang, terkait dengan tubuhnya dan dunia spiritual dan kontemplatif, terkait dengan jiwanya. Akibatnya, berkenaan dengan salah satu dari keduanya, ia memiliki kehidupan kesejahteraan dan kutukan.

(6) Sebagaimana ada hubungan antara tubuh dan ruh, dengan menghasilkan kesatuan, maka ada hubungan dan kaitan sempurna antara kehidupan material dan spiritual. Dengan kata lain, kualitas kehidupan di dunia ini berpengaruh langsung pada kehidupan spiritual. Demikian pula, kondisi-kondisi psikis dan watak spiritual lain memiliki dampak seketika pada cara tindakan manusia secara fisik .

(7) Seorang manusia berada di jalan kesempurnaan dan penuh perhatian terhadap kebutuhan fitrah dan kesempurnaan alamiahnya. Bahkan, Allah tidak menciptakan kehidupan tanpa suatu tujuan. Allah berkewajiban untuk menyiapkan sarana-sarana guna mencapai tujuan tadi dan memperoleh kesempurnaan itu yang ditujukan kepada manusia agar bisa membedakan dan menelusuri jalan tersebut yang mengarah kepada tercapainya kebahagiaan dan terhindar dari perbuatan yang mengarah kepada penyimpangan dosa.

(8) Secara alamiah, manusia mencintai dirinya dan mengejar kepentingan-kepentingannya. Ia tidak tertarik pada hal-hal lain selain membaktikan kebaikan dan kepentingannya sendiri. Pada kenyataannya, ia berupaya menggali potensi manusia dan mengambil keuntungan dari usaha-usaha mereka untuk memenuhi kebutuhannya.

(9) Kendati manusia tersedot dalam mengejar kesempurnaan hakikinya dan ditarik dalam penelitian yang kuat akan kebenaran yang ia percaya akan mengantarnya kepada peleburan, seseringnya ia gagal mencapai tujuan tadi. Alasannya, keinginan egosentrisnya sendiri dan emosi internalnya menaklukkan kemampuannya untuk membedakan jalan yang lurus. Kondisi ini sebenarnya merintangi kemampuan akal praktis untuk mengantarkan manusia kepada kesempurnaan yang diinginkan tadi, dan sebaliknya malah menyesatkan orang kepada jalan yang terkutuk dan penghancuran-diri.

8
IMAM MAHDI

Sistem Apakah Yang Bisa Menyejahterakan Manusia ?
Karena manusia harus hidup dalam suatu masyarakat dan karena batasan-batasan untuk memelihara kepentingan seseorang dan menghindari ekploitasi terhadap manusia merupakan bagian penting dari kehidupan sosial, maka ada kebutuhan terhadap hukum untuk mengendalikan kepentingan yang berorientasi pribadi yang bisa menggiring kepada kekacauan di antara manusia.

Hukum seperti itu bisa menciptakan tatanan di masyarakat hanya ketika syarat-syarat berikut dipenuhi:

(1) Hukum tersebut harus lengkap dan efektif yang meliputi dan mengatur seluruh ruang lingkup aktivitas individu dan kolektif. Ia harus menyediakan kebutuhan bagi segenap lapisan manusia tanpa mengabaikan salah satu aspek kehidupan sosial. Sistem legal seperti itu memproduksi hukum-hukum yang akan sejalan dengan kebutuhan-kebutuhan alamiah dan aktual dari individu, memantulkan realitas internal berikut kondisi eksternal manusia.

(2) Hukum tersebut harus mengantarkan manusia kepada kebahagiaan hakiki dan bukan semata-mata kesempurnaan imajiner dan spekulatif mereka .

(3) Hukum tersebut harus memperhatikan kebahagiaan seluruh manusia, bukan hanya untuk sekelompok masyarakat atau individu tertentu.

(4) Hukum tersebut harus meletakkan pijakan sebuah masyarakat didasarkan pada kebaikan manusia dan kesempurnaan insan. Ia mengantarkannya kepada pencapaian tujuan-tujuan luhur itu dengan memberikan nilai tinggi terhadap kehidupan duniawi sebagai sebuah sarana meraih kebajikan-kebajikan dan kesempurnaan insan tadi, dan tidak sebagai yang terlepas darinya.

(5) Hukum tersebut harus memiliki efisiensi untuk melindungi manusia dari penyelewengan dan kekacauan, dan menjamin hak-hak semua individu tanpa pandang bulu.

(6) Dalam pencapaiannya, hukum ini harus memperhatikan kebutuhan-kebutuhan spiritual dari masyarakat dengan sedemikian cara sehingga tak satu pun dari hukum-hukum tadi menjadi seyang membahayakan bagi eksistensi manusia yang bermakna. Atau, hukum tadi tidak mengarah kepada penyimpangan dari jalan kesempurnaan.

(7) Hukum tadi harus melindungi masyarakat agar mereka tidak berpaling dari jalan eksistensi manusiawi yang benar dan dari memilih jalan kehancuran.

(8) Pemberi hukum sistem seperti itu niscaya sangat mengetahui tentang semua aspek yang menyimpang dan yang lurus dari kebutuhan manusia dan sangat memahami tentang semua keputusan yang disampaikan di berbagai ruang dan waktu.

Tak syak lagi, seorang manusia membutuhkan jenis hukum seperti ini dan itu diakui sebagai kebutuhan hidupnya. Tanpa sistem seperti itu kehidupan manusia akan terperosok dalam bahaya. Dalam sorotan kebutuhan vital ini, kiranya relevan untuk mengajukan pertanyaan tentang apakah hukum buatan manusia itu mampu mengatur masyarakat manusia secara adil.

Kita percaya, hukum yang diundang-undangkan oleh manusia-yang dipengaruhi oleh pikiran picik manusia-tidaklah sempurna dan tidak mengandung kemampuan untuk mengurus masyarakat manusia dengan adil.

Beberapa contoh berikut akan menjelaskan ungkapan tadi:

(1) Pengetahuan dan informasi manusia bersifat terbatas dan lemah. Manusia biasa tidak mengetahui semua kebutuhan orang dan hukum-hukum alam. Ia juga tidak mempunyai pengetahuan memadai tentang baik dan buruk serta semua aspek kepentingan yang saling berlomba di antara pelbagai hukum dan dampaknya pada rumusan keputusan akhir di berbagai ruang dan waktu.

(2) Secara hipotetis jika diakui bahwa adalah mungkin bagi legislator manusia untuk menebarkan hukum-hukum tadi, sudah pasti mustahil untuk menjamin bahwa para legislator ini mengetahui cara-cara yang di dalamnya kehidupan duniawi dan spiritual berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan tindakan yang menampilkan akar-akar utama mereka pada watak manusia. Dan, kendati mereka memiliki kesadaran semacam itu, hal itu tidaklah penting. Gamblangnya, menjaga dan memelihara kehidupan spiritual berada di luar program legislatif mereka. Dengan demikian, kesejahteraan manusia hanya ditilik dari sisi material saja. Padahal, dua sisi eksistensi manusia tersebut berjalin-berkelindan, dan pembagian dua sisi tersebut di luar perkiraan.

(3) Karena manusia berorientasi pada dirinya (self-centered), manipulasi dan eksploitasi terhadap sesama manusia menjadi bagian dari sifatnya. Setiap orang lebih mengedepankan kepentingan dirinya di atas kepentingan orang lain. Dengan demikian, penanggulangan konflik dan pencegahan eksploitasi di luar kesanggupannya. Alasannya, tujuan-tujuan melayani diri sendiri dari para legislator manusia tidak akan pernah membiarkan mereka mengabaikan kepentingan-kepentingan mereka dan para pendukung mereka serta kerja-kerja demi kebaikan manusia.

(4) Para legislator senantiasa menyebarkan hukum secara picik. Selain itu, mereka dipengaruhi oleh duga-sangka, kebiasaan, dan pikiran-pikiran lemah mereka sendiri. Akibatnya, hukum-hukum tadi dijalankan dengan tujuan untuk melindungi kepentingan segelintir orang, tanpa memperhatikan manfaat dan mudarat yang bisa merembet kepada yang lain. Dalam hukum-hukum ini, kesejahteraan umum manusia bukanlah bagian dari sumber legislasi.

Sesungguhnya, hanya sistem hukum yang diturunkan Tuhan yang senapas dengan hukum alam dan yang diturunkan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat. Oleh karenanya, sistem hukum ini bersih dari setiap motif yang berorientasi pada kepentingan manusia. Tentu saja, lebih jauh ini diturunkan demi kesejahteraan manusia secara umum. Jadi, jelas kiranya bahwa manusia membutuhkan hukum Tuhan dan rahmat-Nya meniscayakan bahwasanya Ia memberikan sistem yang lengkap dan sempurna kepada manusia melalui para utusan-Nya.


Kesejahteraan Dunia Lain
Sementara seorang manusia disibukkan dengan aspek-aspek umum kehidupan yang terus menerus, ada sejumlah misteri kehidupan yang berakar pada kedalaman dirinya sendiri yang kepadanya manusia hampir tidak memberikan perhatian, dan ia sendiri nyaris melupakannya.

Ia terikat dengan upaya memperoleh kesejahteraan atau penderitaan berkenaan dengan penolakan diri ini juga. Dengan kata lain, pikiran-pikiran yang baik dan akidah yang benar, akhlak mulia, dan perbuatan-perbuatan terpuji yang bersumber dari diri yang kaya akan mengarah kepada kesempurnaan spiritual dan kekuasaan juga kepada keberhasilan dan keutamaan, sebagaimana akidah-akidah yang batil, akhlak yang buruk, dan perbuatan yang tercela yang bersumber dari diri yang menyimpang, mengarah kepada kehinaan, penderitaan, dan penyimpangan-diri.

Maka itu, jika seseorang menempatkan dirinya pada jalan kesempurnaan, ia akan membiarkan diri sejati dan hakikinya dijaga dan ditingkatkan sehingga naik dan menempati kediaman asalnya yang dipenuhi dengan rahmat dan cahaya. Sebaliknya, jika ia mengorbankan semua sarana untuk meraih kesempurnaan diri dengan tunduk kepada hasrat-hasrat hewani, maka ia akan mengubah dirinya menjadi binatang buas dan amoral, setelah menyimpang sepenuhnya dari jalan yang lurus.

Pada gilirannya, manusia memerlukan program yang terstruktur baik bagi kemajuan diri-batinnya yang tanpa itu ia tidak bisa berharap melewati jalan yang berbahaya dan sangat sulit ini. Dengan membiarkan hasrat hewaninya menunggangi kesempurnaan spiritual dan moral, sesungguhnya ia menundukkan kemampuan penalaran intuitifnya untuk mencapai keputusan yang berarti. Akibatnya, ia jatuh pada kegelapan salah-bimbing, yang menghancurkan kekuatannya untuk memenuhi keperluan-keperluan hidup yang baik, menghukumi yang baik sebagai buruk dan yang buruk sebagai baik.

Sesungguhnya, hanya Tuhan Zat Pencipta manusia, yang mengetahui sumber kesejahteraan manusia, kebaikan dan keburukan, yang mampu memberikan petunjuk benar dan program nan lengkap untuk meraih kesempurnaan dan kebahagiaan sejati serta menghindari hal-hal tersebut yang menyebabkan kehinaan dan penderitaan. Ringkasnya, manusia pun membutuhkan Tuhan Sang Pencipta dalam memperoleh kesejahteraannya di akhirat kelak.

Oleh karena itu, adalah mustahil menyimpulkan bahwa Tuhan Yang Mahabijak tidak mengajari manusia yang secara potensial mampu memahami kesejahteraan dan mudarat hanya sebatas pada kekuatan-kekuatan diri yang menyimpang. Atau Dia tidak membebaskan manusia dari kekuatan-kekuatan kejahilan dan kesesatan. Alih-alih demikian, Dia malah menganugrahi manusia berupa rahmat dan kebaikan yang meruah dengan membimbing mereka melalui para nabi as yang dipilih dari kalangan manusia.

Para nabi yang diutus ini dilengkapi aturan-aturan dan hukum-hukum untuk mengarahkan kehidupan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat serta memerangi kesulitan-kesulitan yang disebabkan oleh pengabaian petunjuk ini. Dengan melakukan demikian, Allah telah menghilangkan semua dalih mungkin dari manusia yang mungkin gagal mencapai tujuan kesejahteraan yang diinginkan.


Jalan Kesempurnaan
Jalan kesempurnaan manusia membawanya kepada Tuhan tertanam dalam akidah nan kuat, amal saleh, dan akhlak mulia. Keterangan tentang jalan ini disingkapkan kepada para nabi as sehingga mereka bisa mengajak manusia kepadanya. Adalah penting menandaskan bahwa jalan ini tidak sekadar jalur formal yang tidak punya kaitan dengan bentuk atau esensi tujuan-tujuan Ilahi. Justru sebaliknya, ini merupakan jalan yang benar dan hakiki, yang bersumber dari Allah. Siapapun yang ditempatkan dalam arahnya bisa menembus aras-aras tertinggi dari alam semesta nirwatas (limitless) dan langit-langit surga dengan menggunakan kesempurnaan batin diri.

Dengan kata lain, agama yang benar merupakan jalan lempang yang siapapun yang menempatkan dirinya pada arahnya, berarti menyempurnakan diri sejati dan kemanusiaannya melalui jalan lurus dan mulia dan menempati tempat tinggal yang abadi dan sumber segenap kesempurnaan. Dan siapapun yang menyempal dari jalan yang lurus ini dengan sendirinya menapaki jalan sesat dari eksistensi setani, tanpa kebajikan maupun akhlak mulia yang mendukung mereka. Orang-orang seperti itu sesungguhnya tidak sanggup melangkah pada jalan eksistensi mulia yang benar. Sejatinya, orang tersebut tidak bisa mengharapkan sesuatu yang lebih baik selain dikutuk ke neraka.


Kemaksuman Para Nabi as
Berkat rahmat Tuhan, para nabi diutus sebagai pemandu yang mengajarkan perintah-perintah dan hukum-hukum agama kepada manusia sehingga mengantarkan mereka kepada kesejahteraan mereka di dunia dan akhirat. Tujuan ini dapat diradukan hanya jika para nabi as dijaga dari perbuatan salah dalam menyampaikan wahyu kepada manusia. Andaikata para nabi tidak maksum, manusia bisa berdalih karena menerima petunjuk-petunjuk yang benar dari Tuhan.

Dengan kata lain, seorang nabi harus terjaga dan steril dari segala jenis kesalahan dan kealpaan dalam menyampaikan wahyu kepada manusia. Ini dikenal sebagai 'ishmah (keterjagaan dari dosa). Bahkan, seorang nabi sendiri haruslah seorang layak diteladani, mengikuti semua perintah Ilahi dalam kehidupan pribadinya. Hanya dengan begitu, ia bisa mengajak manusia menaati perintah Allah, memperlihatkan keabsahannya melalui karakter dan perilaku pribadinya.

Dalam hal ini, orang-orang bisa mengikutinya secara asertif menuju kesempurnaan hakiki mereka sendiri. Pun, ia merupakan proposisi yang diturunkan secara rasional yang tak seorang pun bisa mengharapkan yang lain untuk menjalankan bimbingan moral dan petunjuk agama ketika ia sendiri tidak mengikuti dua hal tadi. Suatu seruan kepada jalan Tuhan seyogianya diperagakan oleh nabi.

Adalah jelas, pengetahuan dan persepsi kita tidak bebas dari kesalahan, lantaran keduanya ditempatkan melalui persepsi indrawi kita dalam menerimanya. Tak seorang pun bisa menyangkal saat-saat ketika indra kita telah melakukan kesalahan dalam persepsi. Akan tetapi, ketika pengetahuan dan aturan-aturan tersebut muncul dalam bentuk petunjuk dari Tuhan, yang diwahyukan kepada para nabi, ia semua bebas dari bahaya-bahaya seperti itu.

Sesungguhnya, wahyu bukanlah jenis pengetahuan yang diturunkan dari persepsi-persepsi indrawi. Jika wahyu seperti itu, ia pun condong kepada bahaya yang sama sebagaimana halnya persepsi manusia, yang mengeluarkan orang-orang tersebut dari kepercayaan pokok dalam perintah-perintah agama. Kebenaran dan pengetahuan agama tentang masalah-masalah gaib disampaikan kepada para nabi melalui wahyu yang turun ke dalam hati mereka dan kedalaman batin mereka. Kebenaran sejati dialami oleh para nabi tersebut dalam eksistensi duniawi mereka, yang mereka sampaikan ke seluruh manusia sepadan dengan kemampuan mereka untuk memahami dan mengikutinya. Dengan demikian, kebenaran-kebenaran agama diberikan kepada para nabi dan disampaikan kepada manusia oleh mereka yang terjaga dari kesalahan ataupun kebatilan.

Karena alasan inilah, para nabi as dilindungi dari kedurhakaan dan salah dalam mengambil keputusan serta diberi kuasa untuk bertindak berdasarkan pengetahuan mereka. Bagaimana mungkin itu terjadi sebaliknya? Seseorang yang telah mencapai aras kebenaran melalui pengalaman dan observasi langsung tak mungkin dibayangkan bertindak melawan kebenaran. Bahkan, setelah memperoleh tingkat kesempurnaan semacam itu tak bisa dibayangkan ia jatuh ke dalam maksiat .


Rasionalisasi Imamah
Setelah membuktikan kemestian kenabian umum untuk memandu manusia kepada tujuan dunia dan akhiratnya, kiranya tepat untuk menyatakan bahwa bukti yang sama bisa dipakai untuk membangun fakta bahwa ketika Nabi wafat, maka pasti ada seseorang yang sanggup mengantarkan manusia kepada tujuan akhir mereka. Sosok ini haruslah seseorang yang bisa melanjutkan kerja Nabi dalam memelihara aturan-aturan Ilahi dan mengantarkan manusia kepada jalur agama dan jalan spiritual. Tujuan-tujuan tersebut tidak bisa dipenuhi tanpa kehadiran orang seperti ini di tengah-tengah manusia.

Merekalah yang sanggup menerapkan hukum-hukum tersebut tanpa kesalahan dalam pengetahuan dan tindakan. Dengan demikian, dalam ketiadaan Nabi, kasih sayang (luthf) Tuhan meniscayakan adanya seseorang di antara manusia yang menjaga wahyu Ilahi sehingga terlindungi dari campur tangan dan interpolasi manusia. Hukum-hukum tersebut dapat diterapkan oleh manusia di sepanjang zaman.

Figur terkemuka ini pun mesti, layaknya Nabi, steril dan terlindungi dari kesalahan ataupun kekeliruan dalam menerima, mencatat, dan menyampaikan perintah-perintah Tuhan untuk menegakkan bukti bahwa petunjuk Allah kepada manusia berwatak terpadu. Bahkan, ia seyogianya memiliki pengetahuan tinggi dalam memahami kebenaran perintah-perintah agama dan dirinya sendiri harus beramal berdasarkan aturan-aturan ini.

Pada gilirannya, orang lain pun bisa menyelaraskan tindakan-tindakan dan pendapat-pendapat mereka sendiri dengannya serta mengikuti teladannya ihwal pencarian mereka terhadap kebenaran tanpa jatuh dalam keraguan dan kesesatan serta tanpa memutuskan untuk berkilah tidak menemukan bukti kebenaran agama. Karena imam harus juga terlindung dari perbuatan keliru dalam memikul tanggung jawab berat ini, maka harus diingat bahwa pengetahuan imam berada di luar pengetahuan capaian melalui persepsi indra.

Oleh karenanya, pengetahuan ini berbeda dari pengetahuan orang ramai. Melalui petunjuk Nabi sendiri sang imam memiliki wawasan jernih atas pengetahuan agama. Lagi pula, ia dikaruniai pengalaman langsung akan kebenaran tersebut melalui pandangan batinnya. Lantaran itu, ia terjaga dari kesalahan dan kealpaan. Seitu, perbuatan-perbuatannya senapas dengan pengalaman dan pengamatan langsung akan kebenaran agama ini. Yang lebih penting, inilah sifat yang mensyaratinya untuk meniscayakan keberadaan imamah bagi umat Muslim.

Dengan kata lain, mesti ada manusia sempurna di kalangan manusia, yang memiliki keimanan mutlak akan wahyu Tuhan dan memeragakan karakter terbaik dan kualitas personal untuk memimpin manusia detik demi detik pada perintah-perintah Tuhan. Pada semua aras ini ia mesti terlindungi dari kesalahan, kealpaan, dan tindakan kedurhakaan. Ia mesti maksum. Ia merupakan perpaduan iman dan amal, pengetahuan dan tindakan, yang menjadikannya personifikasi dari semua potensi kesempurnaan insan yang mungkin.

Realisasi semua potensi ini tak syak lagi menahbiskannya sebagai pemimpin manusia. Jika manusia, pada titik tertentu, terbuang dari kepemimpinan ini, situasi itu bisa menggiring pada lenyapnya perintah-perintah Tuhan yang justru diturunkan demi kebaikan manusia. Selain itu, ia bisa mengakibatkan terputusnya bantuan Tuhan dan memutuskan hubungan antara alam samawi dan alam manusia .

Dengan kata lain, mesti ada seseorang di kalangan manusia yang dikaruniai bantuan khusus dari Tuhan dan dijaga melalui kasih sayang (luthf)-Nya. Dengan dua hal tadi, ia menyiapkan pertolongan wajib dan mengantarkan manusia kepada kesempurnaan sejalan dengan potensi-potensi Ilahiah yang dilimpahkan kepada mereka.

Bahkan, melalui pengetahuannya dan dengan cara yang mungkin, ia akan menolong mereka dalam perjalanan mereka menuju Sang Pencipta. Itulah eksistensi dari kehadiran kudus imam sebagai bukti Allah dan sebagai teladan sempurna dari kehidupan agama yang bisa mewujudkan kehadiran Tuhan dan penyembahan kepada-Nya dalam sebuah masyarakat. Tanpa eksistensi sang imam, Tuhan tidak bisa dikenali atau disembah secara sempurna. Jiwa imam adalah wadah pengetahuan Tuhan dan rahasia-rahasia-Nya. Ia bak cermin yang memantulkan realitas alam material, dan manusia menarik manfaat dari pantulan-pantulan tersebut.

Dr Jalali: Sesungguhnya, proteksi atas perintah-perintah agama dan hukum tidak terbatas kepada satu orang yang harus mengetahuinya dan mengamalkan seluruhnya. Alih-alih, jika semua aturan keagamaan dan hukum didistribusikan di kalangan manusia dan jika setiap kelompok mempelajari dan mempraktikkan dari masing-masing aturan ini, mereka semua terlindungi dari perspektif pengetahuan tentang itu berikut pengamalannya.

Tn. Hosyyar: Hipotesis Anda tertolak dari dua sudut: pertama, dalam diskusi kita sebelumnya kami telah menunjukkan bahwa mesti ada orang terkemuka di kalangan manusia yang menjadi perwujudan segenap kualitas kasih sayang yang mungkin dan personifikasi eksistensi keagamaan dalam semua maknanya.

Bahkan, ia harus bebas dari kebutuhan memperoleh ilmu-ilmu penting dan pendidikan dari selain Tuhan. Jika orang seperti itu tidak ada di kalangan manusia, maka manusia menjadi terbebas dari bukti dan pengetahuan Tuhan mengenai tujuan-tujuan-Nya. Sudah tentu, ketika spesies tertentu kehilangan maksud dan tujuan, maka kehancurannya sudah pasti. Menurut hipotesis Anda, figur sempurna semacam itu tidak ada karena setiap orang dari figur ini, bahkan ketika ia mengetahui dan bertindak berdasarkan sejumlah perintah tersebut, tidak berada di jalan agama yang lempang dan sesungguhnya telah menyimpang darinya.

Alasannya, perintah-perintah agama tadi secara tak terhindarkan sangat berjalin-berkelindan dan secara mendalam saling berhubungan sebagai suatu kesatuan bagi mereka yang diambil secara parsial.

Kedua, sebagaimana ditunjukkan sebelumnya, karena perintah-perintah dan hukum-hukum diturunkan sebagai bimbingan bagi manusia, mereka tidak hanya akan tetap tegar tapi juga harus terlindungi. Semua cara kepada perubahan-perubahan, distorsi atau desktruksi mereka akan tetap tertutup kuat-kuat, dan mereka harus terjaga dari semua bahaya.

Tujuan ini dapat dipenuhi hanya ketika orang yang bertugas tersebut terlindung dari kesalahan dan bebas dari kealpaan serta kedurhakaan. Tidak satu pun dalam hipotesis Anda yang menjamin hal ini lantaran masalah salah keputusan dan kealpaan merupakan suatu kementakan (possibility) bagi setiap orang. Buntutnya, perintah dan hukum Ilahi tidak steril dari setiap perubahan atau penghapusan. Seitu, bukti tuntutan Allah yang mutlak ataupun penghapusan dalih manusia tidak dapat diperoleh.


Dalil Tekstual Wajibnya Imamah
Tn. Hosyyar: Semua yang telah kita perbincangkan lebih jauh ditunjukkan dalam hadis-hadis riwayat Ahlulbait as. Jika Anda berminat menyelidiki hadis-hadis tersebut Anda bisa merujuk kitab-kitab hadis.

Di sini kami akan menukil sebagian darinya demi kebaikan Anda:

Salah seorang sahabat Imam ash-Shadiq as bernama Abu Hamzah berkata: Aku bertanya kepada Imam, "Bisakah bumi tetap ada tanpa kehadiran imam?"

Beliau menjawab, "Jika bumi kosong dari imam, ia akan hancur."4

Al-Wasysya, sahabat dekat Imam ar-Ridha as, berkata, "Aku bertanya kepada Imam as, 'Mungkinkah bumi tanpa imam?' Beliau menjawab, 'Tidak mungkin.' Aku berkata kepadanya bahwa telah sampai kepada kami bahwa bumi tidak mungkin tanpa adanya imam, kecuali ketika Allah murka kepada manusia. Pada saat itu beliau menjawab, 'Bagaimanapun, bumi tidak mungkin kosong dari imam. Bila itu terjadi sebaliknya, maka bumi akan hancur.'"5

Ibn ath-Thayyar melaporkan bahwa ia mendengar dari Imam ash-Shadiq as bahwa jika masih ada dua orang di muka bumi, satu dari kedua orang itu pastilah Hujjah Allah [Imam Mahdi]. Dalam hadis lain, Imam al-Baqir as dilaporkan telah bersabda, "Demi Allah, dari saat Allah wafatkan Adam hingga hari ini, Allah tidak meninggalkan bumi ini tanpa seorang imam yang melaluinya petunjuk-Nya tersedia bagi manusia. Inilah imam yang merupakan Hujjah Allah kepada manusia.
Sepanjang ada kebutuhan terhadap bukti Allah bumi takkan kosong dari seorang imam."6

Dalam hadis lain, Imam ash-Shadiq dilaporkan telah berkata: "Allah menciptakan kami dalam sebaik-baik bentuk dan telah menunjuk kami sebagai penjaga seluruh perintah Ilahi. Pohon berbicara kepada kami dan melalui pengenalan kepada kami Allah disembah." Imam as juga mengatakan: "Para khalifah Nabi saw adalah pintu-pintu pengetahuan ketuhanan. Oleh karena itu, siapapun harus memeluk agama melalui mereka. Tanpa mereka Tuhan tidak bisa dikenal. Melalui keberadaan para khalifah inilah Allah akan memperlihatkan hujjah-Nya kepada para hamba-Nya."7

Abu Khalid, seorang sahabat dekat Imam al-Baqir menanyakan tafsir ayat yang mengatakan: "Berimanlah kepada Allah, Rasul-Nya, dan cahaya yang telah diturunkan-Nya."

Imam as menjawab:

Wahai Abu Khalid, "cahaya" itu artinya para imam. Wahai Abu Khalid, cahaya para imam di hati orang mukmin lebih terang ketimbang cahaya matahari. Mereka adalah orang-orang yang menerangi kalbu-kalbu orang-orang mukmin. Allah menolak dan menyembunyikan cahaya ini dari siapapun yang dikehendaki-Nya, sebagai akibatnya hati sebagian manusia menjadi gelap dan terhijab.8

Menurut hadis lain, Imam ar-Ridha as mengatakan:

Ketika Allah akan menunjuk seseorang untuk menjaga urusan-urusan manusia, Dia melapangkan dadanya dan menjadikan hatinya sumber hakikat dan kearifan.

Secara tunak, Dia melimpahinya dengan pengetahuan-Nya agar setelah mencapainya ia mampu menjawab pertanyaan apapun. Bahkan, dalam menjelaskan realitas ini dan memberikan petunjuk yang hak ia tidak akan jatuh dalam kesalahan ataupun kebatilan. Dia bebas dari dosa dan kesalahan apapun. Ia maksum.

Sepanjang masa ia tetap sebagai penerima dukungan dan bantuan Allah, dan terlindung dari maksiat dan dosa. Allah melantiknya kepada kedudukan puncak ini sehingga ia menjadi hujjah eksistensi Allah di muka bumi. Inilah rahmat khusus (luthf) Allah, yang Ia berikan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya rahmat Allah begitu luas.9

Bahkan dalam hadis lain, Nabi saw menyatakan: "Bintang gemintang adalah pengaman bagi para penghuni langit. Jika mereka hancur maka akan hancur pula para penghuni langit. Anggota keluargaku adalah pengaman bagi para penghuni bumi. Oleh karena itu, jika mereka tidak ada, para penghuni bumi pun akan binasa."10

Dalam salah satu pidatonya, Imam Ali as berkata:

Bumi tak akan pernah kosong dari seorang al-Qâ' im pembawa hujah-Nya, baik ia yang tampak dan dikenal atau yang cemas terliput oleh kezaliman atas dirinya. Sehingga dengan demikian takkan pernah batal hujjah-hujjah Allah dan tanda-tanda kebenaran-Nya. Aku sungguh-sungguh menyatakan bahwa meskipun jumlah mereka sedikit namun kedudukan mereka sangatlah tinggi. Melalui mereka Allah menjaga hujjah-hujjah dan tanda-tanda-Nya sampai mereka menyerahterimakannya kepada orang-orang yang berpadanan dengan mereka, dan menanamnya di hati orang-orang yang seperti mereka .

Hakikat "ilmu" menghunjam dalam lubuk kesadaran nurani mereka sehingga tindakan mereka berdasarkan "ruh" keyakinan. Hidup berzuhud, yang dirasa keras dan sulit bagi kaum yang suka bermewah-mewah, bagi mereka terasa lembut dan lunak. Hati mereka tenteram dengan segala yang justru menggelisahkan orang-orang jahil. Mereka hidup di dunia ini dengan tubuh-tubuh yang "tersangkut di tempat-tempat yang amat tinggi". Mereka itu khalifah-khalifah Allah di bumi-Nya yang menyeru kepada agama-Nya.11

Dalam khutbah yang sama Imam Ali bin Abi Thalib as telah memaparkan keutamaan Ahlulbait dengan mengatakan:

Kelembutan al-Quran adalah tentang mereka (Ahlulbait) dan mereka adalah khazanah-khazanah Allah. Jika mereka berbicara mereka berbicara kebenaran, namun jika mereka diam tak seorang pun bisa bicara kecuali mereka berbicara.12

Mereka adalah tiang-tiang Islam dan benteng perlindungannya. Bersama mereka kebenaran telah kembali kepada posisinya yang tepat dan kebatilan telah musnah dan lidahnya tercerabut dari akar-akarnya. Mereka telah memahami agama secara cermat, bukan karena semata-mata warisan dari para penyampai, karena alangkah banyaknya para penyampai pengetahuan namun betapa sedikitnya yang memahaminya.13

Pendeknya, berdasarkan bukti rasional dan tekstual, orang bisa menyimpulkan bahwa sepanjang manusia tinggal di bumi, mesti ada seorang insan kamil dan terjaga secara Ilahi di antara mereka yang bisa menjelmakan seluruh sifat sempurna yang mungkin diraih manusia. Bahkan, orang semacam itu haruslah bertanggung jawab, baik secara teoretis dan praktis, untuk membimbing manusia. Orang ini adalah imam, pemimpin manusia. Setelah ia sendiri menapaki jalan suci kesempurnaan insan, ia mengembankan pada dirinya sendiri untuk menyeru pihak lain menuju tahapan dan kedudukan tersebut.

Oleh karenanya, ia menjadi penghubung antara alam ruh yang gaib dan alam manusia yang kasatmata. Ikatan-ikatan alam gaib pertama-tama turun kepadanya dan melaluinya sampai kepada manusia lainnya. Jelaslah, ketiadaan orang semacam ini di antara manusia akan mengarahkan mereka kepada sembarang tujuan. Ketiadaan semacam ini akan menggiring kepada kehancuran masyarakat manusia.

Dalam analisis terakhir, tanpa mengabaikan adanya bukti-bukti lain, bukti-bukti rasional dan tekstual ini menguatkan bahwa tidak ada periode sejarah, termasuk di zaman kita sekarang, yang kosong dari eksistensi seorang imam. Karena tidak ada imam yang hadir di zaman ini, kita bisa katakan bahwa imam tersebut dalam kegaiban dan tinggal di dalam kehidupan yang dirahasiakan.

***

MALAM kian larut. Setiap orang merasa lelah dan memutuskan untuk melanjutkan diskusi tersebut pada waktu lain.[]


Catatan Kaki
1. Lihat tesis yang tersaji dalam buku Al-Mahdiyyah fî al-Islâm, hal.48-68.

2. Untuk detail lebih jauh tentang syarat-syarat yang diperlukan di bawah otoritas khalifah ini, lihat: Ali al-Wardi, Naqsy-i vu'aazh dar Islâm, yang merupakan terjemahan dari karya berbahasa Arab oleh Khaliliyan, hal.111-137. Legenda tentang Abdullah bin Saba secara kritis telah dianalisis oleh Sayyid Murtadha al-Askari dalam kajian monumentalnya bertajuk 'Abdullâh bin Sabâ; dan oleh Thaha Husain, 'Alî va Farzandânasy, yang merupakan terjemahan dari bukunya berbahasa Arab oleh Khalili, hal.139-143 .

3. Pengarang mengatakan: Mahdi dalam Agama-agama Lain. Dengan demikian ia menggunakan istilah mahdî sebagai suatu istilah umum bagi pemimpin mesianik manapun yang kemunculannya ataupun kembalinya ditunggu-tunggu oleh para pengikut agama-agama lain. ( Penerjemah Bahasa Inggris-A.A. Sachedina).

4. Al-Kulaini, Ushûl al-Kâfî, jilid 1/334.

5. Ibid.

6. Ibid., hal.333, 335.

7. Ibid, hal.368-69.

8. Ibid., hal.372.

9. Ibid., 1/390.

10. Suyuthi, Tadzkirat al-Khawâshsh, hal.182 .

11. Nahj al-Balâghah, khutbah 147, jilid 3.

12. Ibid., khutbah 154.

13. Ibid., khutbah 235.

9
IMAM MAHDI

BAB 4

Alam Gaib dan Imam Zaman
PERTEMUAN berikut dilangsungkan di kediaman Dr. Jalali. Dialah orang pertama yang membuka diskusi.

Dr. Jalali: Sebagian kecil Muslimin percaya bahwa Imam Zaman adalah putra Imam Hasan al-Askari yang lahir pada tahun 256 H/843 M. Akan tetapi, mereka mengatakan bahwa ia diangkat dari dunia ini ke alam gaib yang disebut sebagai Hurqalyah1. Ketika manusia mencapai kematangan dan mengakhiri kehidupan yang dikuasai pertikaian dunia ini seraya menyiapkan dirinya sendiri untuk bertemu dan melihat Imam Zaman, ia akan lebih mudah untuk melihatnya .

Salah seorang otoritas terkemuka telah menulis demikian dalam bukunya:

Alam [gaib] ini telah merapat sampai ia menyatu dengan bumi. Di masa Adam, ia diperintahkan: 'Naiklah!' Dan, sampai sekarang ia naik. Dia belum melepaskan dirinya sendiri dari keterikatan-keterikatan duniawi dan kotoran-kotoran yang menahannya. Dia belum mencapai atmosfer yang bersih. Jadi, di sini semuanya berupa kegelapan.

Dalam kegelapan, seorang manusia mencari suatu agama dan melakukan perbuatan-perbuatan. Ia memiliki serangkaian keyakinan. Ketika ia membebaskan dirinya dari debu tradisi-tradisi dan memasuki ruang yang bersih, ia akan menyaksikan wajah berseri wali Allah itu (= Imam Keduabelas). Ia [Adam] mendapatkan manfaat dari kehadirannya tanpa halangan secara nyata. Pada saat itu, tata tertib agama akan menjadi sesuatu yang lain dan agama akan mencapai bentuk sejatinya sehingga segala sesuatu akan berbeda.

Dari itu, kita harus mikraj ke dunia tersebut tempat wali Allah ini hadir dan tidak menantinya untuk mendatangi kita. Jika ia mendatangi kita dan menemukan kita lemah, kita tidak bisa mendapatkan manfaat darinya. Bahkan, jika ia mendatangi kita dan kita tetap dalam kondisi [eksistensi penuh dosa] yang sama, kita tidak akan bisa menemuinya. Ini pun berlawanan dengan akal sehat. Di sisi lain, jika keadaan kita berubah lebih baik dan meningkat, maka posisi kita niscaya beranjak naik. Nama alam tersebut bahasa teosofi adalah Hurqalyah. Jadi, ketika dunia naik ke aras tinggi itu, ia mencapai maqam Hurqalyah. Di tempat itu, ranah Imam diketahui. Kebenaran dimenangkan dan kebatilan dikalahkan.2

Tn. Hosyyar: Maksud pengarang itu dalam tulisan tadi tidaklah jelas. Jika ia bermaksud menyampaikan bahwa Imam Zaman as telah memasrahkan eksistensi ragawi dan tubuh fisiknya untuk mikraj ke alam ideal tersebut, akibatnya ia bukan lagi orang yang ada di bumi ini yang memerlukan jasad duniawi dan terikat dengan kemestian-kemestian duniawi. Pandangan ini, di samping pada dirinya sendiri tidak rasional, tidak sesuai dengan bukti-bukti rasional dan tekstual yang membuktikan keniscayaan imamah.

Sudah tentu, bukti-bukti ini menunjuk kepada fakta bahwa mesti ada di tengah-tengah manusia seorang insan sempurna yang memiliki semua sifat unggul dan nilai kebajikan dalam dirinya bisa diaktualisasikan. Orang semacam itu-yang telah mencapai jalan lempang agama-akan menunjukkan jalan tersebut dan memimpin manusia kepadanya.

Baru setelah itu, imam tersebut bisa berperan sebagai teladan dan menjaga aturan-aturan Tuhan dan berperan sebagai otoritas yang kompeten dan bukti keberadaan Tuhan (hujjatullâh). Imam Keduabelas adalah orang seperti itu. Dengan melihatnya secara berbeda, kebutuhan pemandu dan pembimbing amat terasa ketika manusia bergerak menuju sejumlah tujuan, yang diperintahkan untuk mencapai kesempurnaan tersebut.

Akan tetapi, jika maksud pengarang berkaitan dengan Hurqalyah adalah untuk memastikan suatu tempat di alam material ini, maka kami setuju dengan keyakinan yang dipegangnya. Namun, makna belakangan yang lebih rasional tampak tidak sesuai dengan pengertian eksplisit dalam tulisannya. 'Ala kulli hal, tampaknya pendapat ini lemah.


Apakah Imam Dilahirkan Di Akhir Zaman?
Dr. Fahimi: Kami bisa menerima hal ini dari apa yang telah Anda katakan, yakni, eksistensi al-Mahdi di tengah-tengah kebenaran Islam tak terbantahkan lagi, yang untuk itu Nabi pribadi telah menyampaikan informasi tersebut. Akan tetapi, apakah ada masalah jika kita katakan al-Mahdi yang dijanjikan belumlah lahir? Ketika kondisi-kondisi dunia telah kondusif Allah akan melantik salah seorang keturunan Nabi yang akan menegakkan aturan keadilan dan menciptakan kondisi-kondisi bagi ibadah yang ikhlas kepada Allah dengan menghancurkan pasukan kezaliman serta berusaha memerangi para pelaku kejahatan sampai kemenangan diperoleh.

Tn. Hosyyar: Izinkanlah saya untuk menunjukkan bahwa kita telah membuktikan melalui semua bukti rasional dan tradisional bahwa tidak satu periode pun dari kehidupan manusia tanpa kehadiran seorang imam. Pasalnya, ketiadaan imam akan mengarah kepada kemunduran manusia. Oleh karenanya, zaman kita pun tidak mungkin tanpa kehadiran imam.

Selain itu, kami telah meneguhkan eksistensi al-Mahdi secara berturut-turut melalui hadis dan riwayat dari Nabi dan keluarganya. Dari sana, kita juga akan memperoleh paparan tentang orang dan karakternya dari sumber-sumber yang sama. Syukurlah, semua karakteristik dan tanda-tanda eksistensinya tercakup dalam sejumlah hadis, tidak meninggalkan kesamaran ataupun ketaktepatan pada nilainya. Akan tetapi, jika kita betul-betul membaca semua riwayat tersebut, semua ini akan memerlukan sejumlah pertemuan. Karena itu, saya tidak percaya bahwa Anda, dengan kesibukan Anda yang begitu padat, punya banyak waktu. Beranjak dari situ, saya hanya akan memberi Anda daftar riwayat ini dan Anda bebas melakukan pengujian yang lebih terperinci guna memuaskan minat Anda.


Paparan tentang al-Mahdî
Ulama kontemporer, Shafi Gulpaygani, telah mengumpulkan semua hadis berikut dalam kitabnya, Muntakhab al-Atsar, dengan menukil sumber-sumbernya dari jalur Sunni dan Syi`i. Berikut daftar subjek yang dimaksud dan sejumlah hadis tentang subjek itu:

Hadis 91: "Para imam berjumlah dua belas orang. Yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib dan yang terakhir adalah al-Mahdi."

Hadis 94: "Para imam berjumlah duabelas dan yang terakhir adalah al-Mahdi."

Hadis 107: "Para imam ada duabelas orang. Sembilan di antaranya keturunan Husain, dan yang kesembilan itu al-Qâ' im."

Hadis 389: "Mahdi berasal dari keturunan Nabi."

Hadis 214: "Mahdi berasal dari keturunan Ali."

Hadis 192: "Mahdi berasal dari keturunan Fathimah ."

Hadis 185: "Mahdi berasal dari keturunan Husain ."

Hadis 148: "Mahdi adalah keturunan Husain yang kesembilan."

Hadis 185: "Mahdi berasal dari keturunan Ali bin Husain."

Hadis 103: "Mahdi berasal dari keturunan Imam Muhammad al-Baqir."

Hadis 103: "Mahdi berasal dari keturunan Imam Ja'far ash-Shadiq."

Hadis 99: "Mahdi adalah keturunan Imam ash-Shadiq yang keenam."

Hadis 101: "Mahdi adalah keturunan Imam Musa al-Kazhim."

Hadis 98: "Mahdi adalah keturunan Imam al-Kazhim yang kelima."

Hadis 95: "Mahdi adalah keturunan keempat Imam Ali ar-Ridha."

Hadis 90: "Mahdi adalah keturunan ketiga Imam Muhammad at-Taqi."

Hadis 90: "Mahdi adalah keturunan Imam Ali al-Hadi ."

Hadis 145: "Mahdi adalah putra Imam Hasan al-Askari ."

Hadis 148: "Nama ayah al-Mahdi adalah Hasan."

Hadis 47: "Nama dan gelar al- Mahdi sama dengan nama dan gelar Nabi."3

Nabi saw bersabda:

Al-Mahdi yang dijanjikan berasal dari keturunanku. Nama dan gelarnya sama dengan nama dan gelarku. Dalam penciptaan dan perilaku ia yang paling dekat denganku. Ia akan hidup dalam kegaiban. Selama masa kegaiban, manusia akan kebingungan dan tersesat. Di saat itu, laksana bintang gemerlap ia akan muncul kembali dan mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan, sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani sebelumnya.4

Sebagaimana yang bisa Anda saksikan dari hadis-hadis di atas, al-Mahdi telah diidentifikasi sedemikian jelas di mana tidak ada keraguan tentang sosoknya. Pada titik kritis ini, tampaknya tepat untuk mengingatkan diri kita bahwa berdasarkan sejumlah hadis Nabi dan laporan-laporan sejarah, siapapun bisa menyimpulkan bahwa Nabi saw telah melarang gabungan nama dan julukannya dalam satu sosok. Maka itu, ini merupakan peristiwa yang jarang terjadi dalam sejarah.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi saw bersabda, "Jangan menggabungkan nama dan julukanku dalam satu orang."5 Disebabkan larangan inilah maka saat Ali bin Abi Thalib memilih nama dan julukan Nabi saw untuk putranya Muhammad bin al-Hanafiyyah, para sahabat Nabi saw mengajukan keberatan terhadapnya. Ali bin Abi Thalib as menjawab keberatan ini dengan mengatakan: "Aku punya izin khusus dari Nabi saw tentang masalah ini." Sejumlah sahabat membenarkan ucapan Ali ini.

Jika kandungan hadis ini dihubungkan dengan hadis yang menyatakan bahwa al-Mahdi akan mempunyai nama dan gelar Nabi saw, maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw sendiri menghendaki penggabungan nama dan gelarnya sebagai bagian dari tanda-tanda al-Mahdi masa depan sebagai pengecualian darinya. Kasus Muhammad bin al-Hanafiyyah merujuk kepada fakta ini yakni penyatuan nama dan gelar Nabi saw pada dirinya. Pada gilirannya, ia mengklaim-dengan alasan nama dan gelar Nabi yang menyatu pada dirinya-tanda kemahdiannya ketika mengatakan: "Benar. Akulah al-Mahdi. Namaku sama dengan nama Nabi saw, dan gelarku sama dengan gelarnya."6


Mahdi Berasal dari Keturunan Husain bin Ali
Dr. Fahimi: Para ulama kita mengakui bahwa al-Mahdi berasal dari keturunan Husain. Mereka menyebut hadis berikut yang diriwayatkan dalam Sunan Abi Dawud :

Abu Ishaq meriwayatkan: "Ali, ketika melihat putranya Hasan, berkata, 'Putraku ini adalah sayyid sebagaimana dinyatakan oleh Nabi saw. Di antara keturunannya akan lahir seorang lelaki yang namanya sama dengan Nabi saw. Ia akan menyerupai Nabi saw dalam sikapnya. Namun ia tidak menyerupainya dalam perawakan."7

Tn. Hosyyar: Pertama, mari saya tunjukkan beberapa kemungkinan dalam hadis tersebut. Dalam hadis itu, besar kemungkinan telah ada suatu kesalahan dalam penulisan ataupun pencetakan hadis. Dan, alih-alih 'Husain' yang tercatat malah 'Hasan'. Alasannya, hadis yang sama telah diriwayatkan dalam kumpulan hadis lain di mana alih-alih 'Hasan' yang tertulis adalah Husain. Ucapan ini disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib kepadanya [Husain].8

Kedua, sudah sangat banyak hadis dalam kumpulan Sunni dan Syi`i yang mengatakan bahwa al-Mahdi berasal dari keturunan Husain. Dengan sendirinya, hadis ini tidak absah. Mari kita periksa beberapa contoh dari kompilasi Sunni tentang topik ini:

Hudzaifah menyampaikan hadis berikut dari Nabi saw:

Nabi saw berkata: "Sekiranya masih tersisa waktu satu hari untuk dunia, Allah akan memperpanjangnya sampai seorang lelaki dari keturunanku, yang namanya sama dengan namaku, akan muncul." Salman bertanya: "Dari keturunanmu yang manakah ia akan lahir?" Nabi saw menjawab: "Dari putraku ini." Dan, beliau menepuk-nepuk Husain dengan tangannya.9

Dalam hadis lain, Abu Sa`id al-Khudri meriwayatkan bahwa Nabi saw berkata kepada Fathimah:

" Al-Mahdi dari umat ini berasal dari kita. Di belakangnya, Nabi Isa as akan shalat." Kemudian beliau menepuk-nepuk bahu Husain dengan tangannya dan menyatakan: "Al-Mahdi umatku berasal dari keturunan putraku ini."10

Suatu saat Salman al-Farisi menjenguk Nabi saw ketika beliau menggendong Husain dalam pangkuannya. Nabi saw mencium wajah dan mulut Husain seraya berkata:

Engkau adalah sayyid, putra dan saudara sayyid. Engkau adalah Imam, putra dan saudara Imam. Engkau adalah hujjah, putra dan saudara hujjah keberadaan Allah. Engkau adalah ayah sembilan hujjah Allah, yang kesembilan dari mereka adalah al-Qâ' îm.11

Menurut hadis ini, al-Mahdi adalah keturunan Husain. Seitu, siapapun harus mengabaikan hadis-hadis berikut yang mengatakan bahwa al-Mahdi merupakan keturunan Hasan. Bahkan, sekalipun orang mengakui hadis-hadis belakangan sebagai hadis autentik, bisa ditegaskan bahwa kedua jenis hadis menunjuk kepada fakta bahwa al-Mahdi memang keturunan Hasan sekaligus Husain. Maksudnya, ibunda Imam Muhammad al-Baqir adalah putri Imam Hasan. Hadis di bawah menyebutkan hubungan logis antara kedua jenis hadis di atas tentang al-Mahdi yang berasal dari keturunan Hasan dan Husain:

Nabi saw berkata kepada Fathimah. Dua cucu umat ini berasal dari kita. Inilah Hasan dan Husain yang keduanya adalah penghulu para pemuda surga. Demi Allah, ayah mereka lebih utama ketimbang mereka berdua. Sesungguhnya aku menyatakan demi nama Zat Yang Mahatunggal yang telah mengutusku sebagai nabi bahwa al-Mahdi umat ini akan muncul dari kedua putramu di saat kekacauan akan merajalela.12


Bagaimana al-Mahdi Terkenal?
Dr. Jalali: Jika al-Mahdi adalah pribadi terkemuka dan terkenal serta jika keutamaan dan karakteristiknya sangat masyhur telah sampai ke telinga kaum Muslimin dan para sahabat imam yang jujur di masa-masa awal Islam, maka jalan ke manipulasi dan kesesatan niscaya telah tertutup dan para sahabat imam dan para ulama niscaya tidak akan jatuh dalam kesalahan. Sebaliknya, siapapun menemukan bahwa bahkan sebagian dari keturunan para imam tidak punya informasi yang benar tentang topik al-Mahdi.

Lantas, bagaimana bisa banyak orang yang mengklaim sebagai al-Mahdi tampil di masa-masa awal, memperkenalkan diri mereka sebagai al-Mahdi yang dijanjikan dalam Islam serta menyesatkan orang-orang dengan klaim palsu mereka? Jika umat Islam mengetahui al-Mahdi melalui namanya, nama ayah dan ibunya, dan gelarnya dan ia adalah Imam Keduabelas, dan semua detail lain tentang zamannya dan ciri-ciri lain, lantas bagaimana sekelompok orang bisa jatuh dalam kesalahan dan menganggap Muhammad bin Hanafiyyah, Muhammad bin Abdullah bin Hasan, Ja'far ash-Shadiq, Musa al-Kazhim, atau orang-orang lain sebagai al-Mahdi?

Tn. Hosyyar: Sebagaimana disebutkan di muka, keyakinan mendasar terhadap eksistensi al-Mahdi merupakan ajaran agama yang kuat kedudukannya di kalangan Muslim awal. Nyatanya, orang-orang tidak memiliki keraguan apapun akan eksistensinya. Nabi saw telah menginformasikan secara terperinci ihwal eksistensi al-Mahdi, karakteristiknya, misi universalnya untuk melembagakan pemerintahan Ilahi berdasarkan keadilan dan persamaan serta mengakhiri kezaliman dan penindasan dengan melakukan perubahan serta perbaikan penting dan mendasar.

Sesungguhnya, Nabi saw telah banyak memberi kabar gembira semacam itu kepada kaum Muslim. Akan tetapi, beliau tidak memperlengkapi mereka dengan bukti-bukti dan karakteristik dan kekhususan aktual dari al-Mahdi. Alih-alih, siapa saja bisa mengatakan bahwa masalah-masalah tersebut merupakan bagian dari informasi terpercaya yang diturunkan kepada sejumlah kecil pengikut Islam yang setia dan terpercaya, Nabi saw telah memberikan informasi terpercaya tentang al-Mahdî tersebut kepada Ali bin Abi Thalib, Fathimah, dan para sahabat utama lainnya, seraya menyimpan rahasia tersebut dari masyarakat umum, selain hanya memberi mereka isyarat-isyarat dan kabar umum tentang topik tersebut.

Para imam pasca-Nabi saw mengikuti teladannya. Mereka hanya menyampaikan informasi ringkas tentang al-Mahdi kepada masyarakat. Semua landasan mendetail tentang topik tersebut dipindahtangankan dari satu imam ke imam lain. Terkadang, informasi tersebut diungkapkan kepada sejumlah kecil sahabat mereka yang amanah dan jujur. Secara umum, masyarakat umum dan bahkan sebagian dari anggota keluarga para imam, mengetahui sangat sedikit tentang topik tersebut.

Ada dua alasan bagi Nabi saw dan para imam as untuk tidak memperturutkan sesuka hati dalam menyampaikan informasi terperinci tentang masa depan menjelang kemunculan al-Mahdi:

Pertama, mereka ingin menjaga identitas dan rahasia dari al-Mahdi yang dijanjikan dari musuh-musuh Allah dan para penguasa zalim sehingga tidak ada bahaya yang akan menimpanya dari kedua pihak tersebut. Nabi saw dan para imam as sepenuhnya sadar bahwa andaikata para penguasa, khalifah zalim dan agen-agen mereka mengetahui identitas al-Mahdi lengkap dengan semua ciri tentang nama orang tuanya, nama-nama mereka, dan seterusnya, niscaya mereka semua tidak menunda-nunda lagi untuk menghalangi kelahirannya sekalipun dengan cara membunuh orang tuanya.

Bani Umayyah dan Abbasiyyah memutuskan mengakhiri kekuasaan mereka melalui pelibasan bahkan ancaman paling ringan kepadanya. Mereka tidak henti-hentinya melakukan tindak kejahatan yang mengerikan untuk mengukuhkan kekuasaan. Barangkali, mereka telah berusaha mengucilkannya, meski ini artinya membunuh seseorang secara tidak langsung yang terkait dengan tantangan kepada penguasa otokratis mereka.

Sebagai catatan penting sekalipun Bani Umayyah dan Abbasiyyah tidak sepenuhnya diberitahu tentang tanda-tanda kemunculan al-Mahdi, mereka membunuh ribuan keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fathimah, untuk membungkam ancaman potensial dari revolusi al-Mahdi. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Imam ash-Shadiq kepada Mufadhdhal, Abu Bashir, dan Aban bin Taghlib, Imam as berkata: "Karena Bani Umayyah dan Abbasiyyah telah mendengar bahwa pemerintahan tiranik akan digulingkan oleh al-Qâ' im kami, mereka memulai permusuhan terhadap kami. Mereka berusaha membunuh keturunan Nabi saw dan menghancurkan generasi berikutnya dengan harapan mereka bisa menyingkirkan al-Qâ' im. Namun karena Allah telah memutuskan memenuhi kehendak-Nya, Dia tidak menyingkapkan kepada para tiran semua informasi tentang persoalan tersebut."13

Kasus para imam tidaklah jauh berbeda dengan kasus Nabi saw sendiri. Mereka tinggal dalam kekhawatiran selama hidup mereka. Oleh karenanya, mereka menerapkan taqiyyah dalam menyampaikan detail-detail tentang al-Mahdi sekalipun terhadap para sahabat yang paling dekat dan keturunan Ali lainnya ('Alawi). Abu Khalid, sahabat dekat Imam al-Baqir dan ash-Shadiq as, suatu saat meminta Imam al-Baqir as untuk membenarkan al-Qâ' im baginya sehingga ia akan sepenuhnya mengenalinya. Imam as berkata: "Wahai Abu Khalid, Anda telah menanyakan sesuatu yang seandainya keturunan Fathimah akhirnya mengetahui sesuatu, para penguasa akan memotongnya menjadi serpihan-serpihan!"14

Kedua, dengan semata-mata memberikan informasi umum tentang al-Mahdi, Nabi saw dan para imam as menghendaki agar mereka yang imannya lemah tidak dikuasai rasa frustrasi di hadapan para penguasa yang zalim. Dengan kata lain, mereka yang telah menyaksikan atau mendengar sesuatu ihwal pemerintahan Nabi saw dan Imam Ali bin Abi Thalib yang bersih dan adil di masa-masa awal Islam, telah mendengar tentang kemenangan akhir agama sejati dan akhir kezaliman serta kebejatan di bawah kekuasaan Islam. Dengan begitu, mereka telah menerima agama baru tersebut dengan harapan menyaksikan akhir semua kebejatan. Akan tetapi, karena mereka adalah mu`allaf (baru masuk Islam), keimanan mereka tidaklah kuat.

Pada saat yang sama, di satu sisi, kekacauan yang terjadi di masyarakat Islam dan kondisi-kondisi tidak kondusif yang terjadi telah berdampak kepada orang-orang ini. Di sisi lain, mereka melihat perilaku tercela dari para penguasa Bani Umayyah dan Abbasiyyah dan cara-cara yang dipaksakan kepada masyarakat. Kondisi-kondisi sosio-politik yang tidak mendukung ini pada akhirnya telah membingungkan mereka.

Yang menjadi keprihatinan Nabi saw dan para imam as adalah bahwa orang-orang yang imannya lemah akan putus asa, dalam kebenaran dan agama Islam yang dikuasai oleh kekuatan-kekuatan jahat, maka mereka akan mengabaikan Islam. Sampai titik tertentu hal yang bisa menjamin orang-orang untuk tetap memegang teguh agama Islam dan memberi harapan ke dalam hati-hati mereka adalah keyakinan akan kemunculan kembali dan revolusi al-Mahdi yang dijanjikan.

Kaum Muslim ini mengharapkan revolusi al-Mahdi terjadi pada suatu hari dengan meruntuhkan kezaliman di masyarakat dan memperbaharui tatanan baik universal sesuai dengan ideal-ideal Islam tentang keadilan dan persamaan. Secara alamiah, harapan akan masa depan yang lebih baik ini ada di masyarakat yang hanya akan terpengaruh ketika semua detail hakiki tentang kebangkitan al-Qâ` im tidak diketahui secara jelas. Sebaliknya, jika detail-detail tentang waktu, jatidiri, dan tanda-tanda terkait lainnya dari kemunculan al-Mahdi menjadi pengetahuan umum, sikap dan harapan positif niscaya tidak berhasil.

Tak ayal lagi, adalah warta umum dan ringkas tentang peran masa depan al-Mahdi ini yang memberdayakan orang-orang tertindas di masa-masa awal Islam untuk bersabar atas kondisi-kondisi yang tidak mendukung yang ada di bawah kekuasaan Dinasti Umayyah dan Abbasiyyah yang zalim dan korup.

Dampak yang diinginkan dari apa yang diprediksikan tentang al-Mahdi secara ringkas terangkum dalam riwayat berikut. Yaqthin, seorang pendukung Abbasiyyah, bertanya kepada putranya Ali bin Yaqthin, seorang sahabat Imam Musa al-Kazhim terkemuka: "Mengapa perkara-perkara yang memprediksikan kami [Abbasiyyah dan sekutunya] telah terpenuhi, sementara yang menyangkut kalian tetap tidak diketahui?"

Ali bin Yaqthin menjawab: "Riwayat-riwayat yang meramalkan kejadian dan peristiwa (yang akan datang) berasal dari sumber [kenabian] yang sama. Akan tetapi, karena saat bagi kekuasaan politik kalian telah tiba, nubuat mengenai kalian, satu per satu, terpenuhi. Tetapi, waktu bagi kekuasaan kami, yakni kekuasaan keluarga Nabi saw, belumlah tiba. Oleh karenanya, mereka telah menyibukkan kami dengan berita-berita gembira dan aspirasi-aspirasi masa depan.

Sekiranya kami diberitahu bahwa pemerintahan keluarga Nabi saw tidak akan tegak untuk dua tiga abad selanjutnya, niscaya hati-hati menjadi keras dan kebanyakan orang akan meninggalkan Islam. Namun, peristiwa-peristiwa tersebut telah diriwayatkan sedemikian cara di mana hati-hati menjadi bahagia dan setiap saat kami menunggu tegaknya pemerintahan Allah."15


Hadis-hadis dari Ahlulbait Bukti bagi Semua Umat Islam
Dr. Fahimi: Siapapun harus mengakui fakta bahwa hadis-hadis Anda mengidentifikasi dan menjelaskan al-Mahdi dengan sangat baik. Sayangnya, hadis-hadis seperti itu nilainya sangat sedikit bagi orang seperti saya sebagai seorang Sunni dan yang tidak melekatkan signifikansi apapun kepada pendapat dan tindakan para imam Anda.

Tn. Hosyyar: Saya tidak sedang dalam proses membuktikan imamah dan wilâyat (kecintaan terhadap Ahlulbait) kepada Anda. Saya hendak menunjukkan sesuatu yang lain bagi Anda. Kiranya penting untuk menekankan bahwa pendapat dan perbuatan para imam di kalangan Ahlulbait memiliki nilai dan hujjah serta signifikansi bagi semua umat Islam di seluruh dunia, tak peduli apakah umat Islam itu mengakui mereka sebagai imam ataukah tidak.

Alasannya, ada sejumlah hadis masyhur tentang otoritas Nabi saw dan diakui sebagai terpercaya baik melalui jalur Sunni ataupun Syi`i dimana Nabi saw telah mengenalkan Ahlulbaitnya sebagai sumber otoritatif dalam pengetahuan Islam dan mendudukkan pendapat serta perbuatan mereka sebagai terpercaya. Misalnya, hadis masyhur tentang "dua pusaka yang berharga" (al-tsaqalain), Nabi saw bersabda:

Aku tinggalkan kepada kalian dua pusaka yang berharga (al-tsaqalain). Jika kalian berpegang kepada mereka, kalian tidak akan pernah tersesat. Salah satu dari keduanya lebih berbobot ketimbang yang lain. Salah satu dari dua itu adalah Kitab Allah yang merupakan tali antara langit dan bumi, yang keduanya adalah keluargaku, Ahlulbaitku. Dua pusaka ini tidak akan terpisah satu sama lain sampai Hari Kiamat. Oleh seitu, berhati-hatilah kalian dalam memperlakukan keduanya.16

Hadis ini telah dilaporkan dalam pelbagai bentuk, baik dari sumber Sunni maupun Syi`i. Bahkan, ia dinilai sebagai hadis sahih. Menurut Ibn Hajar, sebagaimana tercatat dalam kitabnya ash-Shawâ` iq al-Muharriqah, hadis ini telah diriwayatkan melalui berbagai sumber dan melalui sejumlah rantai periwayatan dari Nabi saw.

Sesungguhnya, lebih dari 20 sahabat dekat Nabi saw telah meriwayatkannya. Nabi saw selalu menempatkan arti penting al-Quran dan Ahlulbaitnya dalam berbagai kesempatan yang telah ia nyatakan signifikansi keduanya bagi kesejahteraan kaum Muslim di masa depan, termasuk Haji Wada' dan al-Ghadir serta setelah kepulangannya dari perjalanannya ke Tha`if.

Hadis lain yang diakui secara luas di semua sumber Sunni dan Syi`i diriwayatkan oleh Ibn Abbas yang mendengar Nabi saw bersabda: "Perumpamaan keluargaku laksana bahtera Nuh. Barangsiapa yang masuk ke dalamnya, ia selamat, dan barangsiapa yang berpaling darinya, ia akan binasa."17

Jabir bin Abdullah al-Anshari meriwayatkan dari Nabi saw hadis lain yang dikutip secara luas. Di dalamnya, Nabi saw bersabda:

Dua putra Ali [Hasan dan Husain] adalah para penghulu pemuda surga. Keduanya adalah anakku. Ali, dua putranya, dan para imam setelah mereka, merupakan hujjah keberadaan Allah di tengah-tengah manusia. Merekalah pintu gerbang pengetahuanku di masyarakat. Barangsiapa yang mengikuti mereka akan selamat dari api neraka, dan barangsiapa yang menerima mereka sebagai pemimpinnya (imam) telah mendapatkan jalan petunjuk. Allah tidak merahmati siapapun dengan kecintaan mereka tanpa memuliakan mereka di surga.18

Dalam salah satu pidatonya, Ali bin Abi Thalib berkata kepada orang-orang:

Aku meminta kalian untuk membenarkan hal ini atas nama Allah: Apakah kalian ingat apa yang dikatakan Nabi saw dalam khutbahnya yang terakhir: "Wahai manusia! Aku tinggalkan kepada kalian Kitab Allah dan keluargaku! Berpeganglah kepada mereka dan kalian tidak akan pernah tersesat, karena Allah, Yang Mahabijaksana, telah mengabarkan dan menjamin aku bahwa keduanya itu tidak akan pernah saling berpisah sampai Hari Kiamat." Pada saat itu, Umar bin Khaththab menjadi marah, lantas berdiri dan berkata: "Apakah pernyataan ini termasuk semua keluargamu?" Nabi saw menjawab: "Tidak. Ini hanya mencakup pewarisku.

Di antaranya yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib, saudaraku, pembantuku, pewarisku, khalifahku. Dialah salah seorang yang memiliki kekuasaan yang luas atas umatku. Setelah Ali, putraku Hasan, setelahnya putraku Husain, dan kemudian sembilan dari keturunan Husain adalah para pewaris. Mereka akan menggantikan satu sama lain sampai Hari Kiamat.

Mereka adalah hujjah-hujjah keberadaan Allah bagi manusia, para penjaga pengetahuan Ilahi, dan gudang kearifan di muka bumi. Barangsiapa yang menaati mereka, berarti menaati Allah, dan barangsiapa yang mendurhakai mereka, berarti mendurhakai Allah."

Ketika jawaban Ali sampai pada noktah ini, mereka semua yang hadir berkata: "Kami bersaksi bahwa Nabi saw benar-benar mengatakan semuanya.19

Bersandarkan hadis-hadis tersebut yang terekam dalam sumber-sumber Sunni dan Syi`i, kesimpulan yang bisa ditarik adalah sebagai berikut :

( a) Karena al-Quran akan tetap bersama orang-orang hingga Hari Kiamat, keluarga Nabi saw, Ahlulbait, akan tetap bersama mereka juga. Oleh karenanya, hadis-hadis semacam ini bisa dihitung sebagai bukti bagi keberadaan Imam Gaib.

( b) Istilah itrat dalam hadis tersebut sesungguhnya merujuk kepada dua belas pewaris Nabi saw.

( c) Nabi saw tidak meninggalkan kaum Muslim tanpa seorang pembimbing. Justru sebaliknya, beliau telah menjadikan keluarganya, Ahlulbait, sebagai sumber pengetahuan dan petunjuk Ilahi. Ia telah menyatakan pendapat dan perbuatan mereka sebagai kompeten dan bisa dipercaya serta telah merekomendasikan bahwa siapapun mesti berpegang kepada mereka sampai Hari Kiamat.

( d) Imam tidak akan pernah terpisah dari al-Quran dan aturannya. Oleh karenanya, ia harus sangat mengetahui tentang-tentang perintah al-Quran. Karena al-Quran tidak menyesatkan siapapun dalam masalah petunjuk dan mengantarkan mereka yang mematuhinya kepada keselamatan, maka Imam mengantarkan manusia kepada tujuan mereka tanpa melakukan kesalahan. Jika manusia mengikuti al-Quran dan para imam, niscaya mereka akan dibimbing kepada kesejahteraan mereka. Dengan kata lain, imam terbebas dari kesalahan dan penyimpangan (maksum).


Ali bin Abi Thalib: Suri Teladan Pengetahuan Kenabian
Dalam sinaran sumber historis dan tradisional, kiranya tepat untuk menandaskan bahwa Nabi saw dengan sangat baik bahwasanya di kalangan sahabatnya, tidak semua mampu menjalankan kadar dan bobot pengetahuan yang disampaikan olehnya dalam kedudukannya sebagai Nabi Allah. Bahkan keadaan yang berkembang di masyarakat tidak mendukung untuk menyebarkan berita semacam itu. Akan tetapi, beliau juga menyadari bahwa suatu hari masyarakat akan membutuhkan pengetahuan tersebut.
Akibatnya, ia memilih Ali bin Abi Thalib dengan tujuan menjadikannya gudang pengetahuan kenabian. Secara pribadi, beliau mengajari dan mendidik Ali siang dan malam. Seitu, apa yang dikatakan Ali memantulkan pengetahuan Nabi saw tentang Islam. Menukil beberapa contoh, mari kita lihat hadis berikut:

Ali dibesarkan di bawah asuhan dan perhatian Nabi saw dan sepanjang waktu dalam persahabatannya. Dalam hubungan ini, Nabi saw memberitahu Ali bahwa Allah meminta Nabi agar melindungi Ali dan mengajarinya semua yang telah Nabi terima dari Allah sebagai seorang nabi. "Engkau pun harus memperhatikan dalam pengajaran dan pencatatan yang telah aku ajarkan kepadamu. Niscaya Allah akan membantu upayamu," kata Nabi saw kepada Ali bin Abi Thalib.20

Seitu, Ali senantiasa berkata: "Apapun yang kupelajari dari Nabi saw tidak pernah aku lupakan."21 Dalam riwayat lain ia berkata: "Nabi saw telah menyedikan waktu khusus di malam hari dan siang hari ketika aku biasa menjenguknya [untuk belajar dari Nabi saw]."22

Dalam satu kesempatan, Ali ditanya: "Apa alasan bahwa dibandingkan dengan para sahabat Nabi yang lain, Anda mempunyai hadis yang lebih banyak?" Ia menjawab: "Setiap kali aku menanyakan sesuatu, beliau memberiku jawaban. Dan setiap kali aku diam, beliau akan memulai pembicaraan."

Menurut Imam Ali, Nabi saw biasa memintanya untuk menuliskan apa yang dikatakan Nabi saw. Ali bertanya kepadanya apakah Nabi mengira dirinya lupa. Nabi saw menjawab: "Bukan, bukan itu.

Karena aku telah berdoa kepada Allah agar menjadikan engkau di antara orang-orang yang ingat segala sesuatu dan mencatatkannya. Akan tetapi, aku ingin engkau memeliharanya demi sahabat-sahabatmu dan para imam sepeninggalmu. Karena eksistensi para imamlah, maka hujan tercurah ke bumi buat manusia, shalat-shalat mereka diterima, dan bencana dihilangkan dari mereka dan rahmat dilimpahkan kepada mereka." Lantas Nabi saw menunjuk Hasan seraya berkata: "Inilah imam kedua dalam rangkaian para imam," dan menambahkan, "para imam berasal dari keturunan Husain."


Kitab Ali bin Abi Thalib
Tentu saja, Ali bin Abi Thalib mampu memahami dan menguasai pengetahuan kenabian melalui komitmen yang serius dan pertolongan Ilahi. Ia memiliki bakat yang dikaruniakan Tuhan. Pengetahuan tersebut ditulis dan disusun dalam satu kitab yang menjadi korpus komprehensif.

Di dalamnya, Ali menambahkan rekomendasinya sendiri bagi kepentingan masa depan umat ini. Persoalan ini telah terjaga rapi dalam riwayat yang disampaikan oleh Ahlulbait as. Misalnya, kami membaca hadis berikut dalam kumpulan tersebut:

Imam ash-Shadiq berkata: Kami mempunyai sesuatu yang menjadikan kami bebas dari kebutuhan apapun kepada manusia. Sehingga, [karena apa yang kami miliki] orang-orang membutuhkan kami. Kami mempunyai sebuah kitab yang didiktekan oleh Nabi saw sendiri dan itu ditulis tangan oleh Ali. Itulah kitab yang komprehensif yang mencakup semua aturan tentang yang halal dan yang haram.24

Dalam hadis lain, Imam al-Baqir berkata kepada Jabir:

Wahai Jabir, sekiranya aku menjelaskan kepadamu keyakinan dan ajaran kami niscaya menghancurkan diri kami sendiri. Oleh seitu, kami menyampaikan kepadamu hadis-hadis yang kami kumpulkan dari Nabi saw, pada saat manusia mengumpulkan emas dan perak.25

Abdullah bin Sinan mendengar Imam ash-Shadiq yang berkata:

Kami memiliki sebuah kitab di dalam kantung kulit, yang panjangnya tujuh puluh cubit.* Kitab itu ditulis oleh Ali yang didiktekan oleh Nabi saw. Ia memuat semua pengetahuan yang dibutuhkan orang untuk diketahui sampai detail yang sekecil-kecilnya.26

Warisan Pengetahuan Nabi:

Tn. Hosyyar: Dr. Fahimi, sebelumnya Anda katakan bahwa Anda tidak menerima imamah keluarga Nabi saw. Tetapi, Anda harus menerima watak evidensial dari apa yang mereka katakan, pada saat Anda menerima hadis-hadis yang dilaporkan dari para sahabat dan generasi Muslim sesudahnya. Alasannya, bahwa sekalipun Anda tidak menerima salah seorang dari mereka sebagai imam, Anda tidak bisa mengabaikan hak-hak mereka untuk menyampaikan hadis-hadis sahih berdasarkan otoritas Nabi saw.

Tak syak lagi, nilai apa yang mereka sampaikan berkali-kali lebih besar ketimbang informasi yang diriwayatkan oleh Muslim biasa manapun. Sejumlah ulama Sunni telah mengakui derajat pengetahuan, ketakwaan, dan kekuatan karakter mereka.27

Para imam biasa mengatakan bahwa mereka tidak memberikan pendapat berdasarkan prasangka mereka sendiri. Alih-alih, jawaban mereka diturunkan dari ajaran Nabi saw sendiri. Dengan kata lain, mereka adalah pewaris sejati pengetahuan kenabian, yang menyampaikan segala sesuatu dari Nabi saw. Menurut Imam ash-Shadiq:

Hadisku adalah hadis ayahku. Hadis ayahku adalah hadis kakekku. Hadis kakekku adalah hadis Husain. Hadis Husain adalah hadis Hasan. Hadis Hasan adalah hadis Amirul Mukminin [Ali bin Abi Thalib]. Hadis Ali bin Abi Thalib adalah hadis Nabi. Dan, hadis Nabi saw adalah perkataan Allah kepadanya.28

Dr. Fahimi: Saya minta Anda bersikap tidak berat sebelah. Apakah Anda menganggap bahwa hadis yang berdasarkan otoritas Hasan dan Husain, dua penghulu pemuda surga tidak sebaik hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Samurah bin Jundab atau Ka' b al-Ahbar? Bagaimana halnya dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Zain al-Abidin yang takwa, Imam al-Baqir, ash-Shadiq, dan seterusnya?

Tn. Hosyyar: Tidak diragukan lagi bahwa Nabi saw telah menyatakan Ali dan keturunannya sebagai harta karun pengetahuan kenabian. Ia mengingatkan kaum Muslim berkali-kali dan dalam konteks yang berbeda agar menjadikan mereka sebagai sumber pengetahuan yang handal tentang Islam. Sayangnya, arah sejarah Islam menyimpang dari jalan yang lurus dan masyarakat Islam meninggalkan perintah-perintah berharga dari Ahlulbait, yang membawa kemunduran di kalangan Muslimin.

Dr. Jalali: Saya menyimpan banyak pertanyaan dalam benak saya. Namun, karena sangat terlambat, saya akan mengajukannya pada pertemuan berikutnya .

Ir. Madani: Jika kalian sepakat, saya ingin mengadakan diskusi selanjutnya di rumah saya. Kita akan lanjutkan dialog ini di sana.


Catatan Kaki:
1. Kata tersebut merujuk kepada alam mitologis yang dikenal oleh kaum mistikus sebagai alam yang sangat sulit yang memerlukan kekuatan atau ketangguhan Hercules untuk menembusnya. (Penerjemah dari bahasa Persia ke Inggris-A.A.Sachedina).

2. Muhammad Karim Khan, Irsyad al-'Ulûm, (Kirman, 1380), jilid 3 hal.401.

3. Lihat: Luthfullah ash-Shafi al-Gulpaygani, Muntakhab al-Atsar fi al-Imâm al-Tsânî' asyar (Teheran: Maktabat al-Shadr, tanpa titimangsa).

4. Al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.72.

5. Ibn Sa'd, Ath-Thabaqât al-Kubrâ, jilid 1, hal.107.

6. Ibid., jilid 5, hal.94.

7. Sunan, Kitâb al-Mahdî.

8. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.208.

9. Dzakhâ` ir al-'Uqbâh, hal.136.

10. Al-Bayân fi Akhbâr Shâhib az-Zamân, hal.502.

11. Yanâbî' al-Mawaddah, jilid 1, hal.492 .

12. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.183.

13. Ibn Babuyah, Kamâl ad-Dîn, jilid 2, 354 .

14. Syaikh al-Thusi, Kitâb al-Ghaybah, hal.202 .

15. Ibid., hal.208.

16. Dzakhâ` ir al-'Uqbâh (Kairo, 1356), hal.16; Ash-Shawâ` iq al-Muharriqah, hal.147; al-Fushûl al-Muhimmah, hal.22; al-Bidâyah wa an-Nihâyah, jilid 5, hal.208; (edisi Hyderabad), hal.153, 167; Sibth bin Jawzi, Tadzkirat al-Khawâshsh, hal.182.

17. Semua sumber yang disebutkan dalam catatan sebelumnya, ditambah Majma` az-Zawâ` id, jilid 9, hal.168 .

18. Yanâbî' al-Mawaddah, jilid 1, hal.54.

19. Jâmi` ahadits asy-Syî` ah, jilid 1, pengantar.

20. Lihat, Manâqib Khwârazmî¸ hal.199; al-Kulaini, al-Kâfî, jilid 1, hal.64 .

21. A'yân asy-Syî` ah, jilid 3.

22. Yanâbî' al-Mawaddah, jilid 1, hal.77.

23. Ibid., jilid 2, hal.36; Ibn Sa'd, Thabaqât, jilid 2, bagian II, hal.101.

24. Jâmi' Ahadits asy-Syî' ah, jilid 1, pengantar.

25. Ibid.

26. Ibid.

27. Ada sejumlah karya yang ditulis oleh ulama Sunni yang mengakui para imam Syi`ah sebagai orang saleh dan sangat memahami masalah-masalah agama. Lihat, misalnya, al-Jawzi, Tadzkirat al-Khawashsh, Ibn Shabbagh al-Maliki, Fushûl al-Muhimmah; asy-Syablanjî, Nûr al-Abshâr; Ibn Hajar, ash-Shawâ' iq al-Muharriqah; dan seterusnya.

28. Jâmi' Ahadits asy-Syî' ah, jilid 1.

10
IMAM MAHDI

BAB 5

Siapakah Imam Setelah Hasan al-Askari?
PADA hari Jum`at sore, kelompok diskusi itu bertemu lagi di kediaman Ir. Madani. Pertemuan itu dimulai dengan ajuan pertanyaan dari Dr. Jalali.

Dr. Jalali: Saya telah mendengar bahwa Imam Hasan al-Askari tidak punya putra sama sekali!

Tn. Hosyyar: Ada sejumlah cara untuk membuktikan bahwa Imam Hasan al-Askari benar-benar memiliki seorang putra:

( a) Dalam sejumlah hadis dilaporkan berdasarkan otoritas Nabi saw dan para imam as, diriwayatkan bahwa Hasan bin Ali bin Muhammad mempunyai seorang anak yang akan muncul kembali melancarkan gerakan revolusi dunia setelah kegaiban yang panjang dan akan memenuhi keadilan dan persamaan. Masalah ini telah diriwayatkan dalam pelbagai hadis. Jika Anda ingat, kami telah menyebutkan senarai hadis dalam diskusi sebelumnya. Dalam hadis-hadis tersebut, ditegaskan bahwa al-Mahdi merupakan keturunan kesembilan dari Imam Husain, bahwa ia keturunan keenam dari Imam ash-Shadiq; bahwa ia keturunan kelima dari Imam al-Kazhim; keturunan keempat dari Imam ar-Ridha; keturunan ketiga dari Imam Muhammad Taqi al-Jawad; dan seterusnya.

( b) Dalam sejumlah hadis, diriwayatkan bahwa al-Mahdi adalah putra Imam Hasan al-Askari as. Misalnya, Shaqr bin Abi Dalf meriwayatkan bahwa ia mendengar dari Imam Ali al-Hadi an-Naqi yang berkata:

Imam setelahku adalah anakku Hasan. Setelahnya, putranya al-Qâ' im yang akan mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani.1

( c) Dalam beberapa riwayat, Imam Hasan al-Askari telah mengabarkan bahwa al-Qâ' im dan al-Mahdi adalah putranya dan bahwa keluarga Imam dan Nabi saw dilindungi dari kesalahan dan kesesatan. Berikut ini hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Utsman, wakil kedua dari Imam Keduabelas selama kegaiban kecil (ghaybat-i sughrâ), yang menerimanya dari ayahnya, wakil pertama:

Saya sedang bersama Imam Hasan al-Askari ketika seseorang bertanya kepadanya tentang hadis yang diriwayatkan dari para datuknya, yakni: "Dunia tidak akan pernah kosong dari hujjah (bukti Allah)" dan "Barangsiapa yang meninggal tanpa mengenal Imam Zamannya, maka matinya mati jahiliah." Imam as menjawab: "Benar, sesungguhnya masalah itu sejelas dan seterang siang hari." Orang itu melanjutkan pertanyaannya: "Siapakah hujjah dan imam setelah Anda?" Beliau menjawab: "Setelahku, hujjah dan imam adalah putraku Muhammad. Barangsiapa yang mati tanpa mengakuinya, matinya mati jahiliah.

Waspadalah putraku akan mengalami kegaiban. Akibatnya, orang-orang akan mengalami kebingungan. Mereka yang tidak setia akan binasa, sementara mereka yang menetapkan masa kemunculannya berarti menyuarakan kebatilan. Ketika periode kegaibannya berakhir, ia akan melancarkan revolusi. Aku melihat panji-panji putih berkibar-kibar di atas kepalanya di Najaf."2

( d) Imam Hasan al-Askari mengabarkan kepada segelintir sahabat dekatnya tentang kelahiran putranya. Berikut ini sejumlah hadis yang terkait dengan itu:

(1) Fadhl bin Syadzan, yang wafat setelah kelahiran Imam Keduabelas dan sebelum kemangkatan Imam Hasan al-Askari, menulis dalam kitabnya tentang Ghaybah, meriwayatkan dari Muhammad bin Ali bin Hamzah, yang berkata: "Aku mendengar Imam Hasan al-Askari bersabda: 'Hujjah Allah dan penggantiku lahir dalam keadaan berkhitan pada 15 Sya'ban 255 H (870 M), pada waktu dini hari.'"3

(2) Sahabat dekat lain dari para imam, Ahmad bin Ishaq, mendengar Imam Hasan al-Askari bersabda: "Syukur kepada Allah karena Dia tidak mengambilku dari dunia ini tanpa menunjukkan kepadaku seorang pengganti. Ia (anakku) yang paling dekat dengan Nabi dalam hal perawakan dan karakternya. Allah akan menjaganya ketika ia dalam kegaiban sampai kemudian Dia akan memunculkannya agar ia memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan."4

(3) Ahmad bin Hasan bin Ishaq al-Qummi meriwayatkan: Ketika pewaris yang saleh [dari Imam Hasan al-Askari] lahir, sepucuk surat datang dari Imam al-Askari melalui Ahmad bin Ishaq. Imam menulis: "Seorang anak telah lahir dariku. Jagalah rahasia ini, karena aku tidak akan membukanya selain kepada para sahabat dan kerabat terdekatku."5

(4) Kembali Ahmad bin Ishaq meriwayatkan bahwa suatu hari ia bersama Imam Hasan al-Askari ketika Imam bertanya kepadanya: "Ahmad, apa pendapatmu tentang perkara yang diragukan orang?" Ia menjawab: "Ketika surat Anda yang memberitakan kelahiran putra Anda tiba untuk kami semua, yakni, lelaki, perempuan, anak-anak, tua dan muda, maka kebenaran menjadi nyata dan kami meyakini apa yang Anda sampaikan kepada kami." Imam as berkata: "Tidakkah Anda tahu bahwa bumi tidak akan pernah kosong dari hujjah Allah ?"6

(5) Abu Ja'far Muhammad bin Utsman al-Umari, wakil kedua Imam Keduabelas, telah meriwayatkan bahwa ketika Imam Zaman lahir, Imam Hasan al-Askari mengundang Abu Amr Utsman yakni ayahnya sekaligus wakil pertama Imam Keduabelas. Ketika tiba, Imam Hasan menyuruhnya: "Belilah seribu pound roti dan seribu pound daging dan bagikanlah di kalangan Hasyimiyyah. Kemudian, atur juga hewan ternak untuk dikorbankan bagi anakku yang baru lahir (aqiqah)."7

Semua hadis di atas memberikan bukti penting bahwa ada seorang anak yang lahir dari Imam Hasan al-Askari as.


Kesaksian Orang-orang yang Menyaksikan Imam Mahdi Ketika Masih Kecil
Dr. Jalali: Bagaimana mungkin terjadi seseorang yang pasti memiliki anak tapi tak seorang pun di dunia akan mengetahui tentangnya? Lebih jauh, bagamaina bisa terjadi setelah lima tahun akan berlalu sementara ia tetap tidak diketahui? Bukankah Imam al-Askari tinggal di Samarra? Tidakkah ia dikunjungi oleh siapa saja? Mungkinkah orang percaya hanya pada satu riwayat tentang adanya putra Imam Hasan yang datang dari Abu Amr Utsman bin Sa`id?

Tn. Hosyyar: Meskipun itu jelas sejak awal-di saat Samarra dikuasai Dinasti Abbasiyyah-kelahiran putra Imam al-Askari tetaplah terjaga kerahasiaannya.

Setidaknya hanya segelintir sahabat dan kerabat terpercaya yang menyaksikan anak tersebut dan membenarkan kehadirannya. Mari kita periksa sejumlah hadis tersebut:

(1) Di antara orang-orang yang hadir pada hari kelahiran Imam Keduabelas dan yang meriwayatkan peristiwa itu secara lebih mendetail adalah Hakimah Khatun, putri Imam Muhammad at-Taqi dan bibi Imam Hasan al-Askari. Kisah tersebut secara ringkas diceritakan olehnya sebagai berikut:

Suatu hari aku mengunjungi rumah Imam al-Askari. Di malam hari, yang bertepatan dengan malam 15 Sya'ban 255 H (29 Juli 870), ketika aku hendak pulang ke rumah, Imam berkata: "Bibi, tinggallah dengan kami malam ini, karena wali Allah dan penggantiku akan lahir malam ini." Aku bertanya: "Dari istrimu yang mana?" Ia menjawab: "Sawsan." Seitu, aku mulai melihatnya untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda kehamilan padanya. Aku tidak melihat apapun. Setelah berbuka puasa dan menyelesaikan shalat, aku tidur seruangan dengan Sawsan. Pada akhirnya, aku bangun dari tidurku dan mulai berpikir tentang apa yang telah dinubuatkan oleh Imam al-Askari. Kemudian aku mulai mendirikan shalat tahajjud. Sawsan juga bangun dan bersiap-siap mendirikan shalat tahajjudnya.

Malam semakin mendekati subuh. Namun tidak ada tanda-tanda akan melahirkan pada dirinya. Aku mulai ragu apa yang telah dinubuatkan oleh Imam saat ia berkata dari balik kamarnya: "Bibi, jangan ragu. Waktu kelahiran putraku semakin mendekat."

Tiba-tiba, kondisi Sawsan mulai berubah. Aku bertanya kepadanya apakah dirinya baik-baik saja. Dia menjawab bahwa dirinya merasa tidak nyaman. Aku mulai mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk persalinan dan mengambil alih situasi. Beberapa saat kemudian, wali Allah pun lahir dalam keadaan bersih dan suci.

Setelah itu, Imam al-Askari berkata: "Wahai Bibi, bawalah anakku kepadaku." Ketika aku membawanya ke hadapan Imam, ia mendekatkan bayi itu kepada dirinya sendiri dan menjilat-jilatkan lidahnya ke mata bayi itu. Mata bayi itu terbuka seketika. Lalu Imam menjilatkan lidahnya ke mulut dan telinga bayi serta mengelus kepala bayi dengan tangannya.

Pada saat itu, bayi itu mulai membaca ayat al-Quran. Ketika Imam mengembalikan bayi itu kepadaku dan menyuruhku untuk membawanya ke ibunya. Aku membawa bayi itu ke ibunya dan kemudian pulang.

Pada hari ketiga, aku kembali ke rumah Imam al-Askari dan langsung menuju ke kamar Sawsan untuk menengok bayi tersebut. Namun aku tidak melihatnya.

Aku pergi ke kamar Imam, tapi ragu-ragu untuk menanyakan ihwal bayi itu. Pada saat itu, Imam memberitahuku: "Wahai Bibi, putraku kini dalam kegaiban dengan perlindungan Allah. Saat aku meninggalkan dunia ini dan ketika Anda melihat para pengikutku berselisih tentang penggantiku, katakan kepada mereka yang amanah di kalangan mereka apa yang telah Anda saksikan mengenai kelahirannya. Akan tetapi, yakinlah bahwa peristiwa ini dibimbing dalam kerahasiaan karena putraku akan dalam kegaiban."8

(2) Dua pembantu di kediaman Imam al-Askari telah meriwayatkan bahwa ketika Imam Zaman lahir, ia duduk di atas kakinya seraya menunjukkan jarinya ke langit [menyatakan akan kesaksian keesaan Allah]. Kemudian ia bersin dan berkata: "Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam."9

(3) Abu Ghanim, pelayan di rumah Imam al-Askari, meriwayatkan bahwa seorang anak lelaki lahir dari Imam Hasan al-Askari, yang ia namai dengan Muhammad. "Pada hari ketiga, beliau menunjukkan bayi itu kepada para sahabatnya dan berkata: 'Inilah putraku sebagai pemimpin dan imam sepeninggalku. Ialah al-Qâ' im yang tengah dinanti-nanti setiap orang. Ketika bumi dipenuhi dengan kezaliman dan tirani, ia akan muncul, dan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan.'"10

(4) Abu Ali Khaidharani meriwayatkan dari budak perempuan yang telah ia siapkan untuk Imam al-Askari bahwa perempuan itu hadir di saat Imam Keduabelas lahir. Nama ibunya adalah Shaiqal.11

(5) Hasan bin Husain al-Alawi berkata: "Secara pribadi saya berkunjung ke Imam Hasan al-Askari di Samarra untuk mengucapkan selamat kepadanya atas peristiwa kelahiran putranya." Hadis yang sama telah diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas al-Alawi.12

(6) Hasan bin Mundzir melaporkan bahwa suatu hari Hamzah bin Abu al-Fath mengunjunginya (Hasan) dan mengabarkan kepadanya: "Tadi malam, Allah mengaruniai Imam al-Askari seorang putra. Akan tetapi, beliau (Imam) telah menyuruh kami merahasiakan masalah tersebut. Saya menanyakan kepadanya nama bayi tersebut. Beliau menjawab bahwa nama bayi itu Muhammad."13

(7) Ahmad bin Ishaq meriwayatkan bahwa suatu hari ia mengunjungi Imam Hasan al-Askari dengan maksud menanyakan tentang penggantinya. Imam memulai percakapan. Beliau berkata:

Wahai Ahmad bin Ishaq, sejak Allah menciptakan Adam sampai Hari Kiamat, Allah tidak dan tidak akan meninggalkan bumi tanpa hujjah-Nya. Karena eksistensi orang inilah, bencana dijauhkan dari bumi dan hujan tercurah ke atasnya, sehingga bumi menghasilkan panen.

Pada saat itu, Ahmad bertanya kepada Imam as perihal penggantinya. Imam as masuk ke ruang pribadi di rumahnya dan kembali dengan membawa seorang anak lelaki berusia tiga tahun yang wajahnya bersinar laksana bulan purnama. Beliau berkata:

Wahai Ahmad, sekiranya engkau bukan sahabat dekat para imam dan sangat menghormati mereka, niscaya takkan aku tunjukkan putraku kepadamu.

Ketahuilah, nama dan gelar anak ini sama dengan nama dan gelar Nabi saw. Dialah orang yang akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan.14

(8) Mu`awiyah bin Hakim, Muhammad bin Ayyub, dan Muhammad bin Utsman Amri melaporkan kejadian berikut:

Kami berjumlah empat puluh orang berkumpul di rumah Imam Hasan al-Askari. Imam membawa putranya kepada kami berkata: "Inilah imam kalian dan penggantiku. Sepeninggalku, kalian harus taat kepadanya. Jangan memasuki perdebatan tentang masalah ini, jika tidak, kalian akan celaka. Namun, kalian harus ingat bahwa setelah ini kalian tidak akan bisa melihatnya lagi."15

(9) Ja'far bin Muhammad bin Malik termasuk anggota kelompok terkemuka dari Syi`ah yang meliputi Ali bin Bilal, Ahmad bin Hilal, Muhammad bin Mu`awiyah bin Hakim, dan Hasan bin Ayyub. Ia meriwayatkan kejadian berikut :

Kami semua berkumpul di rumah Imam Hasan al-Askari untuk mengetahui perihal penggantinya. Kami semua berjumlah 40 orang di sana. Pada saat itu Utsman bin Amr berdiri dan bertanya: "Wahai putra Rasulullah, kami datang ke sini untuk menanyakan sesuatu di mana Anda memiliki ilmu yang lebih baik. " Imam berkata: "Silakan duduk!" Kemudian Imam meninggalkan ruangan seraya meminta orang-orang tetap tinggal di sana. Ia kembali setelah satu jam, seraya membawa seorang bocah kecil yang wajahnya laksana bulan. Lantas Imam berkata: 'Inilah Imam kalian. Taatilah dia. Dan juga ketahuilah bahwa kalian tidak akan melihatnya lagi setelah hari ini."16

(10) Abu Harun melaporkan bahwa ia melihat Imam Keduabelas ketika wajahnya bersinar bak bulan purnama.17

(11) Ya'qub meriwayatkan bahwa suatu hari ia mengunjungi Imam al-Askari. Di sebelah kanan Imam, ia melihat sebuah kamar dengan tirai yang tergantung pada pintu masuk. Ia bertanya kepada Imam ihwal siapa Imam Zaman (setelahnya). Imam berkata: "Angkatlah tirai itu!" Ketika ia mengangkat tirai itu, seorang bocah muncul, keluar, dan duduk di pangkuan Imam. Pada saat itu, Imam berkata kepada Ya'qub: "Inilah Imammu!"18

(12) Amr al-Ahwazi melaporkan bahwa Imam al-Askari menunjukkan kepadanya putranya dan berkata kepadanya bahwa ia adalah imam sepeninggalnya.19

(13) Seorang budak Persia meriwayatkan kisah berikut:

Aku tengah berdiri di pintu Imam Hasan al-Askari ketika ia melihat seorang pelayan meninggalkan rumah dengan sesuatu yang terbungkus di tangannya. Imam berkata kepadanya: "Tunjukkanlah apa yang ada di tanganmu." Pelayan itu membukanya dan tampaklah seorang anak lelaki yang manis. Imam berkata kepadaku: "Inilah Imammu." Setelah itu, aku tidak pernah melihat anak lelaki itu lagi."20

(14) Abu Nashr, seorang pelayan, dan Abu Ali Muthahhar meriwayatkan bahwa ia mereka melihat putra Imam Hasan al-Askari.21

(15) Kamil bin Ibrahim meriwayatkan bahwa ia melihat Imam Keduabelas di rumah Imam Hasan al-Askari. Saat itu ia berusia empat tahun dan parasnya laksana bulan purnama. Imam menjawab pertanyaannya sebelum ia (Kamil) bertanya kepadanya.22

(16) Sa'd bin Abdullah melaporkan: "Aku melihat Imam Zaman yang wajahnya seindah bulan purnama. Ia tengah duduk di pangkuan ayahnya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang aku ajukan."23

(17) Hamzah bin Nushair, pelayan Imam Ali an-Naqi, meriwayatkan dari ayahnya. Ketika Imam Keduabelas lahir, anggota keluarga Imam al-Askari saling mengucapkan selamat. Ketika Imam tumbuh sedikit besar, aku diminta untuk membeli daging setiap hari dengan beberapa tulang. Dikatakan bahwa daging itu untuk "Tuan mudamu".24

(18) Ibrahim bin Muhammad meriwayatkan:

Suatu saat karena khawatir akan gubernur, aku memutuskan lari dari Samarrah. Aku pergi ke rumah Imam Hasan al-Askari untuk mengucapkan selamat tinggal.

Aku melihat seorang bocah tampan di sampingnya. Aku bertanya kepadanya: "Wahai putra Rasulullah, siapakah anak ini?" Imam menjawab: "Dialah anakku dan penggantiku."25

Inilah daftar para sahabat, kerabat, dan pelayan Imam Hasan al-Askari yang jujur yang telah melihat Imam Zaman, putranya, di masa kanak-kanaknya dan membenarkan eksistensinya. Ketika orang menempatkan kesaksian ini di samping kabar yang disampaikan oleh Nabi saw dan para imam as, maka kepastian perihal eksistensi putra Imam Hasan al-Askari terjawab sudah.


Mengapa Imam Keduabelas Tidak Disebutkan dalam Wasiat Imam al-Askari?
Ir. Madani: Dikatakan bahwa pada hari-hari terakhirnya ketika Imam Hasan al-Askari jatuh sakit, ia menunjuk ibunya sebagai pelaksana wasiatnya sehingga ibunya bisa mengatur seluruh urusannya setelah kematiannya. Masalah ini secara resmi disahkan oleh pengadilan. Dalam wasiat ini tidak disebut-sebut putranya. Bahkan, kekayaannya dibagi-bagi antara ibunya dan saudaranya.26 Andaikata ia punya anak, niscaya ia akan menyebutkan anaknya dalam wasiat terakhirnya sehingga ia tidak kehilangan bagian warisannya .

Tn. Hosyyar: Secara sengaja Imam menghapus nama putranya dari wasiat terakhirnya agar ia tetap bebas dari semua bahaya yang bisa datang kepadanya dari penguasa pada saat itu. Sesungguhnya ia sangat hati-hati dalam hal ini dan ia sangat khawatir akan kelahiran putranya terekspos dimana kadang-kadang, karena terpaksa, ia melakukan taqiyyah dalam masalah putranya bersama para sahabat dekatnya untuk mengaburkan situasi bagi mereka.

Salah satu sahabat Imam Hasan al-Askari bernama Ibrahim bin Idris meriwayatkan bahwa Imam mengirimnya seekor domba dengan suatu pesan bahwa ia harus menyembelihnya karena yang belakangan (Ibrahim) telah melakukan 'aqiqah untuk anaknya dan membagikan dagingnya kepada keluarganya. Ibrahim menjalankan perintah Imam tersebut. Namun ketika ia mengunjunginya Imam as berkata: "Anak kami telah meninggal." Akan tetapi, sekali lagi beliau mengirim kepada Ibrahim dua ekor kambing berikut sepucuk surat yang berisikan perintah Imam kepadanya. Bunyinya:

Bismillâhirrahmânirrahîm. Sembelihlah kambing-kambing ini untuk 'aqiqah tuanmu dan makanlah dagingnya bersama keluargamu.

Ibrahim menjalankan perintah tersebut. Namun ketika ia mengunjungi Imam, beliau tidak menyebutkan sesuatu apapun tentangnya.27

Imam ash-Shadiq as juga telah melakukan kehati-hatian serupa dalam wasiat terakhirnya. Ia telah menunjuk lima orang sebagai pelaksana wasiatnya, termasuk Khalifah Abbasiyyah al-Manshur, Muhammad bin Sulaiman, gubernur Madinah, dua putranya, Abdullah dan Musa, dan istrinya, Hamidah, ibu Musa.28 Dengan melakukan demikian, ia menyelamatkan kehidupan putranya Musa dari bahaya yang mengancam, karena Imam mengetahui bahwa jika imamah dan kepemimpinannya diketahui oleh sang khalifah, Manshur akan mencoba membuang putranya. Sesungguhnya peristiwa-peristiwa itu terjadi secara tepat sebagaimana yang telah Imam ash-Shadiq pikirkan, karena khalifah memerintahkan bahwa andaikata pewaris Imam ash-Shadiq adalah orang yang spesifik [yakni Imam Musa], maka ia harus dibunuh.


Mengapa Orang Lain Tidak Mengetahui Kelahiran Imam Keduabelas?
Dr. Fahimi: Biasanya ketika seorang anak lahir, maka kerabat, tetangga, dan para sahabat akan mengetahuinya. Bahkan ini pun benar untuk seseorang yang sangat dihormati. Dengan sendirinya, tidak ada perselisihan tentang keberadaan seorang anak dari orang tersebut. Bagaimana bisa orang percaya bahwa masyarakat tidak mempunyai informasi perihal seorang anak dari Imam Hasan al-Askari padahal ia punya wewenang di tengah-tengah mereka dan mereka niscaya meragukan akan ihwal peristiwa itu dan berselisih satu sama lain tentangnya?

Tn. Hosyyar: Anda benar bahwa secara normal situasi itu persis sebagaimana yang telah Anda uraikan. Akan tetapi, Imam Hasan al-Askari sejak awal telah memutuskan bahwa ia tidak akan mempublikasikan informasi apapun tentang kelahiran putranya. Selain itu, keputusan semacam itu dibuat ketika Nabi saw masih hidup dan ketika para imam lain dihadapkan dengan suatu situasi di mana kerahasiaan tentang kelahiran merupakan tanda-tanda dari imam terakhir.

Kami mempunyai sebuah riwayat yang mengatakan bahwa Imam Zain al-Abidin menubuatkan bahwa: "Kelahiran al-Qâ' im kami akan tersembunyi dari manusia dan akan menyebabkan orang-orang berkata bahwa ia tidak lahir sama sekali, sehingga ketika ia mengambil komando tak seorang pun berbai'at di atas lehernya."29


11
IMAM MAHDI

Dalam hadis lain, Abdullah bin Atha meriwayatkan:

Aku berkata kepada Imam al-Baqir: "Para pengikut Anda di Irak begitu banyak. Demi Allah, tak seorang di keluarga Anda memiliki kedudukan seperti Anda. Mengapa Anda tidak bangkit?" Imam berkata: "Wahai Abdullah, Anda telah membiarkan omong kosong memasuki pikiran Anda. Demi Allah, aku bukanlah pemimpin yang dijanjikan dari urusan tersebut." Aku bertanya: "Lantas, siapakah pemimpin urusan tersebut?" Imam menjawab: "Carilah dari orang yang kelahirannya akan tersembunyi dari manusia. Dialah pemimpinmu."30

Dr. Fahimi: Mengapa Imam Hasan al-Askari menyembunyikan kelahiran putranya dari manusia sehingga mereka jatuh dalam keraguan dan kebimbangan serta tersesat dalam masalah imamah?

Tn. Hosyyar: Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, cerita al-Mahdi yang dijanjikan berkembang luas di kalangan Muslimin dari sejak awal kelahiran Islam. Hadis-hadis dan riwayat-riwayat tentang subjek tersebut telah disampaikan oleh Nabi dan pembenaran lebih jauh atas riwayat-riwayat ini oleh para imam telah beredar di kalangan Muslimin.

Para penguasa zaman itu juga sangat mengetahui hadis dan riwayat yang menyebutkan bahwa al-Mahdi yang dijanjikan berasal dari keturunan Fathimah dan Husain. Bahkan, hadis-hadis ini menyebutkan kehancuran semua pemerintahan zalim oleh al-Mahdi, yang akan mendirikan pemerintahan yang adil dan persamaan di seluruh dunia.

Akibatnya, mereka mengkhawatirkan kelahiran dan kemunculan al-Mahdi yang dijanjikan dan memutuskan untuk menghentikan bahaya revolusi al-Mahdi. Karena alasan inilah, rumah-rumah keluarga Nabi saw, yakni Bani Hasyim, dan lebih khususnya rumah Imam Hasan al-Askari, diawasi terus menerus dan dimata-matai secara cermat oleh para agen rahasia negara Abbasiyyah .

Khalifah Abbasiyyah, Mu'tamid, telah menunjuk sejumlah bidan untuk melakukan tindakan mata-mata di keluarga Hasyimi guna mengumpulkan informasi tentang kehamilan dan kelahiran anak-anak. Ketika khalifah mendapatkan informasi tentang sakitnya Imam al-Askari, ia memerintahkan para pengawalnya mengawasi terus menerus rumah Imam. Ketika mendengar bahwa Imam as wafat, ia melakukan penyelidikan ke rumah Imam guna mencari lokasi anaknya.

Selain itu, ia mengirim sejumlah bidan untuk memeriksa hamba-hamba perempuan Imam guna mengetahui apakah mereka itu hamil. Jika seorang perempuan ditemukan hamil, ia ditawan dan dipenjarakan.

Para bidan mencurigai salah satu dari hamba perempuan itu hamil dan melaporkannya kepada khalifah. Khalifah memerintahkannya untuk dikurung di sebuah kamar dan menyuruh Tahrir, pelayannya, mengawasinya secara ketat. Ia tidak membebaskannya sampai ia yakin bahwa perempuan itu tidak membawa anak Imam. Ia tidak berhenti pada Ahlulbait Imam Hasan al-Askari. Sebaliknya, segera setelah pemakaman Imam usai, ia memerintahkan agar rumah-rumah itu diselidiki dan diawasi ketat.31

Sekarang, Anda bisa memahami mengapa Imam Hasan al-Askari, yang hidup dalam keadaan berbahaya tersebut, tidak bisa melakukan apapun selain menyembunyikan kelahiran putranya dari manusia sehingga anaknya akan tetap bebas dari rencana-rencana jahat mereka. Nabi dan para penerusnya yang sah, para imam, menubuatkan kondisi-kondisi ini dan mengabarkan kepada orang-orang kelahiran Imam Keduabelas secara rahasia.

Bagaimanapun, riwayat-riwayat semacam itu tidak diketahui dalam laporan-laporan sejarah. Sebagaimana Anda maklum, ketika Fir'aun tahu bahwa seorang anak akan lahir di kalangan Bani Israil yang akan mengakhiri kerajaannya, ia berusaha mencegah bahaya tersebut dan mengirim para agennya mengawasi secara ketat semua perempuan hamil dan membunuh semua bayi laki-laki serta menahan semua anak perempuan yang dilahirkan. Semua tindak kejahatan ini tidak menyampaikannya kepada tujuan. Allah menjadikan kelahiran Musa tetap tersembunyi sehingga tujuan Ilahi bisa terpenuhi.

Menyangkut Imam Hasan al-Askari, meski dalam situasi bahaya, ia tetap mengabarkan kelahiran putranya kepada sejumlah sahabat dan para pengikutnya yang amanah sehingga mereka akan terus menerima petunjuk. Seitu, ia meminta mereka merahasiakan masalah itu dari para musuh dan meminta agar mereka tidak menyebutkan namanya sekalipun.


Ibu Imam Keduabelas
Dr. Jalali: Siapakah nama ibu Imam Zaman?

Tn. Hosyyar: Namanya dikenalkan dalam sumber-sumber dengan berbagai nama. Di antaranya adalah Narjis, Shayqal, Rayhanah, Sawsan, Khumth, Hukaimah, dan Maryam. Jika Anda memperhatikan dua hal berikut, Anda akan memahami sumber kebingungan ini:

( a) Imam Hasan al-Askari mempunyai beberapa sahaya perempuan dengan nama-nama yang berbeda-beda. Dalam satu kesempatan, Hakimah Khatun telah menyebutkan sahaya-sahaya perempuan ini. Suatu saat ia mengunjungi Imam Hasan as dan melihatnya sedang duduk di halaman rumahnya, dikelilingi oleh sahaya-sahayanya. Hakimah bertanya kepada Imam: "Manakah di antara gadis-gadis ini yang akan menjadi ibu penggantimu?" Imam menjawab: "Sawsan."32

Dalam riwayat lain, Hakimah menceritakan peristiwa kelahiran Imam Keduabelas, yang disebutkan sebelumnya, di mana Imam al-Askari memintanya untuk menghabiskan malam 15 Sya'ban (255 H/870 M) di rumahnya karena seorang bayi akan lahir. Saat itu, Hakimah bertanya kepadanya: "Manakah sahaya perempuanmu yang menjadi ibu anak itu?" Imam menjawab: "Narjis." Hakimah menukas: "Ya, aku sangat menyukainya di antara sahaya-sahaya perempuanmu."33

Dari dua riwayat ini dan riwayat-riwayat yang serupa tampak bahwa Imam al-Askari memiliki beberapa sahaya perempuan.

( b) Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, anak Imam al-Askari lahir dalam situasi yang sangat berbahaya karena khalifah Abbasiyyah dan bahkan beberapa anggota klan Hasyimiyyah telah mengetahui saat kelahiran al-Mahdi yang kian mendekat, yang akan menumpas pemerintahan yang zalim dan tiranik serta mendirikan pemerintahan yang adil sebagai gantinya.

Seitu, para agen khalifah Abbasiyyah mengawasi rumah-rumah Hasyimiyyah secara umum, dan khususnya rumah Imam al-Askari, siang dan malam. Para agen rahasia khalifah terlibat dalam penyelidikan bayi yang baru lahir di rumah-rumah ini untuk selanjutnya membawanya kepada khalifah.

Setelah menukil dua hal ini, harus ditunjukkan bahwa sudah tentu-dalam situasi yang mengancam dan dalam rumah seperti itu-seorang anak yang dimandatkan Allah mesti dilahirkan dari Imam Hasan al-Askari yang akan tetap dilindungi dari semua bentuk ancaman yang membahayakan. Karena alasan inilah semua langkah penting harus dijalankan. Menurut laporan-laporan terkait, tidak ada tanda-tanda kehamilan pada ibunya. Bahkan, Imam Hasan al-Askari tidak menyebutkan nama aslinya. Di samping itu, pada saat melahirkan hanya Hakimah Khatun, dan mungkin sebagian sahaya perempuan yang hadir.

Kenyataannya, lazimnya dalam lingkungan semacam itu bantuan dicari dari seorang bidan atau wanita lain yang berpengalaman. Sesungguhnya, tak seorang pun yang mengetahui apakah Imam Hasan al-Askari itu sudah menikah ataukah belum, dan andaikan ia sudah menikah, tak seorang yang mengetahui jatidiri istrinya.

Pada malam 15 Sya'ban saat hari sepenuhnya gelap, di malam hari, anak tersebut lahir di bawa rundungan kekhawatiran dan keadaan rahasia. Ini pun terjadi di sebuah rumah dimana ada beberapa sahaya perempuan yang tak seorang pun memiliki tanda-tanda kehamilan yang jelas. Pada saat melahirkan, selain
Hakimah, tidak seorang pun yang hadir dan tidak seorang pun yang berani membukakan situasi tersebut.

Untuk beberapa lama masalah tersebut terjaga kerahasiaannya dan belakangan hanya para sahabat dekat Imam al-Askari yang amanah mulai bertanya dan mendapatkan kabar tentang peristiwa itu. Sebagian di kalangan pengikut percaya bahwa Allah telah menganugerahi Imam Hasan dengan seorang putra, sementara yang lainnya menolaknya. Karena semua sahaya perempuan tidak memiliki tanda-tanda kehamilan yang jelas, riwayat perdebatan seputar identitas ibu anak tersebut tentu saja muncul. Sebagian mengetahui ibunya adalah Sawsan, sebagian Narjis, sebagian Shayqal dan seterusnya. Tak seorang pun, selain segelintir orang yang terpilih, mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.

Namun mereka tidak dibolehkan menyebutkan informasi tersebut. Hakimah sekalipun, sebagai saksi dan yang hadir selama kelahiran Imam Keduabelas, demi melindungi identitas ibunya, kadang-kadang menyebut namanya secara berbeda-beda seperti Narjis, Shayqal, atau Sawsan, dan di saat lain, sebagai suatu langkah-langkah kehatian ia akan menyandarkan anak itu kepada ibu Imam Hasan al-Askari as.

Pada tahun 262 H (877 M) Ahmad bin Ibrahim menyambangi Hakimah Khatun, putri Imam al-Jawad. Ia berbicara kepadanya di balik tirai dan menanyakan kepadanya tentang keyakinan Hakimah. Dia menyebutkan para imamnya dan menyebut Muhammad bin Hasan sebagai imam terakhirnya. Ahmad berkata:

"Apakah Anda sendiri menyaksikan masalah itu (kelahirannya) ataukah Anda mengatakan hal ini berdasarkan apa yang telah Anda dengar?" Dia menjawab bahwa masalah itu menurut apa yang telah Imam Hasan al-Askari tuliskan kepada ibunya. Ahmad terus bertanya tentang kepada siapakah kaum Syi`ah harus berpegang tentang masalah tersebut. Hakimah menjawab bahwa mereka harus mengikuti ibu Imam Hasan al-Askari. Ahmad keberatan lantas bertanya lagi:

"Dalam wasiat terakhir ini, haruskah kita mengikuti seorang perempuan?" Hakimah menjawab bahwa sebenarnya Imam Hasan mengikuti datuknya, Imam Ali bin Husain dalam masalah ini. Imam Husain telah menjadikan adiknya, Zainab, sebagai pewarisnya dan pengetahuan yang dimiliki oleh Ali bin Husain dianggap berasal dari Zainab. Imam Husain telah berbuat demikian, imbuh Hakimah, agar masalah imamah Ali bin Husain tetap terjaga kerahasiaannya. Kemudian Hakimah berujar: "Anda adalah orang yang mengetahui hadis-hadis. Belumkah Anda diberitahu bahwa warisan milik imam kesembilan dari keturunan kesembilan Husain akan dibagikan ketika ia masih hidup?"34

Seperti yang Anda lihat., dalam riwayat ini, Hakimah tidak menjawab pertanyaan tentang kelahiran Imam terakhir secara langsung. Nyatanya, ia telah menyandarkan riwayat tersebut kepada ibu Imam Hasan al-Askari. Adalah mungkin juga bahwa karena khawatir untuk menuturkan duduk persoalan yang sebenarnya kepada si perawi, ia melakukan taqiyyah. Atau, ia hanya ingin menampilkan riwayat itu dalam suatu cara yang akan menghasilkan keanehan. Akan tetapi, Hakimah di tempat lain meriwayatkan peristiwa yang mengarah kepada pernikahan Imam Hasan al-Askari dengan Narjis Khatun dan kelahiran al-Mahdî dimana ia sendiri sebagai saksinya, secara lebih mendetail. Dia menutup riwayat ini dengan pernyataan berikut: "Kini aku melihat pemimpinku (yakni Imam Keduabelas) secara teratur dan berbicara kepadanya."35

Ringkasnya, berbagai perbedaan pendapat mengenai nama ibu imam terakhir bukanlah sesuatu yang aneh. Sebaliknya, berbagai pendapat tersebut mengacu kepada situasi yang sangat sulit dan membahayakan di masa itu. Selain itu, memang jumlah sahaya perempuan milik Imam Hasan al-Askari berikut tindakan beliau yang sangat hati-hati dalam menjaga kerahasiaan masalah tersebut niscaya menciptakan kebingungan. Bukan mustahil bahwa kisah perdebatan sengit yang meledak antara ibu dan saudara Imam, Ja'far al-Kadzdzab (Si Pendusta) bisa menjadi bagian dari konspirasi negara yang didalangi oleh khalifah guna memastikan informasi tentang putra Imam Hasan al-Askari.

Menurut Syaikh Shaduq dalam Kamâl al-Dîn-nya, ibu Imam Hasan al-Askari terlibat perdebatan dengan Ja'far, saudara Imam, perihal warisan. Ketika masalah itu diadukan kepada khalifah, salah seorang sahaya perempuan milik Imam al-Askari bernama Shayqal didakwa hamil. Shayqal dibawa ke istana Khalifah Mu'tamid. Di istana sang Khalifah, Shayqal dijaga ketat dan diawasi secara cermat oleh para bidan dan perempuan lain di istana itu untuk memastikan nasib kehamilannya. Pada saat itu, kekisruhan politik sebagai akibat dari pemberontakan yang dipimpin oleh Shaffar, kematian Abdullah bin Yahya dan revolusi al-Zanj merongrong kedudukan kekhalifahan. Kaum Abbasiyyah dipaksa meninggalkan Samarra. Akibatnya, mereka tertawan oleh kesulitan-kesulitan mereka sendiri dan menyerahkan pengawasan kehamilan Shayqal.36

Ada juga alasan lain ihwal perbedaan dalam masalah nama ibu Imam Keduabelas. Mungkin saja semua nama yang tersebut merujuk kepada satu pribadi yang sama. Yakni bahwa ibu Imam Keduabelas memiliki beberapa nama. Penjelasan ini tidak jauh melenceng karena merupakan kebiasaan di kalangan bangsa Arab untuk memberi beberapa nama kepada satu orang yang sama.

Keterangan ini dibuktikan dari dalam Kamâl al-Dîn-nya Syaikh Shaduq. Ia sendiri telah meriwayatkan dari Ghiyats bahwa pelanjut Imam Hasan al-Askari dilahirkan pada hari Jum`at, dan ibunya adalah Rayhanah yang juga dikenal sebagai Narjis, Shayqal, dan Sawsan. Karena pada masa kehamilannya ia mempunyai cahaya yang mengitari wajahnya, ia dikenal sebagai Shayqal.37

Untuk merangkum diskusi ini, kiranya penting untuk mengingatkan diri kita sendiri bahwa meskipun banyak ambiguitas dalam mengidentifikasi nama sebenarnya dari ibu Imam Keduabelas, tidak ada keraguan bahwa ia ada. Dengan kata lain, keraguan semacam itu tidak mengurangi keabsahan akan keberadaannya.

Sebagaimana telah Anda perhatikan, para imam, termasuk Imam Hasan al-Askari, telah mengabarkan ihwal eksistensi putra Imam Hasan. Lagi pula, Hakimah binti Imam al-Jawad, adalah seorang perempuan yang sangat amanah yang melaporkan secara terperinci kelahiran Imam Keduabelas. Bahkan, sejumlah para sahabat yang terpercaya dan para pelayan Imam Hasan al-Askari melihat anak itu dan membenarkan keberadaannya, tanpa menghiraukan nama ibunya.


Ulama Sunni dan Kelahiran al-Mahdî
Dr. Fahimi: Jika Imam Hasan al-Askari memiliki seorang anak, tentunya ulama dan sejarahwan Sunni merekam hal itu dalam buku-buku mereka .
Tn. Hosyyar: Memang benar, ada sekelompok dari mereka yang juga telah meriwayatkan peristiwa kelahiran Imam Hasan al-Askari dan menerima serta mencatat sejarahnya dan ayahnya dalam kitab-kitab mereka.

Misalnya:

1. Muhammad bin Thalhah asy-Syafi`i menulis: "Abu al-Qasim Muhammad bin Hasan lahir pada tahun 258 H/873 M di Samarra. Ayahnya bernama Hasan al-Khalish. Di antara gelarnya [dari Imam terakhir ini] adalah al-Hujjat, Khalaf Shalih (keturunan yang salih), dan al-Muntazhar (yang dinanti)." Menyusul pernyataan ini, ia telah menyampaikan beberapa hadis bertemakan al-Mahdi, dengan pernyataan penutup: "Hadis-hadis ini menegaskan eksistensi putra Imam Hasan al-Askari yang dalam kegaiban dan akan muncul lagi di kemudian hari."38

2. Muhammad bin Yusuf, menyusul lemanya tentang wafatnya Imam Hasan al-Askari, menulis: "Ia tidak memiliki anak lain selain Muhammad. Dikatakan bahwa ia sama dengan Imam Yang Ditunggu (al-imam al-muntazhar)."39

3. Ibn Shabbagh al-Maliki menulis: Bagian Keduabelas tentang Kehidupan Abu al-Qasim Muhammad, al-Hujjat, Khalaf Shalih, putra Abu Muhammad Hasan al-Khalish: Dia adalah Imam Keduabelas kaum Syi`ah." Kemudian ia mencatat sejarah Imam dan meriwayatkan hadis-hadis tentang al-Mahdi.40

4. Yusuf bin Qazughli, setelah menulis laporannya tentang kehidupan Imam Hasan al-Askari, menulis: [119] "Nama putranya adalah Muhammad, dan julukannya adalah Abu Abd Allah dan Abu al-Qasim. Dialah bukti keberadaan Allah, pemilik zaman, al-Qâ` im, dan al-Muntazhar. Imamah berakhir pada dirinya." Kemudian ia meriwayatkan hadis-hadis tentang al-Mahdi.41

5. Asy-Syablanji, dalam bukunya bertajuk Nûr al-Abshâr, menulis: "Muhammad adalah anak Hasan al-Askari. Ibunya seorang sahaya perempuan bernama Narjis, atau Shayqal, atau Sawsan. Julukannya adalah Abu al-Qasim. Syi`ah Duabelas Imam mengenalnya sebagai al-Hujjah, al-Mahdi, Khalaf Shalih, al-Qâ` im, al-Muntazhar, dan Pemilik Zaman (shahib az-zaman)."42

6. Ibn Hajar, dalam ash-Shawâ` iq al-Muhriqah-nya, setelah biografi Imam Hasan al-Askari, menulis: "Ia tidak meninggalkan seorang anak selain Abu al-Qasim, yang dikenal sebagai Muhammad dan al-Hujjah. Ketika ayahnya wafat, anak itu berusia lima tahun."43

7. Muhammad Amin al-Baghdadi, dalam buku bertajuk Sabâ` ik adz-Dzahab, menulis: "Muhammad, yang juga dikenal sebagai al-Mahdi, berusia lima tahun ketika ayahnya mangkat."44

8. Ibn Khallikan meriwayatkan dalam kamus biografisnya Wafayât al-A'yân: "Abu al-Qasim Muhammad bin Hasan al-Askari adalah Imam Keduabelas kaum Imamiyyah, yakni Syi`ah Duabelas Imam. Kaum Syi`ah percaya bahwa dialah al-Qâ` im yang ditunggu dan al-Mahdi."45

9. Dalam Rawdhat ash-Shafâ, Mir Khwan menulis: "Muhammad adalah anak Hasan. Julukannya, Abu al-Qasim. Imamiyyah mengakuinya sebagai al-Hujjah, al-Qâ` im, dan al-Mahdi."46

10. Sya'rani menulis dalam Al-Yawâqît wa al-Jawâhir-nya: "Mahdi adalah anak Imam Hasan al-Askari. Ia lahir pada malam 15 Sya'ban 255 H. Ia masih hidup dan akan tetap demikian sampai ia akan muncul bersama Isa as. Sekarang tahun 957 H, berarti usianya 702 tahun."47

11. Sya'rani, mengutip Futuhât al-Makkiyah-nya Ibn Arabi, pasal 36, menulis: "Ketika bumi akan dipenuhi dengan tirani dan kezaliman, al-Mahdi akan bangkit dan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan. Ia keturunan Nabi saw dan dari garis Fâthimah. Kakeknya Husain, dan ayahnya adalah Hasan al-Askari bin Ali al-Hadi al-Naqi bin Muhammad at-Taqi al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib."48

12. Khwaja Parsa dalam bukunya Fashl al-Khitâb menulis: "Muhammad bin Hasan al-Askari lahir pada malam 15 Sya'ban 255 H/870. Ibunya bernama Narjis. Ayahnya wafat ketika ia berusia lima tahun. Sejak itu sampai sekarang, ia dalam kegaiban. Dialah imam yang ditunggu-tunggu oleh kaum Syi`ah.

Keberadaannya sangat kukuh di kalangan para sahabat, karib kerabat, dan keluarganya. Allah akan memperpanjang usianya sebagaimana yang telah Dia lakukan dalam kasus Elijah dan Eliash."49

13. Abu al-Falah al-Hanbali dalam Syadzarât adz-Dzahab dan Dzahabi dalam Al-'Ibar fi Khabar min Ghabar menulis: "Muhammad adalah anak Hasan al-Askari bin Ali al-Hadi bin al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja'far ash-Shadiq al-Alawi al-Husaini. Julukannya Abu al-Qasim dan Syi`ah mengenalnya sebagai Khalaf Shalih, al-Hujjah, al-Mahdi, al-Muntazhar dan Shâhib az-Zamân."50

14. Muhammad bin Ali al-Hamawi menulis: "Abu al-Qasim Muhammad al-Muntazhar lahir pada tahun 259 H/874 M di Samarra."51

Pendeknya, selain semua ulama Sunni yang disebutkan tadi terdapat sejumlah ulama lain yang telah merekam kelahiran anak Imam Hasan al-Askari.52

***

TAK terasa waktu berlalu begitu cepat. Malam pun semakin larut. Pertemuan diakhiri dan diputuskan untuk melanjutkannya pada pertemuan mendatang yang akan digelar di kediaman Dr. Jalali.[]


Catatan Kaki:
1. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.275.

2. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.160.

3. Muntakhab al-Atsar, hal.320.

4. Ibid.

5. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.432.

6. Muntakhab al-Atsar, hal.345.

7. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.430.

8. Thusi, Ghaybah, hal.141-142.

9. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.292; Itsbât al-Washiyyah, hal.197.

10. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.431.

11. Kamâl al-Dîn, hal.105.

12. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.433 dan jilid 7, hal.20.

13. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.432.

14. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.23.

15. Ibid., hal.25.

16. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.311.

17. Ibid., jilid 7, hal.20.

18. Ibid., jilid 6, hal.425.

19. Ibid., jilid 7, hal.16.

20. Yanâbî` al-Mawaddah, 82, hal.461.

21. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.344; Itsbât al-Washiyyat, hal.198; Yanâbî` al-Mawaddah, 82, hal.461.

22. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.323; Yanâbî ` al-Mawaddah, hal.461.

23. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.78 dan 86 .

24. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.18; Itsbât al-Washiyyat, hal.197.

25. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.356. Untuk keterangan terperinci tentang kelahiran Imam Keduabelas, lihat Sayyid Hasyim Bahrani, Tabshirat al-walî fiman ra`a
al-Qâ` im al-Mahdî dan Bihâr al-Anwâr, jilid 51, 1; dan jilid 52, 17 dan 19.

26. Ushûl al-Kâfî, Mawlid Abi Muhammad al-Hasan bin Ali.

27. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.22.

28. Ushûl al-Kâfî, "Al-Isyârah wa al-Nashsh 'alâ Abî al-Hasan Mûsâ".

29. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.135.

30. Ibid., hal.34.

31. Ushûl al-Kâfî, Mawlid Abi Muhammad al-Hasan bin Ali. Lihat juga sumber-sumber lain yang menyebutkan kondisi-kondisi yang tidak bersahabat yang di dalamnya kaum perempuan ini menderita dalam kekuasaan khalifah Abbasiyyah dan kekhawatirannya akan eksistensi anak dari Imam Hasan al-Askari.

32. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.17.

33. Ibid., hal.25.

34. Kamâl al-Dîn, jilid 2, hal.178.

35. Ibid, hal.99-103.

36. Ibid, jilid 2, hal.149.

37. Ibid, jilid 2, hal.106.

38. Mathâlib as-Su` âl (edisi 1287 H), hal.89.

39. Kifâyat al-Thâlib, hal.312.

40. Fushûl al-Muhimmah (edisi kedua), hal.273 dan 286 .

41. Tadzkirat al-Khawwâsh al-Ummah, hal.363 .

42. Nûr al-Abshâr (edisi Kairo), hal.342.

43. Ash-Shawâ` iq al-Muharriqah, hal.206.

44. Sabâ` ik adz-Dzahab, hal.78 .

45. Wafayât al-A'yân (edisi 1284 H), jilid 2, hal.24.

46. Rawdhat ash-Shafâ, jilid 3, hal.143.

47. Al-Yawâqît wa al-Jawâhir (edisi 1351 H), jilid 2, hal.143.

48. Ibid., hal.143.

49. Sebagaimana dikutip dalam Yanâbî` al-Mawaddah, jilid 2, hal.126.

50. Syadzarât adz-Dzahab (edisi Beirut), jilid 2, hal.141; Al-'Ibar fi Khabar min ghabar (edisi Kuwait), jilid 2, hal.31.

51. Ta'rikh Manshûrî, salinan mikrofilm dari manuskrip Moskow, nomor folio 114.

Lihat rujukan-rujukan yang disusun dalam jilid Kasyf al-Asfâr oleh Husain bin Muhammad Taqi Nuri dan Kifâyat al-Muwahhidin oleh Thabarsi, khususnya jilid 2.

12
IMAM MAHDI

BAB 6

Bisakah Seorang Bocah Lima Tahun Menjadi Seorang Imam ?
PERTEMUAN dimulai tepat pada waktunya. Setiap orang menunggu dimulainya diskusi tersebut dengan gelisah. Dr. Fahimi merumuskan pertanyaannya sebagai pembuka diskusi.

Dr. Fahimi: Anggaplah oleh kita, Imam Hasan al-Askari benar-benar memiliki seorang anak. Tapi, bagaimana bisa orang percaya bahwa seorang anak lima tahun ditunjuk untuk menduduki kedudukan wilâyat dan Imamah? Bagaimana mungkin ia diserahi tanggung jawab melindungi dan melaksanakan hukum-hukum Allah di usia muda dan dijadikan Imam, pemimpin manusia dan bukti Allah di muka bumi?

Tn. Hosyyar: Tampaknya Anda mengira kedudukan kenabian dan imamah sebagai sesuatu yang remeh yang tidak memerlukan prasyarat atau kriteria apapun bagi seseorang yang diharuskan untuk melindungi dan menegakkan hukum-hukum Ilahi! Bahkan, tampaknya Anda tidak membutuhkan kualifikasi atau karakter dan kesempurnaan pribadi pada seseorang yang menempati kedudukan yang ditetapkan Ilahi ini-bahkan sampai ke tingkat bahwa mungkin saja seorang Abu Sufyan menempati jabatan kenabian yang diduduki Muhammad bin Abdullah dan Thalhah dan Zubair bisa menempati jabatan imamah alih-alih Ali bin Abi Thalib .

Akan tetapi, sedikit saja perhatian akan mengantarkan Anda kepada hadis-hadis yang diriwayatkan berdasarkan otoritas Ahlulbait bahwa masalah menyangkut kepemimpinan dan bimbingan terhadap masyarakat bukanlah perkara mudah. Sesungguhnya, kenabian merupakan jabatan Ilahiah yang mensyaratkan individu yang berkualitas yang dipola untuk menjalankan fungsi-fungsinya diturunkan dari hubungan spiritual khusus antara Allah dan utusan-Nya, seorang nabi.

Yang lebih penting lagi, individu semacam itu dikaruniai dengan pengetahuan gaib dan pengetahuan tentang hukum-hukum dan aturan-aturan Allah yang telah diturunkan kepadanya melalui anugrah khusus Allah kepadanya, dan, oleh seitu, baik dia maupun wahyu terbebas dari kesalahan atau kebatilan apapun.

Dengan demikian, wilâyat dan imamah merupakan jabatan yang sangat penting. Orang yang menempati kedudukan itu dibutuhkan guna menjaga hukum-hukum Tuhan dan ajaran-ajaran Nabi saw tanpa melakukan kesalahan atau kecerobohan dalam periwayatan dan penyampaiannya dalam komunitas. Lebih jauh, orang tersebut harus berhubungan dengan sumber gaib dari pengetahuan Tuhan sehingga ia bisa menerima bimbingan Allah dalam memahami dan mengiluminasi wahyu-Nya untuk manusia. Karena pengetahuan dan tindakannya berdasarkan bimbingan Ilahi maka ia memperoleh kedudukan yang dinyatakan sebagai bukti (hujjah) Allah dan manifestasi-Nya di muka bumi.

Teranglah, tidak setiap manusia di muka bumi ini mampu memenuhi persyaratan-persyaratan ini dan mengefektifkan hukum-hukum Allah di masyarakat manusia. Kiranya penting bahwa orang yang menerima kedudukan sensitif ini dikaruniai suatu kesempurnaan spiritual dan insani untuk melakukan hubungan yang tepat dengan sumber Ilahi dan menerima pengetahuan tersebut dan menjaganya demi masyarakat.

Bahkan, orang ini mesti memiliki kualitas fisik dan mental berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsinya sebagai pemimpin dan pembimbing kaum Muslim. Ia tidak bisa membiarkan kesalahan dan kekeliruan dalam menyampaikan kebenaran agama yang penting bagi kesejahteraan manusia.

Oleh seitu, mesti diyakini bahwa Nabi dan para imam adalah sebaik-baiknya penciptaan. Yang lebih penting lagi, adalah karena kualitas-kualitas pribadi ini maka Allah Yang Mahakuasa menunjuk mereka dalam kedudukan mereka sebagai seorang nabi dan seorang imam. Kualitas-kualitas ini ada pada mereka dari saat mereka memasuki dunia. Pada waktu yang tepat dan karena tuntutan situasi, dan mengingat tidak ada rintangan, kualitas-kualitas mereka menjadi nyata.

Baru setelah itu, individu-individu ini dipilih dan ditunjuk sebagai para nabi dan imam dengan misi menjalankan dan mengefektifkan aturan Allah kepada manusia. Penunjukan nyata ini mungkin terjadi terkadang setelah mereka mencapai usia akil-baligh. Dan, di saat lain ini terjadi bahkan ketika mereka berusia muda.

Al-Quran memberikan contoh terbaik tentang penunjukan kenabian pada usia yang sangat muda. Pada contoh Nabi Isa as, al-Quran menceritakan mukjizat Nabi Isa as ketika ia masih bayi dalam gendongan. Pada saat itu, Isa as mengenalkan dirinya sendiri sebagai seorang nabi yang telah membawa wahyu untuk Bani Israil. Isa as berkata:

Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan dia menjadikan aku seorang nabi; dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup (QS Maryam: 29 )
Dari ayat ini dan ayat-ayat al-Quran lainnya, teranglah sudah bahwa Isa as sejak usia dini telah ditunjuk sebagai nabi dan telah diberi kitab .

Dalam sorotan di atas, benarlah untuk mengatakan bahwa tidak ada keberatan untuk meyakini bahwa seseorang bisa membangun hubungan dengan sumber-sumber pengetahuan Ilahiah pada usia yang sangat muda dan bisa ditunjuk untuk menjalankan tanggung jawab penting berupa penyebaran hukum-hukum Tuhan dengan perhatian dan akurasi yang ultimat. Bahkan, ia pasti mampu sepenuhnya melakukan tugasnya dan menjaga amanah Ilahi.

Usia Imam al-Jawad as pada saat ayahnya meninggal adalah sembilan atau tujuh tahun. Karena usianya yang masih muda, sebagian kaum Syi`ah meragukan posisinya sebagai seorang imam. Untuk mengatasi masalah ini sekelompok anggota terkemuka dari komunitas ini mengunjungi Imam al-Jawad dan menanyakan kepadanya beberapa pertanyaan yang sulit dan pelik. Atas semua pertanyaan ini, Imam mampu memberikan jawaban yang tepat dan memuaskan. Bahkan, mereka juga menyaksikan beberapa mukjizat dari beliau sehingga mampu menghilangkan keraguan dalam diri mereka perihal imam mereka yang berusia muda.1

Imam ar-Ridha as telah menunjuk Imam al-Jawad sebagai penggantinya dan ketika ia mendapatkan orang-orang keheranan dalam hal penunjukannya, Imam as berkata: "'Isa juga menjadi seorang nabi dan bukti Allah di usia muda."2

Imam Ali an-Naqi juga menjadi imam pada usia enam tahun lima bulan, menyusul kematian ayahnya (Imam al-Jawad).3

Dengan begitu, Dr. Fahimi, para nabi dan imam secara khusus diciptakan untuk menjalankan fungsi-fungsi yang diserahkan kepada mereka oleh Allah.
Karenanya, tidak selayaknya membandingkan mereka dengan orang-orang awam dan kapasitas-kapasitas mereka.


Anak-anak yang Diberkati Kecerdasan
Acap kali di kalangan masyarakat umum, seseorang mendapatkan sedikit individu yang dikaruniai dengan kecerdasan unggul dan potensi mendalam.

Sesungguhnya, mereka mengejawantahkan kekuatan mental yang tidak biasa dan daya-daya persepsi di atas seorang individu, katakanlah, berusia 40 tahun.

Abu Ali Sina, dikenal sebagai Avicenna di kalangan pembaca Barat, dihormati di kalangan genius di zamannya. Dalam autobiografinya, ia menulis:

Kemudian kami pindah ke Bukhara, di mana saya diberi guru al-Quran dan sastra Arab (adab). Menjelang usia 10 tahun, saya telah merampungkan kajian al-Quran dan sebagian besar bagian sastra Arab, sedemikian sehingga banyak orang mengherankan prestasi saya… Kemudian di bawah bimbingan an-Natili, saya mulai membaca Isagog [karya filosof Neoplatonis Yunani Porphyrius]… Almagest [dari Ptolemius]… Kemudian saya mengambil kedokteran dan mulai membaca buku-buku yang membahas subjek ini. Kedokteran bukanlah salah satu sains yang sulit, dan dalam waktu yang sangat singkat, tak syak lagi, saya mengungguli di dalamnya, sehingga para dokter belajar di bawah bimbingan saya… Pada saat yang sama saya terlibat dalam perdebatan dan kontroversi dalam bidang fiqih. Saat itu, saya baru berusia 16 tahun.4

Dikatakan bahwa Fadhil al-Hindi telah menguasai semua ilmu tradisional dan rasional menjelang usia 12 tahun dan telah mulai menulis sebuah kitab. Daftar orang-orang berbakat sesungguhnya relatif panjang. Orang hanya tinggal membuka sejarah dunia untuk mengetahui sejumlah individu yang diakui secara universal yang dikaruniai kecerdasan dan kemampuan yang luar biasa untuk mempelajari dan mewariskan kekayaan pengetahuan dalam berbagai disiplin pada usia muda.

Dr. Fahimi, jika anak-anak lain dianugrahi dengan potensi-potensi unik dan muncul sebagai jenius, mampu mengingat ratusan hal-hal dan aneka macam subjek-yang mengundang kekaguman pada pihak lain-mengapa tidak bisa dibayangkan bahwasanya Allah karena kebijaksanaan-Nya menunjuk Imam Keduabelas, bukti autentik Allah yang terjadi pada usia lima tahun, menempati posisi wilâyat dan menjadi eksponen dan penjaga aturan-aturan Allah?

Sesungguhnya, para imam telah menubuatkan pencapaiannya pada kedudukan tinggi itu di usia yang sangat muda. Imam al-Baqir berkata: "Orang yang akan dipercayai dengan perintah (shâhib al-'amr) adalah paling muda dalam usia dan sangat diketahui ketimbang kami semua."5


Berdirinya Orang-orang Ketika Menyebut al-Qâ` im
Dr. Jalali: Saya yakin Anda tahu perihal kebiasaan di kalangan orang-orang yang berdiri ketika kata al-Qâ' im disebutkan. Adakah hadis yang mendukung kebiasaan ini?

Tn. Hosyyar: Kebiasaan ini merupakan hal yang lazim di kalangan kaum Syi`ah di seluruh dunia. Diriwayatkan bahwa Imam ar-Ridha hadir dalam sebuah pertemuan di Khurasan saat kata al-qâ` im disebutkan. Seketika ia berdiri, meletakkan tangan kanannya di atas kepalanya dan berdoa: "Ya Allah, segerakanlah kemunculannya dan kebangkitannya yang mulia."

Kebiasaan ini hal yang umum bahkan selama masa Imam ash-Shadiq as. Seseorang telah bertanya kepadanya: "Mengapa orang harus berdiri (qiyâm) ketika al-Qâ` im disebutkan?" Imam as menjawab :

Orang yang dipercayai perintah (shâhib al-'amr) akan mengalami kegaiban yang sangat panjang. Karena kecintaannya yang mendalam kepada para pengikutnya, maka siapapun yang mengingatnya dengan gelarnya al-Qâ' im-yang berarti menantikan pemerintahannya dan menanggung renjana kerinduan kepadanya-ia pun akan menunjukkan perhatiannya kepada orang yang beriman. Karena orang yang mengingat al-Qâ` im juga dihadiri olehnya, maka selayaknya ia berdiri untuk menghormatinya dan memohon kepada Allah agar kemunculannya disegerakan.7

Karena itu, kebiasaan Syi`i tersebut mempunyai landasan agama dan mencerminkan penghormatan dan membawa harapan, meskipun tindakan seperti itu tidak diketahui apakah wajib ataukah tidak.


Kapan Kisah Kegaiban Dimulai?
Dr. Fahimi: Saya telah mendengar bahwa karena Imam Hasan al-Askari meninggal tanpa meninggalkan seorang anak, sebagian orang yang oportunistik seperti Utsman bin Sa`id, mengada-adakan kisah tentang kegaiban al-Mahdi untuk menjaga posisinya di masyarakat.

Tn. Hosyyar: Nabi saw dan para imam as jauh-jauh hari sudah mengabarkan kepada manusia perihal kegaiban al-Mahdi yang akan datang. Misalnya, Nabi saw diriwayatkan telah berkata:

Aku bersumpah demi Zat Yang membantuku untuk memberimu kabar baik bahwa al-Qâ` im dari keturunanku, sesuai dengan perjanjian yang sampai kepadanya dariku, akan gaib. [Situasi tersebut menyebabkan] sebagian besar orang akan berkata: "Allah tidak membutuhkan keturunan Muhammad".Yang lainnya akan meragukan kelahirannya. Siapapun yang hidup selama [masa kegaiban ini] harus memegang teguh imannya dan jangan membiarkan setan mendekatinya melalui pintu keraguan dan menyebabkannya mengabaikan agamanya, sebagaimana ia (setan) telah menyebabkan orang tua kalian [Adam dan Hawa], terlempar dari surga. Tak pelak lagi, Allah telah menjadikan setan bersahabat dengan orang-orang yang tidak percaya.8

Ashbagh bin Nubatah menyampaikan peristiwa saat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib mengingatkan akan al-Qâ` im seraya berkata: "Waspadalah ia akan menghilang dengan sedemikian cara sehingga seorang yang jahil akan berkata: "Allah tidak membutuhkan keturunan Muhammad."9

Imam ash-Shadiq as menasihati para pengikutnya dengan mengatakan: "Jika kalian mendengar kisah tentang kegaiban Imam kalian, janganlah menolaknya."10 Ada sekitar 88 hadis tentang subjek ini .

Karena hadis-hadis inilah kaum Muslim mengakui kegaiban yang penting bagi al-Qâ` im. Kegaiban dinilai sebagai salah satu dari cirinya. Sesungguhnya, setiap orang yang mendakwa dirinya sebagai Mahdi yang dijanjikan atau dikhayalkan sebagai demikian tentu saja diyakini oleh para pengikutnya dalam kegaiban. Abu al-Faraj al-Ishfahani, dalam paparannya mengenai salah seorang pengklaim, menulis: "'Isa bin Abdullah melaporkan bahwa Muhammad bin Abdullah bin Hasan [bin Ali bin Abi Thalib] tinggal dalam persembunyian sejak masa kanak-kanak dan dinamai Mahdi.11

Sayyid Muhammad al-Himyari, penyair terkenal selama masa Umayyah, meriwayatkan bahwa ia pernah memiliki kepercayaan yang berlebih-lebihan tentang Muhammad bin Hanafiyyah, termasuk kepercayaan bahwa ia dalam kegaiban. Selama beberapa waktu ia memegang keyakinan yang batil itu sampai ketika, katanya, Allah mengaruniakan kepadanya dan ia diselamatkan dari keyakinan-keyakinan yang batil berkat petunjuk Imam ash-Shadiq. Peristiwa itu diuraikan olehnya sebagai berikut.

Ketika saya percaya sepenuhnya akan imamah Ja'far bin Muhammad [ash-Shadiq] melalui bukti yang bisa dibuktikan dengan baik (well-demonstrated), suatu hari saya mengunjunginya dan bertanya kepadanya: "Wahai putra Rasulullah, ada hadis-hadis tentang terjadinya kegaiban yang telah sampai kepada kami dari datuk-datuk Anda menyangkut kegaiban di antara segala sesuatu yang terbatas.

Sudikah Anda memberitahukan kepadaku tentang siapakah hadis-hadis itu berbicara?" Imam as menjawab: "Kegaiban ini akan terjadi pada keturunan keenam dariku. Ia adalah imam keduabelas sepeninggal Nabi saw. Yang pertama [dari rangkaian dua belas imam] adalah Ali bin Abi Thalib dan yang terakhir adalah al-Qâ` im, baqiyyat Allah (Yang dibakakan Allah), dan Pemilik Zaman. Aku sungguh - sungguh menyatakan sekalipun kegaibannya berlangsung setua usia Nuh, ia tidak akan meninggalkan dunia sampai ia bangkit dan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan."

Sayyid al-Himyari menambahkan:

Ketika aku mendengar hal ini dari pemimpinku Ja'far bin Muhammad, kebenaran menjadi jelas bagiku. Aku meminta maaf atas keyakinan batilku yang aku pegang sebelumnya dan menggubah sebuah syair tentang subjek tersebut.12

Dengan demikian, kisah kegaiban al-Mahdi tidak diada-adakan oleh Utsman bin Sa`id. Adalah Allah yang menakdirkan kepadanya [kegaiban], dan Nabi saw serta para imam telah mengabarkan kepada manusia tentang hal itu sebelum ayahnya Imam Hasan al-Askari lahir. Ath-Thabarsi, dalam bukunya tentang sejarah
Nabi dan para imam yang bertajuk I'lâm al-Warâ`, menulis:

Hadis-hadis tentang kegaiban Imam Keduabelas beredar sebelum kelahirannya, kelahiran ayahnya, dan kelahiran kakeknya. Kelahiran mereka dicatat dan dikutip oleh para ahli hadis Syi`i yang hidup selama zaman Imam al-Baqir dan ash-Shadiq.

Di antara para ahli hadis yang sangat terpercaya adalah Hasan bin Mahbub. Ia menulis buku berjudul Masyîkhah seabad sebelum kegaiban Imam Keduabelas. Di dalamnya ia merekam hadis-hadis tentang kegaiban. Salah satu hadis yang dicantumkan dalam buku ini memasukkan hadis berikut yang dilaporkan dari Abu Bashir, yang menyatakan:

Aku bertanya kepada Imam ash-Shadiq: "Abu Ja'far [Imam al-Baqir] berkata, "Al-Qâ` im dari keturunan Muhammad akan mengalami dua kegaiban, satu pendek dan satu panjang." Mendengar hal ini, Imam ash-Shâdiq berkata: "Ya, memang benar. Salah satu dari kegaiban akan lebih lama."

Ath-Thabarsi kemudian menarik kesimpulannya dan menulis:

Apakah Anda melihat betapa dengan berlangsungnya dua kegaiban pada putra Imam Hasan al-Askari prediksi dalam hadis menjadi nyata?13

Muhammad bin Ibrahim bin Ja'far an-Nu'mani lahir selama masa kegaiban kecil (ghaybat-i sughrâ), dan ketika ia menulis bukunya tentang Ghaybah Imam
Keduabelas, ia berusia 80 tahun lebih. Pada halaman enam, ia menulis paragraf berikut:

Para imam telah menubuatkan peristiwa kegaiban. Jika kegaiban tidak terjadi, maka ini niscaya menjadi sumber falsifikasi dari akidah Syi`ah Imamiyyah Itsna`asyariah. Namun Allah menjelmakan kebenaran nubuah para imam melalui terjadinya kegaiban pada Imam (Keduabelas).


Buku-buku tentang Tema Kegaiban Sebelum Kelahiran Imam Keduabelas
Kisah al-Mahdi dan kegaiban Imam Keduabelas disampaikan oleh Nabi, Ali bin Abi Thalib dan para imam lain sejak hari-hari pertama Islam. Hal itu masyhur di kalangan para sahabat awal sampai ke tingkat di mana sejumlah ulama dan perawi hadis, termasuk sahabat-sahabat dekat para imam, telah menulis tentang topik itu jauh sebelum Imam Keduabelas atau ayahnya atau kakeknya lahir. Dalam buku-buku ini hadis tentang al-Mahdi yang dijanjikan dan kegaibannya dicatat.

Nama para pengarang dan judul-judul karya mereka terpelihara dalam kamus-kamus biografis (kutub al-rijâl). Misalnya:

(1) Ali bin Hasan bin Muhammad ath-Tha`i, seorang sahabat Imam al-Kazhim as, menulis buku tentang kegaiban. Ia seorang faqih dan diakui sebagai terpercaya dalam periwayatannya tentang hadis.14

(2) Ali bin Umar al-A'raj al-Kufi, seorang sahabat Imam al-Kazhim as, menulis buku tentang kegaiban.15

(3) Ibrahim bin Shalih al-Anmathi, seorang sahabat Imam al-Kazhim as, menulis buku tentang kegaiban.16

(4) Hasan bin Ali bin Abi Hamzah, yang hidup selama masa Imam ar-Ridha as, adalah juga seorang penulis buku tentang kegaiban.17

(5) Abbas bin Hisyam an-Nashiri al-Asadi adalah tokoh terkemuka dan pribadi yang bereputasi baik. Ia termasuk sahabat Imam ar-Ridha. Ia wafat pada tahun 220 H/835 M. Ia juga menulis buku tentang kegaiban.18

(6) Ali bin Hasan bin Fadhdhal adalah seorang tokoh terpelajar dan handal dalam penyampaian informasi keagamaannya. Ia termasuk sahabat Imam al-Hadi dan Imam Hasan al-Askari. Ia menulis buku tentang kegaiban.19

(7) Fadhl bin Syadzan an-Nisyaburi termasuk pada golongan ahli fiqih dan teolog. Ia adalah sahabat Imam al-Hadi dan Imam Hasan al-Askari. Ia mangkat pada tahun 260 H/873 M. Ia menulis buku tentang al-Qâ` im dari keluarga Muhammad dan kegaibannya.20

Penting untuk dicatat bahwa kisah kegaiban bukanlah hal yang baru dalam ajaran Islam. Ia memiliki akar-akar agamanya yang mendalam dan senantiasa didiskusikan serta diperselisihkan sejak masa Nabi saw. Akibatnya, kemungkinan bahwa orang seperti Utsman bin Sa`id mengada-adakan dan menyebarkannya tidak terbukti sama sekali. Tuduhan seperti itu tidak bisa terjadi dari siapapun selain dari individu yang punya duga-sangka belaka. Bahkan, jika kita menambahkan tiga proposisi berikut, maka masalah kegaiban Imam Zaman menjadi pasti:

( a) Berdasarkan pembuktian rasional juga sejumlah hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw dan para imam, adalah jelas bahwa keberadaan Imam dan Hujjah Allah di muka bumi merupakan hal penting bagi keberlanjutan kemanusiaan. Dengan demikian, bumi tidak akan pernah kosong dari kehadiran seorang imam .

( b) Berdasarkan sejumlah riwayat, jumlah imam tidak akan melebihi dari dua belas orang.

( c) Berdasarkan banyak riwayat, baik dalam buku-buku tentang hadis maupun sejarah, adalah jelas bahwa sebelas dari dua belas imam ini pernah hidup dan sekarang sudah wafat.

Tiga proposisi ini menjadikannya penting untuk menyimpulkan bahwa keberadaan Imam Mahdi menembus batas keraguan alias pasti adanya. Dan, karena ia tidak ada di alam eksistensi yang jelas, ia pasti dalam kegaiban.


Kegaiban Singkat dan Sempurna21
Dr. Jalali: Apa yang dimaksud dengan kegaiban 'sempurna' dan kegaiban 'pendek'?

Tuan Hosyyar: Itu artinya Imam Keduabelas as tersembunyi dari pandangan umum pada dua masa yang berbeda. Periode pertama berlangsung dari masa kelahirannya pada tahun 255-6 H/868-9 M atau dari masa kematian ayahnya, Imam Hasan al-Askari pada tahun 260 H/873 M hingga tahun 329 H/940 M.

Selama waktu tersebut, meski ia hidup di alam gaib sejauh publik diperhatikan, ia tidak sepenuhnya terputus dari mereka. Alih-alih, ia tetap menjaga kontak secara teratur dengan para pengikutnya melalui para wakilnya, yang bisa mendekatinya dan mengajukan kepadanya kebutuhan-kebutuhan serta pertanyaan-pertanyaan mereka. Eksistensi Imam selama periode ini yang berlangsung selama kira-kira 74 atau 69 tahun dikenal sebagai ghaybat-i shughrâ ( kegaiban kecil).

Periode kedua berlangsung dari tahun 329 H/940 M, bersamaan dengan berakhirnya perwakilan para sahabatnya yang terkemuka dan terpercaya, hingga masa ketika ia akan muncul dari kegaiban untuk memimpin manusia guna menegakkan keadilan dan persamaan di dunia. Periode kegaiban ini dikenal sebagai ghaybat-i kubrâ ( kegaiban besar ).

Baik Nabi saw ataupun para imam as telah mewartakan kepada manusia tentang dua jenis kegaiban yang dialami oleh Imam Mahdi.

Tentang hal ini, misalnya, Ishaq bin Ammar meriwayatkan sebuah hadis yang didengarnya dari Imam ash-Shadiq:

Al-Qâ` im akan mengalami dua bentuk kegaiban: satu panjang dan lainnya pendek. Selama kegaiban pertama para pengikut khususnya akan mengetahui kediamannya. Selama periode kedua, selain segelintir pengikut khususnya dalam agamanya, tidak seorang pun memiliki informasi tentang kediamannya.22

Dalam hadis lain, Imam ash-Shadiq as menyatakan:

Orang yang dipercayai dengan perintah (shâhib al-'amr) akan mengalami dua bentuk kegaiban. Salah satu dari periode keduanya akan begitu panjang sampai-sampai sekelompok orang akan mengatakan bahwa ia telah meninggal. Yang lainnya akan mengatakan ia telah terbunuh; sebagian lagi akan mengatakan ia telah menghilang. Sangat sedikit manusia yang masih memiliki keimanan yang teguh akan eksistensinya dan akan terus setia. Pada waktu tersebut, tak seorang pun yang memiliki informasi tentang kediamannya selain segelintir pengikutnya yang setia.23


Kegaiban Kecil dan Kontak dengan Kaum Syi`ah
Dr. Fahimi: Saya pernah mendengar bahwa setelah kegaiban kecil dimulai, ada sejumlah pendusta, mengambil keuntungan dari kebodohan masyarakat jahil, yang mengklaim sebagai para wakil dan 'pintu' (bâb='perantara' antara Imam dan para pengikutnya) Imam Gaib. Mereka menipu manusia dan menyembunyikan sejumlah besar kekayaan mereka. Bisakah Anda mengambil sedikit waktu menjelaskan secara persis wakil-wakil ini dan jenis kontak dan hubungan apakah yang terjadi antara Imam dan para pengikutnya dan dalam bentuk apa?

Tn. Hosyyar: Selama kegaiban kecil, secara umum manusia kehilangan kontak yang normal dengan Imam. Akan tetapi, hubungan ini tidak sepenuhnya terputus. Hubungan ini terpelihara melalui beberapa orang khusus yang disebut bâb ('perantara'), nâ` ib ('utusan'), dan wakîl ('wakil'). Melalui orang-orang inilah manusia menjalin kontak dengan Imam mereka, menanyakan persoalan-persoalan kepadanya dan meminta bantuannya dalam urusan-urusan mereka. Bagian khumus kepunyaan Imam diserahkan kepada Imam melalui utusannya. Kadang-kadang, mereka biasa meminta bantuan material dari Imam. Di kali lain, mereka meminta izin untuk pergi berhaji atau jenis perjalanan lainnya.

Di kali lain, mereka akan meminta Imam berdoa untuk kesembuhan penyakit mereka atau berdoa bagi kelahiran seorang anak bagi mereka. Imam biasa menjawab permintaan-permintaan ini melalui berbagai individu yang mewakilinya di antara mereka di berbagai belahan Dunia Muslim. Dalam melaksanakan semua tugas ini, ada individu-individu tertentu yang melaksanakan kehendak Imam. Ada masa-masa ketika permintaan dituliskan dalam surat-surat kepada Imam dan, karenanya, ia akan menjawabnya dalam tulisan. 'Catatan-catatan yang bertanda tangan' ini darinya disebut sebagai tawqi`.

13
IMAM MAHDI

Apakah Surat-surat dari Imam Ini Mencantumkan Tulisan Tangannya Sendiri?
Dr. Jalali: Siapakah yang menulis surat-surat ini? Apakah Imam sendiri ataukah orang lain?

Tuan Hosyyar: Disebutkan bahwa Imam sendiri yang menulis surat-surat atau catatan-catatan ini. Sesungguhnya, tulisan tangannya sendiri dikenal baik di kalangan para sahabatnya dan ulama-ulama sezaman. Mereka mengenalnya dengan baik. Ada beberapa bukti atas hal itu dalam sumber-sumber. Misalnya,
Muhammad bin Utsman al-'Amri mengatakan: "Suatu catatan yang bertanda tangan dikeluarkan oleh Imam dan tulisan tangannya dikenal baik olehku."24

Ishaq bin Ya'qub meriwayatkan bahwa ia telah mengirim sepucuk surat menanyakan persoalan kepada Imam Keduabelas melalui Muhammad bin Utsman. Ia menerima jawaban dalam tulisan tangan Imam sendiri.25

Syaikh Abu Amr al-Amiri meriwayatkan: Ibn Abi Ghanim al-Qazwini melakukan perdebatan dengan sekelompok Syi`i tentang suatu masalah. Untuk mengatasinya, mereka menulis sepucuk surat kepada Imam agar menjelaskan masalah tersebut. Jawaban yang keluar ditulis melalui tangan Imam sendiri.26
Menurut Syaikh Shaduq, surat yang telah diterima ayahnya dari Imam ada di tangannya.27

Orang-orang yang disebutkan ini telah memberi kesaksian bahwa surat-surat yang mereka terima atau atau milik mereka berasal dari Imam sendiri, dalam tulisan tangannya sendiri. Namun, kita tidak mengetahui cara mereka menentukan bahwa itu merupakan tulisan tangan Imam sendiri. Alasannya, dengan kegaiban kiranya mustahil melihat Imam. Selain itu, ada sebagian pihak yang melaporkan sebaliknya dengan apa yang diklaim oleh individu-individu yang disebutkan ini. Misalnya, Abu Nashr Hibatullah meriwayatkan bahwan catatan-catatan yang bertanda ini diturunkan oleh Utsman bin Sa`id dan Muhammad bin Utsman, dalam tulisan tangan yang sama yang digunakan selama masa Imam Hasan al-Askari.28

Dalam laporan lain orang yang sama meriwayatkan bahwa Abu Ja'far al-Amri wafat pada tahun 304 H/916 M. Ia telah menjadi wakil Imam selama lebih dari 50 tahun. Orang-orang biasa membawakan donasi-donasi mereka kepadanya dan catatan-catatan yang bertanda tangan dikeluarkan oleh mereka dalam tulisan yang sama selama masa Imam Hasan al-Askari.29

Masih dalam laporan lain, ia mengatakan bahwa catatan-catatan yang bertanda tangan dari Imam dikeluarkan oleh Muhammad bin Utsman, dalam tulisan tangan yang sama sebagaimana itu dikeluarkan selama masa ayahnya, Utsman bin Sa`id.30

Abdullah bin Ja'far al-Himyari meriwayatkan: "Ketika Utsman bin Sa`id wafat, catatan-catatan yang bertanda tangan Imam Zaman dikeluarkan dalam tulisan tangan yang sama yang di dalamnya kami biasa menerima surat-surat terdahulu."31

Berdasarkan semua laporan ini dapat dirangkum bahwa catatan-catatan yang diterima oleh orang-orang selama masa Utsman bin Sa`id dan Muhammad bin Utsman terdapat pada tulisan tangan yang sama sebagaimana yang diterima ketika masa Imam Hasan al-Askari.

Dengan demikian, ia tidak memuat tulisan tangan Imam Keduabelas. Alih-alih, ada kemungkinan bahwa Imam Hasan al-Askari memiliki seorang penulis khusus yang bertugas menulis surat-surat dan yang meneruskan tugas demikian juga di bawah pengawasan dua wakil ini, yakni Utsman dan putranya, Muhammad.

Adalah juga masuk akal meyakini bahwa sebagian dari surat-surat ini didiktekan secara langsung oleh Imam, sementara yang lainnya didiktekan oleh seseorang selainnya. Akan tetapi, kiranya penting menyatakan bahwa dari bukti yang ada dalam biografi-biografi ulama Syi`i yang hidup selama kegaiban kecil, kandungan-kandungan surat ini dipercayai dan diakui sebagai berasal dari Imam sendiri oleh kaum Syi`i serta diterima sebagai autentik.

Mereka biasa menulis kepada Imam ihwal butir-butir perselisihan mereka. Dan, ketika jawaban datang kepada mereka, mereka tunduk kepada keputusannya.
Ali bin Husain bin Babawaih melakukan kontak dengan Imam dalam kegaiban dan memintanya berdoa bagi seorang anak untuknya. Tentu saja, ia menerima jawaban dari Imam.

Salah seorang ulama terkemuka yang lahir selama kegaiban kecil dan yang berhubungan dengan para wakil Imam adalah Muhammad bin Ibrahim bin Ja'far Nu'mani. Dalam bukunya bertajuk Ghaybah, ia menemukan perwakilan dari beberapa sahabat terkemuka Imam Kesebelas dan Keduabelas. Setelah meriwayatkan sejumlah hadis tentang subjek kegaiban (ghaybah), ia menulis:

Selama kegaiban pertama, ada beberapa mediator antara Imam dan orang-orang, menjalankan [tugas-tugas Imam], yang telah ditunjuk [olehnya], yang tinggal di kalangan manusia. Inilah orang-orang dan pemimpin-pemimpin terkenal yang dari tangan-tangan mereka memancarkan bantuan yang diturunkan dari pengetahuan dan kearifan kompleks yang mereka miliki, dan jawaban-jawaban atas semua pertanyaan yang diberikan kepada mereka tentang masalah-masalah dan kesulitan-kesulitan agama. Inilah kegaiban singkat, hari-hari yang telah berakhir dan waktunya telah berlalu. Sekarang periode kegaiban sempurna.32

Tampaknya, catatan-catatan bertanda tangan yang diterima dari Imam berperan sebagai tanda-tanda dan dokumentasi istimewa yang diterima kaum Syi`ah dan ulama mereka. Syaikh Hurr al-Amili menulis:

Ibn Abi Ghanim al-Qazwini acap berdebat dengan kaum Syi`ah tentang persoalan pengganti Imam. Ia berkata: "Imam Hasan al-Askari tidak punya anak." Orang-orang menulis kepada Imam. Kebiasaan mereka adalah menulis di atas kertas putih dengan pena tanpa tinta sehingga itu menunjukkan tanda mukjizat. Untuk hal ini, mereka menerima jawaban dari Imam as.33


Jumlah Para Wakil
Ada perbedaan pendapat mengenai jumlah wakil Imam Keduabelas. Sayyid bin Thawus dalam bukunya bertajuk Rab' î asy-Syî` ah telah menyebutkan nama-nama mereka sebagai berikut:

1. Abu Hasyim Dawud bin al-Qasim

2. Muhammad bin Ali bin Bilal

3. Utsman bin Sa'id

4. Muhammad bin Utsmân

5. Ahmad bin Ishaq

6. Umar al-Ahwazi

7. Abu Muhammad al-Wajna`

8. Ibrahim bin Mahziyar

9. Muhammad bin Ibrahim34

Syaikh ath-Thusi memasukkan nama-nama para wakil Imam sebagai berikut:

Dari Baghdad, Utsman bin Sa`id dan putranya, Muhammad bin Utsman, Hajiz, Bilali, dan Aththar; dari Kufah, Asimi; dari Ahwaz, Muhammad bin Ibrahim bin Mahziyar; dari Qum, Ahmad bin Ishaq; dari Hamadan, Muhammad bin Shalih; dari Rayy, Syami dan Asadi; dari Azerbaijan, Qasim bin Ala`; dan dari Nisyabur, Muhammad bin Syadzan.35

Akan tetapi, ada empat wakil Imam yang terkenal di kalangan Syi`ah. Mereka itu adalah:

1. Utsman bin Sa`id al-Amri (260 H/874 M)

2. Muhammad bin Utsman al-Amri (w.304 H/916 M )

3. Husain bin Ruh an-Naubakhti (w.326 H/937 M)

4. Ali bin Muhammad al-Samarri (w.329 H/940)


Utsman bin Sa`id al-Amri: Wakil Pertama
Ia termasuk salah seorang sahabat Imam Hasan al-Askari yang paling terpercaya dan terkemuka. Ia adalah wakilnya di kalangan Syi`ah. Menurut Bu Ali dan Mamqani, "Utsman bin Sa`id sepenuhnya terpercaya dan sangat terhormat karena karakternya nan sempurna. Ia berperan sebagai perantara Imam al-Hadi, Imam Hasan al-Askari, dan Imam al-Qa`im as."36 Pendapatnya secara universal dipegang oleh semua penulis kamus biografis lainnya. Dengan demikian, Allamah Bihbahani, selain memuji Utsman, mengatakan bahwa ia sebetulnya diakui oleh Imam al-Hadi dan Imam Hasan al-Askari.37

Ahmad bin Ishaq meriwayatkan sebuah peristiwa di mana ia bertanya kepada Imam al-Hadi perihal orang yang kepadanya kaum Syi`ah harus berhubungan dan petunjuknya harus mereka terima sebagai yang keluar dari para imam. Imam as menjawab: "Utsman bin Sa`id adalah wakil kepercayaanku. Jika ia menyampaikan sesuatu kepadamu, sesungguhnya ia menyampaikan kebenaran.

Dengarkanlah ia dan taatlah kepadanya karena aku percaya kepadanya." Ketika Imam Hasan al-Askari ditanya persoalan yang sama, beliau menyatakan bahwasanya baik Utsman maupun putranya merupakan wakil-wakilnya yang terpercaya. Lebih jauh, ia meminta para pengikutnya untuk mendengarkan dan mematuhi Utsman. Riwayat-riwayat ini tersebar luas di kalangan para sahabat imam terakhir sehingga mereka menjadi sumber pertimbangan dan kepercayaan di mana Utsman bin Sa`id dirujuk [oleh kaum Syi`ah].38

Pada satu kesempatan Muhammad bin Isma`il dan Ali bin Abdullah pergi ke Samarra untuk mengunjungi Imam Hasan al-Askari. Ada sekelompok Syi`ah berkunjung ke Imam saat itu. Tiba-tiba, pelayan datang dan mengatakan bahwa sekelompok orang desa, berbaju lusuh, meminta izin masuk di depan Imam. Imam berkata: "Mereka Syi`ah dari Yaman." Lantas ia menyuruh pelayan itu meminta Utsman bersiap-siap melayani para pengunjung. Dalam waktu sekejap, Utsman pun siap. Imam berkata kepadanya: "Utsman, engkau wakil kepercayaanku. Terimalah barang-barang yang telah dibawa orang Yaman itu."

Pengangkatan Utsman ini, menurut para perawi laporan, dilakukan untuk membiarkan orang-orang Syi`ah tahu kedudukan Utsman. Sesungguhnya, di akhir pertemuan itu Imam Hasan al-Askari berkata kepada kelompok tersebut: "Ketahuilah oleh kalian, Utsman bin Sa`id adalah wakilku dan putranya akan menjadi wakil putraku al-Mahdi."39

mam Hasan al-Askari menunjukkan putranya di depan para pengikutnya yang berjumlah 40 orang, termasuk Ali bin Bilal, Ahmad bin Hilal, Muhammad bin Mu`awiyah, dan Hasan bin Ayyub dan berkata: "Inilah imam kalian dan penggantiku. Taatilah ia! Ketahuilah bahwa setelah ini untuk beberapa lama kalian tidak akan melihatnya. Dengarlah apa yang dikatakan Utsman bin Sa`id dan ikutilah perintah-perintahnya karena ia adalah wakil imam kalian. Pengaturan urusan-urusan orang-orang kita ada di tangannya."40


Karamah-karamahnya
Di samping pernyataan-pernyataan yang menyenangkan dari para imam as ini yang menghormati Utsman bin Sa`id, ada karamah-karamah yang disandarkan kepadanya. Karamah-karamah ini sesungguhnya memberikan bukti lebih jauh untuk memperkuat kejujuran pernyataannya. Misalnya, Syaikh ath-Thusi dalam Kitâb al-Ghaybah-nya, menyampaikan riwayat berikut dari sejumlah orang menyangkut keluarga Nawbakhti, termasuk Abu al-Hasan al-Katsiri:

Seseorang membawa sejumlah barang [milik Imam Keduabelas] dari Qum dan tinggal di sekitar Utsman bin Sa`id. Ketika ia hendak pergi Utsman bin Sa`id: "Anda telah dipercayai sesuatu yang lain juga. Mengapa Anda tidak menyampaikannya?" Orang itu berkata: " Tidak ada sesuatu pun yang tertinggal." Utsman bin Sa`id menyuruhnya pulang dan mencarinya. Setelah beberapa hari pencarian, orang itu kembali melaporkan bahwa ia tidak menemukan sesuatu pun padanya. Pada saat itu, Utsman bin Sa`id berkata kepadanya: "Apa gerangan yang terjadi pada dua lembar pakaian yang diserahkan kepadamu oleh si anu dan si anu?" Orang itu berkata: "Demi Allah, Anda benar. Tapi saya telah lupa akan hal itu dan kini tidak tahu di mana baju-baju itu."

Sekali lagi ia kembali ke rumahnya dan mencari barang yang dimaksud. Namun tetap tidak menemukannya. Ia datang dan berkata kepada Utsman bin Sa`id tentang hal itu. "Pergilah ke si fulan, penjual katun, kepadanya Anda serahkan dua bungkus katun. Bukalah bungkusan yang di atasnya ada tulisan. Anda akan menemukan barang yang dipercayakan di dalamnya." Pria itu pergi dan melakukan apa yang disuruhkan Utsman bin Sa`id kepadanya. Ia menemukan barang yang dimaksud dan membawanya kepada Utsman bin Sa`id.41

Muhammad bin Ali al-Aswad, wakil lain dari Imam, diberi selembar baju oleh seorang perempuan untuk Utsman bin Sa`id. Ia membawanya dengan baju-baju lain kepada Utsman. Utsman bin Sa`id menyuruhnya untuk menyerahkannya kepada Muhammad bin Abbas al-Qummi. Ia melakukannya. Setelah itu Utsman bin Sa`id mengirimnya sebuah pesan yang berbunyi: "Mengapa Anda belum menyerahkan pakaian yang diserahkan oleh perempuan itu?" Muhammad bin Ali al-Aswad ingat pakaian itu dan mencarinya sampai ia menyerahkannya kepadanya.42

Syaikh ash-Shaduq telah meriwayatkan peristiwa lain dalam kitab Kamâl al-Dîn-nya. Ia menulis:

Seorang lelaki dari Irak membawa saham Imam [dari khumus] kepada Utsman bin Sa`id. Utsman mengembalikan uang dan berkata: "Keluarkan darinya sesuai dengan jumlah utangmu kepada sepupumu." Orang itu terkejut mendengarnya. Ketika menyelidiki barang-barangnya, ia mendapatkan bahwa ia berutang kepada sepupunya atas bagian lahan pertanian, yang belum ia kembalikan. Dengan perhitungan yang cermat ia mendapatkan tanah itu setara dengan 400 dirham. Akhirnya, ia mengeluarkan itu dari kekayaannya dan membawa sisanya kepada Utsman bin Sa`id. Di saat itulah, khumus itu diterima darinya.43

Bagaimanapun juga riwayat-riwayat tentang kejujuran dan sifat amanah Utsman bin Sa`id, penghormatan yang karenanya ia diakui oleh imam kesepuluh dan kesebelas, dan konsensus di kalangan Syi`ah ihwal integritas moral dan karakternya yang sempurna, melahirkan pertanyaan: apakah pantas menganggapnya seorang penipu, yang bermaksud menipu semua orang Syi`ah [di saat para imam justru mempercayainya]?


Muhammad bin Utsman: Wakil Kedua
Muhammad bin Utsman menggantikan ayahnya, Utsman bin Sa`id, sebagai wakil setelah kematian ayahnya pada tahun 260 H/874 M. Syaikh ath-Thusi, mengomentari dua wakil Imam Gaib as ini, menulis bahwa "mereka mendapatkan kedudukan tertinggi dalam pandangan Pemilik Zaman."44

Menurut Mamqani, kedudukan tinggi Muhammad bin Utsman di kalangan Syi`ah begitu jelas. Mereka sepakat bahwa selama masa hidup ayahnya, ia adalah wakil Imam Hasan al-Askari, dan belakangan ia menjadi wakil Imam Keduabelas. Sesungguhnya, Utsman bin Sa`id secara jelas menunjuk Muhammad bin Utsman sebagai penggantinya dan wakil Imam Gaib.45

Ya'qub bin Ishaq, seorang pengikut terkemuka dari para imam di Samarra, meriwayatkan:

Aku menulis surat kepada Imam Zaman melalui Muhammad bin Utsman. Dalam surat itu, aku menanyakan sejumlah pertanyaan tentang masalah-masalah agama. Jawaban datang dengan tulisan tangan Imam sendiri. Selain jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku, tulisan itu memuat pernyataan: "Muhammad bin Utsman adalah orang kepercayaan. Surat-suratnya adalah surat-suratku."46


Karamah-karamahnya
Muhammad bin Syadzan, seorang sahabat dekat Imam Hasan al-Askari, meriwayatkan bahwa ia memiliki 480 dirham yang merupakan milik Imam as. Karena ia tidak suka mengirim uang itu tanpa membulatkannya menjadi 500 dirham, ia menambahkan 20 dirham dari uangnya dan mengirimnya kepada Muhammad bin Utsman, tanpa menuliskan kepadanya bahwa ia telah menggenapkan jumlah tersebut. Jawaban datang dari Imam yang di dalamnya tertulis: "Kami menerima uang 500 dirham, termasuk 20 dirham dari Anda."47

Suatu kisah serupa diriwayatkan oleh Ja'far bin Ahmad bin Matil. Muhammad bin Utsman mengirim suatu pesan yang mengundangnya untuk berkunjung. Ketika Ja'far datang, Muhammad bin Utsman memberinya beberapa lembar pakaian dan sekantung dirham dan menyuruhnya pergi ke Wasith. Di sana ia menyuruh Ja'far untuk menyerahkan kantung uang dan pakaian tersebut kepada orang pertama yang ia temui.

Ketika Ja'far sampai di Wasith, orang pertama yang ia temui adalah Hasan bin Muhammad bin Qatah. Ia mengenalkan dirinya sendiri kepada Hasan yang mengenalinya Mereka pun saling berpelukan. Ia menyampaikan kepada Hasan salam dari Muhammad bin Utsman dan menyerahkan barang-barang yang dibawanya kepada Hasan. Ketika Hasan mendengar hal ini, ia bersyukur kepada Allah dengan mengucapkan: "Muhammad bin Abdullah al-Amiri telah wafat. Aku meninggalkan rumah untuk mencari kain kafan baginya."

Setelah membuka barang-barang yang dikirim oleh Muhammad bin Utsman, mereka mendapatkan segala sesuatu yang mereka butuhkan untuk persiapan pemakaman al-Amiri. Bahkan uang yang dikirim jumlahnya persis dengan biaya yang mereka butuhkan untuk menutupi biaya penguburan. Dengan demikian, mereka bisa meneruskan penguburan al-Amiri. 48

Menurut pengikut setia lain dari para imam, yaitu Muhammad bin Ali bin al-Aswad al-Qummi, Muhammad bin Utsman telah menyiapkan tempat pemakamannya ketika masih hidup. Muhammad bin Ali menanyakan kepadanya alasan perbuatan itu. Muhammad bin Utsman menjawab: "Aku telah diperintahkan Imam untuk menjaga urusan-urusanku sebelumnya." Dua bulan setelah peristiwa ini, Muhammad bin Utsman pun wafat.49

Muhammad bin Utsman memangku jabatan wakil Imam Gaib hampir selama 50 tahun dan wafat pada tahun 304 H/916 M.


Husain bin Ruh: Wakil Ketiga
Wakil ketiga Imam Zaman as ini merupakan pemimpin yang paling cerdas dan brilian di zamannya. Muhammad bin Utsman sendiri telah mengangkatnya sebagai penggantinya dan wakil Imam.

Allamah al-Majlisi, dalam Bihâr al-Anwâr-nya, menulis:

Ketika Muhammad bin Utsman mengalami sakit keras, sekelompok kaum Syi`ah terkemuka seperti Abu Ali bin Humam, Abu Abdullah bin Muhammad al-Katib, Abu Abdullah Baqtani, Abu Sahl Nawbakhti, dan Abu Abdullah bin Wajna` menjenguknya. Mereka menanyakan kepadanya perihal penggantinya. Ia menjawab: "Husain bin Ruh adalah penggantiku dan wakil kepercayaan Pemilik Zaman. Rujuklah ia dalam semua urusan kalian. Aku telah diperintahkan oleh Imam untuk menunjuk Husain bin Ruh sebagai wakil [Imam]."50

Ja'far bin Muhammad al-Mada`ini meriwayatkan bahwa ia pernah membawa barang-barang milik Imam ke Muhammad bin Utsman. Suatu hari ia membawa uang sejumlah 400 dinar kepadanya. Muhammad bin Utsman menyuruhnya menyimpannya pada Husain bin Ruh. Ja'far menanyakan kepadanya alasan ia tidak menerimanya sendiri. Muhammad bin Utsman berkata: "Bawalah ini kepada Husain bin Ruh. Anda harus mengetahui bahwa saya telah melantiknya sebagai penggantiku." Ja'far terus menanyakan kepadanya apakah ia (Muhammad) melakukan demikian atas perintah dari Imam. Ia menjawab: "Ya, benar." Dengan demikian, Ja'far membawa uang itu kepada Husain bin Ruh. Sejak saat itu, ia menyimpan saham Imam kepada Husain bin Ruh."51

Di antara para sahabat dan kawan karib Muhammad bin Utsman, ada sejumlah orang seperti Ja'far bin Ahmad bin Matil, yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dalam hal kebajikan ketimbang Husain bin Ruh. Sesungguhnya, banyak dugaan bahwasanya perwakilan akan diserahkan kepada Ja'far al-Matil. Akan tetapi, berkebalikan dengan dugaan yang berkembang, justru Husain bin Ruh yang menjadi wakil berikutnya. Setiap orang tunduk kepada keputusan Muhammad bin Utsman, termasuk Ja'far al-Matil.52

Abu Sahl Nawbakhti ditanya tentang keputusan ini:

" Bagaimana bisa Husain bin Ruh ditunjuk pada posisi wakil, ketika Anda sendiri lebih layak menerimanya?" Ia menjawab: "Imam mengetahui lebih baik tentang orang-orang yang mampu mewakilinya. Aku senantiasa berdebat dengan para penentangku. Jika aku menjadi wakil, barangkali di saat perdebatan memanas, untuk membuktikan kedudukanku, aku akan menunjukkan kediaman Imam. Namun Husain bin Ruh tidak sepertiku. Seandainya ia menyembunyikan Imam Gaib di balik bajunya, dan seandainya ia dipotong kecil-kecil, niscaya ia tidak akan memberitahu siapapun di mana Imam berada."53

Syaikh ash-Shaduq menyebutkan keadaan yang menyebabkan ayahnya menulis sepucuk surat kepada Imam. Dalam surat itu, ia meminta Imam berdoa agar ia memperoleh keturunan. Menurut riwayat ini, adalah Muhammad bin Ali al-Aswad yang meriwayatkan bahwa ayah Syaikh ash-Shaduq, Ali bin Husain bin Babawaih, mengirim pesan melaluinya (Muhammad bin Ali) kepada Husain bin Ruh untuk meminta Imam berdoa agar ia mendapatkan seorang anak. Pesan itu disampaikan oleh Husain bin Ruh.

Setelah tiga hari, ia memberitahukan kepada Muhammad al-Aswad bahwa Imam telah mendoakan baginya (Ali bin Husain) dan bahwa dalam waktu yang sebentar lagi Allah akan menganugrahkan kepadanya seorang anak. Pada tahun itulah, Muhammad, yakni Syaikh ash-Shaduq lahir. Setelah itu, beberapa anak lainnya pun lahir.

Namun adalah Syaikh ash-Shaduq yang acap membanggakan dirinya sendiri karena dilahirkan melalui doa khusus Imam al-Mahdi. Sesungguhnya, setiap kali Muhammad al-Aswad melihat Syaikh ash-Shaduq dalam pertemuan-pertemuan ilmiah bersama guru-guru terkemuka lainnya, yang belajar dengan sangat baik dan tekun, ia acap mengatakan: "Tidaklah mengherankan melihat Anda belajar demikian baik. Karena Anda lahir melalui doa Imam Zaman!"54

Ada seorang laki-laki yang meragukan jabatan wakil yang dipegang Husain bin Ruh. Untuk mengklarifikasi keraguannya, ia menulis sepucuk surat kepada Imam dengan pena kering tanpa tinta. Lewat beberapa hari, ia menerima jawaban dari Imam Gaib as melalui Husain bin Ruh.
Husain bin Ruh wafat di bulan Sya'ban 326 H/937 M.55


Ali bin Muhammad as-Samarri: Wakil Keempat
Ia adalah wakil keempat Imam Gaib as. Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali bin Muhammad as-Samarri. Menurut Ibn Thawus, ia telah berkhidmat kepada Imam al-Hadi dan Imam Hasan al-Askari as. Dua imam ini, bahkan, berkorespondensi dengannya dan telah menulis sejumlah catatan bertanda tangan untuknya.

Tak pelak lagi, ia salah seorang tokoh paling terkemuka di kalangan Syi`ah Baghdad.56 Husain bin Ruh, sebagaimana dilaporkan oleh Ahmad bin Muhammad ash-Shafwani, telah menunjuk Ali bin Muhammad as-Samarri menggantikan kedudukannya agar ia bisa mengatur urusan-urusannya. Ketika kematiannya kian mendekat, sekelompok Syi`ah menjenguknya dan menanyakan kepadanya tentang penggantinya. Ia menjawab bahwa ia tidak disuruh untuk menunjuk siapapun pada posisi tersebut.57

Diriwayatkan oleh Ahmad bin Ibrahim al-Mukhallad bahwa suatu hari Ali bin Muhammad as-Samarri, tanpa isyarat apapun, berkata: "Semoga Allah merahmati Ali bin Muhammad bin Babawaih al-Qummi!" Mereka yang hadir pada saat itu mencatat tanggal kejadian tersebut. Belakangan diketahui ada berita yang menyebutkan bahwasanya Ali bin Babawaih telah meninggal pada hari yang sama. Ia sendiri mangkat pada tahun 329 H/941 M.58

Hasan bin Ahmad meriwayatkan bahwa ia sedang bersama Ali bin Muhammad as-Samarri beberapa sebelum ia meninggal. Sepucuk surat datang dari Imam
Zaman yang ia bacakan kepada orang-orang. Surat itu berbunyi:

Dengan nama Allah. Wahai Ali bin Muhammad as-Samarri, semoga Allah membalas persaudaraanmu dalam kematianmu, yang akan terjadi enam hari kemudian. Maka jagalah urusan-urusanmu dan janganlah menunjuk siapapun sebagai penggantimu, karena kegaiban sempurna telah terjadi. Aku tidak akan muncul sampai Allah mengizinkanku berbuat demikian (semoga nama-Nya dimuliakan) dan setelah waktu yang panjang dan setelah hati-hati menjadi keras dan hati-hati dipenuhi dengan kejahatan. Kelak akan ada sekelompok orang dari pengikutku yang akan mengklaim telah melihatku. Waspadalah, mereka yang mengklaim ini sebelum bangkitnya Sufyani dan [mendengar] suara dari langit adalah para pendusta.59

Inilah akhir kegaiban kecil dan awal kegaiban sempurna. Perwakilan dari empat anggota terkemuka umat Syi`ah ini begitu masyhur di kalangan orang-orang mukmin. Ada sebagian orang yang melakukan klaim-klaim palsu dengan menyatakan sebagai wakil dari Imam Gaib as. Karena mereka tidak bisa membuktikan klaim mereka kebohongan mereka kian jelas. Pada akhirnya, mereka tidak dihormati di komunitasnya sendir.

Di antara kelompok belakangan terdapat Hasan Syari`ati, Muhammad bin Nushair an-Numairi, Ahmad bin Bilal al-Karakhi, Muhammad bin Ali bin Bilal, Muhamad bin Ali Syalmaghani dan Abu Bakr al-Baghdadi.

Secara ringkas, inilah kisah seputar empat wakil Imam. Dari semua sumber yang membahas tentang mereka, tepat kiranya untuk menegaskan bahwa klaim mereka sebagai wakil Imam Gaib bisa dibenarkan. Tidak ada alasan rasional untuk meragukan bahwa mereka sesungguhnya memangku kedudukan yang paling berwibawa di kalangan umat Syi`ah pada abad ke-19.

Dr. Fahimi: Saya punya banyak pertanyaan dalam hal ini. Saya akan menunda pertanyaan itu semua sekarang ini, karena waktu tidak mencukupi dan malam kian larut. Saya akan ajukan semua pertanyaan ini pada pertemuan mendatang.[]


Catatan-catatan:
1. Itsbât al-Washîyyah, hal.186-89.

2. Ibid., hal.185.

3. Ibn Syahr Asyûb, Manâqib, jilid 4, hal.397; Itsbât al-Washîyyah, hal.194.

4. Ibn al-Qifthî, Ta`rikh al-Hukama`, hal.413-417.

5. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.38.

6. Ilzâm al-Nâshîb (edisi 1351 H), hal.81.

7. Ibid.

8. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.386.

9. Ibid., hal.393.

10. Ibid., hal.350.

11. Maqâtil al-Thâlibiyyin, hal.165.

12. Kamâl al-Dîn, jilid 1, hal.112-115.

13. I`lâm al-Warâ`, ( edisi Teheran 1378 H), hal.416.

14. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.77; Rijal Thûsî, hal.357; Fihrist Thûsî, hal.92.

15. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.79.

16. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.86; Fihrist Thûsî, hal.3.

17. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.132; Fihrist Thûsî, hal.50.

18. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.119; Rijâl Thûsî, hal.384; Fihrist Thûsî, hal.147.

19. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.119; Rijâl Thûsî, hal.384; Fihrist Thûsî, hal.147.

20. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.167; Rijâl Thûsî, hal.420 dan 434; Fihrist Thûsî, hal.150.

21. Ghaybat al-Shugrâ ( kegaiban 'pendek' atau 'kecil') dan ghaybat al-kubrâ ( kegaiban 'besar' atau 'panjang') sekarang merupakan deskripsi yang diterima dari
dua bentuk kegaiban al-Mahdî as. Kegaiban 'pendek' (qashîra) dan kegaiban 'sempurna' (tâmmâh) merupakan deskripsi dari dua bentuk kegaiban yang umum di kalangan ulama Syi`ah awal selama paruh pertama dari kegaiban 'panjang'. (Penerjemah dari bahasa Parsi ke Inggris-A.A.S.).

22. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.69; Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.155.

23. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.153. Ada lebih dari delapan hadis tentang topik ini.

24. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.33.

25. Ibid., hal.349.

26. Ibid., jilid 53, hal.178.

27. Anwâr al-Nu`mâniyyah (edisi Tabriz), jilid 2, hal.24.

28. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.346.

29. Ibid., hal.352.

30. Ibid., hal.306.

31. Ibid., hal.350.

32. Kitâb al-Ghaybah, hal.91.

33. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.360.

34. Rijâl Bû ' Alî, hal.302.

35. Rijâl Mâmqânî ( edisi Najaf, 1352 H), jilid 1, hal.200; Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.294 .

36. Rijâl Bû ' Alî, hal.200; Rijâl Mâmqânî, jilid 2, hal.245.

37. Minhâj al-Maqâl (edisi Teheran 1307 H), hal.219.

38. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.348.

39. Ibid., hal.346.

40. Ibid., hal.346.

41. Ibid., hal.316.

42. Ibid., hal.335.

43. Ibid., hal.335.

44. Minhâj al-Maqâl, hal.305; Rijâl Mâmqânî, jilid 3, hal.149.

45. Rijâl Mâmqânî, jilid 3, hal.149 dan jilid 1, hal.200.

46. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.325.

47. Ibid., hal.325.

48. Ibid., hal.325.

49. Ibid., hal.337.

50. Ibid., hal.355.

51. Ibid., hal.352.

52. Ibid., hal.353.

53. Ibid., hal.359.

54. Kamâl al-Dîn, jilid 2, hal.502-3.

55. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.340.

56. Rijâl Mâmqânî, jilid 2, hal.304.

57. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.360.

58. Ibid.

59. Ibid., hal.361.

14
IMAM MAHDI

BAB 7

Mengapa Kegaiban Sempurna Tidak Terjadi Sejak Awal?
PERTEMUAN diadakan di kediaman Dr. Jalali. Diskusi dimulai tepat pada waktunya. Setiap orang antusias menyimak pertanyaan-pertanyaan Dr. Jalali.

Dr. Jalali: Apakah tujuan dari kegaiban pendek? Jika Imam Keduabelas akan mengalami kegaiban, mengapa ia tidak melakukan demikian segera setelah wafatnya Imam Hasan al-Askari? Mengapa ia tidak memutuskan hubungan secara total dari para pengikutnya?

Tn. Hosyyar: Anda harus tahu bahwa tidak adanya Imam dan pemimpin umat untuk waktu yang lama merupakan peristiwa yang tidak lazim dan akan terasa sulit bagi orang-orang untuk mempercayai dan membenarkannya. Karena alasan inilah Nabi saw dan para imam memutuskan untuk menyadarkan manusia ihwal fenomena semacam ini secara bertahap.

Oleh seitu, dari waktu ke waktu mereka meriwayatkan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kegaiban. Mereka membicarakan kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi manusia dalam ketiadaan Imam serta memaparkan keadaan orang-orang yang akan menolak ide tersebut dan bahaya yang akan mereka derita.

Mereka memuji keadaan orang-orang yang bersiteguh dengan keimanan dan pahala yang akan mereka peroleh. Terkadang, melalui ketidakmampuan mereka sendiri untuk diakses, mereka menjelaskan suatu situasi yang menyerupai masa ketika Imam terakhir akan memasuki kegaiban.

Mas`udi, sejarahwan terkemuka, dalam bukunya Itsbât al-Washîyyat menguraikan introduksi bertahap ini ihwal gagasan kegaiban Imam. Ia mengatakan, Imam al-Hadi, imam kesepuluh, menemui segelintir orang dan, kecuali sebagian sahabat khususnya, tidak melakukan kontak dengan yang lainnya. Ketika Imam Hasan al-Askari menjalankan fungsi lembaga imamah, sebagian besar waktunya ia gunakan untuk berdiskusi dengan orang-orang dari balik tabir sehingga para pengikutnya akan terbiasa dengan ide-ide itu dan siap untuk menerima ketiadaan Imam Keduabelas.1

Jika kesempurnaan gaib telah terjadi segera setelah wafatnya Imam Hasan al-Askari, maka, mungkin sekali, fakta tentang keberadaan Imam Keduabelas niscaya diabaikan dan akibatnya orang-orang secara total melupakan adanya seorang imam dalam kegaiban. Pada gilirannya, inilah kegaiban kecil yang dengannya peristiwa kegaiban [sempurna] Imam terjadi.

Selama masa itu, kaum Syi`ah senantiasa berhubungan dengan wakil-wakil khususnya dan saksi atas tanda-tanda serta tindakan-tindakan karamah yang mengalir di tangan para pengikut Imam yang terkemuka ini. Ketika ide kegaiban dan kemampuan Imam memberikan bimbingan penting melalui para wakilnya dalam keadaan tersebut telah diyakini kuat-kuat, kegaiban sempurna pun terjadi.


Sampai Kapan Kegaiban Sempurna Terjadi?
Ir. Madani: Adakah waktu yang ditetapkan untuk kegaiban sempurna?

Tn. Hosyyar: Tidak, tidak ada waktu yang ditetapkan. Akan tetapi, ada banyak hadis yang mengisyaratkan kepada lamanya kegaiban sedemikian rupa sehingga sebagian orang akan meragukan keberadaan Imam. Misalnya, Imam Ali as telah meriwayatkan ucapan berikut tentang al-Qa`îm:

Kegaibannya akan sedemikian panjang sehingga orang jahil akan mengatakan: "Allah tidak membutuhkan Ahlulbait."2

Demikian pula, Imam as-Sajjad telah meriwayatkan bahwa salah satu karakteristik Nuh yang akan terjadi pada al-Qa`îm adalah usianya yang panjang.3


Hikmah dan Filosofi Kegaiban
Ir. Madani: Jika Imam Zaman hidup di tengah-tengah manusia, niscaya mereka bisa mendekatinya dan berkonsultasi dengannya pada saat-saat mendesak untuk mencari solusi atas masalah-masalah mereka. Hal itu niscaya akan lebih baik. Meski kebutuhan semacam itu ada di tengah-tengah para pengikutnya, mengapa ia memasuki kegaiban?

Tn. Hosyyar: Tentu saja, jika tidak ada rintangan kepada kewujudannya sekarang di tengah-tengah manusia, niscaya lebih bijaksana dan bermanfaat untuk berada di tengah-tengah manusia. Akan tetapi, karena Allah telah memilih satu keadaan eksistensi gaib baginya, dan karena perbuatan Allah diasaskan pada apa yang menjadi kepentingan terbaik manusia, orang juga harus percaya-sebagaimana orang percaya pada hal lain-bahwa dalam kasus ini pun alasan bagi kegaiban didasarkan pada kebijakan Ilahi.

Tentang hal ini, kita hanya punya pengetahuan global. Adapun pengetahuan detailnya tidak diketahui oleh kita. Hadis berikut membenarkan maksud yang tengah kita coba untuk lakukan, yakni, bahwa alasan sebenarnya bagi kegaiban tidak dijelaskan kepada manusia, dan selain para imam sendiri, tidak seorang pun yang mengetahui tentangnya.

Hadis berikut dilaporkan oleh Abdullah bin Fadhl Hasyimi. Ia meriwayatkan:

Imam ash-Shadiq berkata: "Orang yang memegang urusan (shahib al-'amr) akan hidup di alam gaib. Hal ini akan menyebabkan orang-orang telah tersesat jatuh dalam keraguan." Lantas aku bertanya kepada Imam alasannya. Ia menjawab: "Aku tidak diizinkan mengungkapkan alasannya." Aku terus mencari filosofi di balik kehidupan gaib [dari Imam Zaman].

Imam berkata: "Adalah hikmah yang sama yang ada pada situasi sebelumnya di mana bukti-bukti Allah lain juga memasuki kegaiban. Akan tetapi, pengertian sejati di balik kejadian ini tidak akan terjadi sampai setelah ia muncul kembali, sebagaimana hikmah di balik penghancuran perahu, pembunuhan atas seorang anak, dan perbaikan atas tembok yang runtuh [dalam kisah Musa dan Khidir dalam al-Quran] diungkapkan kepada Musa hanya setelah yang kedua [Khidir] telah memutuskan untuk menjelaskan. Wahai Ibn Fadhl! Masalah kegaiban termasuk salah satu rahasia-rahasia Ilahi dan urusan yang tersembunyi yang pengetahuannya hanya pada sisi Allah. Karena kita tahu Allah adalah Mahabijaksana, kita pun harus membenarkan bahwa perbuatan-Nya didasarkan pada hikmah yang sempurna. Bahkan, ketika pengetahuan terperincinya tidak bisa diakses oleh kita."4

Hadis itu tentu saja mengarah kepada fakta bahwasanya alasan utama bagi kegaiban tidak dijelaskan kepada orang-orang baik karena tidak tepat bagi manusia ataupun karena mereka tidak mempunyai kesiapan untuk memahaminya.

Tapi ada sejumlah hadis lain yang memerikan adanya tiga manfaat yang diberikan selama kegaiban Imam:

(1) Manfaat berupa ujian dan penyucian. Ada sebagian orang yang tidak punya keimanan yang kuat. Melalui tuntutan keimanan atas fenomena semacam itu, seperti eksistensi gaib dari Imam, jiwa sejati mereka menjadi nyata. Maka ada orang-orang yang memiliki keimanan yang kuat terhadap segala sesuatu yang gaib, namun karena kegaiban terus berlanjut dan penantian mereka akan pembebasan demikian panjang, mereka sangat menderita. Orang-orang semacam itu akan menerima pengakuan yang pantas dan mendapat balasan atas kesabaran dan ketabahan mereka. Imam Musa al-Kazhim telah meriwayatkan situasi ini dalam hadis berikut:

Ketika keturunan kelima dari imam ketujuh [Musa al-Kazhim] gaib, waspadalah akan imanmu. Allah melarang, jika seseorang memalingkanmu dari agamamu.

Wahai anakku! Tak syak lagi, pemilik perintah akan mengalami kegaiban sehingga sekelompok orang mukmin akan berpaling dari agama. Allah akan menguji orang-orang mukmin dengan kegaiban [Imam mereka].5

(2) Manfaat berupa terbebaskan dari menyerahkan janji setia (bai'ah) kepada para penguasa yang zalim. Ada sebuah hadis yang dilaporkan oleh Hasan bin Fadhdhal dari Imam ar-Ridha, yang berkata:

"Aku melihat para pengikutku mencari imam mereka di mana-mana akibat kematian keturunan ketigaku [yakni Imam Hasan al-Askari] tapi mereka tidak menemukannya." Aku menanyakan alasan hal itu. Imam as menjawab: "Karena imam mereka akan mengalami kegaiban." Aku terus menanyakan alasan kegaiban. Imam as berkata: "Ini akan terjadi sehingga ketika ia muncul kembali ia tidak akan menyerahkan janji setia kepada siapapun."6

(3) Manfaat berupa terbebas dari pembunuhan. Zurarah meriwayatkan hadis dari Imam ash-Shadiq as yang berkata:

"Al-Qâ`im niscaya hidup dalam kegaiban." Aku menanyakan alasannya. Imam as menjawab: "Ia khawatir terbunuh, " seraya menunjuk perutnya.
Itulah tiga faedah yang dilaporkan dalam berbagai tuturan dalam sejumlah hadis, khususnya hadis-hadis yang diriwayatkan dari Ahlulbait.


Apa Bahaya yang Dihadapi Imam Jika Ia Hadir Secara Jelas?
Ir. Madani: Jika Imam Zaman hadir di tengah-tengah manusia secara jelas, niscaya ia akan tinggal di salah satu kota, membimbing dan mengarahkan kehidupan keagamaan umat Islam, serta terus memenuhi kewajibannya sampai kondisi dunia menjadi nyaman. Ketika itu niscaya ia akan mampu untuk melangsungkan revolusinya dan menghancurkan kekuatan kufur dan kezaliman. Apa yang salah dari anggapan ini?

Tn. Hosyyar: Saya tidak melihat adanya masalah dalam anggapan tersebut. Akan tetapi, kita harus mengevaluasi segenap dampaknya. Mari saya coba menganalisis situasi di bawah keadaan tersebut.

Penting untuk dicamkan bahwasanya Nabi dan para imam berkali-kali mengabarkan kepada manusia berkenaan dengan fungsi utama Mahdi yang dijanjikan, yakni kehancuran kuasa tiranik dan perbaikan kezaliman yang dilakukan oleh mereka. Karena hal ini, ada dua golongan manusia yang dipaksa memberi perhatian khusus kepada kehadiran Imam:

Pertama, mereka yang tersesat dan ditindas dan, sayangnya, jumlahnya senantiasa banyak. Kelompok ini akan berkumpul di sekitar Imam dan sangat menekankan kepadanya untuk membalas kejahatan-kejahatan para tiranik yang dilakukan terhadap mereka serta membela hak mereka. Dengan kata lain, senantiasa ada kekacauan tanpa ujung dan kekisruhan yang timbul dari kebangkitan dan revolusi.

Kedua, mereka yang memiliki kuasa dan merupakan sumber penyimpangan dan perlakuan buruk terhadap manusia. Para tiran ini tidak segan-segan menggunakan sarana-sarana zalim untuk melanggengkan status quo dan melindungi kepentingan-kepentingan mereka. Sesungguhnya, mereka hendak mengorbankan seluruh warga mereka selama mereka menggunakan kekuasaan.

Karena mereka melihat kehadiran Imam sebagai suatu ancaman dan rintangan terhadap kepentingan mereka sendiri, mereka terpaksa membungkamnya berapapun biayanya agar mereka bisa melanggengkan kekuasaan. Bahkan, terhadap al-Mahdi yang dinantikan sebagai ancaman utama terhadap kekuasaan mereka, para penguasa itu bersatu dalam program penghancuran mereka atas Imam. Seitu, mereka memutuskan untuk memusnahkan sumber keadilan dan persamaan itu di tengah-tengah manusia.


Mengapa Al-Mahdi Khawatir Terbunuh?
Dr. Jalali: Apa salahnya Imam mengalami kematian dalam rangka memperbaiki masyarakat dan menyebarkan agama yang hak dan membela kaum tertindas?

Apakah darahnya lebih berharga ketimbang darah para leluhurnya yang juga mengalami kesyahidan dalam membela agama Allah? Pertanyaan saya: mengapa sama sekali ia harus khawatir terbunuh?

Tn. Hosyyar: Imam Zaman, seperti para datuknya, tidak khawatir terbunuh. Bagaimanapun, terbunuhnya ia bukanlah kepentingan dari masyarakat atau agama. Alasannya, karena ketika datuk-datuknya terbunuh, mereka punya keturunan yang menggantikan mereka, sementara Imam Keduabelas tidak memiliki anak untuk menggantikannya jika ia terbunuh. Dan, sesungguhnya bumi tidak akan pernah kosong dari hujjah Allah. Masyhur di kalangan umum bahwasanya kehendak Allah berikut kebenaran akan berjaya mengatasi kebatilan dan bahwa melalui eksistensi Imam Keduabelas, dunia menjadi tempat tinggal orang-orang yang takwa.


Bukankah Allah Berkuasa untuk Melindungi Imam?
Dr. Jalali: Bukankah Allah memiliki kuasa guna melindungi Imam dari ancaman yang dikeluarkan oleh para musuh jahatnya?

Tn. Hosyyar: Sudah tentu, kuasa Allah itu nirwatas. Akan tetapi, secara umum Allah berbuat segala sesuatu dalam bentuk yang paling normal, dengan menggunakan saluran seyang teratur. Selain itu, Allah tidak ingin agama atau rasul serta para pemimpin agama dilindungi dengan cara yang luar biasa, seraya mencabut kebebasan memilih mereka dan menghadapi akibat-akibat pilihan mereka.

Pemaksaan dalam masalah-masalah ini akan menanggalkan martabat manusia. Di sisi lain, sebagai agen bebas, manusia akan menghadapi ujian dan penyucian yang menjadi mungkin dengan menerima dan mengikuti bimbingan kebenaran yang tersedia dalam ajaran-ajaran agama dari Nabi saw dan para imam as.


Tidakkah Mungkin Bahwa Para Penguasa Zalim AkanTunduk Kepadanya?
Dr. Jalali: Jika Imam hadir secara nyata, maka para penindas niscaya mendekatinya dan mendengar ajaran-ajarannya dan mungkin akan membuang jauh-jauh ide pembunuhan terhadapnya. Alih-alih, mereka akan diberi bimbingan dan menanggalkan cara-cara mereka yang zalim.

Tn. Hosyyar: Tidak setiap orang tunduk kepada kebenaran. Sejak awal sejarah manusia hingga zaman kita sekarang ini, senantiasa ada sekelompok manusia di muka bumi yang telah menentang kebenaran secara sengit dan musuh keadilan.

Bahkan, mereka mencoba dengan semua daya upaya mereka guna melumpuhkan kebenaran dan keadilan. Tidakkah para nabi dan imam mengajarkan kebenaran? Tidakkah para penindas dan penguasa zalim punya pengetahuan perihal mukjizat dan ajaran mereka? Mereka tidak pernah segan membungkam suara-suara keadilan dan mencopot sinar cahaya petunjuk ini melalui sarana-sarana yang ada pada mereka.

Jika Imam Keduabelas tidak gaib karena kekhawatiran terhadap para tiran ini, ia pun mungkin mengalami nasib yang sama sebagaimana para pendahulunya.


Ia Harus Tetap Diam Sampai Ia Selamat
Dr. Jalali: Menurutku, sekiranya Imam sepenuhnya menarik diri dari politik dan tetap diam di hadapan perilaku para penguasa yang tirani ini, seraya terus memberikan bimbingan moral dan keagamaan, ia akan terselamatkan dari kejahatan para musuhnya.

Tn. Hosyyar: Karena para penindas telah mendengar bahwa al-Mahdi yang dijanjikan merupakan musuh mereka, dan bahwa melaluinya, singgasana kezaliman mereka akan diratakan dengan tanah. Mereka tidak akan terpuaskan dengan kebungkamannya dan pendekatan non-kritisnya terhadap kekuasaan zalim mereka.

Mereka niscaya memutuskannya untuk memberangus bahaya potensial yang mengancam kekuasaan mereka [dari kehadiran Imam]. Bahkan, ketika para pengikut Imam melihat bungkamnya para imam secara terus menerus, tahun demi tahun, di hadapan semua kezaliman yang membebani mereka dan para pengikut mereka, mereka niscaya putus asa dalam mereformasi dunia dan kejayaan kebenaran, dan niscaya meragukan kebenaran dari nubuat-nubuat yang terkandung dalam hadis dan riwayat tentang al-Mahdi dan al-Quran. Lagi pula, tak terbayangkan bahwa kaum tertindas dan lemah akan mengizinkan Imam tetap diam.


Dia Bisa Merundingkan Perjanjian Tidak Ikut Campur Para Penguasa
Ir. Madani: Tidakkah mungkin bagi Imam untuk merundingkan sebuah perjanjian yang tidak-ikut campur dengan para penguasa, meyakinkan mereka bahwa ia tidak akan ikut campur dengan kerja-kerja pemerintahan mereka? Dengan cara itu, Imam niscaya membangun kredibilitas dan kebenarannya dalam mengawasi terma-terma perjanjiannya, dan, sebaliknya, para penguasa niscaya akan meninggalkannya sendirian.

Tn. Hosyyar: Anda harus ingat bahwa fungsi Imam Mahdi yang ditunggu berbeda dari para imam lain sebelumnya. Para imam lain memiliki kewajiban amar makruf nahi munkar. Namun mereka tidak dituntut untuk menjalankan peperangan.

Sebaliknya, sejak awal peran Imam Mahdi sangatlah berbeda. Al-Mahdi akan bangkit melawan penindasan dan kezaliman. Ia tidak akan tinggal diam dalam menghadapi penyelewengan. Alih-alih, ia akan melancarkan jihad untuk menumpas penindasan dan kekufuran. Sesungguhnya, ia akan menghancurkan pasukan kejahatan. Fungsi-fungsi ini merupakan bagian dan wilayah tanda-tanda dari kemunculan al-Mahdi.

Para imam as lainnya ditanya oleh pengikut-pengikut mereka dalam pelbagai kesempatan: "Mengapa Anda tidak melawan para penindas?" Mereka biasanya menjawab: "Tugas itu terletak di pundak Mahdi kita." Sebagian imam lain ditanya: "Apakah Anda Mahdi?" Jawabannya: "Mahdi akan bangkit dengan pedang dan akan memerangi kezaliman.

Namun aku tidak seperti itu, atau aku tidak punya kekuasaan untuk berbuat demikian." Sebagian mereka ditanya: "Apakah Anda al-Qâ'im ?" Jawabannya: "Benar. Akulah yang diamanati dengan kebenaran (qâ'im bi-al-haqq). Tapi, aku bukan al-Qâ'im yang dijanjikan yang akan membersihkan bumi dari kekafiran dan kezaliman." Kadang-kadang harapan tersebut diutarakan oleh sebagian orang dalam masyarakat: "Aku harap Anda al-Qâ'im!" Jawabannya: "Akulah al-Qâ'im.

Namun al-Qâ'im yang akan menyucikan bumi dari kekafiran dan penindasan bukanlah aku." Ketika orang-orang mengadukan perihal kericuhan sosio-politik dan tirani dari pemerintahan zalim serta gangguan dan penderitaan yang dialami oleh pengikut para imam, simpati yang diberikan hanya dengan mengatakan: "Kemunculan al-Mahdi adalah pasti. Pada saat itu, situasi di dunia akan kiat meningkat dan pembalasan dendam terhadap kaum tiranik akan dipastikan." Di saat lain, orang-orang akan berbicara tentang jumlah musuh-musuh dan kekuatan mereka yang besar dibandingkan dengan jumlah mereka yang kecil dan kelemahan mereka.

Para imam senantiasa menenteramkan para pengikut mereka dan meyakinkan mereka dengan mengatakan: "Pemerintahan pengganti Nabi yang sah adalah suatu keniscayaan. Kemenangan terakhir milik para pengikut kebenaran. Bersabarlah, berdoalah, dan berharaplah keselamatan melalui keturunan Muhammad saw." Kaum mukmin dan para pengikut imam menantikan keselamatan ini dan secara sengaja menganggap perselisihan dan situasi yang menyiksa itu diciptakan oleh lawan-lawan mereka.

Sekarang, izinkan saya bertanya kepada Anda, sejujurnya, dengan semua harapan keselamatan melalui al-Mahdi yang dijanjikan yang dimiliki kaum mukmin tersebut, apakah Anda menduga-sangka ia merundingkan perjanjian tidak-campur tangan dengan para penguasa zalim di zamannya? Apabila ia telah berbuat demikian, bukankah ia telah memutuskan semua harapan para pengikutnya dan menyebabkan mereka menyalahkannya karena menjual [perjanjian] kepada musuh-musuh? Menurutku, kompromi semacam itu dari pihak Imam adalah mustahil. Sesungguhnya, dampak buruk dari kompromi seperti itu akan menggiring para pengikut Imam ini menanggalkan keyakinan mereka sehingga usaha menumpas kezaliman dan memerangi penindasan menjadi muspra.

Selain itu, jika Imam telah menandatangani perjanjian tidak-ikut campur dan menjalin persahabatan dengan para otoritas yang zalim, pada akhirnya ia niscaya terikat dengan butir-butir perjanjian tersebut dalam dokumen itu. Akibatnya, tidak ada waktu baginya untuk melancarkan peperangan, karena Islam menganggap sebuah perjanjian akan mengikat pihak-pihak yang telah menyepakati butir-butir perjanjian.7

Karena alasan inilah, banyak hadis yang menjelaskan secara eksplisit bahwa salah satu tujuan kegaiban dan kerahasiaan yang menyelimuti kelahiran dari Imam Terakhir adalah agar ia tidak harus memberikan janji setia (bai'at) kepada para penguasa sehingga setiap kali ia ingin bangkit, tidak ada kewajiban semacam itu [untuk memenuhi janji setia tersebut] padanya. Dalam hadis berikut, Imam ash-Shadiq as berkata:

Kelahiran Pemilik perintah (shahib al-'amr) akan tetap menjadi sebuah rahasia sehingga ketika ia muncul ia tidak punya kewajiban untuk memenuhi perjanjian apapun. Allah akan menyelesaikan tugasnya dalam masalah tersebut dalam satu malam.8

Di samping semua pembicaraan yang telah kita bicarakan, para penindas dan penguasa zalim tidak pernah bisa merasa aman dengan perjanjian tersebut, terutama karena bahaya yang mengancam kekuasaan mereka. Dengan demikian, mereka menganggap pembunuhan terhadapnya sebagai satu-satunya jalan guna menjamin kontrol mereka atas masalah-masalah manusia. Mereka niscaya, sebagai akibatnya, menjadikan bumi kosong dari hujjah Tuhan.

15
IMAM MAHDI

Mengapa Imam Tidak Menunjuk Wakil Khusus Selama Kegaiban Sempurna?
Dr. Jalali: Pada dasarnya kami menerima kemestian kegaiban Imam. Namun, pertanyaannya adalah mengapa ia tidak menunjuk wakil khususnya selama kegaiban sempurna sebagaimana yang telah dilakukannya ketika kegaiban kecil? Penunjukkan semacam itu akan memudahkan kaum Syi`ah untuk tetap berhubungan dengannya dan meminta bantuannya dalam mengatasi problem-problem mereka.

Tn. Hosyyar: Musuh-musuh tidak membiarkan wakil-wakil tersebut dalam keadaan damai. Mereka dipenjarakan dan disiksa agar mereka menunjukkan kediaman Imam Gaib as.

Dr. Jalali: Nah, dalam kasus itu barangkali adalah mungkin baginya untuk tidak menunjuk orang-orang tertentu sebagai wakil khususnya. Akan tetapi, dari waktu ke waktu ia bisa muncul bagi sebagian pengikutnya yang melalui mereka ia bisa menyampaikan perintah-perintahnya bagi masyarakat.

Tn. Hosyyar: Pendekatan ini pun mustahil. Sebab, dengan menilik semua kemungkinan, ketika Imam menunjukkan diri kepada seseorang, ia akan memberitahu domisilinya kepada musuh-musuhnya, yang mengarah kepada penahanan dan pembunuhan atas diri Imam.

Dr. Jalali: Bahaya semacam itu boleh jadi ada apabila ia telah menampakkan diri di depan orang-orang yang tidak dikenal. Namun jika ia menampakkan diri kepada sejumlah orang kepercayaan di antara para pengikutnya, kemungkinan bahaya yang mengancamnya niscaya tidak ada.

Tn. Hosyyar: Dugaan Anda bisa dipatahkan dengan beberapa alasan:

Pertama, sekiranya Imam memutuskan untuk memperlihatkan diri kepada seseorang, niscaya ia perlu melakukan keajaiban untuk mengenalkan dirinya sendiri.
Sesungguhnya, bagi seseorang yang sinis, ia niscaya perlu menunjukkan beberapa mukjizat sehingga orang tersebut akan mengakuinya sebagai imamnya. Di antara orang-orang ini, ada kemungkinan sebagian di antaranya akan berusaha melakukan tipu daya melalui sihir untuk menipu dan menyesatkan mukmin awam dan bahkan mengklaim sebagai Imam sendiri! Walhasil, tidaklah mungkin bagi setiap orang untuk membedakan antara sebuah mukjizat dan sihir.
Kesulitan yang sangat ini niscaya mengantarkan kepada penyimpangan lebih jauh di tengah-tengah manusia sehingga menggiring kepada situasi mengerikan.

Kedua, sesungguhnya sebagian penipu yang licin dan orang-orang culas telah menyalahgunakan peristiwa-peristiwa semacam itu demi ambisi pribadi mereka sendiri. Mereka acap mengaku-ngaku telah melihat Imam dan menyebarkan hukum-hukum yang berlawanan dengan syariat berdasarkan otoritas Imam sehingga mereka bisa memenangkan rencana-rencana busuk mereka. Siapapun yang ingin melakukan sesuatu yang melawan hukum dan lebih jauh tujuan-tujuannya sendiri biasanya mendakwakan diri bahwa ia telah sampai di hadapan Imam Zaman dan Imam telah datang ke rumahnya pada malam-malam sebelumnya serta menyuruhnya agar ia harus berbuat demikian-demikian atau Imam mengesahkan perbuatannya dan seterusnya. Akibat berbahaya dari klaim semacam itu pun jelas membutuhkan elaborasi lebih lanjut.

Ketiga, kita tidak mempunyai bukti jelas dan pasti bahwa Imam Zaman tidak menampakkan wujudnya kepada seseorang yang sangat amanah di antara para pengikutnya. Alih-alih, sangat mungkin bahwa para pengikutnya yang saleh dan takwa bisa melihat kehadirannya dan mungkin bersumpah untuk menjaga rahasia tersebut, tanpa menunjukkan kepada siapapun. Dalam hal ini, setiap orang membatasi pengalaman pribadi mereka sendiri dan tidak punya hak untuk menilai atau menghakimi orang lain.


Apa Manfaat Kegaiban Imam?
Ir. Madani: Jika Imam adalah pemimpin umat manusia, tentunya ia harus hadir bersama atau di tengah-tengah mereka. Nah, apakah manfaat memiliki Imam yang dalam keadaan gaib? Manfaat apa yang bisa diperoleh dari memiliki seorang imam yang tinggal dalam kegaiban selama berabad-abad tanpa menjalankan fungsi-fungsi yang sewajarnya harus ia tunaikan seperti: menyebarkan agama, memecahkan problem-problem masyarakat, membalas serangan para musuhnya, amar makruf nahi munkar, membantu kaum miskin dan membalas kejahatan-kejahatan yang dilakukan terhadap kaum tertindas, menegakkan aturan Allah dengan melembagakan hukuman-hukuman yang tepat serta menjelaskan halal-haramnya sesuatu kepada orang-orang dan seterusnya?

Tn. Hosyyar: Sudah tentu banyak orang yang kehilangan manfaat atau hikmah kegaiban Imam sebagaimana Anda sebutkan satu persatu. Akan tetapi, manfaat kehadiran Imam tidak terbatas pada hal di atas. Kenyataannya, ada hikmah atau manfaat lain selama kegaiban tersebut.

Berikut ini dua di antara banyak hikmah yang belum Anda sebutkan:

Pertama, sesuai dengan apa yang telah kita sebelumnya dan bukti-bukti yang diturunkan dari tulisan-tulisan para sarjana Muslim, termasuk riwayat dan hadis yang membahas keniscayaan Imamah, keberadaan Imam sebagai penjelmaan manusia yang sempurna dan unik berperan sebagai rantai penghubung antara alam material dan alam spiritual. Jika Imam tidak ada, ras manusia akan punah.

Jika tidak ada Imam, maka Tuhan tidak bisa diketahui atau diibadati secara sempurna. Tanpa Imam, hubungan antara alam material dan alam spiritual menjadi terputus. Hati Imam laksana sumber tenaga listrik yang mendistribusikan cahaya ke lampu-lampu. Iluminasi dan pemberian energi dari alam gaib pertama-tama terpantul pada hati Imam dan kemudian dari sana memantul pada hati-hati manusia.

Imam merupakan jantung semesta segenap ciptaan serta pemimpin dan pemandu manusia. Ini merupakan bukti bahwa kehadirannya dan ketiadaannya berpengaruh pada aktualitas-aktualitas tersebut. Dengan demikian, mungkinkah seseorang menanyakan apa hikmah yang diperoleh dari eksistensi Imam yang gaib? Saya rasa Anda tengah menyuarakan keberatan ini atas nama orang lain yang tidak memiliki pemahaman utuh dari makna wilâyat dan imamah dan yang tidak melihat Imam sebagai lebih daripada sekadar pakar hukum dan penegak keadilan, sementara tanggung jawab wilâyat dan imamah lebih banyak daripada sekadar fungsi-fungsi di atas.

Dalam sebuah hadis panjang yang diriwayatkan dari Imam ash-Shadiq as, disebutkan bahwa Imam as-Sajjad as berkata:

Kami adalah para pemimpin kaum Muslimin, hujjah-hujjah Allah atas makhluk-makhluk-Nya, penghulu kaum beriman, pemandu orang-orang yang bertakwa, dan orang-orang yang diamanati dengan otoritas mutlak atas urusan-urusan kaum Muslim. Kami adalah jaminan bagi para penghuni bumi, sebagaimana bintang-gemintang jaminan para penghuni langit. Berkat kami, hujan turun ke bumi dan berkah dari dalam bumi keluar karenanya. Sekiranya kami tidak ada di muka bumi, niscaya para penghuninya tidak bisa memanfaatkan apa-apa yang di dalam bumi.

Beliau kemudian meneruskan ucapannya:

Sejak pertama Allah menciptakan Adam sampai hari ini, Dia tidak pernah meninggalkan bumi tanpa keberadaan hujjah. Namun terkadang, hujjah ini terlihat dan dikenal baik, dan di saat lain ia gaib dan tersembunyi. [Tetapi] bumi tidak akan kosong dari hujjah seperti itu hingga Hari Pengadilan. Jika tidak ada Imam, maka Allah tidak akan disembah.

Sulaiman, sang perawi hadis itu, bertanya kepada Imam ash-Shadiq as: "Bagaimana bisa manusia mendapatkan manfaat dari eksistensi seorang Imam yang sedang gaib?" Imam as menjawab: "Persis, sama halnya dengan mereka mendapatkan manfaat cahaya matahari di balik awan."9

Dalam hadis ini dan hadis-hadis sejenis lainnya, eksistensi Imam Keduabelas dan manfaat yang diperoleh darinya diibaratkan dengan manfaat yang diperoleh dari matahari yang ada di balik awan-gemawan. Untuk menjelaskan perbandingan ini, mari kita mengingatkan diri kita sendiri perihal sains alam menerangkan fenomena ini.

Diyakini dalam sains alam dan astronomi bahwa matahari merupakan pusat tatasurya kita. Hukum gravitasi melindungi bumi dari keterjatuhan ke dalam lembah yang dalam dan membiarkan bumi mengitari matahari. Dari sana, memunculkan perbedaan antara siang dan malam serta musim-musim yang berbeda-beda menurut posisinya dengan matahari. Energi panas yang dihasilkan oleh matahari merupakan sumber kehidupan di bumi dan cahayanya menerangi bagian bumi yang gelap. Manfaat ini sampai ke bumi meskipun faktanya matahari itu menyinari secara langsung atau di balik awan-gemawan.

Dengan kata lain, semua fungsinya (penerangan, penyediaan energi, pertumbuhan, dan seterusnya) tetap berjalan meskipun ia bersinar dari balik awan-gemawan. Sesungguhnya, apakah ia dari balik awan yang kelam atau di malam hari ketika kita menganggap matahari tidak ada, kita tetap penerima energi panas matahari. Dan semua manfaat lain sangatlah penting bagi kita bagi kelangsungan hidup di muka bumi.

Dengan demikian, keberadaan Imam laksana matahari di balik awan-gemawan tetap memberikan manfaat kepada para penghuni bumi.

Dia merupakan jantung umat manusia dan pemandu eksistensial mereka. Karena manfaatnya sampai kepada manusia, tidaklah masalah apakah imam itu tampak ataukah tersembunyi. Mari kita mengingat diskusi kita sebelumnya tentang keniscayaa nubuwah (kenabian) dan imamah (keimaman) serta meninjau ulang semua aspeknya agar kita bisa mengapresiasi pemahaman hakiki tentang wilâyat. Peninjauan ini akan membantu kita memahami manfaat terpenting dari memiliki Imam dari kalangan Ahlulbait Nabi saw entah tampak ataupun tersembunyi. Ketika kita merenungkan masalah ini, kita sesungguhnya sedang menikmati rahmat dari keberadaan Imam yang gaib ini.

Mengenai manfaat lain yang disebutkan oleh Anda, Ir. Madani, yang darinya orang-orang kehilangan, tentunya, baik dari arahan Tuhan maupun dari keberadaan Imam, tidak ada rintangan untuk mendapatkan manfaat-manfaat tersebut bagi orang-orang ini. Masalahnya ada pada mereka sendiri. Jika halangan-halangan ini bisa dibuang dan jika orang-orang bekerja demi menciptakan tatanan nan adil dan demi menyiapkan terselenggaranya pemerintahan Allah dengan menyebarluaskan informasi yang benar dan memperkuat karakter orang-orang untuk menerima kepemimpinan Imam, maka Imam akan tampil (secara lahir) memimpin manusia menuju penciptaan tatanan Ilahi di muka bumi.

Boleh jadi sebagian orang mengatakan: ketika situasi keseluruhan tidak tepat bagi munculnya Imam, mengapa kita harus menempatkan diri kita sendiri dalam situasi yang berbahaya dengan mencoba mempersiapkan kemunculannya? Jawabannya: Segenap tindakan kaum Muslim dalam hal ini seharusnya tidak dimotivasi oleh perolehan pribadi sejumlah orang tertentu. Alih-alih, seyogianya ia menjadi tujuan setiap dan masing-masing orang untuk berusaha-demi reformasi sosial-mempengaruhi semua orang. Keseriusan tujuan dalam memperbaiki kondisi orang-orang tersebut dan dalam mengikis akar-akar kezaliman dan tirani di masyarakat dianggap sebagai amal ibadah yang paling bernilai dalam Islam.

Atau, bisa juga seseorang mengatakan: Usaha-usaha dari seseorang atau segelintir individu yang mencoba mengubah keadaan dalam masyarakat mungkin sia-sia. Oleh seitu, orang bahkan semestinya tidak perlu mencoba melakukan sesuatu apapun. Lebih jauh, secara prinsip, boleh jadi ada pertanyaan: apa kesalahan yang telah saya lakukan sehingga saya kehilangan pertemuan dengan Imam saya?

Untuk menjawab pertanyaan ini, seseorang bisa menunjukkan manfaat yang sampai pada seseorang dan masyarakat secara umum ketika kita berusaha memunculkan standar pemikiran dan kesadaran moral di antara manusia, memberitahu mereka tentang tujuan-tujuan luhur Islam dan membawa mereka lebih dekat kepada tujuan-tujuan Imam as. Dengan melakukan demikian, secara aktual kita telah memenuhi tanggung jawab kita sebagai seorang pengikut Imam.

Pada gilirannya, kita telah mencapai pahala tertinggi dengan memiliki kesadaran lebih jauh ihwal sebuah masyarakat ideal, meski baru satu tahap. Setiap orang rasional bisa membuktikan manfaat dari perjuangan ke tujuan-tujuan Ilahi lebih tinggi bagi masyarakat manusia. Karena alasan inilah, ada sejumlah hadis yang membahas ganjaran penantian keselamatan (intizhar) melalui kemunculan Imam Keduabelas, dan mengenai hal ini penantian merupakan bentuk peribadatan kepada Allah.10

Kedua, keimanan kepada Imam Gaib dan menantikan keselamatan melalui kehadirannya kembali merupakan sumber harapan dan kedamaian bagi hati orang-orang beriman. Harapan semacam itu merupakan salah satu asas utama kesuksesan dan kemajuan cita Islam. Setiap kelompok yang terhenti karena pesimisme dan keputusasaan juga mengalami negativisme yang dibebankan pada diri sendiri yang mengarah kepada kekalahan tujuan.

Tak pelak lagi, kekisruhan politik dan sosial di banyak belahan dunia, kemerosotan pandangan etika dan moral, ketertindasan dan kemiskinan yang dialami oleh golongan tertindas, penyebaran sarana-sarana dari berbagai bentuk intervensi imperialistik kepada urusan-urusan masyarakat yang lebih lemah, perlombaan senjata negara-negara adikuasa-semua ini-telah menggiring para pemikir seluruh dunia yang sensitif dan cermat menjadi peduli dan bahkan, sampai tingkat tertentu, pesimis tentang kemampuan masyarakat manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari kehancuran bertahap yang disemai sendiri.

Satu-satunya pintu yang tetap terbuka bagi manusia adalah pintu harapan di kegelapan putus asa. Bahwa harapan itu terletak pada campur tangan Tuhan dalam urusan manusia dengan mengutus seorang pemimpin yang dipandu Tuhan, al-Mahdi, untuk menegakkan masyarakat suci yang berasaskan pada hukum-hukum yang disyariatkan Tuhan.

Sesungguhnya, harapan inilah yang memberi ketenteraman kepada hati-hati nan gelisah yang telah mengalami kezaliman. Harapan inilah yang melihat bahwa pemerintahan yang berdasarkan pengakuan Keesaan Tuhanlah yang telah menjaga keimanan manusia dan telah meneguhkan komitmen mereka kepada Tuhan.

Adalah keimanan pada kemenangan akhir dari kebenaran yang menjadikan orang-orang ini melakukan peran aktif dalam bekerja demi reformasi sosial dan masalah-masalah terkait lainnya. Memohon pertolongan Allah di bawah situasi semacam ini membantu manusia terhindar dari rasa putus asa dan frustrasi dalam menghadapi keteraniayaan terus menerus dan kesalahan-kesalahan yang dilakukan terhadap orang-orang yang tidak berdosa.

Nabi saw menempatkan asas pada sikap positif ini dengan mengenalkan program reformasi universal di bawah kepemimpinan Ilahi yang akan melakukan penyatuan sumber daya manusia dalam menciptakan tatanan etis yang dinyatakan dalam al-Quran suci.

Imam Zain al-Abidin telah menyampaikan aspek positif dari harapan keselamatan dalam sebuah hadis yang di dalamnya ia menyatakan: "Harapan akan keselamatan dan pembebasan pada dirinya sendiri berfungsi sebagai bentuk keselamatan yang paling dalam."11

Sebagai penutup diskusi kita kali ini, keyakinan terhadap al-Mahdi yang dijanjikan telah memungkinkan bagi umat Syi`ah untuk berharap dan bekerja demi ideal tersebut. Harapan telah mengikis spirit pesimisme yang negatif, menciptakan di dalamnya ruh kepercayaan terhadap kemampuan manusia untuk berkarya demi kemajuannya. Keyakinan tersebut, bahkan, telah menuntut para pengikut Imam Keduabelas untuk berjuang melawan kekuatan kufur, materialisme, penyimpangan, dan kezaliman serta berkarya demi pemerintahan Tuhan, kesempurnaan akal manusia, dan tegaknya kedamaian hakiki melalui keadilan di muka bumi serta lebih jauhnya untuk pengetahuan dan teknologi manusia. Karena alasan inilah, harapan akan keselamatan selama kegaiban telah diakui sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan dan kesyahidan terbaik di jalan kebenaran dalam hadis-hadis yang diriwayatkan dari Ahlulbait as.12


Imam Keduabelas Berusaha Membela Islam Selama Kegaiban
Salah satu khutbah dalam Nahj al-Balâghah menunjuk kepada fakta bahwa Imam Zaman selama kegaiban juga terlibat dalam membantu dakwah Islam dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh Muslimin sebanyak yang ia mampu. Imam Ali bin Abi Thalib as berkata:

Mereka (kaum Muslimin) ke kanan dan ke kiri menerobos ke jalan-jalan kejahatan dan meninggalkan jalan-jalan petunjuk. Janganlah terburu-buru untuk suatu hal yang akan terjadi dan yang ditunggu, dan jangan berhasrat untuk menangguhkan apa yang akan dibawa hari oleh esok bagi Anda. Karena, berapa banyak manusia yang terburu-buru untuk suatu hal tetapi setelah mereka mendapatkannya, mereka mulai menginginkan kiranya mereka tidak mendapatkannya. Betapa dekat hari ini kepada hari esok.

Wahai kaumku, inilah saat bagi terjadinya setiap peristiwa yang dijanjikan dan hal-hal yang tidak Anda ketahui. Siapapun di antara kami (yakni Ahlulbait) yang ada di hari-hari ini akan bergerak melewatinya dengan lampu yang menyala dan akan melangkah pada jejak orang-orang saleh, untuk mengurai ikatan, membebaskan budak-budak, memecahkan yang bersatu, dan menyatukan yang terpecah. Ia akan tersembunyi dari manusia.

Pengejar tidak akan mendapatkan jejak kakinya sekalipun ia memburu dengan matanya. Kemudian sekelompok orang akan ditajamkan seperti pedang yang ditajamkan pandai besi. Pandangan mereka akan dicerahkan oleh wahyu (tanzil, yakni al-Quran), penafsiran akan dimasukkan ke telinga mereka, dan kepada mereka akan diberi minuman kearifan dan hikmah, pagi dan petang.13

Makna lahir dari khutbah ini menegaskan bahwa selama masa Ali bin Abi Thalib, orang-orang menanti-nanti peristiwa yang telah dikabarkan Nabi saw kepada mereka. Tak syak lagi, itu merupakan informasi yang terkait dengan kegaiban. Makna pasti dari khutbah tersebut menyatakan bahwa Imam selama periode kegaiban akan tinggal dalam kehidupan yang sangat terlapisi.

Namun ia akan berusaha memecahkan masalah-masalah yang dihadapi umat dengan wawasan yang mendalam dan akan membela kesucian Islam. Ia akan menghilangkan kesulitan-kesulitan dan akan mendatangkan bantuan kepada orang-orang yang salah. Ia akan membubarkan kelompok-kelompok yang berhimpun untuk menghancurkan dasar-dasar Islam.

Ia akan mengeliminasi semua organisasi yang ia akan identifikasi sebagai membahayakan tujuan-tujuan Tuhan. Ia akan menyiapkan mukadimah-mukadimah penting yang dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang baik. Berkat kehadiran Imam Zaman, sekelompok manusia terdidik dalam membela agama dan akan diilhami oleh ilmu-ilmu al-Quran dalam pemecahan-pemecahan mereka tentang masyarakat Muslim yang ideal.

Dr. Fahimi: Saya ingin Anda menjelaskan kepada saya tentang alasan mengapa dalam hadis-hadis kami, yakni hadis Sunni, eksistensi al-Mahdi, khususnya nama-nama lainnya seperti al-Qâ'im dan shâhib al-'amr (pemilik perintah), tidak disebutkan. Namun, karena ini sudah terlalu malam, saya akan simpan pertanyaan ini untuk pertemuan mendatang.

***

MEMANG malam kian larut. Pertemuan tersebut diakhiri dengan keputusan untuk melanjutkannya di rumah Dr. Fahimi.[]


Catatan-catatan:
1. Itsbât al-Washiyyat, hal.206.

2. Itsbât al-Hudat, jilid 2, hal.393.

3. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.217.

4. Ibid., jilid 52, hal.91.

5. Ibid., hal.113.

6. Ibid., jilid 51, hal.153.

7. Ada sejumlah ayat al-Quran yang menuntut kaum Muslim untuk mematuhi butir-butir perjanjian di mana mereka adalah para penandatangannya. Lihat, misalnya, surah al-Maidah: 1, al-Mu`minun: 8, dan al-Isra`: 34.

8. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.96.

9. Yanâbî` al-Mawaddah, jilid 2, hal.317.

10. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.122-150.

11. Ibid., hal.122.

12. Ibid., hal.122-150.

13. Nahj al-Balâghah, jilid 2, khutbah 146.

16
IMAM MAHDI

BAB 8

Ciri-ciri Imam Al-Mahdi dalam Kitab-kitab Sunni
DISKUSI dimulai tepat pada waktunya di rumah Dr. Fahimi. Ia menyambut para peserta diskusi dan tanpa membuang waktu ia merumuskan pertanyaan dengan pengantar singkat yang menjadi garis besar persoalan.

Dr. Fahimi: Kepribadian al-Mahdi dalam hadis-hadis Syi`i begitu jelas dan terang. Akan tetapi, dalam hadis-hadis Sunni hal itu disebutkan secara ringkas dan juga banyak kesamaran. Misalnya, riwayat kegaibannya yang direkam dalam mayoritas hadis-hadis Anda, dan yang diakui sebagai aspek-aspek mendasar dari sifat-sifatnya, sepenuhnya tidak ada dalam hadis-hadis kami.

Al-Mahdi yang dijanjikan dalam hadis-hadis Anda memiliki berbagai nama semisal al-Qâ'im, Pemilik Perintah, dan seterusnya, yang dalam sumber-sumber kami, tidak ada. Ia hanya disebut dengan satu nama, yakni Mahdi. Secara lebih khusus, al-Qâ'im sepenuhnya hilang dalam hadis-hadis kami. Apakah Anda menganggap ini sebagai sesuatu yang wajar, atau apakah Anda melihat sebuah masalah dengan ketiadaan tersebut?

Tn. Hosyyar: Tampaknya, alasannya adalah bahwa selama periode Umayyah dan Abbasiyyah wacana Mahdiisme telah memasuki dimensi politik. Dengan sendirinya catatan dan penyebaran hadis-hadis tentang Mahdi yang dijanjikan, terutama tanda-tanda kemunculannya dan semua detail perihal kegaiban dan revolusinya, dilibas. Para penguasa sangat khawatir akan penyebaran hadis tentang kegaiban dan kemunculan selanjutnya dari al-Mahdi. Mereka tentu saja sensitif mendengar istilah 'kegaiban', 'kemunculan' dan 'pemberontakan'.

Jika Anda mengacu kepada sumber-sumber sejarah dan mempelajari kondisi sosial dan politik yang berlangsung di bawah Kekhalifahan Bani Umayyah dan Abbasiyyah, Anda akan menyetujui penjelasan saya perihal mengapa informasi seperti itu ditekan oleh para khalifah ini dan para pejabatnya. Dalam waktu yang singkat ini, kita tidak bisa memasuki setiap detail untuk menyelidiki peristiwa-peristiwa besar dalam periode itu. Namun untuk membuktikan maksud kita, kita mesti mengarahkan perhatian kita kepada dua isu penting.

Pertama, karena cerita Mahdiisme mempunyai akar-akar keagamaan yang mendalam dan karena Nabi saw sendiri telah menginformasikan bahwa ketika kekufuran dan materialisme merajalela dan kezaliman serta tirani menjadi penguasa pada waktu itu, maka al-Mahdi akan bangkit dan memperbaiki kemurnian agama dan tatanan etis.

Karena alasan inilah kaum Muslim selalu mengakui nubuah ini sebagai suatu sumber dukungan besar dan menanti untuk dipenuhi. Di bawah kondisi yang tak menguntungkan ketika mereka telah kehilangan harapan bagi penegakkan keadilan, jumlah nubuah tersebut kian banyak, dan mereka yang mencoba mereformasi, termasuk mereka yang punya ambisi untuk menyalahgunakan keimanan sederhana orang-orang, menarik manfaat dari prediksi ini.

Orang pertama yang mengambil keuntungan dari keyakinan orang-orang terhadap Mahdiisme dan pijakan keagamaannya adalah Mukhtar. Menyusul peristiwa tragis di Karbala pada 61 H/680 M, Mukhtar ingin menuntut balas atas syahidnya para syuhada Karbala dan menggusur pemerintahan Umayyah. Namun ia menyadari bahwa Bani Hasyim dan kaum Syi`i telah kehilangan harapan dalam menuntut kekhalifahan bagi mereka sendiri.

Akhirnya, ia melihat bahwa keyakinan akan Mahdiisme sebagai satu-satunya cara untuk menyadarkan orang-orang dan memulihkan harapan mereka kembali. Karena nama Muhammad bin Hanafiyyah dan julukannya sama dengan nama dan julukan yang dimiliki Nabi saw (ini merupakan salah satu tanda kemunculan al-Mahdi yang diakui), Mukthar memutuskan untuk mengambil kesempatan dan mengenalkan Muhammad bin Hanafiyyah sebagai Mahdi yang dijanjikan dan ia sendiri sebagai wazir dan wakilnya.

Ia berkata kepada orang-orang bahwa Muhammad bin Hanafiyyah adalah Mahdi yang dijanjikan dalam Islam. Saat itu, ketika penindasan dan tirani kian meningkat dan Husain bin Ali, keluarga dan para sahabatnya terbunuh tanpa ampun di Karbala, al-Mahdi memutuskan bangkit untuk membalaskan dendam para syuhada Karbala dan memulihkan keadilan di muka bumi sebagaimana ia telah dipenuhi dengan kejahatan.

Kemudian ia sendiri mengenalkan dirinya sebagai wakil al-Mahdi. Dalam skenario ini, Mukhtar melancarkan suatu pemberontakan dan menumpas sekelompok pembunuh Imam Husain. Ini merupakan pemberontakan pertama kali yang dilancarkan untuk melawan kekhalifahan.

Orang kedua yang memanipulasi keimanan akan al-Mahdi untuk kepentingan politiknya sendiri adalah Abu Muslim dari Khurasan. Abu Muslim mengorganisasikan gerakan yang lebih luas melawan Bani Umayyah di Khurasan dengan dalih menuntut darah Imam Husain, keluarga, dan para sahabatnya yang terbunuh dalam peristiwa Karbala yang tragis.

Bahkan, ia bangkit untuk membalas dendam atas pembunuhan brutal terhadap Zaid bin Ali selama kekhalifahan Hisyam bin Abdul Malik dan terhadap Yahya bin Zaid selama kekhalifahan al-Walid. Sekelompok orang menganggap Abu Muslim sendiri sebagai Mahdi yang dijanjikan. Yang lainnya melihatnya sebagai leluhur al-Mahdi dan salah satu tanda yang mendahului revolusi final yang dipimpinnya dimana ia akan muncul dengan panji-panji hitam dari arah Khurasan.

Dalam pemberontakan, kaum Alawi, Abbasi, dan semua Muslim lainnya membentuk front bersama melawan Bani Umayyah yang akhirnya menggulingkan kekuasaan mereka.

Meskipun gerakan-gerakan ini berpijak pada pemulihan hak-hak Ahlulbait yang tergusur dan membalas dendam terhadap para pembunuh yang zalim atas keturunan Ali, Abbasiyyah dan para pendukung, mereka memanipulasi kebangkitan mereka untuk keuntungan mereka sendiri. Dengan tipu daya, mereka mendistorsikan arah sesungguhnya gerakan tersebut dan merebut kekuatan dari para pendukung Bani Ali, selanjutnya mencitrakan diri mereka sendiri sebagai Ahlulbait Nabi dan sebagai khalifah baru umat Islam.

Dalam revolusi ini, yang diasaskan pada cita keadilan dan persamaan Syi`i, kelompok tersebut berhasil membuktikan kemampuan mereka untuk menggulingkan pemerintahan tiranik Bani Umayyah. Mereka puas karena mereka telah mengeliminasi sumber-sumber penyimpangan Bani Umayyah dan membantu mengembalikan hak-hak kekuasaan kepada para pemimpin yang berhak di kalangan Ahlulbait.

Pada gilirannya, sedikitnya mereka telah berhasil dalam menumbangkan penindasan Bani Umayyah. Kesuksesan tersebut telah mengantarkan mereka untuk mengaspirasikan kehidupan yang lebih baik dan masyarakat yang lebih adil. Sesungguhnya, mereka saling mengucapkan selamat dalam kondisi tersebut. Akan tetapi, dalam periode pendek tersebut, mereka disadarkan dengan kebengisan dinasti baru tersebut, Bani Abbasiyyah, dan menyadari bahwa penguasa baru tersebut sangat tidak jauh berbeda dari penguasa sebelumnya (Bani Umayyah).

Tidak ada perubahan dalam kondisi kehidupan mereka, tidak ada keadilan, tidak ada persamaan, dan tidak juga perdamaian. Kehidupan dan kekayaan mereka tidak aman dari para penguasa dan pejabat duniawi dari pemerintahan baru tersebut. Reformasi yang dijanjikan dan penyebaran aturan-aturan Ilahi jauh panggang dari api.

Pelan-pelan, ketika orang kian menyadari kegagalan dari revolusi yang telah mereka bantu, mereka menginsafi kesalahan-kesalahan mereka dalam keputusan menyangkut Bani Abbassiyyah dan reka perdaya mereka atas nama Mahdi yang dijanjikan.

Para pemimpin Bani Ali juga mendapatkan bahwasanya perilaku Bani Abbas terhadap mereka dan Islam serta kaum Muslimin pada umumnya sangat tidak berbeda dari Bani Umayyah. Pada kenyataannya, Bani Abbas membuktikan diri mereka sendiri bahkan lebih manipulatif dan brutal terhadap keturunan Ali bin Abi Thalib. Tidak ada pilihan lain pada mereka selain melancarkan perlawanan baru dan memerangi Bani Abbasiyyah juga.

Orang-orang terbaik mereka yang memimpin perlawanan tersebut tak syak lagi merupakan keturunan Ali dan Fathimah-salam atas mereka berdua. Alasannya, ada sebagian keturunan mereka yang dikenal karena kesalehan, kearifan, pengetahuan, dan keberanian mereka. Kenyataannya, mereka diakui sebagai kandidat yang lebih bermutu untuk menduduki kekhalifahan.

Selain itu, mereka merupakan keturunan sejati dari Nabi saw dan silsilah langsung mereka kepada Nabi saw mencuatkan satu makna kesetiaan dan kecintaan kepada mereka. Selain itu, karena hak-hak mereka telah dirampas dan mereka mengalami perlakuan buruk di bawah kekuasaan Umayyah, massa mempunyai kecenderungan dan simpati alamiah kepada Ahlulbait as.

Pada gilirannya, ketika Bani Abbas tetap melakukan kekejian terhadap Ahlulbait, masyarakat-lebih daripada sebelumnya-tertarik kepada mereka dan memulihkan hak-hak mereka dalam menentang para penguasa dan memberontak terhadap mereka. Selain itu, mereka menggunakan gagasan al-Mahdi yang sejak masa Nabi telah tertancap kuat-kuat dalam benak dan hati kaum Muslim serta mengenalkan pemimpin revolusioner mereka sebagai Mahdi yang dijanjikan.

Ini mengakibatkan Bani Abbas berhadapan dengan sejumlah saingan untuk kekuasaan mereka yang sangat populer, sangat terhormat, dan amat terpelajar. Khalifah Bani Abbasiyyah yang mengetahui baik para pemimpin Bani Ali, amat menyadari kualitas pribadi dan silsilah keluarga mereka yang mulia serta nubuat-nubuat yang disampaikan oleh Nabi saw ihwal masa depan menjelang kedatangan Imam Mahdi, pembaru kemurnian Islam.

Mereka mengetahui bahwa sesuai dengan hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw, Mahdi al-Muntazhar (yang ditunggu) merupakan salah satu keturunan Fathimah as. Ia merupakan salah seorang yang bangkit melawan tirani dan penindasan serta membangun pemerintahan adil di muka bumi. Bahkan mereka mengetahui bahwa kemenangannya itu dijamin.

Janji keadilan melalui kemunculan Imam Mahdi memiliki dampak spiritual yang sangat dahsyat terhadap masyarakat dan otoritas kekhalifahan sepenuhnya tahu perihal konsekuensi eksplosif secara potensial di kerajaan tersebut. Mungkin saja benar mengatakan bahwa tantangan yang paling sulit bagi otoritas Bani Abbas adalah dari para pemimpin Bani Ali ini, yang menyebabkan mereka kehilangan kontrol atas kawasan-kawasan yang ada di bawah kekuasaan mereka dan menghadapi akibat-akibat tidak menyenangkan dari kekuasaan korup mereka.

Strategi yang diambil oleh Bani Abbasiyyah dalam sorotan ini yang menumbuhkan oposisi kepada mereka adalah memecah para pengikut pemimpin Bani Ali ini dan mencegah mereka dari pertemuan-pertemuan di sekitar mereka (para imam dari Bani Ali-penerj.). Para imam sendiri berada di bawah penjagaan ketat dan, yang paling terkemuka dari mereka ditahan atau diasingkan.

Menurut Ya'qubi, seorang sejarahwan, khalifah Abbasiyyah Musa al-Hadi mencoba menahan keturunan terkemuka dari Ali bin Abi Thalib. Bahkan ia meneror mereka dan mengirimkan instruksi ke semua bawahannya agar menahan dan mengirimkan mereka kepadanya.1 Demikian pula, Abu Faraj al-Isfahani menulis: "Ketika Manshur menjadi khalifah, yang menjadi keprihatinannya adalah penahanan Muhammad bin Abdullah bin Hasan [bin Ali bin Abi Thalib] dan menemukan rencananya [menyangkut klaimnya sebagai al-Mahdi]."2


Kegaiban Para Imam Bani Ali
Salah satu isu yang sangat sensitif dan penyelidikan berharga adalah klaim atas eksistensi gaib atau kegaiban sejumlah pemimpin Bani Ali. Siapapun di antara mereka yang mempunyai kemampuan dan kualitas pribadi untuk menjadi pemimpin seketika juga memikat orang-orang yang kemudian berkumpul dengannya dengan khidmat.

Daya pikat ini mengambil bentuk yang ekstrem dan kuat apabila orang itu memiliki salah satu tanda dari Mahdi yang diharapkan. Di pihak lain, segera seseorang menjadi pusat perhatian manusia, otoritas kekhalifahan merasa khawatir akan oposisi dan melakukan pengawasan ketat atas aktivitas-aktivitas bawah tanahnya dan bahkan membatasi popularitasnya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dengan menggunakan teror sebagai alat penekan semangat revolusioner.

Dalam kondisi demikian, seorang imam harus hidup secara rahasia untuk melindungi dirinya sendiri. Sejumlah pemimpin dari Bani Ali tinggal dalam satu kehidupan tersembunyi selama beberapa tahun.

Berikut ini beberapa pemimpin itu sebagaimana disebutkan oleh Abu al-Faraj Isfahani:

1. Selama masa pemerintahan Khalifah Abbasiyyah al-Manshur, Muhammad bin Abdullah bin Hasan dan saudaranya Ibrahim tinggal dalam kehidupan yang rahasia. Manshur telah mencoba beberapa kali untuk menahan mereka berdua. Sejumlah pemimpin dari Bani Hasyim ditahan dan mereka diinterogasi untuk menunjukkan tempat tinggal pemimpin mesianik mereka Muhammad bin Abdullah. Selanjutnya, para tahanan itu disiksa dengan berbagai cara dan dibunuh.3

2. Isa bin Zaid hidup dalam pengasingan dan persembunyian selama kekhalifahan al-Manshur. Manshur melakukan pelbagai upaya untuk menahannya, namun gagal. Setelah dia, putranya Mahdi juga mencoba, namun hasilnya pun sama: kegagalan.4

3. Selama kekhalifahan al-Mu'tashim dan Watsiq, Muhammad bin Qasim al-Alawi tinggal dalam kehidupan yang tersembunyi dan diakui berada dalam kegaiban oleh pemerintahan. Akan tetapi, ia ditahan selama kekhalifahan Mutawakkil dan meninggal ketika dalam penjara.5

4. Selama kekhalifahan Harun ar-Rasyid, Yahya bin Abdullah bin Hasan tinggal dalam persembunyian. Namun, ia pada akhirnya ditemukan oleh mata-mata khalifah. Semula ia diberi amnesti, namun belakangan ia ditahan dan dipenjarakan. Ia meninggal di penjara ar-Rasyid dalam keadaan lapar dan bentuk-bentuk penyiksaan lainnya.6

5. Selama kekhalifahan Ma'mun, Abdullah bin Musa tinggal dalam persembunyian dan karena dia, Ma'mun hidup dalam keadaan takut dan cemas terus menerus.7

Musa al-Hadi menunjuk salah seorang keturunan Umar bin Khaththab bernama Abdul Aziz sebagai Gubernur Madinah. Abdul Aziz biasa memperlakukan keturunan Ali secara sangat biadab. Ia menjaga mereka dalam lingkungan yang amat ketat, mengawasi gerakan mereka secara sangat dekat. Ia selalu memaksa mereka untuk tampil di hadapan umum setiap hari sehingga mereka tidak akan menghilang.

Sesungguhnya ia memastikan janji-janji dari mereka ke efek itu dan menjadikan masing-masing dari mereka bertanggung jawab kepada yang lainnya. Dengan demikian, misalnya, Husain bin Ali dan Yahya bin Abdullah bertanggung jawab kepada Hasan bin Muhammad bin Abdullah bin Hasan.

Pada salah satu hari Jum`at ketika kaum Alawi sedang berkumpul di hadapannya, Abdul Aziz tidak membiarkan mereka kembali sampai ibadah waktu shalat Jum`at tiba. Pada saat itu, ia mengizinkan mereka untuk menunaikan wudhu dan bersiap-siap untuk ibadah shalat. Usai shalat, ia memerintahkan semua (golongan Alawi) ditahan.

Selama akhir shalat ashar, Abdul Aziz meminta mereka untuk hadir di pengadilan dan belakangan membubarkan mereka. Sejak itu, Abdul Aziz memperhatikan Hasan bin Muhammad bin Abdullah yang tidak ada. Maka ia memanggil Husain bin Muhammad dan Yahya bin Abdullah, yang bertanggung jawab kepadanya dan memberi tahu mereka bahwa selama tiga hari lewat Hasan bin Muhammad tidak muncul di depan khalayaknya.

Dengan sendirinya, ia sendiri telah memberontak atau menghilang. Karena mereka berdua yang bertanggung jawab terhadapnya, mereka harus menemukan Hasan dan membawanya kepada Abdul Aziz, jika sebaliknya mereka ditahan.

Untuk hal ini, Yahya menjawab: "Dia pasti tinggal dan oleh seitu, tidak menunjukkan diri. Adalah tidak mungkin bagi kami untuk membawanya kembali. Keadilan adalah perkara penting. Sebagaimana Anda memeriksa kami untuk meyakinkan siapa yang ada dan siapa yang tidak, mengapa Anda tidak menanyakan kepada para keturuna Umar bin Khaththab yang juga ada di tengah-tengah khalayak?

Lihat berapa banyak yang ada, dan apabila ketidakhadiran mereka tidak lebih banyak dari kami, maka kami tidak keberatan atas keputusan Anda. Bertindaklah sebagaimana Anda kehendaki dan ambillah keputusan menyangkut kami." Abdul Aziz tidak puas dengan jawaban mereka. Ia bersumpah bahwa apabila mereka tidak mendapatkan Hasan dan membawanya ke hadapannya, ia akan meluluhlantakkan rumah-rumah mereka, membakar kekayaan mereka, dan menyerang Husain bin Ali.8

Episode-episode seperti ini menunjukkan bahwa topik kegaiban para pemimpin Alawi merupakan salah satu isu biasa selama era Abbasiyyah. Begitu salah seorang dari mereka menghilang dari kehidupan umum, ia menjadi pusat perhatian dari dua arah: di satu sisi, massa-yang mengetahui bahwasanya kegaiban merupakan salah satu tanda al-Mahdi-tertarik kepadanya; di sisi lain, otoritas kekhalifahan telah mengembangkan perasaan cemas yang berlebihan disebabkan akibat beruntun dari tidak adanya jaminan keamanan bagi kekuasaannya.

Pada akhirnya, ia merupakan salah satu tanda al-Mahdi, dan ketika orang-orang diberitahu tidak adanya para pemimpin Alawi, mereka menduga-sangka bahwa diri mereka adalah pemimpin mesianik yang dijanjikan yang akan meruntuhkan pemerintahan tiranik Bani Abbasiyyah. Dengan demikian, para pejabat kekhalifahan amat mengkhawatirkan akan kekacauan yang berkembang dan kekisruhan politik hadir di depan mata mereka dimana kekuasaan kekhalifahan akan menghadapi kesulitan dalam menguasainya.

Sekarang setelah Anda memahami kondisi sosial dan politik kritis yang berlangsung selama periode Abbasiyyah dan selama itu buku-buku hadis disusun dan dikarang, adalah penting untuk dicamkan bahwa para penulis karya-karya ini dan para perawi hadis tersebut tidak memiliki kebebasan untuk mencatat semua riwayat-hadis berkenaan dengan al-Mahdi yang dijanjikan, dan, lebih khususnya lagi, hadis-hadis berkaitan dengan kegaiban dan kemunculan al-Mahdi yang dijanjikan.

Mungkinkah mempercayai bahwa Bani Abbasiyyah tidak mempunyai keterlibatan apapun atau pengaruh atas peristiwa-peristiwa yang di dalamnya Mahdiisme telah mengambil bentuk politik? Atau, bahwasanya mereka mengizinkan para perawi secara bebas mencatat dan mempublikasikan hadis-hadis mengenai peran mesianik Imam al-Mahdi dan kegaibannya yang sesungguhnya akan merugikan kepentingan mereka sendiri?

Boleh jadi Anda mungkin membantah kaum Abbasiyyah mengetahui sedikit banyak hal ini: bahwa itu bukanlah kepentingan masyarakat untuk memikul batasan-batasan terhadap para ulama dan turut campur dengan karya ilmiah mereka. Alih-alih, para ulama dan para perawi riwayat-hadis ini semestinya ditinggalkan sendiri untuk menyajikan kebenaran kepada orang-orang dan menyadarkan mereka akan tanggung jawab mereka.

Baiklah, kami akan mengutip beberapa contoh yang di dalamnya Bani Abbasiyyah dan para pendahulu mereka, yakni Bani Umayyah dan para khalifah sebelumnya, membatasi kebebasan berekspresi dan dengan begitu menekankan hadis-hadis yang melawan dominasi politik mereka.


Pelanggaran Kebebasan Berekspresi Di Bawah Para Khalifah
Ibn Asakir telah meriwayatkan sebuah hadis yang di dalamnya, menurut Abdurrahman bin Auf, Umar bin Khaththab mengutus sejumlah sahabat terkemuka Nabi saw-termasuk Abdullah bin Hudzaifah, Abu Darda, Abu Dzarr al-Ghiffari, dan Uqbah bin 'Amir-dan mengecam mereka seraya mengatakan: "Apakah hadis-hadis ini yang kalian sampaikan dan sebarluaskan di tengah-tengah manusia?"

Para sahabat menjawab: "Tampaknya, Anda ingin menghentikan kami dari meriwayatkan hadis-hadis." Umar menjawab: "Anda tidak punya hak untuk keluar dari Madinah dan selama aku masih hidup, jangan kalian jauh dariku. Aku mengetahui lebih baik hadis mana yang harus diterima dan mana yang harus ditolak." Para sahabat tidak punya pilihan selain tetap tinggal di Madinah selama Umar hidup.9

Ibn Sa'd dan Ibn Asakir telah meriwayatkan bahwa Mahmud bin Ubaid mendengar Utsman bin Affan mengatakan kepada masyarakat bahwa: "Tak seorang pun punya hak untuk meriwayatkan sebuah hadis yang tidak diriwayatkan selama masa Abu Bakar dan Umar."10

Selama masa kekuasaannya, Mu`awiyah telah memberikan arahan-arahan resmi dimana ia menyebutkan keamanannya terancam oleh siapapun yang meriwayatkan hadis pujian Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Di saat lain, ia menuliskan perintah tertulis yang mengharuskan orang-orang untuk meriwayatkan keutamaan-keutamaan para sahabat dan khalifah. Mereka [para pemalsu hadis] dipaksa meriwayatkan semua keutamaan para sahabat lainnya yang serupa dengan keutamaan yang disandarkan kepada Ali bin Abi Thalib.11

Pada tahun 218 H/833 M, Ma'mun memerintahkan semua ulama dan fuqaha Irak dan tempat-tempat lain untuk menghadiri pertemuan. Kemudian ia meneruskan pertanyaan kepada mereka perihal keyakinan-keyakinan mereka dan menanyakan kepada mereka secara khusus menyangkut keyakinan mereka kepada al-Quran, apakah ia makhluk atau Firman Tuhan yang abadi. Ia mencela mereka yang meyakini al-Quran sebagai bukan makhluk dan memerintahkan kepada para gubernurnya di semua provinsi untuk menolak kesaksian mereka. Dengan mengecualikan segelintir orang, keputusan tersebut memaksa mayoritas para ulama mendukung pendapat sang khalifah.12

Malik bin Anas, faqih agung Madinah, mengeluarkan fatwa hukum yang berlawanan dengan keinginan Ja'far bin Sulaiman, gubernur Madinah. Akhirnya ia meminta Malik untuk hadir di depan pengadilannya tempat ia pertama kali dilecehkan dan kemudian dicambuk secara brutal dengan 70 kali cambukan.

Perlakuan ini menyebabkan Malik terbaring di ranjang untuk beberapa waktu. Belakangan, Manshur mengutus Malik. Awalnya, ia meminta maaf atas perlakuan Ja'far bin Sulaiman yang begitu keras terhadap Malik. Kemudian ia meminta Malik menulis kitab tentang fiqih dan hadis-hadis. "Namun hati-hatilah, jangan memasukkan hadis-hadis rawan yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, topik-topik remeh yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, dan hadis ganjil yang dilaporkan Ibn Mas`ud.

Masukkanlah hadis-hadis yang tentangnya para khalifah telah bersepakat. Tulislah buku ini sehingga saya mengirimkannya ke semua kota dan mengimbau orang-orang untuk mengikuti kitab ini saja secara ketat. Lain tidak." Malik mengeluhkan bahwa para ulama Irak memegang pendapat yang berbeda tentang masalah-masalah yang terkait dengan hukum dan dengan demikian tidak akan menerima fatwanya. Manshur memintanya untuk menulis kitab tersebut dan meyakinkan Malik bahwa dirinya akan memerintahkannya sekalipun kepada penduduk Irak.

"Jika mereka tidak taat, aku akan memenggal mereka dan akan menghukum mereka secara keras. Oleh seitu, lekaslah menulis kitab tersebut. Tahun depan putraku Mahdi akan mendatangimu untuk mengambil kitab tersebut."13

Khalifah Abbasiyyah Mu'tashim meminta Ahmad bin Hanbal untuk maju di pengadilan dan mengujinya tentang keyakinannya akan al-Quran. Ketika Ahmad menolak mematuhi keyakinan sang khalifah ihwal al-Quran itu makhluk, ia memerintahkan Ahmad bin Hanbal untuk disiksa.14 Demikian pula, Manshur melecehkan Abu Hanifah untuk datang ke Baghdad dan akhirnya ia memenjarakan Abu Hanifah.15 Harun ar-Rasyid memerintahkan penghancuran rumah Abbad bin Awam dan melarangnya dari meriwayatkan hadis-hadis.16

Khalid bin Ahmad, gubernur Bukhara, meminta Muhammad bin Isma`il al-Bukhari, salah seorang penyusun hadis-hadis Sunni, untuk membawa hadis-hadis tertulis kepadanya dan membacakannya. Bukhari menolak berbuat demikian dan melayangkan kepadanya sebuah pesan bahwa jika ia tidak menginginkannya (Bukhari) mengumpulkan hadis-hadis, ia akan berbuat demikian, sehingga ia mempunyai hujjah sempurna untuk tidak berbuat demikian pada Hari Pengadilan.

Karena alasan itulah, ia dideportasi dari tanah airnya. Ia berlindung di dusun kecil yang dikenal sebagai Khartang di mana ia bermukim sampai wafatnya. Perawi menyebutkan bahwa ia mendengar Bukhari berdoa kepada Allah dalam shalat malamnya: "Ya Allah, jika bumi terasa sempit bagiku, ambillah nyawaku." Ia wafat di bulan yang sama.17

Ketika ahli hadis lainnya, an-Nasa`i menulis kitabnya, al-Khashâ'is, yang mencantumkan hadis-hadis yang memuji Ali bin Abi Thalib, ia diminta datang ke Damaskus dan diperintahkan untuk menulis kitab sejenis yang memuji Mu`awiyah. Ia menolak menolak kitab semacam itu lantaran ia tidak menemukan materi apapun yang memuji Mu`awiyah selain perkataan Nabi saw berikut yang membicarakan Mu`awiyah: "Semoga Allah tidak akan mengenyangkan perutnya!" Karena pernyataan ini, an-Nasa`i disiksa sedemikian kejam sampai ia meninggal karenanya.18


Implikasi-implikasi Situasi
Karena kekacauan politik dan kerawanan sosial yang terjadi di bawah kekhalifahan Abbasiyyah dan pesan aktivis ihwal hadis-hadis yang berkenaan dengan Mahdiisme, khususnya ketiadaan dan revolusi ultimat yang dipimpin al-Mahdi yang telah menghadapi dimensi politis, massa tertarik pada janji-janji masa depan yang lebih baik yang terdapat dalam hadis-hadis mesianik ini.

Lagi pula, dalam kondisi yang tak menguntungkan yang ada bagi para penulis dan penyusun hadis-hadis semacam itu, nyaris tak terbayangkan mereka akan menerbitkan hadis-hadis menyangkut tanda-tanda kemunculan al-Mahdi, eksistensi gaibnya dan kebangkitan ultimatnya dengan misi menghancurkan kekuatan jahat dan kezaliman.

Yang lebih penting, sangat mustahil dinasti yang berkuasa pasti mengizinkan penerbitan dan penyebaran informasi yang ada kepada para ulama ini. Publikasi ide-ide semacam itu dianggap sebuah bahaya yang secara langsung mengancam stabilitas kekuatan mereka yang zalim dan tak absah.
Akibatnya, baik Malik bin Anas maupun Abu Hanifah tidak bisa mencatat hadis apapun yang membahas Mahdiisme dan kegaiban dalam buku-buku mereka.

Menarik untuk diingat bahwa selama periode tersebut Muhammad bin Abdullah bin Hasan dan saudaranya Ibrahim hidup di alam gaib dan mencemaskan. Sejumlah besar orang percaya bahwa Muhammad adalah Mahdi yang dijanjikan yang akan menggelar revolusi melawan kekuasaan zalim Bani Abbasiyyah dan memulai reformasi untuk melembagakan keadilan.

Karena fakta itu, Manshur merasa khawatir akan ketiadaan dan revolusi ultimat Muhammad, maka ia pun memenjarakan sejumlah anggota Bani Alawi yang tidak berdosa. Pada akhirnya, ialah khalifah yang sama yang telah membunuh Abu Hanifah dengan racun dan yang gubernurnya telah menyiksa Malik bin Anas.

Tampaknya, amat relevan untuk mengingat bahwasanya Manshurlah yang telah memerintahkan Malik menulis sebuah kitab yang di dalamnya ia harus menolak hadis manapun dari tiga Abdullah (yakni Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Mas`ud).

Ketika Malik keberatan dengan menunjukkan bahwa penduduk Irak memiliki hadis-hadis dan pendapat-pendapat sendiri, Manshur menjanjikan bahwa ia akan memaksa mereka untuk menerima (hadis dan ketetapan hukum) versi Malik. Siapa yang keberatan dengan sang khalifah dimana ia akan menjamin masalah agama masyarakat? Mengapa hadis-hadis yang dilaporkan oleh tokoh terkemuka terdahulu semisal Ibn Mas`ud dan yang lainnya ditolak?

Tidak ada alasan yang bisa dinukil secara benar untuk menjelaskan perilaku irasional semacam itu di pihak mereka yang memegang tampuk kekuasaan. Tentu saja, orang-orang ini-yang hadis-hadisnya dilarang untuk dikutip-meriwayatkan hadis-hadis yang dipandang oleh penguasa-penguasa yang lalim ini sebagai suatu ancaman terhadap kekuasaan mereka.

Dengan demikian, mereka melarang penerbitan dan penyebarannya. Dalam kasus Malik, dikatakan bahwa ia telah mendengar ratusan ribu hadis yang darinya ia hanya menerbitkan lima ratus buah dalam kitab hadisnya, Al-Muwaththa`.

Dengan kata lain, adalah mustahil bagi para ahli hadis semisal Ahmad bin Hanbal, Bukhari, dan an-Nasa`i untuk mencatat hadis-hadis yang lebih sesuai dengan kaum Alawi tanpa mengalami siksaan dan pengusiran di tangan Bani Abbasiyyah.


Kesimpulan Akhir
Dari semua hal yang telah kita diskusikan, kita bisa menarik beberapa kesimpulan berikut:

(a) Karena hadis-hadis yang membahas Mahdiisme, secara lebih spesifik kegaiban dan revolusi al-Mahdi, telah mengasumsikan dimensi politis yang dianggap oleh para penguasa sebagai ancaman terhadap kekuasaan mereka namun sejalan bagi rival-rival mereka, kaum Alawi, maka para ulama Sunni tidak bisa mencatat hadis-hadis ini dalam kitab-kitab mereka lantaran pengungkungan yang dibebankan kepada mereka oleh para khalifah dan gubernur-gubernur mereka.

Dan, apabila sebagian berhasil dalam menghindari larangan tersebut dan memuat hadis-hadis ini, pelbagai jalan dilakukan untuk menekan mereka. Ini boleh jadi disebabkan keyakinan fundamental akan al-Mahdi, dalam bentuknya yang ambigu dan ringkas, tidak berbuntut pada ancaman kepada kekhalifahan di mana ia terbebas dari penganiayaan. Namun informasi ihwal semua tanda al-Mahdi yang dijanjikan dan detail-detail lain terjaga dalam hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Nabi saw dan para imam as serta beredar di kalangan Syi`ah.

(b) Meskipun semua rintangan yang diciptakan oleh otoritas kekhalifahan, kitab-kitab hadis Sunni mengandungi sejumlah hadis tentang topik al-Mahdi. Suatu hari seseorang menyebutkan hadis berikut di depan Hudzaifah: "Anda pasti sangat beruntung apabila al-Mahdi hadir ketika para sahabat Nabi saw masih hidup.
Bukankah itu benar? Al-Mahdi tidak akan muncul sampai seorang yang disembunyikan lebih cinta kepada orang-orang ketimbang kepadanya [Nabi saw]."20

Di sini Hudzaifah telah mengingatkan kegaiban al-Mahdi. Hudzaifah adalah salah seorang di antara segelintir sahabat Nabi saw yang memiliki informasi tentang keadaan waktu itu dan sejumlah masalah gaib yang dikatakan oleh Nabi. Dia biasa mengatakan, "Di antara semua orang, akulah yang paling mengetahui perihal peristiwa-peristiwa masa depan, karena Nabi saw telah menyebutkan semua itu dalam suatu majlis di mana aku satu-satunya orang yang masih hidup [di antara para anggota lainnya]."21

Dr. Jalali: Berapa Lama Imam Gaib akan Hidup?

Tn. Hosyyar: Jangka hidupnya tidaklah dipastikan. Namun hadis yang diriwayatkan berdasarkan otoritas para imam mengenalkannya sebagai orang yang diberkati dengan umur yang panjang. Misalnya, Imam Hasan al-Askari meriwayatkan:

Sepeninggalku putraku adalah al-Qâ`im. Ia salah seorang yang dalam dirinya ada dua ciri para nabi terdahulu-yakni umur panjang dan kegaiban-akan diwujudkan. Kegaibannya begitu panjang sehingga hati-hati manusia akan menjadi keras dan gelap [dengan keraguan]. Hanya mereka yang menerima rahmat khusus Tuhan dan yang hati-hatinya tetap teguh dan diperkuat dengan ruh suci akan tetap setia kepadanya.22

Dr. Jalali: Semua yang telah Anda jelaskan tentang Imam Zaman sejauh ini rasional dan tepat. Akan tetapi, ada satu hal yang sesungguhnya mengganggu pikiran saya juga benak-benak mereka yang ada di sini dalam pertemuan kita, yakni masalah umur panjang. Orang-orang yang terdidik dan cerdas tidak mendapatkan bukti umur panjang sebagai yang masuk akal, karena usia sel manusia terbatas.

Organ-organ fisik seperti jantung, otak, ginjal, dan perut mempunyai potensi yang dapat diramalkan dalam melakukan fungsi-fungsi mereka. Secara logis, tidak mungkin bagi saya untuk mempercayai bahwa jantung orang yang normal bisa berfungsi lebih dari seribu tahun. Jujur saja saya katakan bahwa Anda tidak bisa menyajikan fenomena semacam itu kepada masyarakat di abad ilmu dan teknologi ini.

Tn. Hosyyar: Dr. Jalali, saya memang mengakui bahwa usia panjang Imam Zaman as merupakan hal-hal sulit untuk dipercayai. Saya tidak mempunyai pengetahuan akan pengobatan ataupun biologi. Akan tetapi, saya siap menerima kebenaran. Oleh seitu, saya meminta Anda untuk membagikan pengetahuan Anda tentang usia panjang kepada kita.

Dr. Jalali: Saya juga akan mengakui bahwa pengetahuan ilmiah saya sendiri tidaklah memadai untuk membiarkan saya memecahkan persoalan mendasar yang kita hadapi. Dengan sendirinya, kiranya lebih baik untuk mendapatkan sejumlah pendapat para pakar tentang topik ini. Saya kira Dr. Nafisi, Dekan dan Gurubesar Fakultas Kedokteran Universitas Isfahan, merupakan orang yang paling tepat untuk tujuan kita ini. Di samping pendidikannya yang sempurna di bidang pengobatan secara umum, ia mempunyai ketertarikan pada umur panjang.

Tn. Hosyyar: Saya tidak keberatan dengan usul Anda. Saya akan membuat pertanyaan-pertanyaan penting dan menulis surat kepada Dr. Nafisi, mengundangnya untuk bergabung dalam salah satu pertemuan. Ini pasti menjadi kepentingan kita bersama untuk mendengar darinya. Seitu, saya akan menyarankan agar kita bertemu kembali setelah mendapatkan informasi memadai tentang umur panjang sehingga kita bisa meneruskan diskusi kita dengan pemahaman lebih baik. Saat Dr. Nafisi menjawab undangan, saya akan meminta Dr. Jalali untuk menghubungi Anda semua lewat telepon agar Anda mengetahui pertemuan mendatang kita.[]


Catatan-catatan:
1. Ta'rikh (edisi Najaf, 1348 H), jilid 3, hal.142.

2. Maqâtil al-Thâlibiyyîn, hal.233-234.

3. Ibid., hal.233-299.

4. Ibid., hal.405-427.

5. Ibid., hal.577-88.

6. Ibid., hal.463-483.

7. Ibid., hal.519.

8. Ibid., hal.294-296.

9. Sebagaimana dikutip oleh Mahmud Abwar, Adwâ' `alâ as-Sunnah al-Muhammadiyyah, hal.54.

10. Ibid.

11. Sayyid Muhammad bin Aqil, An-Nashâ`ih al-Kâfiyyah, hal.78,88.

12. Ya'qubi, Ta'rikh, jilid 3, hal.202.

13. Al-Imâmah wa as-Siyâsah, jilid 2, hal.177-180.

14. Ya'qubi, Ta'rikh, jilid 3, hal.206.

15. Maqâtil, hal.368.

16. Ibid., hal.241.

17. Ta'rikh Baghdad, jilid 2, hal.33.

18. An-Nashâ`ih al-Kâfiyyah, hal.109.

19. Adwâ' `alâ as-sunnah al-Muhammadiyyah, hal.271.

20. Al-Hâwî li al-Fatâwâ, jilid 2, hal.159.

21. Ibn Asakir, Ta'rikh, jilid 4, hal.9.

22. Bihar al-Anwâr, jilid 51, hal.224. Juga, ada sekitar 46 hadis lain dalam pasal ini tentang tema yang sama.

17
IMAM MAHDI

BAB 9

Penelitian Tentang Umur Panjang
KIRA-KIRA sebulan kemudian Dr. Jalali menginformasikan kepada hadirin mengenai pertemuan mendatang pada Jum`at malam di rumahnya. Para hadirin berkumpul kembali untuk melanjutkan diskusi. Setelah perkenalan singkat dan ramah tamah sekadarnya maka sesi tersebut dibuka secara resmi oleh Tn. Hosyyar. Ia menginformasikan kepada para peserta mengenai surat yang baru diterima dari Dr. Nafisi. Dia meminta Dr. Jalali untuk membacanya secara nyaring. Dr. Jalali menyatakan persetujuan dan membaca surat tersebut:

Kepada yang terhormat Tn. Hosyyar

Saya ucapkan terima kasih atas surat dan undangan Anda untuk menyampaikan penelitian saya tentang umur panjang. Tapi karena banyaknya kesibukan saya, maka saya tidak bisa menyampaikannya secara lisan. Meski demikian karena pokok bahasan tersebut amat bernilai bagi saya, maka saya akan meresponnya secara tertulis dan ringkas demi manfaat bagi kolega-kolega Anda. Saya harap tulisan ini bisa memuaskan.


Apakah Ada Batas Umur Manusia?
Tn. Hossyar: Adakah batas umur manusia dalam ilmu kedokteran atau biologi yang menyebabkan mustahilnya pengecualian [orang berumur panjang-penerj.]?

Dr. Nafisi: Tidak ada batas usia bagi kehidupan manusia yang menyebabkan mustahilnya pengecualian. Namun biasanya usia terpanjang hampir barang sedikit dari 100 tahun. Menurut catatan sejarah manusia, periode umur ini tidak pernah berubah-ubah.

Namun, rata-rata usia berbeda-beda bergantung pada daerah, iklim, ras, keturunan, serta gaya hidup. Selain itu terdapat variasi usia di setiap zaman dan di setiap periode sejarah. Sebagai perbandingan usia antara periode waktu, dapat dilihat bahwa di abad terakhir terdapat usia yang amat bervariasi. Misalnya, antara tahun 1838 dan 1854 rata-rata usia manusia di Inggris adalah 39,91 tahun untuk laki-laki dan 41,85 tahun untuk wanita. Namun pada tahun 1937, rata-rata naik menjadi 60, 8 dan 64,4 tahun.

Di Amerika Serikat, rata-rata usia laki-laki pada tahun 1901 adalah 48,23 dan perempuan 51,8 tahun. Sebaliknya, pada tahun 1944 rata-ratanya menjadi 63,5 dan 68,95. Kenaikan ini merupakan akibat dari perawatan bayi yang baik yang merupakan hasil dari peningkatan kepengurusan bayi, pengobatan preventif, dan yang lebih khusus lagi adalah imunisasi melawan penyakit menular. Namun, pengobatan yang bertalian dengan penyakit orang tua belum cukup berhasil.

Tn. Hosyyar: Adakah peraturan atau standar umum untuk menentukan panjang usia manusia?

Dr. Nafisi: Keyakinan umum yang tersebar bahwa ada korelasi langsung antara ukuran badan dan panjangnya usia. Misalnya, binatang yang berusia pendek dengan ngengat dan lalat dibandingkan dengan kura-kura yang bisa hidup selama dua abad. Namun korelasi ini tidak sekonstan yang diperkirakan karena burung beo dan gagak seringkali berusia lebih panjang daripada burung-burung berukuran lebih besar dan bahkan lebih lama daripada mayoritas mamalia.
Beberapa ikan, seperti ikan salem hidup seratus tahun, sedangkan kuda tidak lebih dari tujuh puluh tahun.

Sejak zaman Aristoteles, telah ada keyakinan bahwa rentang kehidupan (life span) masing-masing makhluk sebanding dan sebangun dengan waktu yang dibutuhkan untuk tumbuh. Persamaan untuk binatang ini, seperti yang diestimasikan oleh beberapa ilmuwan, adalah 8 kali periode yang dibutuhkan oleh sebuah spesies untuk matang. Sedangkan yang lainnya mencapai 5 kali periode tersebut. Bagi manusia, rentang waktu yang dianggap normal adalah 100 tahun. Opini ini masih dipercayai sampai sekarang. Namun Nabi Daud menganggap rentang waktu 70 tahun merupakan usia yang alamiah.

Di zaman kuno, dipercayai bahwa sebilangan individu hidup lebih dari 100 tahun. Namun identitas dan skala aktual (actual scale) mengenai kehidupan mereka tidaklah seakurat yang diperkirakan. Di antaranya adalah Henry Jenkins yang meninggal pada bulan Desember 1970 di usia 169 tahun; Thomas Parr yang meninggal pada bulan November 1639 di usia 152 tahun; dan Catherine putri Desmond (Countess of Desmond) yang meninggal pada tahun 1604 di usia 140 tahun.1 Sejumlah nama-nama lainnya terpampang di berbagai jurnal di belahan dunia manapun.


Faktor-faktor Penyebab Umur Panjang
Tn. Hosyyar: Faktor-faktor apa yang menyebabkan umur panjang?

Dr. Nafisi: Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:

1. Hereditas: Signifikansi dan pengaruh hereditas terhadap usia panjang nyata sekali. Ada banyak keluarga yang para anggotanya berumur lebih panjang daripada umur manusia umumnya, kecuali bila terjadi kecelakaan.

Berkaitan dengan itu, ada baiknya menyebutkan penelitian yang dilakukan oleh Raymond Peril. Dalam sebuah buku yang ia tulis bersama putrinya, ia meneliti sebuah keluarga yang telah menorehkan rekor panjang umur selama tujuh generasi. Jumlah tahun secara keseluruhan dari tujuh generasi ini adalah 699 tahun, termasuk dua orang yang meninggal dalam kecelakaan. Selain itu, terdapat pula statistik yang lebih mutakhir yang dilaksanakan oleh perusahaan asuransi.

Dalam statistik itu terlihat bahwa ada hubungan langsung antara nenek moyang yang berumur panjang dengan keturunannya yang berumur panjang.

Faktor hereditas dapat dinetralisir oleh faktor-faktor lain, misalnya faktor lingkungan dan kebiasaan buruk. Namun, hereditas dapat menguraikan sebab-seindividu tertentu yang hidup dalam kondisi yang tak baik, misalnya sebagai peminum alkohol, namun dapat hidup lama. Seorang anak mewarisi badan dan organ yang sehat serta kuat dari kedua orang tua mereka, termasuk sistem saraf dan sirkulasi darah.

Tentang ini, ada sebuah peribahasa terkenal yang berbunyi, "Usia seseorang dapat diukur dari bentuk arterinya." Dengan kata lain, bagi beberapa orang, ketika mereka mencapai usia senja, arterinya diblokir oleh jenis hereditasnya. Selain itu, mayoritas orang yang meninggal pada usia kurang dari 90 tahun karena serangan jantung atau stroke ternyata menderita arteriosclerosisa.

2. Lingkungan: Faktor ini merupakan faktor terpenting kedua yang mempengaruhi umur. Lingkungan yang diliputi oleh iklim yang baik dan udara yang bersih (bebas dari mikroba yang berbahaya dan racun) dan diliputi oleh kondisi kehidupan yang damai dan aman mempunyai hubungan dengan kesehatan dan umur penduduknya.

3. Profesi: Jenis pekerjaan, kondisi kerja, lamanya kerja, dan aktivitas psikologis-spiritual mempunyai pengaruh pada panjangnya usia. Orang yang mampu menikmati kesehatan fisik yang prima dan kedamaian mental akan menjalani rentang waktu hidupnya secara berarti. Sebaliknya, orang yang menjalani hidupnya dengan gelisah, kurang istirahat akan mengalami usia pendek (reduce lifespan).

Karena latar belakang inilah, para ulama dan tokoh-tokoh suci berusia lebih panjang ketimbang manusia biasa. Umur panjang ini berkaitan langsung dengan cara kerja dan manajemen stress yang terus menerus muncul lantaran tekanan profesi. Karena faktor inilah, para penganggur dan para pensiunan muda mungkin mengalami pendek umur.

4. Nutrisi: Jenis dan jumlah makanan yang kita konsumsi berpengaruh terhadap umur kita. Mayoritas orang yang hidupnya lebih dari 100 tahun adalah orang yang menjalankan diet. Ada beberapa peribahasa yang menerangkan bahaya makan berlebihan. Di antaranya: "Seseorang menggali kuburannya dengan giginya sendiri." Maksudnya, kelebihan makan menyebabkan badan bekerja lebih keras dan menyebabkan kerusakan pencernaan, penyakit jantung, ginjal dan penyakit lainnya.

Malangnya, para penggemar makanan ini menikmati energi berlebihan yang merugikan mereka sendiri hingga gejala-gejala kerusakan mulai nampak. Selama Perang Dunia I, angka kematian disebabkan penyakit diabetes menurun secara signifikan di beberapa negara. Penyeutamanya adalah kekurangan makanan di negara-negara tersebut.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kemiskinan yang disebabkan oleh kurangnya makanan adalah rahmat terselubung (a blessing in disguise). Selain itu, mengkonsumsi daging secara berlebihan setelah usia 40 tahun amatlah berbahaya.

Penelitian Dr. McCay mengenai tikus di Universitas Cornell menunjukkan bahwa tikus-tikus kecil bisa menundukkan tikus-tikus besar. Seekor tikus mencapai kematangan fisik pada usia empat bulan, usia tua pada usia dua tahun, dan mati sebelum berumur tiga tahun. Eksperimen Dr. McCay ini menggunakan sekelompok tikus yang diberlakukan diet secara ketat dan hanya mengkonsumsi makanan yang berkalori rendah namun diperkaya vitamin dan mineralnya.

Setelah beberapa lama, ia menyimpulkan sebagai berikut: periode kematangan fisik tikus-tikus ini dapat diperpanjang 1000 hari, bukannya empat bulan. Lebih jauh lagi, ia menambahkan, tikus-tikus tertua yang diberi makan dengan sistem diet secara teratur meninggal setelah berusia 965 hari. Namun tikus-tikus yang dibiarkan diet secara ketat tetap muda dan berenergi penuh melebihi umur yang normal.

Dalam perbandingan secara relatif dengan jangka hidup manusia, kelompok kedua tersebut hidup sampai usia 100 atau 150 tahun. Yang lebih penting lagi kelompok ini tetap sehat, tak pernah menderita sakit, dan lebih cemerlang daripada orang yang berdiet biasa-biasa saja. Eksperimen semacam ini juga pernah dilakukan pada ikan dan amfibi yang membuahkan hasil penelitian yang sama.

Perlu diperhatikan, sebagaimana makan berlebihan (overeating) dapat menyebabkan umur yang lebih pendek, kekurangan makan pun akan menyebabkan membengkaknya penyakit dan umur yang pendek. Oleh karena itu, diet mesti diiringi dengan makanan yang tepat. Jika tidak, maka akan mengundang penyakit.


Kerentaan dan Penyebabnya
Tn. Hosyyar: Apa arti "kerentaan" dan "menua"?

Dr. Nafisi: "Kerentaan" ditandai dengan melemahnya organ-organ manusia seperti jantung, perut, otak, dan kelenjar-kelenjar bagian dalam yang semuanya tidak dapat berfungsi sesuai dengan kapasitasnya. Penyeutamanya adalah ketidakmampuan memperbaharui sel-sel mereka dan ketakmampuan meningkatkan pengeluaran untuk memperbaharui diri. Keadaan ini menyebabkan kelemahan yang tampak pada badan manusia pada tahapan ini.

Tn. Hosyyar: Apa penyekerentaan?

Dr. Nafisi: Tanda-tanda usia tua mulai muncul pada tahapan tertentu dalam kehidupan manusia. Namun, kerentaan tidak harus ditentukan berdasarkan perjalanan waktu dan tanda-tanda khusus pada bagian tubuh sehingga seseorang berani mengatakan bahwa bila seseorang telah hidup beberapa tahun, maka ia telah mencapai usia tua. Alasan yang lebih tepat adalah alasan yang mengatakan bahwa penyeutama kerentaan dan manifestasinya adalah gangguan keseimbangan pada tahapan ini.

Jadi, alasan utama kerentaan bukan oleh perjalanan waktu, tetapi oleh bagian-bagian tubuh yang kurang berfungsi dengan baik. Pada usia ini, berbagai fungsi badan menurun secara anatomis, jaringan-jaringan mengecil, suplai darah pun menurun. Sistem pencernaan melemah karena tidak mampu berfungsi dengan sempurna.

Keadaan ini menyebabkan kelemahan badan secara menyeluruh. Kekuatan prokreatif melemah, otak pun bergerak lambat. Daya hafal (memory power) kebanyakan orang mengalami penurunan, khususnya hafalan nama dan tanggal. Namun sangat mungkin ketika fungsi-fungsi fisik menurun, kekuatan spiritual malah meningkat.

Perlu diingat, seluruh keadaan dan kelemahan yang terjadi dalam kehidupan merupakan akibat dari gangguan keseimbangan. Oleh karena itu, akan lebih akurat apabila dikatakan bahwa kerentaan bukanlah sebuah penyebab. Ia adalah akibat. Dengan kata lain, bila seseorang walaupun sudah berusia lanjut tidak mengalami gangguan atau ketidakseimbangan, malah ia mungkin hidup jauh lebih lama karena badan dan jiwanya sehat.

Sebaliknya, walaupun seseorang masih muda mungkin dia kehilangan vitalitas dan menjadi tua sebelum memasuki usia yang dianggap renta.

Tn. Hosyyar: Apa yang menyebabkan sistem badan yang seimbang menjadi lemah dan lunglai?

Dr. Nafisi: Organ tubuh seseorang sejak lahir telah berfungsi secara alamiah. Kemampuan organ ini sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik orang tua, jenis makanan, lingkungan, dan iklim yang ada. Selama tidak ada kerusakan, organ-organ tubuh seseorang akan berfungsi dengan baik sepanjang kehidupannya.

Tetapi bila kerusakan melanda salah satu organ atau organ lainnya, maka akan mengganggu kerja organ yang normal. Pada akhirnya, kerentaan dan selisih tanda-tandanya akan mengancam, ketuaan pun muncul.

Singkatnya, badan manusia terus-menerus diserang oleh berbagai jenis virus, bakteri, dan mikroorganisme yang mengeluarkan zat-zat beracun di dalam tubuh manusia, lalu menghancurkan sel-sel yang sehat sehingga keberlangsungan hidup terganggu. Ketika hal-hal ini terjadi dalam satu sisi, tubuh manusia sangat berperan dalam menyiapkan gizi yang penting bagi keselamatannya.

Di sisi lain, tubuh manusia mesti membuat pertahanan atas serangan mikroorganisme yang menyebabkan kerapuhan. Selain itu, tubuh manusia mesti memulihkan organ-organ yang sakit yang diserang serta berusaha mematikan zat racun yang berlebihan dalam aliran darah ketika mengirimkan bantuan ke organ yang sakit.

Namun ketika satu musuh lumpuh, maka datanglah musuh yang lain. Begitulah seterusnya. Karena itu, sistem pertahanan tubuh yang internal mesti tetap siaga. Demi kepentingannya, tubuh manusia mesti mencari pertolongan dari luar. Sayangnya, manusia tidak memiliki ilmu yang cukup mengenai fisik dan kebutuhan internalnya.

Selain itu, dalam pertempuran suci ini manusia tidak mampu bekerjasama dengan tubuhnya. Bahkan karena kebodohannya dan kepicikannya, ia akhirnya membantu musuhnya dengan cara memakan makanan yang tidak tepat sehingga menurunlah kesehatan dan rentang usia hidupnya. Nyata sekali, ketika keadaan tidak mampu memperbaharui jaringan-jaringan yang penting, maka badan kehilangan kemampuan untuk berfungsi baik ketika diserang oleh mikroorganisme yang berbahaya. Dalam kondisi demikian, tubuh manusia pun menurun dan muncullah tanda-tanda kerapuhan.

Tubuh seorang manusia tidak hanya renta, karena bekerja keras tetapi juga akibat stress yang dialami selama hidupnya. Beberapa ilmuwan percaya bahwa kerentaan dini (untimely senility) disebabkan oleh beberapa penyakit atau kebiasaan buruk. Menurut beberapa penelitian, pengeluaran toksin yang diproduksi oleh fermentasi mikroba usus dapat menyebabkan kerentaan. Oleh karena itu, bila mikroba ini bisa dimusnahkan dan dibasmi, usia manusia bisa diperpanjang.

Dasar kesimpulan di atas diperoleh dari data-data empiris yang dikumpulkan di Balkan, lebih khusus lagi di Bulgaria, Turki, dan Kaukasus. Di negara-negara ini, banyak orang yang hidup lebih dari 100 tahun. Ternyata, usia panjang ini berkat yoghurt yang banyak dikonsumsi oleh rakyat di sana. Para ilmuwan percaya, karena yoghurt mengandung asam susu (lactic acid) yang dapat membunuh mikroba dalam usus, maka para peminumnya bisa hidup panjang.

Akan tetapi, nyata sekali bahwa rahasia umur panjang rakyat yang hidup di pegunungan negara-negara Balkan ini bukan hanya karena diet, tetapi juga karena iklim, budaya kerja keras yang menyenangkan, dan komposisi genetik turunan. Semua faktor ini setidaknya telah berperan pada usia panjang mereka. Umur panjang (longevity) juga terlihat dalam kasus-kasus lain pada orang-orang yang tinggal di kawasan pegunungan di belahan dunia lain.

Tn. Hosyyar: Apakah kematian suatu kemestian bagi orang yang berusia lanjut dan pekerja keras, meskipun faktor utama kematian mungkin sesuatu yang lain?

Dr. Nafisi: Penyeutama kematian adalah kerusakan yang terjadi di semua organ tubuh yang vital. Selama tidak ada kerusakan semacam ini, maka kematian tidak akan tiba. Secara faktual, jika kerapuhan telah melanda sebelum usia tua, maka anak muda pun akan wafat. Tetapi jika dia kebal dari gejala ini, maka menurut perjalanan kehidupan yang alami dia akan merasakannya di usia tua.

Penting diketahui, seandainya ada seseorang yang tampak luar biasa dan bisa hidup lama atau panjang umur, namun karena struktur tubuhnya yang unik dan kondisi sosial lainnya dimana tak satupun organ tubuhnya rusak, maka usia panjangnya tidak niscaya menyebabkan ia meninggal.

Tn. Hosyyar: Apakah mungkin orang di masa depan dapat menemukan obat yang dapat meningkatkan vitalitas badan sehingga mencegahnya dari ketuaan dan kerapuhan fisik?

Dr. Nafisi: Sangat mungkin. Berdasarkan keterbatasan ilmu yang kita miliki sekarang, kita tidak bisa menafikan kemungkinan tersebut. Para ilmuwan selalu berusaha menyingkapkan fenomena panjang umur. Mudah-mudahan suatu hari mereka dapat menemukan rahasia umur panjang dan menyebabkan manusia mampu mengatasi umur pendek dan masalah di usia tua.


Umur Panjang Imam Keduabelas
Tn. Hosyyar: Sebagaimana Anda ketahui, Syi`ah meyakini bahwa al-Mahdi yang dijanjikan dalam hadis Nabi saw identik dengan anak Imam Hasan al-Askari yang lahir di tahun 255 H/873 M atau 256 H/874 M. Dia hidup sejak saat itu, hingga ia mengalami kegaiban. Selain itu, dia mungkin terus hidup selama berabad-abad dalam keadaan seperti itu. Apakah menurut ilmu kedokteran, umur panjang semacam ini aneh dan mustahil?

Dr. Nafisi: Pertanyaan yang masih misteri bagi saya, sejauh yang saya ketahui dari buku-buku yang saya baca dan keterangan-keterangan yang saya dapatkan, adalah rahasia umur panjangnya al-Qâ`im (semoga Allah mempercepat kelapangannya melalui kemunculannya) dari keluarga Nabi saw. Namun, berkat kemajuan di bidang ilmu alam dan dengan kehendak Allah SWT, kami mendapatkan pemecahan dalam hal ini dan sebagian di antara kita berusaha keras memahami misteri ini mungkin mampu menyaksikan kearifan Allah di dalamnya.

Satu hal yang dapat saya kemukakan adalah bahwa pada tahapan pengetahuan manusia sekarang, seseorang tak bisa menolak kemungkinan semacam itu berdasarkan analogi bahwa karena masalah gaibnya Imam tak dapat dilihat secara empiris, maka ia (masalah gaibnya Imam Keduabelas) adalah tidak benar.
Alasannya, selain prinsip kemungkinan, ada juga rangkaian informasi mengenai makhluk-makhluk hidup yang berumur panjang.

a. Di dunia tumbuhan, terdapat spesies-spesies yang ternyata memiliki umur yang panjang dan dikenal sebagai makhluk hidup terlama yang hidup di dunia. Di antaranya adalah Californian Sequoia. Tinggi pohon itu adalah 300 kaki dengan keliling batang pohon 110 kaki.b Umur beberapa pohon sejenis ini melebihi 5000 tahun. Bisa diperkirakan bahwa ketika Fir`aun mulai membangun piramid terbesar di Mesir, pohon-pohon ini masih berumur muda. Dan ketika Nabi Isa as lahir, kulit batangnya baru mempunyai kekebalan satu kaki. Misalnya, satu bagian batang pohon ini yang diawetkan di Museum Sejarah Alam di Kensington
Selatan mempunyai 1.335 lingkaran, maka masing-masing lingkaran mewakili satu tahun.2

Spesies-spesies hidup yang tertua saat ini, kira-kira berumur 4600 tahun, merupakan sejenis pohon pinus yang bernama pinus aristata yang tumbuh di California tengah dan timur. Binatang hidup yang tertua adalah seekor penyu yang hidup di pulau Galapagos, berumur 177 tahun, berat 450 lbsc dan panjang 4 kaki.3

b. Penggalian arkeologi yang dilaksanakan di Mesir berhasil menemukan gandum di Piramid Tutan Khamen, yang saya saksikan secara pribadi dan membacanya di dalam jurnal, yang ditebarkan beberapa tempat dan berkecambah. Gandum yang tumbuh di ladang-ladang ini menunjukkan bahwa kecambah-kecambah ini terus hidup kira-kira 400 tahun.

c. Virus dapat dianggap sebagai makhluk hidup tertua. Virus adalah makhluk hidup yang dapat dipelajari untuk menguak rahasia kehidupan. Virus merupakan makhluk yang berperan dalam perkembangan penyakit-penyakit tanaman, binatang, dan manusia. Influensa, cacar air, cacar, biring peluh merupakan penyakit yang berkaitan dengan virus. Dalam penggalian yang dilaksanakan di lokasi peninggalan kuno, mungkin dapat ditemukan virus-virus prasejarah yang ditemukan di area-area tertentu. Dengan kata lain, walaupun makhluk-makhluk ini hidup di tempat tersembunyi dan tidak berbeda dengan benda mati, mereka sebenarnya terus hidup bahkan mungkin akan hidup lebih dari ribuan tahun.4

d. Baru-baru ini saya mendapat informasi dari suratkabar yang menginformasikan bahwa binatang besar yang membeku ditemukan di lokasi penggalian di Siberia, setelah binatang itu ditempatkan di tempat yang lebih hangat, tampak-tampak kehidupan nampak muncul kembali.

e. Salah satu cara memperpanjang kehidupan suatu makhluk dan membuatnya setengah hidup untuk keperluan penelitian adalah hibernasi (hibernation) yang juga dikenal dengan kondisi "tidur di musim dingin" (winter sleeping). Hibernasi pada beberapa binatang berlangsung terus selama musim dingin, sedangkan yang lainnya berlangsung selama musim panas.

Ketika seekor binatang tidur di musim dingin, ia kehilangan nafsu makan dan kekuatannya badannya naik sekitar 30-100%. Fungsi termal (fungsi panas) badannya berhenti sementara. Karena lingkungannya juga dingin maka kulit dan rambut tersebut tidak kaku dan badannya pun tidak gemetaran. Temperatur tubuhnya menjadi mirip temperatur lingkungan yang mencapai kira-kira 39-41° Fahrenheit, beberapa derajat di atas titik beku. Napasnya menjadi lambat dan tak teratur; detak jantungnya menjadi tak menentu dan lambat.

Gerakan-gerakan refleks berhenti dan denyut syaraf otak tak dapat diamati di bawah suhu 52-66? Fahrenheit. Beberapa binatang laut termasuk ikan dapat hidup di bawah air yang amat dingin dalam waktu yang amat panjang. Berbagai sel hidup misalnya sperma manusia dan hewan dapat diawetkan dalam suhu dingin untuk kepentingan inseminasi buatan; sel darah merah pun dapat diawetkan untuk transfusi darah.

Selain itu, ada pula beberapa spesies binatang kecil dapat dibekukan dan dihidupkan kembali dalam suhu yang berbeda tanpa membahayakan spesies-spesies tersebut. Penelitian hibernasi dapat menembus dan menyingkapkan rahasia umur panjang dan pada akhirnya impian manusia untuk berumur panjang dapat menjadi kenyataan.

Penelitian-penelitian dalam dunia pengobatan dan ilmu biologi dapat memberi motivasi manusia untuk menyingkapkan rahasia umur panjang dan mengatasi usia tua di suatu hari. Ada harapan bahwa penelitian ilmiah yang ditujukan untuk memahami rahasia umur panjang dapat menyingkapkan rahasia umur panjang al-Qâ`im yang merupakan Ahlulbait Nabi saw.

Kita berharap masa itu akan segera datang.

Dr. Abu Turab Nafisi

Profesor dan Ketua Fakultas Kedokteran

Universitas Isfahan

Tn. Hosyyar: Selama penantian jawaban dari Dr. Nafisi, saya menemukan sebuah artikel yang amat menarik, yang diterjemahan dari bahasa Prancis, tentang tema tersebut. Saya akan membacanya untuk Anda sehingga kita semua bisa mendapatkan manfaat dari penelitian ini.


Artikel karya Justine Glace
Para ahli biologi telah mampu menentukan rentang kehidupan suatu makhluk hidup dari usia beberapa jam hingga ratusan tahun. Beberapa serangga hanya mampu hidup selama satu hari, dan yang lainnya berusia satu tahun. Namun dari masing-masing spesies terdapat beberapa spesies yang melebihi usia yang biasa dan hidup dua atau tiga kali usia normal. Di Jerman, terdapat pohon mawar yang bila dibandingkan dengan jenisnya sendiri dapat dikatakan sebagai bunga yang dapat bertahan selama 100 tahun. Di Meksiko pun terdapat sebuah pohon Pinus yang berusia 2000 tahun. Beberapa buaya mampu hidup selama 1700 tahun.

Pada abad 17 di London terdapat seorang laki-laki yang bernama Thomas Parr. Usianya 152 tahun. Saat ini di Iran terdapat seorang laki-laki yang bernama Sayyid Ali. Usianya 195 tahun dan anaknya berusia 120 tahun. Di Rusia terdapat seorang laki-laki yang bernama Louis Poof Pujak. Usianya 120 tahun. Umur Mikokho Polov, seorang Kaukasia, adalah 141 tahun.

Para ahli biologi menduga bahwa panjangnya usia yang luar biasa itu disebabkan beberapa faktor internal. Individu-individu yang berusia seabad adalah anak kesayangan alam (the favorite off spring of nature). Komposisi kimia badannya benar-benar sesuai dan cocok dengan kesempurnaan yang diinginkan.

Menurut teori ilmu biologi, lamanya kehidupan yang dialami tiap-tiap spesies sekitar tujuh sampai empat belas kali periode pertumbuhannya. Oleh karena itu, bila periode pertumbuhan seseorang dua puluh lima tahun maka usia alaminya sekitar dua ratus delapan puluh tahun.

Dengan menerapkan diet, seseorang dapat menembus aturan alam. Bukti dari masalah ini dapat dilihat pada kasus yang terjadi pada lebah madu yang hanya berumur 4-5 bulan. Di sisi lain, lebah ratu-yang lahir dari sebutir telur dan larva sebagaimana yang lainnya-dapat berumur panjang karena melakukan diet khusus. Usianya dapat mencapai kira-kira delapan tahun.

Namun perkaranya tidak sesederhana itu. Kita tidak dapat hidup di tempat khusus sebagaimana lebah ratu, dengan temperatur kediaman manusia yang cenderung konstan demi menjaga lingkungan yang sama. Kita berhadapan dengan banyak masalah. Sebagian di antaranya, menurut para ahli biologi, adalah peracunan diri (self- poisoning), kekurangan vitamin, dan arteriosclerosis termasuk masalah yang dihadapi manusia.

Menurut salah seorang pakar dari London, gangguan pada keseimbangan dan kelebihan salah satu unsur-unsur berikut-zat besi, almumunium, magnesium, atau potasium-dalam tubuh dapat mempercepat kematian. Hal yang mencengangkan dari masalah-masalah ini adalah tidak disebutkannya kerentaan secara khusus, sekematian tidaklah benar-benar disebabkan oleh kerentaan.

Seorang ahli fisika Swedia yang lama mengepalai Asosiasi Ilmuwan Amerika untuk urusan umur manusia (the American Scientific Association of Human Aging) percaya bahwa usia tua diakibatkan oleh belitan molekul protein pada sel-sel badan. Kondisi ini menyebabkan sel-sel secara perlahan berhenti berfungsi, yang akhirnya menyebabkan kematian.

Fisikawan ini menyelidiki zat yang dapat melepaskan belitan ini untuk menghidupkan sel-sel badan guna melakukan tugas baru lalu mengalahkan kerentaan. Dalam eksperimen laboratorium, kehidupan beberapa binatang, semisal babi India dapat diperpanjang sekitar 46,4% dengan cara meningkatkan dosis vitamin B6, nucleic acidd dan pantonxic acide dalam makanan mereka.

Biolog Rusia Philatoff berharap bahwa dia mampu mengurangi usia tua secara bersama-sama dengan menggunakan jaringan-jaringan pasif. Jaringan-jaringan ini bisa berfungsi seperti pupuk tanaman yang dapat menyegarkan tubuh manusia. Selain itu, terdapat peraturan-peraturan tertentu yang dapat memperpanjang usia. Peraturan-peraturan ini mencakup peraturan diet dan biokimia, relaksasi, seni bernafas, dan petunjuk-petunjuk kesehatan lainnya. Beberapa ahli gizi berpendapat bahwa dengan melakukan diet secara benar maka umur seseorang akan lebih dari seabad. Kita adalah apa yang kita makan.5


Penelitian tentang Umur Panjang
Ada artikel lain menyangkut penelitian umur panjang yang muncul di jurnal berbahasa Arab. Inilah terjemahannya:

Beberapa ilmuwan handal berkata: "Masing-masing organ utama binatang mampu hidup tanpa batas. Bila manusia tidak berhadapan dengan bahaya dan kecelakaan, maka manusia bisa bertahan hidup ratusan tahun." Pernyataan ini berdasarkan penelitian panjang yang dilakukan di laboratorium. Salah seorang ahli bedah berhasil mengawetkan potongan badan binatang lebih lama daripada jangka hidup binatang tersebut.

Berdasarkan penelitian ini, dia menyimpulkan bahwa kehidupan potongan binatang tersebut bergantung pada bahan makanan yang diberikan. Selama ia menerima bahan makanan yang benar, maka ia bisa terus hidup.

Ahli bedah ini, Dr. Alexis Carell melakukan penelitiannya di bawah naungan Yayasan Rockefeller (the Rockefeller Foundation) di New York. Dia melakukan penelitian pada suatu bagian badan ayam. Bagian ini terus tumbuh sebagaimana layaknya lebih dari delapan tahun. Sebuah team dokter melakukan hal yang sama pada beberapa bagian tubuh manusia: jaringan otot, jantung, kulit, dan ginjal.

Mereka menyimpulkan bahwa selama bahan makanan yang penting mencapai bagian-bagian in,i maka bagian-bagian ini akan terus kembali dan hidup. Menurut para profesor pengobatan di Universitas Johns Hopkins, organ-organ badan yang utama dapat hidup tanpa batas. Fakta ini telah terbukti melalui eksperimen-eksperimen serupa dan menjadi pendapat yang besar.

Alasannya adalah bahwa kehidupan organ-organ yang diteliti ini dijaga terus hingga tak terganggu. Jadi tesisnya berdasarkan fakta yang jelas dan eksperimen ilmiah yang akurat.

Mungkin, orang pertama yang memulai eksperimen pada organ binatang adalah Dr. Jack Lobe. Dia terlibat dalam riset yang dilakukan di Yayasan Rockefeller.

Ketika ia sedang mempelajari reproduksi katak dengan objek telur yang tidak dibuahi (unfertilized egg), ia melihat beberapa telur hidup lama sedangkan yang lainnya mati muda. Penemuan ini memacu dia untuk melakukan eksperimen pada organ katak. Dia berhasil membuktikan bahwa organ-organ ini dapat hidup lama.


18
IMAM MAHDI

Dr. Warren Lewis dan istrinya juga mengikuti jejak Dr. Jack Lobe. Mereka berusaha membuktikan bahwa sebuah embrio burung dapat diawetkan dalam campuran garam sedemikian rupa sehingga pertumbuhannya dapat hidup kapan saja apabila sebuah bagian campuran tersebut disentuhkan padanya.

Eksperimen dilakukan berulang-ulang untuk memasukkan penemuannya, termasuk penelitian untuk mengetahui apakah sel-sel hidup seekor binatang dapat diawetkan dalam sebuah campuran bahan makanan yang membuatnya terus tumbuh dan hidup. Namun, tidak ada bukti bahwa binatang itu dapat bertahan hidup (tidak mati).

Melalui riset dan eksperimen yang tekun, Dr. Carell dapat membuktikan bahwa bagian-bagian tubuh yang diteliti ini tidak dapat menua dan bahkan hidup lebih lama dari binatang-binatang yang diteliti. Dia dan para koleganya memulai riset ini bulan Januari 1912 dan telah menghadapi masalah-masalah yang pelik yang mereka pecahkan guna menyimpulkan butir-butir penting berkaitan dengan umur.

a. Selama sel-sel hidup yang diteliti tidak menghadapi kondisi yang tidak teratur dan mengancam kehidupan seperti penurunan kualitas campuran gizi atau serangan mikroba, maka sel-sel tersebut dapat hidup abadi.

b. Organ-organ ini tidak saja hidup bahkan mampu tumbuh dan berkembang.

c. Pertumbuhan dan perkembangannya dapat dibandingkan dan diukur menurut gizi yang disiapkan.

d. Perjalanan waktu tidak mempengaruhinya. Mereka (organ-organ tersebut-penerj.) tidak melemah dan menua bahkan tidak ada tanda ketuaan padanya.

Organ-organ ini terus tumbuh dan berkembang sepanjang tahun. Sepanjang sel-sel ini diawasi secara cermat oleh saintis, yang memberi mereka secara memadai, mereka terus hidup dan berkembang.

Jadi, kerentaan merupakan akibat sesuatu bukan penyesesuatu. Lalu timbul pertanyaan, "Mengapa manusia mati? Mengapa hidupnya terbatas? Mengapat mayoritas usia manusia hanya 70 atau 80 tahun?" Jawabannya adalah sebagai berikut: tubuh atau organ masing-masing binatang berbeda-beda dan banyak.

Terdapat hubungan dan berkaitan yang kuat antarbagian-bagian tersebut. Bila satu atau beberapa bagian darinya lemah dan tak berfungsi, maka bagian-bagian lainnnya pun akan mati. Misalnya kematian yang diakibatkan oleh serangan mikroba yang mendadak. Inilah alasan utama mengapa kehidupan manusia tidak meningkat di atas rata-rata tujuh puluh, delapan puluh atau bahkan kurang dari itu. Hal yang sama juga terjadi pada kematian bayi.

Dalam analisis terakhir, terdapat bukti bahwa hitungan tahun bukanlah penyekematian. Sebenarnya kondisi buruk yang menimpa badan, melumpuhkan organ utama dan ketidakmampuan dalam mempertahankan dirilah yang menyebabkan kematian. Oleh seitu, bisa dikatakan bahwa tatkala ilmu kedokteran mampu mengatasi kondisi buruk ini dan mampu mengkontrolnya, tetap saja akan muncul rintangan lainnya yang menghalangi manusia berusia lebih dari beberapa abad (berabad-abad), sebagaimana yang terjadi pada beberapa pohon. Terobosan dunia kedokteran dalam memanjangkan usia belum bisa diduga secara pasti. Namun, tidaklah berlebihan bila rata-rata usia manusia dapat meningkat dua atau tiga kali lipat.6


Riset Yang Lebih Mendalam
Seorang dokter berkebangsaan Inggris telah menulis artikel lengkap mengenai usia. Ia berargumen bahwa beberapa ilmuwan telah mampu meningkatkan umur lalat buah seratus kali dari usia normal. Kesuksesan ini diakibatkan oleh perlindungan yang diberikan kepada lalat dari racun dan musuh-musuh lainnya, serta menciptakan lingkungan yang cocok dengannya.7

Ir. Madani: Sungguh saya telah mendapatkan beberapa artikel ilmiah yang menarik yang menyertakan pembahasan mengenai penemuan yang berkaitan dengan rahasia umur panjang, penyebab, dan faktor-faktor yang menyebabkan ketuaan dan kematian, serta cara memeranginya. Namun, karena waktu tidak mencukupi, kita mesti meneruskannya di kesempatan yang akan datang.

***

MINGGU berikutnya, pertemuan diselenggarakan di rumah Dr. Fahimi. Dr. Hosyyar meminta Insinyur Madani berbagi informasi mengenai umur panjang yang ia dapatkan dari bacaan-bacaannya.

Ir. Madani: Saya akan menyampaikan isi beberapa artikel yang saya baca beberapa waktu yang lalu. Artikel-artikel ini mudah-mudahan dapat menjawab beberapa pertanyaan kita mengenai kemungkinan umur panjang.


Penelitian Baru Mengenai Umur Panjang
Menurut Profesor Metalinkef, seorang ahli dalam bidang kematian, tubuh manusia terdiri dari tiga puluh triliun sel-sel yang berbeda yang tidak bisa mati secara bersamaan. Konsekwensinya kematian akan datang ketika otak manusia mengalami perubahan kimia yang sulit diatasi. Pada tanggal 3 Agustus 1959, Dr. Han Seally yang berprofesi sebagai penyelidik dalam perkara kematian di kota Montreal, Kanada menunjukkan jaringan sel seekor binatang kepada seorang wartawan dan mengklaim bahwa jaringan tersebut hidup dan tak akan pernah mati.

Dengan kata lain, jaringan sel binatang tersebut secara teknis "abadi". Selain itu, ia menambahkan bahwa bila jaringan sel manusia ditempatkan pada kondisi yang sama, maka manusia pun dapat hidup hingga 1000 tahun.

Secara teoritis, Profesor Seally menganggap kematian sebagai jenis penyakit yang datang secara perlahan. Menurutnya, tak akan ada seorang pun yang mati karena usia tua, sebila demikian maka kerusakan seluruh sistem sel diakibatkan oleh pengaruh usia tua. Selain itu, seluruh organ harus berhenti berfungsi.

Sebaliknya, setelah kematian banyak sel dan bagian-bagian tubuh orang tua berada dalam keadaan baik. Menurut fakta, mayoritas manusia mati tiba-tiba karena organ-organ vitalnya sudah tidak berfungsi lagi. Karena anggota-anggota badan saling berhubungan maka kerusakan pada satu anggota akan menyebabkan kekacauan di tempat lainnya. Profesor Seally menyimpulkan bahwa suatu hari ilmu pengobatan mampu mencapai kemajuan pada taraf dimana ia (ilmu pengobatan-penerj.) dapat menyuntikkan sel-sel baru pada organ-organ yang rusak dan lemah sehingga ia (ilmu pengobatan) dapat menghidupkan kembali tubuh manusia dan memperpanjang umur sesuai dengan keinginan seseorang.8

Beberapa ilmuwan menyarankan para fisiolog untuk membedakan antara usia tua yang diakibatkan oleh proses alamiah dan usia tua yang diakibatkan oleh pengaruh buruk pada organisme, misalnya oleh racun, penyakit-penyakit dan masalah-masalah lainnya. Lebih jauh lagi, mereka menegaskan bahwa usia tua harus dianggap penyakit dan perlu diperhatikan kelemahan. Kehidupan manusia bisa lebih lama lagi dan haru terus bergerak. Oleh karena itu, seluruh langkah yang realistis untuk meningkatkan usia tanpa menurunkan energi dan kemampuan hidup alami perlu dilakukan.9


Umur Panjang
Hal-hal di bawah ini merupakan rangkaian eksperimen panjang Profesor Seally dan para koleganya yang menghasilkan kesimpulan berikut: Fluktuasi kalsium merupakan penyeusia tua dan perubahan-perubahannya. Adakah senyawa yang bisa mencegah pengaruh buruk usia tua? Dr. Seally, dengan eksperimen yang berulang-ulang dengan menggunakan zat kimia yang disebut 'iron dextran', menemukan agen pencegah pada endapan kalsium yang ditemukan pada jaringannya.

Oleh seitu, gambaran buruk akibat usia tua merupakan akibat dari kondisi yang diciptakan oleh manusia sendiri yang direproduksi dan dikontrol berdasarkan eksperimen pada manusia. Dr. Seally menegaskan bahwa usia manusia tidak mungkin diubah dari 90 tahun ke 60 tahun. Namun, amat memungkinkan menghentikan ke 60 tahun ke usia 90 tahun walaupun kondisinya buruk dan tidak normal.10

Dalam salah satu kuliahnya, Profesor Ottinger mengingatkan generasi yang lebih muda bahwa suatu hari mereka mungkin akan menyaksikan ternyata kemungkinan hidup abadinya manusia sama dengan kemungkinan akan adanya perjalanan ruang angkasa (space travel). Dengan kemajuan teknologi dan riset di zaman ini, mungkin pernyataan bahwa manusia di abad akan datang akan hidup sampai seribu tahun benar adanya.11


Ringkasan Studi tentang Umur Panjang oleh Orang Rusia
Umur panjang menjadi angan-angan manusia semenjak manusia muncul di bumi. Menurut ilmuwan Rusia terkenal, Michnikoff, manusia sampai saat ini belum menemukan metode yang canggih untuk memperpanjang usia. Yang pasti, kematian merupakan akhir kehidupan yang alami. Tak ada satu makhluk pun yang dapat mengelak darinya.


1. PenyeUsia Tua
Tubuh manusia terdiri dari kira-kira enam puluh trilyun sel. Sel-sel ini menua secara bertahap dan ketika saatnya tiba (ketuaan-penerj.) sel-sel ini nyaris tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tubuhnya. Kemudian perkembangan sel-sel ini terganggu dan mengakibatkan kematian. Sel-sel otot dan syaraf yang sudah mati secara perlahan berubah menjadi jaringan yang kokoh dan kuat. Perubahan menjadi otot yang keras dan jaringan syaraf yang disebabkan oleh sel-sel mati ini disebut sklerosis. Jadi kita memiliki sklerosis jantung, sklerosis saluran darah, sklerosis syaraf, dan lain-lain.

Elia Michnikoff, dokter dan fisiolog Rusia yang terkenal, pernah mengira bahwa fenomena di atas terjadi karena toksin beracun yang dihasilkan oleh mikroba yang masuk ke usus besar binatang dan secara perlahan mengakibatkan kematian jaringannya. Paloff berpendapat bahwa rangkaian sel-sel syaraf yang mengerahkan tekanan pada otak yang berasal dari luar memegang peranan penting dalam usia manusia.

Secara psikologis, kondisi-konsisi tegang seperti depresi, putus asa, ketakutan dan lain-lain menyebabkan sel-sel lemah dan payah. Kerapuhan syaraf ini disebabkan oleh banyaknya kelemahan di usia tua yang pada akhirnya mengantarkan pada kematian. Mimpi hidup abadi hanyalah angan-angan saja. Namun, peningkatan usia manusia dan antisipasi usia tua adalah sesuatu yang memungkinkan.


2. Ilmu yang Mempelajari Usia dan Kematian
Kira-kira tiga abad yang lalu, cabang ilmu biologi yang dikenal dengan 'gerontologi'f muncul. Tujuan gerontologi adalah menyelidiki dan menemukan hukum-hukum praktis yang mengatur usia dan menaklukkannya. Cabang penyelidikan ilmiah ini benar-benar berkaitan dengan cabang lain dari disiplin ilmu yang sama yaitu thanatologi.

Thanatologi adalah studi tentang kematian.g Penelitian dan studi hukum yang bertahan dengan kematian, dan pada tahap tertentu menundanya, merupakan ruang lingkup baru ilmu biologi. Menurut para ahli ini, kematian selalu diakibatkan oleh gangguan pada jalannya kehidupan, sedangkan akhir kehidupan dikenal dengan kematian fisiologis.

Saat ini para ilmuwan berusaha mencari jalan keluar untuk berumur panjang sampai batas yang alami dan logis. Batas ini, menurut para ilmuwan, bervariasi.

Pavloff menetapkan batas alamiah hidup manusia sampai ratusan tahun. Michnikoff memperkirakannya antara 150-160 tahun. Goffland, dokter dan ilmuwan Jerman yang populer memperkirakan usia normal 200 tahun. Sebaliknya, ahli fisiologi abad ke-19, Dr. Floger menegaskan bahwa usia normal adalah 600 tahun.

Akhirnya, Roger Bacon menyebutkan 1000 tahun. Tapi para ilmuwan ini tidak bisa membuktikan argumen tentang jangka hidup manusia yang alami dengan bukti yang kuat.


3. Teori yang diajukan oleh orang Prancis, Dr. Boufon.
Ahli ilmu alam yang terkenal, Dr. Boufon meyakini bahwa jangka waktu kehidupan makhluk adalah lima kali periode masa pertumbuhan menjadi dewasa (maturation). Periode bagi burung unta adalah delapan tahun, maka rata-rata jngka kehidupannya adalah empat puluh tahun. Periode bagi kuda adalah dua tahun, maka rata-rata jangka kehidupannya adalah lima belas sampai dua puluh tahun.

Konsekwensinya, Boufon menyatakan bahwa rata-rata jangka kehidupan manusia adalah 100 tahun. Seproses pendewasaan manusia terus berlangsung selama dua puluh tahun. Namun, ada banyak perkecualian dalam formula umum Boufon. Karena alasan inilah, maka rumusnya sering diabaikan. Misalnya, biri-biri menjadi dewasa setelah berusia lima belas tahun.

Burung beo menjadi dewasa setelah dua tahun, namun ia hidup hingga seratus tahun. Dalam kasus burung unta, walaupun ia mencapai dewasa dalam waktu tiga tahun, namun ia dapat hidup sampai usia 30-40 tahun. Dengan kata lain, para ilmuwan tidak dapat menentukan batas usia manusia. Namun, kebanyakan dari mereka percaya bahwa dengan menghilangkan kelemahan dan kondisi yang menyimpang yang dapat memendekkan umur, maka manusia bisa berusia hingga 200 tahun. Dan, walaupun tahapnya masih pada tingkat teoretis, ia tidak dapat dianggap tidak ada atau khayalan.


4. Rata-rata Panjang Umur Manusia.
Di zaman Yunani kuno, rata-rata usia manusia adalah 29 tahun, sedangkan di Romawi kuno sedikit lebih panjang dari itu. Di Eropa abad ke-16, rata-rata umur penduduknya adalah 21 tahun, di abad ke-18 rata-rata umur 26 tahun, dan di abad ke-19 rata-rata umur 34 tahun. Tiba-tiba terdapat lonjakan pada awal abad ke-20, rata-rata umur penduduknya menjadi 45-50 tahun.

Tentu saja, jumlah-jumlah di atas diambil di Eropa. Penyenaiknya rata-rata usia pada saat ini adalah menurunnya jumlah kematian bayi. Namun, terdapat ketimpangan antara negara maju dan negara berkembang dalam permasalahan ini. Misalnya rata-rata usia di Rusia 71 tahun, sementara di India lebih sedikit dari 30 tahun.

Rata-rata rentang hidup binatang dibandingkan dengan manusia tidak menunjukkan perbedaan amat besar. Untuk perbandingan dengan rata-rata usia manusia, yakni 60-80 tahun, amat menarik diperhatikan bahwa seekor bebek berusia rata-rata 30 tahun, burung unta 35-40 tahun, burung gagak 70 tahun, kuda 20-30 tahun, anjing 16-22 tahun, katak 16 tahun, burung beo 90 tahun, kucing 10-12 tahun, elang 162 tahun dan lain-lain.

Anehnya, walaupun manusia dianggap sebagai spesies tersempurna di antara bangsa binatang, namun ia berumur lebih pendek dari makhluk-makhluk tingkat rendah lainnya.


5. Gagasan Michnikoff
Evaluasi yang apik tentang teori Michnikoff menerangkan secara mendasar rata-rata usia manusia dan rata-rata binatang tingkat rendah. Dia memperkirakan bahwa penyekematian awal-awal adalah infeksi sel-sel dan jaringan badan yang disebabkan oleh sekresi zat-zat beracun oleh bakteri usus. Penting untuk diingat, posisi dan panjang usus yang ada merupakan tempat yang nyaman bagi mikroorganisme ini.

Kira-kira 130 trilyun mikroba diperkirakan lahir tiap hari. Kebanyakannya berada di usus dan tidak berbahaya. Tetapi beberapa di antaranya berbahaya karena mengeluarkan racun yang dapat melemahkan dan membuat sakit badan. Mungkin sekali sel-sel dan jaringan-jaraingan tubuh di atas terinfeksi oleh mikroba-mikroba ini yang menyebabkan kematian muda.

Secara perbandingan, reptil hidup lama daripada mamalia. Reptil tidak mempunyai usus besar. Di antara bangsa burung, hanya burung unta yang mempunyai usus panjang. Oleh karena itu rata-rata usianya lebih pendek. Di antara bangsa binatang, ternak adalah binatang yang berusia paling pendek. Alasannya tetap sama, yaitu usus besar yang berkembang dengan baik. Kelelawar memiliki usus besar yang berukuran kecil, jangka hidupnya lebih lama daripada serangga-serangga lain yang sejenis yang berukuran sama.

Nampaknya terdapat hubungan antara perkembangan usus besar dan jangka hidup manusia. Namun, kenyataannya tidak semirip Michnikoff ucapkan.

Beberapa individu hidup lama walaupun usus besarnya sudah dibuang. Jadi, keberadaan organ ini tidak penting bagi tubuh. Ada juga individu yang hidup lama walaupun berusus panjang. Tujuan para ilmuwan yang meneliti usia adalah untuk mengidentifikasi individu dan menelitinya.


6. Manusia Masa Datang Akan Hidup Lebih Lama
Sangat sedikit orang-orang yang hidup lebih dari 150 tahun. Mereka berasal dari tempat yang berjauhan. Beberapa di antaranya disebutkan di sini:

Seorang petani Hungaria pada tahun 1724 berumur 185 tahun. Dikabarkan bahwa ia masih mampu bekerja seperti seorang pemuda di akhir hayatnya. Orang lainnya adalah John Rawl, ia berusia 170 tahun ketika ia meninggal, sementara istrinya saat itu berusia 164 tahun. Mereka telah hidup bersama selama 130 tahun. Seorang Albania yang bernama Khude juga hidup selama 170 tahun.

Pada saat kematiannya ia dirawat oleh 200 anak, cucu, dan cicit. Beberapa bulan yang lalu, sebuah artikel koran melaporkan bahwa seorang laki-laki dari Amerika Selatan baru meninggal di usia 207 tahun. Di Rusia terdapat kira-kira 30.000 orang yang hidupnya lebih dari satu abad. Saat ini, para ilmuwan Rusia sedang menyelidiki faktor-faktor usia pendek dan mencari cara memanjangkannya. Tak syak lagi, ilmu manusia dapat mengatasi usia pendek di masa depan dan para penduduknya akan dapat hidup lebih lama.


Sedikit Teori Mengenai PenyeKematian
Di akhir pembahasan ini, patut diingat bahwa kematian pasti berhubungan dengan pemisahan ruh dari jasmani. Namun, ada lagi bahasan yang penting dikaji, yaitu apakah kerentangan tubuh menyebabkan berpisahnya ruh, dan karenanya jasmani (badan) memegang peranan penting pada kematian. Atau, apakah ruh yang menjadi penyekematian? Apakah ruh pada saat kematian tidak mampu menjaga jasmani sehingga membuatnya lemah dan menderita berbagai jenis penyakit.

Mayoritas ilmuwan dan dokter menerima tesis pertama dengan pernyataan mereka yang berbunyi: tatkala energi organik tubuh habis maka seluruh sistem fisik berpisah. Organ-organ dan kemampuannya melakukan fungsinya menjadi lemah, bagian-bagian utama menjadi usang, serta tidak mampu bangkit mengatasi masalahnya. Karena ruh lelah dan payah dalam mengatur dan menjaga jasmani, maka ruh menjadi tak berdaya dan mau tak mau harus melepaskan jasmani, lalu terjadilah kematian:

Ruh ingin pergi

Aku melarangnya

Dia berkata: Apa yang dapat aku lakukan? Rumahku akan segera jatuh berantakan!

Terdapat penjelasan dari seorang filosof agung, yakni Mulla Shadra, yang merupakan kebalikan dari penjelasan di atas. Dalam bukunya Al-Asfâr, ia mengatakan bahwa manajemen dan proteksi jasmani dilakukan oleh ruh. Ruhlah yang mengatur jasmani sesukanya. Selama ruh memerlukan jasmani, ruh akan menjaganya.

Tetapi ketika ia ingin lebih independen dan tidak lagi bergantung pada jasmani dalam memenuhi hajatnya, maka ruh menjadi kurang tertarik pada jasmani dan agak acuh tak acuh. Akibatnya, jasmani mengalami kerentaan dan lemah tak berdaya. Pada saat itulah, ruh benar-benar melepaskan kendali atas jasmani, maka terjadilah kematian.

Nah, sahabat-sahabatku, Anda sekalian mengetahui bahwa bila teori terakhir ini terbukti dan bila diyakini bahwa kematian berada dalam tangan ruh, maka permasalahan umur Imam Keduabelas as yang panjang amat mudah diterangkan. Menurut teori Mulla Shadra, seseorang dapat berkata bahwa karena ruh suci Imam Keduabelas merasa bahwa eksistensinya diperlukan demi kebaikan manusia, maka ia (ruh) akan terus berperan melindungi jasmani Imam as dan membuatnya terus muda, segar, dan energis.

Ketahuilah, saya tidak sedang membuktikan atau menyangkal teori ini. Saya hanya memperkenalkan teori yang belum dikenal oleh hadirin di pertemuan ini.

Saya mafhum bahwa pokok bahasan ini asing dan belum akrab di telinga Anda. Kita semestinya tidak tergesa-gesa menyikapinya sebagai hal yang dibuat-dibuat atau menolaknya karena ia tidak berarti bagi kita. Seseorang bisa menilai manfaat teori ini bila ia mengenal realitas ruh yang sebenarnya, pengaruh dan hubungannya yang kompleks dengan jasmani.

Tentu saja, ini bukan tugas yang mudah seia perlu menganalisis senarai masalah filosofis dan psikologis serta melakukan eksperimen-eksperimen biologi yang panjang dan rumit untuk memahami hubungan jasmani-ruhani. Sejauh ini, pengetahuan manusia belum mampu mencapai kesimpulan yang valid. Psikologi sebagai ilmu jiwa baru memahami sedikit fungsi jiwa manusia. Tentu saja, bila pengetahuan manusia saat ini memperhatikan jasmani dan ruhani manusia, maka dunia kita akan menjadi tempat yang benar-benar berbeda.

Dr. Alexis Carell dalam bukunya berjudul The Human: A Being Unknown (Manusia: Makhluk yang Tidak Dikenal) menulis: "Kita tidak mengetahui keadaan jasmani kita, kecuali dengan cara terbatas dan tidak sempurna. Bila Galileo, Newton, dan yang lainnya mencurahkan perhatiannya pada penelitian tentang tubuh manusia dan jiwanya, maka dunia kita akan berbeda dari apa yang tampak sekarang."


Kesimpulan
Tn. Hosyyar: Ada beberapa poin yang dapat diambil dari keterangan-keterangan di atas:

1. Kehidupan manusia tidak terbatas, dalam arti bahwa segala sesuatu yang melewatinya akan dianggap mungkin. Tak satu ilmuwan pun mengatakan bahwa jumlah tahun tertentu merupakan batas maksimum kehidupan manusia, sehingga bila seseorang mencapainya maka ia tak akan dapat menghindari kematian.

Sebaliknya, seluruh ilmuwan dari barat dan timur, dahulu dan sekarang, telah menjelaskan dengan gamblang bahwa kehidupan manusia tidak terbatas. Manusia masa depan mampu menaklukkan kematian. Keadaan seperti ini merupakan kemungkinan yang ilmiah dan harapan positif telah mendorong para peneliti untuk terus meneliti dan melakukan eksperimen. Terbukti mereka telah berhasil secara gemilang.

Eksperimen-eksperimen ini membuktikan bahwa kematian disebabkan oleh faktor-faktor alam. Jika faktor-faktor itu diidentifikasi dan akibat-akibatnya dikendalikan, maka hal itu bisa menunda kematian dan memberi peluang bagi manusia untuk hidup lebih lama dan bebas dari ketakutan.

Karena penelitian ilmiah telah berhasil menemukan penyedan faktor-faktor yang menyebabkan sakit, mengkontrol akibatnya untuk kesejahteraan manusia, maka wajar bila dikatakan bahwa ilmu pengetahuan akan selalu berhasil mengidentifikasi penyebab-penyekematian dan mencegah kematian dini.

2. Pada spesies-spesies makhluk hidup yang meliputi tanaman, binatang, manusia, ada sebagian di antaranya yang berusia lebih panjang daripada spesies lainnya yang sejenis. Adanya perkecualian ini menunjukkan tidak adanya batas usia. Benar bahwa kebanyakan manusia meninggal sebelum usia 100 tahun, namun tidak menutup kemungkinan ada yang lebih dari 100 tahun.

Sebab, ada beberapa individu yang berusia lebih dari 100 tahun. Adanya individu yang berusia 150, 180 dan 250 tahun merupakan bukti kuat akan ketiadaannya batas usia. Apa yang akan terjadi bila manusia hidup selama 200 atau 2000 tahun? Jumlah umur semacam ini tidak dikenal dan dianggap aneh.

3. Usia tua bukanlah cacat yang tak dapat dicegah. Usia tua adalah sejenis penyakit yang dapat diobati. Seperti halnya ilmu pengetahuan medis yang mampu menemukan sedan faktor-faktor yang menyebabkan berbagai penyakit dan memberi pengobatan dan pencegahan, maka masuk akal bila ilmu pengetahuan juga akan mampu menemukan penyeusia tua dan sarana-sarana untuk mengetahuinya.

Sekelompok ilmuwan dengan tekun berusaha menemukan obat yang manjur yang dapat mencegah usia tua. Sejauh ini usaha ilmiah ini telah menghasilkan hasil yang secara relatif berhasil. Berdasarkan usaha akademis ini, tidak menutup kemungkinan bahwa penelitian di masa datang akan mampu menemukan cara mengatasi usia tua dan memberi obat untuk menyembuhkan kerapuhan. Dalam hal ini, manusia akan mampu menjaga usia muda mereka untuk waktu yang lama.

Saya yakin Anda akan setuju bahwa berdasarkan penemuan para peneliti dan penegasan para ilmuwan yang mempelajari fenomena usia tua dan umur panjang, dapat diprediksi bahwa seseorang yang dapat memiliki jasmani yang sempurna secara genetis dan susunan organis yang utuh akan hidup lama. Malah lebih meyakinkan bila organ-organnya bebas dari kerapuhan dan kerusakan karena ia menjalani hidup sehat dan menghindari hal-hal berbahaya yang mengganggu keseimbangan hidup.

Selain itu, ia juga bebas dari cacat bawaan, hidup tak bermoral, dan stress. Tidak diragukan lagi bahwa orang semacam itu mampu menikmati keseimbangan yang paripurna antara kebutuhan jasmani dan ruhani yang membuat dia bebas dari segala ancaman, lahir atau batin, yang akan membuatnya tua dan mati. Ilmu pengetahuan dan kearifan mendukung kemungkinan ini. Keduanya benar-benar menunjukkan kemungkinan tersebut melalui penelitian yang tekun.

Karena alasan inilah, orang-orang tidak pantas memustahilkan umur Imam Zaman as yang panjang. Sebaliknya, ilmu pengetahuan dan kearifan menganggap umur panjang yang diperoleh dengan pemeliharaan energi dan vitalitas pemuda sebagai keadaan yang sangat memungkinkan.

Bila eksistensi seseorang sangat diperhatikan di dunia dan bila menjadi keharusan bahwa orang ini mesti berumur panjang, Allah Yang Mahakuasa akan mampu mengkontrol sistem penciptaan dan rangkaian penyesedemikian rupa agar individu sempurna ini didukung oleh ilmu pengetahuan dan sumber keilmuan lainnya demi merealisasi tujuan penciptaan manusia.

Dr. Fahimi: Apa-apa yang Anda katakan hanya membuktikan kemungkinan eksistensi individu tersebut. Tetapi bagaimana cara meyakini keberadaan orang tersebut?

Tn. Hosyyar: Kami telah memperlihatkan, baik secara rasional ataupun menurut wahyu, bahwa eksistensi seorang imam merupakan keharusan bagi keselamatan manusia. Selain itu, berdasarkan hadis-hadis yang sahih, jumlah Imam tidak lebih dari dua belas. Kami juga telah membuktikan bahwa anak Imam Hasan al-Askari, Imam Keduabelas adalah al-Mahdi yang ditunggu-tunggu (al-Muntazhar).

Ia dilahirkan oleh seorang ibu dan sekarang sedang mengalami kegaiban. Ada banyak hadis yang menguraikan permasalahan ini. Untuk mendukung ucapan kami mengenai persoalan umur panjang dan pernyataan dari para ahli agama maka kami akan menjelaskan masalah tersebut di bawah ini.


Orang-orang Yang Berumur Panjang Menurut Sejarah
Ir. Madani: Bagaimana cara kita menerangkan karunia umur panjang yang hanya dikhususkan untuk Imam Keduabelas?
Tn. Hosyyar: Mudah saja. Kita mendapati beberapa orang yang berumur panjang. Di antaranya adalah Nabi Nuh as. Beberapa ahli sejarah menyebutkan bahwa Nabi Nuh berusia 2500 tahun. Menurut Taurat, 950 tahun. Al-Quran dengan jelas menyebutkan bahwa dia menyebarkan ajaran Allah SWT kepada umatnya selama 950 tahun. Allah SWT berfirman dalam surah al-Ankabut [29] ayat 14:

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar dan mereka adalah orang-orang yang zalim.

Walaupun kita meragukan ahli sejarah, namun kita tak dapat meragukan al-Quran. Kitab suci ini menjelaskan bahwa Nabi Nuh menghabiskan waktu 950 tahun. Pada zaman ini, usia sepanjang Nabi Nuh as merupakan hal yang sangat tidak biasa.

Ir. Madani: Saya dengar ayat al-Quran di atas adalah ayat yang termasuk samar sehingga mesti bisa diinterpretasikan.

Tn. Hosyyar: Di mana letak kesamarannya? Apakah kesamarannya diakibatkan oleh arti dan maksudnya yang aneh atau ringkas? Siapa saja yang minimal tahu bahasa Arab dapat menerangkan ayat ini dengan mudah. Bila ayat ini dianggap samar, maka tidak ada ayat yang jelas dalam al-Quran! Saya tidak sependapat dengan penilaian ini, kecuali kalau orang-orang yang mengatakannya benar-benar menentang isi al-Quran tapi mereka tidak berani mengatakannya.

Mas`udi menyebutkan beberapa figur sejarah yang berumur panjang. Di antaranya adalah: Adam (930 tahun), Syits (912 tahun), Anusy (960 tahun), Luth (732 tahun), Idris 800 tahun, Nuh (950 tahun), Ibrahim (195 tahun), Jamsyid (600 tahun), Umar bin Amir (800 tahun); Ad (1200 tahun).12

Bila Anda mengacu pada kitab-kitab sejarah, hadis dan Taurat, Anda akan mendapatkan beberapa orang semacam ini. Namun, perlu diketahui bahwa sumber-sumber utamanya hanya diambil dari Taurat dan sejarah-sejarahnya yang keandalannya masih dipertanyakan; hadis ahad, yang tidak meyakinkan; atau buku-buku sejarah yang keautentikannya tidak terjamin dan tidak lepas dari penggambaran yang berlebihan.

Karena keautentikannya tidak jelas, saya tidak menjadikannya sebagai argumen saya. Dalam pembahasan ini, saya hanya menyoroti Nabi Nuh as saja seperti yang dinyatakan dalam al-Quran. Bila Anda ingin tahu lebih banyak lagi, Anda dapat membaca buku mengenai orang-orang yang berumur panjang karya Abi Hatim as-Sijistani, al-Mu`ammarûn wa al-Washâyâ. Anda pun bisa membaca buku Abu Rayhan al-Biruni al-Atsâr al-Bâqîyah. Selain itu, ada sejumlah sumber historis lain yang membahas figur-figur manusia yang berumur panjang dalam sejarah.[]


Catatan Kaki:
1. Encyclopedia Britannica, artikel Pertumbuhan dan Perkembangan: bagian yang menyangkut "Usia Tua dan Kerentaan", hal.428.

2. Ibid., jilid 14, hal.346

3. Encyclopedia Americana, jilid 17, hal.463.

4. Ittilâ`ât.

5. Terjemahan artikel berbahasa Prancis yang terbit di Jurnal Shohrat, 1342 H, hal.289.

6. Artikel berbahasa Arab yang dinukil oleh Ayatullah Shadr, Kitâb al-Mahdî dari jurnal al-Muqtathif, jilid 59, nomor 35, hal.141-143.

7. Muntakhab al-Atsar, hal.278, mengutip Jurnal al-Hîlâl, jilid 38, nomor 5.

8. Berdasarkan pada beberapa jurnal asing yang diterjemahkan ke bahasa Parsi dalam Dânishmand, jilid 3, nomor 7.

9. Dânishmand, jilid 4, nomor 45. Bagian ini berdasarkan tulisan orang Rusia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Parsi, dalam judul: Vaqtî Ki Insân Pîr Mîshayad (Ketika manusia menua) diterjemahkan oleh Abu al-Fadhl Azmudeh.

10. Dânishmand, jilid 3, nomor 5.

11. Dânishmand, jilid 6, nomor 6.

12. Murûj al-Dzahâb, jilid 1 dan 2.

19
IMAM MAHDI

BAB 10

Kediaman Imam Keduabelas
Dr. Fahimi: Di manakah Imam Zaman tinggal selama masa gaibnya?

Tn. Hosyyar: Tempat tinggal beliau tidak diketahui. Mungkin dia tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap dan hidup di antara orang-orang tanpa terlihat, berinteraksi, dan terseleksi. Dalam beberapa hadis, dikabarkan bahwa Imam Keduabelas datang ke Makkah selama musim haji dan berpartisipasi dalam ritual-ritual haji. Dia melihat dan mengetahui orang-orang, sedangkan orang-orang tidak melihatnya.1

Dr. Fahimi: Saya pernah mendengar kabar bahwa orang-orang Syi`ah meyakini bahwa Imam menghilang di kota Samarra yang menjadi situs suci yang diziarahi. Mereka berkata di sinilah Imam tinggal dan akan muncul kembali di tempat ini pula. Bila beliau di sana, mengapa tidak kelihatan? Siapa yang membawakan makanan dan minuman untuknya? Mengapa dia tidak keluar dari sana? Salah seorang penyair Arab pernah menyusun sebuah puisi mengenai permasalahan ini. Dia bertutur:

Belum waktunyakah ruangan itu mengeluarkanmu

sehingga menjadi jelas engkau diyakini sebagai manusia?

Tak tahu malu, menciptakan makhluk fiktif ketiga,

selain burung legenda dan hantu

Tn. Hosyyar: Anggapan ini hanyalah isapan jempol yang disebarkan oleh orang-orang yang bodoh. Kaum Syi`ah tidak mempunyai keyakinan semacam itu. Sungguh tidak ada riwayat seperti itu. Tidak ada satu pun ulama Syi`ah menyebutkan riwayat ini. Sebaliknya, terdapat banyak hadis ataupun riwayat yang mengabarkan bahwa ia hidup di antara orang-orang dan berkumpul dengan mereka. Sadir ash- Sairafi meriwayatkan hadis dari Imam Ja'far ash-Shadiq as yang berkata:

Ada kemiripan Imam Keduabelas dengan Nabi Yusuf as. Saudara-saudara Yusuf tidak mengenalnya (Yusuf as) ketika mereka datang (ke Mesir) walaupun Yusuf as bersikap bijaksana dan baik serta telah berkumpul dengan mereka sebelumnya hingga akhirnya ia memperkenalkan diri pada mereka. Selain itu, walaupun jarak antara Nabi Yusuf as dan Nabi Ya'qub as tidak lebih dari delapan belas hari (perjalanan-penerj.), Ya'qub as tidak mengetahui kabarnya.

Lalu, mengapa orang-orang menyangkal bahwa Allah SWT bisa melakukan hal yang sama pada Hujjah-Nya (Imam Keduabelas)? Dia juga dapat berinteraksi dengan orang-orang, berjalan di sekitar pasar mereka, duduk di karpet mereka, dan tetap saja orang-orang tak mengenalnya! Dia akan terus begitu hingga Allah SWT mengizinkannya memperkenalkan diri.2


Riwayat Mengenai Negara-Negara Milik Anak-anak Imam
Dr. Jalali: Saya mendengar berita bahwa Imam Zaman mempunyai banyak anak yang tinggal di negara-negara besar yang maju. Ibukota-ibukota negara ini adalah Zhahira, Rathiqah, Shafiyah, Zalum, dan Anathis. Lima dari anak-anaknya yang terhormat ini adalah Thahir, Qasim, Ibrahim, Abdurrahman, dan Hasyim.

Mereka memimpin lima negara ini. Ada beberapa gambaran mengenai negara-negara ini, seperti kemiripannya dengan surga. Iklimnya sempurna dan karunianya melimpah. Tempat-tempat ini begitu damai sehingga serigala dan biri-biri pun hidup berdampingan. Binatang buas tidak mengganggu manusia. Para penghuni negara-negara ini pengikut setia Imam yang mendapatkan ajaran dari mazhab Imam. Tidak ada kebohongan dan penipuan di dalamnya. Imam sering mengunjungi tempat-tempat ini. Begitulah riwayat mengenai anak-anak Imam dan negara-negaranya.

Tn. Hosyyar: Riwayat di atas sesungguhnya hanya merupakan legenda saja. Satu-satunya sumber mengenai ini adalah riwayat yang dikisahkan dalam Hadîqat al-Syî`ah, Anwâr al-Nu'maniyyah dan Jannat al-Ma'wa. Untuk lebih jelasnya, marilah kita lihat cerita ini:

Diriwayatkan oleh Ali Fathullah al-Kasyani bahwa Muhammad bin Ali bin Husain al-Alawi telah mengabarkan dalam kitabnya dari Said bin Ahmad, ia berkata:

Hamzah bin Musayyib mengabarkan kepada saya sebuah riwayat berkenaan dengan hari kedelapan bulan Sya'ban 544 H (1149 M) bahwa Utsman bin Abdul-Baqi bercerita tentang hari ketujuh bulan Jumadi al-Tsani 543 H (1148 M), yang secara bergantian diriwayatkan dari Ahmad bin Muhammad Yahya al-Anbari mengenai hari kesepuluh bulan Ramadhan 543 H (1148 M) kepada saya, ia berkata: "Saya bersama beberapa orang di jamaah wazir Awn al-Din Yahya bin al-Hubairah. Dalam kumpulan tersebut terdapat juga seorang terhormat yang identitasnya tidak diketahui.

Orang tersebut termasuk orang yang menceritakan perjalanan lautnya. Tahun itu terdapat kapal yang tersesat yang pada akhirnya membawa para penumpangnya ke pulau misterius. Kami mesti mendarat di pulau tersebut."

Pada titik ini, Ahmad bin Muhammad menceritakan kisah tentang negara-negara tersebut di atas secara mendetail melalui perawi tak dikenal dan di penghujung ceritanya ia bicara seperti berikut:

Setelah mendengar kisah ini, sang wazir masuk ke kamar khususnya dan mengajak kami semua masuk. Lalu ia berkata: "Tak seorang pun berhak menyampaikan kisah ini pada siapapun selama saya hidup." Kami pun tak pernah menceritakannya selama dia masih hidup.3

Kami menyampaikan sumber kisah ini agar pembaca mengetahui kelemahan periwayatan dan kesahihannya. Untuk lebih detailnya, Anda bisa langsung melihat buku tersebut. Jelaslah bagi para ulama bahwa keberadaan negara-negara tersebut tak dapat dibuktikan berdasarkan kisah ini. Pertama, nama dan identitas sang perawinya tidak diketahui.

Oleh karena itu, kisah ini tidak memiliki kredibilitas, sezaman sekarang ini seluruh bagian dunia telah dipetakan dan dipelajari oleh para ilmuwan. Namun, tetap saja beberapa orang mempertahankan keberadaan tempat-tempat ini dengan amat serius seolah-olah sedang mempertahankan prinsip-prinsip Islam yang fundamental. Mereka berkata, mungkin saja tempat-tempat itu masih ada sekarang, tapi Allah SWT menyembunyikannya dari orang-orang asing dan para munafikin!

Saya berkeyakinan, pendapat seperti itu tidak usah ditanggapi. Sungguh, saya tidak mengerti apa yang mendorong orang-orang tersebut membuat kisah aneh dan tidak sahih ini.

Telah ditegaskan, bahkan bila diduga bahwa negara-negara tersebut tidak ada sekarang, seseorang bisa membela dengan mengatakan bahwa negara-negara tersebut ada di zaman yang lalu dan sekarang telah hancur dan para penghuninya musnah. Pernyataan semacam ini pun tidak berdasar sebila negara-negara makmur dan berpenduduk Syi`ah tersebut pernah eksis maka akan diketahui dan diceritakan dalam buku sejarah oleh orang banyak.

Dan juga tak masuk akal bahwa keadaan ini hanya diketahui oleh seseorang yang tak dikenal, lalu mengabarkan kisah yang fantastis. Selain itu, tidak ada bukti sejarah dan penggalian arkeologis serta informasi tentang penduduknya!

Ulama besar Allamah Aqa Buzurg Tehrani secara kritis mengevaluasi riwayat ini dan meragukan keabsahannya. Dalam studi bibliografinya yang ditulis oleh para ulama mengenai berbagai masalah keislaman, beliau menuliskan sumber riwayat yang mengisahkan negara-negara makmur yang kepunyaan anak-anak Imam Keduabelas:

Kisah ini termuat pada akhir salah satu naskah buku Ta`âzî, yang ditulis oleh Muhammad bin Ali al-Alawi. Oleh karena itu, Ali bin Fathullah al-Kasyani mengira bahwa riwayat ini merupakan bagian dari buku tersebut. Dia benar-benar keliru karena riwayat tersebut tak mungkin masuk dalam bagian buku tersebut.

Alasannya, Yahya bin Hubairah, wazir yang rumahnya dipakai dalam pertemuan tersebut meninggal tahun 560 H (1164 M), sedangkan pengarang Ta`âzî hidup dua abad sebelumnya.

Selain itu, terdapat ketidakkonsistenan dalam teks riwayat tersebut karena si periwayat Ahmad bin Muhammad bin Yahya al-Anbari berkata: "Sang wazir mewanti-wanti kami untuk tidak menceritakan riwayat tersebut, kamipun merahasiakannya dan selama dia hidup, kami tidak mengabarkan riwayat tersebut." Berdasarkan penjelasan ini, riwayat tersebut pasti terjadi setelah tahun 560 H (1164 M) sesuai dengan hari wafatnya wazir tersebut.

Sebaliknya, Utsman bin Abdul-Baqi dalam riwayat tersebut berkata: "Ahmad bin Muhammad bin Yahya al-Anbari mengisahkan riwayat tersebut kepada kami tahun 543 AH (1148 M)."

Di tempat lain, kata Aqa Buzurg, riwayat itu menyebutkan: "…Utsman bin Abdul-Baqi meriwayatkan kepadaku mengenai hari ketujuh Jumadi al-Tsani 543 H (1148 M) bahwa Ahmad bin Muhammad (al-Anbari) meriwayatkan kepadaku hari kesepuluh bulan Ramadhan 543 AH …!" Karena bulan Ramadhan jatuh dua bulan setelah bulan Jumadi al-Tsani, maka mana mungkin seseorang melaporkannya pada Jumadi al-Tsani sesuatu yang terjadi pada bulan Ramadhan?

Singkatnya, berdasarkan hukum akal dan hukum agama, kita tidak perlu berspekulasi dan menggunakan argumen yang lemah dalam membicarakan tempat tinggal Imam Keduabelas dan membuktikan keberadaan Jaza`ir Khadra (Pulau Hijau/ Evergreen Islands) atau kota Jabulqa atau Jabursa adalah tempat tinggalnya. Atau menyatakan bahwa Imam telah memilih daerah kedelapan (the eighth clime) sebagai tempat tinggalnya.

Dr. Fahimi: Kalau begitu, bagaimana kisah Jaza`ir Khadrah?

Tn. Hosyyar: Karena waktunya tidak memungkinkan, bagaimana kalau dilanjutkan minggu depan? Bila Anda setuju, kita bisa bertemu di rumah saya.


Jazirah Khadra (Pulau Hijau)
Diskusi diadakan tepat waktu di rumah Tuan Hosyyar.

Dr. Jalali: Kalau saya tidak salah Dr. Fahimi bertanya Jazirah Khadra di pertemuan yang lalu.

Dr. Fahimi: Saya mendapat kabar bahwa Imam Keduabelas as dan anak-anaknya tinggal di Jazirah Khadra. Bagaimana pendapat Anda mengenai keyakinan ini?

Tn. Hosyyar: Cerita Jazira Khadra ini hanyalah legenda saja. Allamah al-Majlisi telah meriwayatkan semua riwayat ini dalam kitabnya Bihâr al-Anwâr.

Ringkasannya sebagai berikut. Al-Majlisi berkata:

Saya menemukan sebuah naskah di Perpustakaan Amirul Mukminin di Najaf yang menceritakan riwayat Jazira Khadra. Pengarang naskah ini adalah Fadhl bin Yahya al-Thayyibi. Dia mengatakan bahwa ia mendengar riwayat Jazira Khadra dari Syaikh Syamsuddin dan Syaikh Jalaluddin di makam Imam Husain di Karbala pada malam 15 Sya'ban 699 H (1299 M). Mereka mengisahkan riwayat tersebut berdasarkan wewenang Zainuddin Ali bin Fadhl al-Mazandarani. Oleh karenanya, saya memutuskan mendengar riwayat itu darinya.

Untunglah, di awal bulan Syawwal pada tahun yang sama, Syaikh Zainuddin sedang bepergian ke kota Hilla. Saya bertemu dengannya di rumah Sayyid Fakhruddin. Saya memintanya untuk menceritakan kepada saya riwayat yang telah disampaikan kepada Syaikh Syamsuddin dan Syaikh Jalaluddin. Dia berkata:

Saya berguru kepada Syaikh Abdurrahim al-Hanafi dan Syaikh Zainuddin Ali al-Andalusi di Damaskus. Syaikh Zainuddin adalah seorang yang saleh dan mempunyai pandangan positif tentang Syi`ah dan menghormati para ulamanya. Saya tinggal bersamanya sementara waktu dan mendapat hikmah ceramahnya.

Kebetulan dia mesti berangkat ke Mesir. Karena kami sudah saling cocok maka ia mengajak saya serta. Kami berangkat bersama-sama ke Mesir dan tinggal di Kairo. Kami tinggal di tempat yang ternyaman di sana selama sembilan bulan. Pada suatu hari, dia menerima sepucuk surat dari ayahnya yang memintanya pulang karena ayahnya sakit parah dan ingin bertemu dengannya sebelum sang ayah meninggal.

Syaikh menangis dan memutuskan pulang ke Andalusia. Saya pun menemaninya pulang. Ketika kami sampai di kota pertama semenanjung tersebut, saya jatuh sakit parah dan tidak bisa bergerak sedikit pun. Syaikh sangat mengkhawatirkan keadaan saya. Dia menitipkan saya pada da`i kota tersebut dan memintanya merawat saya.

Lalu berangkatlah ia ke kotanya. Saya sakit selama tiga hari dan secara bertahap semakin baik. Saya pergi ke luar dan berjalan-jalan di jalan raya. Di sana saya melihat beberapa kafilah yang baru saja tujun dari daerah bergunung sambil membawa barang dagangan. Saya bercakap-cakap dengan mereka. Mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka baru tiba dari daerah Barbar yang jaraknya berdekatan dengan pulau-pulau kaum Rafidhi (Syi`ah).

Setelah mendengar nama pulau-pulau itu, saya menjadi penasaran ingin mengetahuinya. Mereka mengatakan bahwa jarak kota ini ke kota tersebut memakan waktu dua puluh lima hari perjalanan; dan, setelah memakan waktu kira-kira dua hari akan sampai di daerah yang tidak ada air dan orang. Untuk menghabiskan dua hari ini, saya menyewa sebuah keledai, dan sisanya saya berjalan kaki.

Akhirnya saya tiba di pulau Rafidhi yang dibentengi oleh dinding yang kuat, dan menara pengamat yang kokoh. Saya memasuki mesjid kota tersebut yang luas. Saya mendengar seorang muazin mengumandangkan azan ala Syi`ah, kemudian berdoa memohon kemenangan Imam. Saya menangis bahagia. Orang-orang datang ke mesjid dan berwudhu serta shalat dengan cara Syi`ah.

Seorang laki-laki yang berparas tampan memasuki mesjid menuju mihrab. Jama`ah memulai shalatnya dan setelah usai mereka berdoa. Lalu mereka memandang dan menanyakan identitas saya. Saya menceritakan asal muasal perjalanan saya dan memberitahu mereka bahwa saya berasal dari Irak. Ketika mereka mengetahui bahwa saya orang Syi`ah, mereka menghormati dan menempatkan saya di salah satu ruangan mesjid. Imam shalat nampak hormat pada saya dan tidak pernah meninggalkan saya sendirian.

Suatu hari saya menanyakan asal makanan dan kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Dia mengatakan bahwa mereka mendapatkannya dari Jazira Khadra yang berlokasi di Gunung Putih. Makanan dan kebutuhan tersebut datang dua kali dalam satu tahun. Saya menanyakannya kapan kapal itu kembali, dia menjawab bahwa kapal itu pulang kembali dalam waktu empat bulan.

Saya sedih mendengarnya. Namun, setelah empat puluh hari kapal tersebut berangkat lagi. Dari kapal terbesar muncul seorang laki-laki tampan, dia memasuki pekarangan mesjid, wudhu, shalat zhuhur dan ashar dengan cara Syi`ah. Setelah itu ia menyapa saya dan menyebutkan nama ayah dan ibu saya.

Saya terheran-heran dan berkata: "Apakah Anda tahu nama saya selama perjalanan dari Damaskus ke Kairo atau dari Kairo ke Andalusia?" Dia menjawab:

"Tidak. Tetapi, namamu dan nama ayahmu, juga nama sifat dan karaktermu telah kukenal. Saya akan membawamu ke Jazira Khadra." Dia tinggal di sana selama satu minggu. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, kami pun berangkat. Setelah kira-kira enam belas hari di laut, saya tertarik pada air yang jernih di tengah laut. Muhammad, orang yang mengantar saya, bertanya kepada saya tentang perhatian pada air laut tersebut.

Saya berkata bahwa airnya mempunyai warna yang khas. Dia mengatakan bahwa nama laut yang sedang dilihat saat itu adalah Laut Putih dan Jazira Khadra ada di sebelah sana. "Air ini merupakan benteng hidup yang mengelilingi kami dan melindungi kami dengan sedemikian rupa sehingga, dengan pertolongan Allah SWT, bila kapal-kapal milik musuh kami berusaha mendekat benteng ini, maka dengan berkat Imam Zaman mereka akan tenggelam." Saya mencicipi air tersebut, airnya mempunyai cita rasa semanis air Eufrat.

Setelah menyeberangi air putih tersebut, kami tiba di Jazira Khadra. Kami pun mendarat, lalu pergi ke kota. Kota tersebut makmur dan penuh dengan buah-buahan. Di dalamnya terdapat beberapa pasar yang menjual burung-burung; penduduknya pun hidup dengan suka ria. Hatiku berbunga-bunga karena bahagia.

Temanku, Muhammad, mengajakku ke rumahnya. Setelah istirahat sejenak, kami pun berangkat ke mesjid jami. Khalayak ramai telah berkumpul di tempat tersebut. Di antara orang-orang banyak itu terdapat orang yang penting dan terhormat yang ciri-cirinya tidak dapat saya gambarkan. Namanya Sayyid Syamsuddin Muhammad. Orang-orang berkumpul mengelilinginya untuk belajar bahasa Arab, al-Quran, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.

Ketika saya bergabung, ia menyambut saya dan mempersilakan saya duduk di dekatnya. Dia menanyakan keadaan saya. Ia juga mengatakan bahwa ialah yang menyuruh Syaikh Muhammad menjemput saya. Dia menyuruh (seseorang) menyiapkan salah satu ruangan di mesjid untuk saya. Saya tetap di sana dan makan bersama Sayyid Syamsuddin dan para sahabatnya. Saya tinggal di sana selama delapan belas hari.

Hari Jum`at pertama, saya pergi shalat Jum`at. Saya melihat Sayyid Syamsuddin melakukan dua rakaat shalat Jum`at sebagai amalan wajib.5 Saya terheran-heran melihatnya. Tatkala shalat usai, saya bertanya secara pribadi, "Apakah saat ini periode munculnya Imam sehingga shalat Jum`at menjadi amalan wajib?" Dia berkata: "Belum, Imam belum hadir. Saya hanyalah wakilnya." Saya terus bertanya, "Apakah Anda pernah melihat Imam?" Dia berkata:

"Belum, saya belum pernah melihatnya, tapi ayahku pernah berkata bahwa ia biasa mendengar suara beliau tetapi tak dapat melihatnya. Sementara kakek saya bisa mendengar dan melihatnya juga." Lalu saya bertanya: "Wahai tuanku, apa alasan yang membuat beberapa orang dapat melihat beliau dan yang lainnya tidak." Dia berkata: "Ini hanyalah karunia Allah SWT yang dianugerahkan pada sebagian makhluk."

Kemudian Sayyid memegang tangan saya dan kami pun pergi ke luar kota. Saya melihat pohon-pohon lebat, kebun buah dan kebun bunga yang tidak pernah saya lihat di Suriah dan Irak. Ketika sedang berjalan, kami bertemu seorang laki-laki tampan. Dia menyapa kami. Saya bertanya kepada Sayyid apakah beliau mengenalnya.

Beliau berkata, "Apakah engkau melihat gunung tinggi tersebut?" Saya menjawab, "Ya". "Di tengah gunung tersebut, terdapat rumah yang indah. Rumah tersebut memiliki sumber mata air manis di bawah pohon. Selain itu terdapat sebuah kubah yang terbuat dari bata. Orang tadi dan para sahabatnya yang lain adalah para pembantu kubah dan istana tersebut. Setiap Jum`at pagi, saya pergi ke sana dan bertemu Imam Zaman. Setelah shalat Jum`at, saya menemukan kertas jawaban permasalahan saya. Oleh karena itu, Anda juga sebaiknya pergi ke sana dan bertemu Imam."

Saya berjalan ke arah gunung tersebut. Saya sampai pada kubah yang digambarkan oleh Sayyid, dan melihat dua pembantu yang telah saya lihat sebelumnya. Saya menyatakan permohonan untuk bertemu Imam. Namun mereka tidak bisa mengabulkannya semereka tidak mempunyai wewenang mengizinkan siapapun.

Maka saya pun berkata pada mereka, "Doakanlah saya". Mereka setuju, lalu berdoa. Saya menuruni gunung dan pergi ke rumah Sayyid Syamsuddin, namun beliau tidak ada. Kemudian saya pergi ke rumah Syaikh Muhammad, yang mengantarkan saya ke Sayyid. Saya menceritakan pengalaman saya di gunung dan juga mengatakan bahwa kedua pembantu tersebut tidak mengizinkan saya melihat Imam.

Syaikh Muhammad mengatakan, tak seorang pun diizinkan bertemu dengannya kecuali Syamsuddin. Sebab, ia adalah salah seorang anak Imam. Antara dia dan Imam al-Mahdi terdapat lima generasi, dan Sayyid adalah wakil khususnya.

Setelah itu saya minta izin kepada Sayyid Syamsuddin untuk menanyakan kepadanya tentang fatwanya mengenai beberapa masalah agama yang saya dapat amalkan. Saya juga minta diajar makhraj al-Quran yang benar. Dia menyatakan persetujuannya dan bersedia mengajar al-Quran terlebih dulu. Selama proses pengajaran, saya mengabarkan berbagai jenis bacaan (qira`at) al-Quran di antara para qari (pembaca).

Beliau mengatakan, mereka tidak mengenal perbedaan tersebut dan berkata: "Bacaan kami sesuai dengan bacaan versi Ali as." Lalu ia menceritakan kisah pengumpulan al-Quran oleh Ali bin Abi Thalib.

Saya bertanya kepadanya mengenai ketidakrelevanan beberapa isi al-Quran dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Dia menyatakan persetujuannya akan pendapat saya dan menyampaikan riwayat bagaimana al-Quran dikumpulkan oleh Abu Bakar dan bagaimana para khalifah menolak susunan (mushhaf) al-Quran yang Ali bin Abi Thalib lakukan. "Karena itulah, Anda menyaksikan sejumlah ayat tidak terkait satu sama lain dengan ayat sebelum maupun sesudahnya." katanya.

Saya meminta izinnya dan meriwatkan darinya sekitar 90 fatwa, yang saya tidak bisa mengizinkan siapapun untuk membacanya selain beberapa orang khusus pengikut Imam …

Sampai kata-kata di atas, perawi kemudian menyampaikan kisah lain yang pernah disaksikannya:

Saya bertanya kepada Sayyid tentang sebuah hadis dari Imam Zaman yang telah disampaikan kepada kami bahwa siapapun yang mengklaim pernah melihat Imam selama kegaibannya adalah pembohong. "Jadi, bagaimana bisa hadis ini senapas dengan apa-apa yang telah Anda lihat?" Ia menjawab, "Hadis ini benar. Imam pernah mengatakan seperti itu. Namun, Imam mengatakannya ketika ia menghadapi musuh-musuh dari Dinasti Abbasiyah dan yang lainnya. Tapi saat ini karena para musuh telah berputus asa dan karena kota-kota kami jauh dari mereka maka tak akan ada seorang pun yang dapat mendekati kami; bertemu Imam dengan tidak membahayakannya (Imam)."

Kemudian saya bertanya apakah ia mengetahui hadis lain yang dirawikan oleh ulama Syi`ah dari Imam Keduabelas mengenai khumus-dimana Imam menghalalkannya bagi orang-orang Syi`ah. Dia menjawab, "Imam telah mengizinkan khumus kepada Syi`ah-nya."

Kemudian perawi mengutip beberapa fatwa lain yang diberikan oleh Sayyid, yang mengatakan kepadanya, "Sampai saat ini Anda telah melihat Imam dua kali tanpa mengenalnya." Kisah ini berakhir dengan pernyataannya, "Sayyid mengingatkan saya untuk tidak mengabarkan pengalaman saya di Maghrib dan segera pulang ke Irak. Dan, aku memenuhi perintahnya."6

Tn. Hosyyar: Begitulah ringkasan kisah Jazirah Khadra. Kisah ini tidak memiliki kredibilitas, mirip legenda dan fiksi dengan alasan berikut:

Pertama, rangkaian sanad hadis ini tidak valid. Riwayatnya berasal dari naskah tak dikenal. Alamah Majlisi sendiri bicara, "Karena saya tidak menemukan kisah ini di buku autentik manapun, maka saya membuat bagian khusus untuk membahasnya [sehingga tidak akan bercampur dengan isi kitab Bihâr al-Anwâr yang terpercaya]".

Kedua, terdapat beberapa ketidakkonsistenan dalam perawian. Saya yakin Anda memperhatikan bahwa dalam satu tempat Sayyid Syamsuddin memberitahu si perawai bahwa ia adalah wakil Imam, namun ia tidak melihatnya. Kemudian dia berkata, "… tetapi ayah saya berkata bahwa ia pernah mendengar suaranya namun tak dapat melihatnya.

Sementara kakek saya bisa mendengar dan melihatnya juga." Sayyid juga mengatakan bahwa dia melihat Imam setiap Jum`at pagi dan mendorong perawi melakukan hal yang sama. Syaikh yang mengantarkan penutur cerita ke fulan tersebut juga mengatakan kepadanya bahwa Sayyid dan orang-orang sepertinya adalah orang-orang khusus yang dapat bersua dengan Imam.

Jelas terdapat kontradiksi di sini. Jika sang Sayyid tahu bahwa ia sendiri dapat menemui Imam, kenapa dia menyarankan sang penutur cerita pergi ke gunung dan melihat Imam?

Ketiga, kisah ini menyinggung perubahan al-Quran, dan pandangan-pandangan tersebut sulit dipertahankan. Para ulama Muslim sepakat menolak keyakinan adanya perubahan al-Quran seperti itu.

Keempat, kehalalan khumus disinggung dalam kisah di atas. Padahal, menurut para ahli fikih, khumus tak dapat diganggu gugat.

Bagaimanapun, kisah tersebut ditulis bak karya fiksi, dan tampak aneh dan jauh dari kebenaran. Seseorang yang bernama Zainuddin pergi meninggalkan rumahnya di Irak untuk belajar di Suriah. Lalu ia menemani gurunya ke Mesir, kemudian ke Andalusia, Spanyol. Dia menempuh semua perjalanan ini, sakit, dan gurunya meninggalkannya.

Setelah sembuh, ia mendengar nama Jazirah orang-orang Rafidhi. Dia jadi penasaran, sehingga ia lupa pada gurunya dan pergi menuju pulau-pulau tersebut. Pulau tersebut tidak ditumbuhi tetumbuhan seketika ia bertanya mengenai makanan, ia mendapat informasi bahwa makanan didatangkan dari Jazirah Khadra.

Walaupun dia diberitahu bahwa kapal berikutnya yang membawa makanan akan tiba setelah empat bulan, namun ternyata kapal tersebut tiba empat puluh hari kemudian! Setelah tinggal seminggu lamanya, dia diajak melaut. Di tengah Laut Putih, dia melihat air putih jernih…dan akhirnya tiba di Jazirah Khadra. Yah, begitulah, Anda tahu cerita selanjutnya!

Sangat mengagumkan seorang Irak dapat bepergian jauh menembus berbagai negara dan berbicara dengan bahasa rakyat yang dia temui. Apakah orang-orang Spanyol juga berbicara dengan bahasa Arab?

Hal aneh lainnya adalah berkaitan dengan Laut Putih. Sebagaimana Anda ketahui bahwa Laut Putih terletak di bagian utara Rusia. Kisah tersebut sebagaimana diriwayatkan terjadi di kawasan lain. Tentu, Laut Mediterania juga dikenal dengan Laut Putih. Namun, seluruh laut ini disebut Laut Putih, bukan hanya sebagian tempat saja, seperti yang dikatakan perawi.

Siapapun yang mengecek kisah ini secara dekat akan menyadari bahwa kisah ini hanya dibuat-buat saja. Dalam analisis terakhir, izinkan saya tunjukkan bahwa sebelumnya kita telah mengetahui hadis yang melaporkan bahwa Imam Zaman as hidup bersama orang-orang dan bergaul dengan mereka. Dia juga ikut serta dalam acara penting, termasuk ibadah haji ke Makkah dan menolong orang yang kesusahan.

Dengan sinaran hadis-hadis ini, untuk memperkenalkan tempat jauh yang sulit dilalui di tengah-tengah laut, sebagai tempat berdomisilinya Imam as-Imam yang merupakan harapan orang-orang tertindas dan pemberantas orang-orang yang melakukan kekeliruan-kekeliruan adalah tidak masuk akal. Akhirnya, saya meminta maaf saya karena telah mengambil waktu Anda yang berharga untuk menganalisis dan mendiskusikan riwayat yang lemah ini.

Dr. Jalali: Apakah Imam Zaman punya anak atau tidak?

Tn. Hosyyar: Kami tidak memiliki argumen yang kuat mengenai pernikahan dan keturunan beliau. Mungkin-mungkin saja, ia menikah dan berketurunan namun tak seorang pun yang mengetahuinya. Dia bisa melakukan apa saja yang ia suka, yang, dalam pandangan sejumlah orang, mungkin Imam telah memiliki anak atau akan lahir kemudian.7

20