ANAKMU AMANATNYA

ANAKMU AMANATNYA0%

ANAKMU AMANATNYA pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Keluarga & Anak
Halaman: 39

ANAKMU AMANATNYA

pengarang: Allamah Ibrahim Amini
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori:

Halaman: 39
Pengunjung: 97639
Download: 607

Komentar:

ANAKMU AMANATNYA
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 39 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: 97639 / Download: 607
Ukuran Ukuran Ukuran
ANAKMU AMANATNYA

ANAKMU AMANATNYA

pengarang:
Indonesia
ANAKMU AMANATNYA ANAKMU AMANATNYA






Penulis : Allamah Ibrahim Amini

Judul Asli : Principles of Upbringing Children

Pengarang : Ibrahim Amini
___________________________________________

Penerjemah Inggris : Syed Tahir Bilgrami

Penerjemah Indonesia : Muhammad Anis Maulachela

Penyunting : Dede Azwar Nurmansyah

Penyelaras Akhir : Fira Adimulya
___________________________________________

Penata Letak : creative14

Desain Sampul : Eja-creative14
___________________________________________

Hak terjemahan dilindungi undang-undang

All rights reserved
___________________________________________

Cetakan pertama April 2006 / Rabiul Awal 1427

ISBN: 979-3515-60-0
___________________________________________

Diterbitkan oleh Penerbit Al-Huda

PO.BOX 7335 JKSPM 12073

e-mail: info@icc-jakarta.com



1
ANAKMU AMANATNYA

DAFTAR ISI
1." PRAKATA PENERBIT

2." PENGANTAR PENULIS

3." TANGGUNG JAWAB ORANG TUA

4." PENGETAHUAN DAN KERJASAMA PARA PENDIDIK

5." MENJAUHKAN DIRI DARI PERSELISIHAN

6." ANGGARAN PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA

7." MEMULAI HIDUP SEBAGAI IBU

8." NUTRISI IBU

9." MENGONSUMSI TEMBAKAU

10." KETIKA WANITA HAMIL JATUH SAKIT

11." PENGARUH KONDISI PSIKOLOGIS IBU TERHADAP JANIN

12." BEBERAPA ANJURAN

13." MASALAH ABORSI

14." KELAHIRAN

15." SETELAH MASA KELAHIRAN

16." MASA PENYUSUAN DAN PENYAPIHAN

17." JADWAL PEMBERIAN ASI

18." IBU YANG TAK MAMPU MEMPRODUKSI ASI

19." MASA PENYAPIHAN

20." ANAK PEREMPUAN ATAU LELAKI

21." MENAMAI ANAK

22." SEHAT DAN HIGIENIS

23." KEBUTUHAN TIDUR DAN KEBEBASAN GERAK

24." PERIODE TERSULIT

25." PENANAMAN NILAI-NILAI AKHLAK DAN RELIGIUS

26." RASA MEMILIKI

27." KETIKA ANAK MULAI MELIHAT DUNIA DI SEKITARNYA

28." CINTA DAN KASIH SAYANG

29." SALAH PAHAM ATAS CINTA

30." BERMAIN DAN REKREASI

31." MENIRU

32." TELEVISI, RADIO, DAN ANAK

33." PERTENGKARAN ANAK-ANAK

34." SAHABAT DAN PERSAHABATAN

35." ANAK DAN PENDIDIKAN KETUHANAN

36." ANAK-ANAK CACAT FISIK

37." PENDIDIKAN SEKS PADA USIA PRABALIG

38." PEMIKIRAN POLITIK DAN SOSIAL

39." ANAK MANJA

40." MENGISAP IBU JARI

41." RASA TAKUT

42." ANGKUH DAN BANGGA DIRI

43." SIKAP KERAS KEPALA

44." PENCURIAN DAN PENYAKIT PANJANG TANGAN (KLEPTOMANIA)

45." KEDENGKIAN

46." NAFSU AMARAH

47." BERKATA-KATA BURUK DAN KETIDAKSOPANAN

48." MENGGUNJING ATAU MENYEBAR ISU

49." MENCARI-CARI KESALAHAN

50." MENCARI KEBENARAN

51." PERCAYA DIRI

52." KEMANDIRIAN

53." BEKERJA DAN MELAKSANAKAN TUGAS

54." KEJUJURAN

55." MEMENUHI JANJI

56." KEPEMILIKAN

57." KEDERMAWANAN

58." SALING MENOLONG DALAM KEBAIKAN

59." KEADILAN DAN PERSAMAAN

60." MENGHORMATI ANAK-ANAK

61." SIKAP SALING MENGHORMATI

62." MENGHORMATI HUKUM

63." PENGENALAN DIRI DAN EKSISTENSI PENUH MAKNA

64." KEBIASAAN MEMBACA BUKU

65." HUKUMAN FISIK

66." HUKUMAN NON-FISIK

67." DORONGAN DAN HADIAH



2
ANAKMU AMANATNYA

1. PRAKATA PENERBIT
Ruang kehidupan kita tampak lebih didominasi oleh orang dewasa. Pada gilirannya, perhatian terhadap dunia anak harus diakui merupakan ranah yang amat jarang disentuh. Termasuk masalah pendidikannya. Padahal dari sinilah justru jantung peradaban sebuah bangsa bermula. Kurangnya perhatian terhadap ranah fundamental ini niscaya berefek panjang kepada sebuah bangsa.

Penulis buku ini, Ibrahim Amini, adalah satu dari sekian ulama-penulis prolifik yang menyadari akan fenomena ini jauh-jauh hari. Atas dasar keprihatinan itu, ia menulis karya yang edisi Inggrisnya bertajuk Principles of Upbringing Children, yang memuat sekitar tujuh puluh empat bahasan.

Untuk memudahkan pembaca, kami menyusun ulang struktur pembahasan buku ini demi menjaga koherensi tema. Topik-topik yang berdekatan kami satukan sehingga pengulangan tema tidak terjadi di sana-sini. Demikian juga, tema-tema yang koherensinya tidak pas kami padukan dengan topik yang lebih tepat sehingga berujung pada penyusutan pembahasan, dari tujuh puluh empat menjadi enam puluh lima topik.

Karena gaya penulisan dari sang penulis ini tidak terlalu mengikat, maka benang merah dari seluruh topik tetap terjaga. Selain itu, kami juga melakukan pembagian bab agar stamina keingintahuan pembaca tidak menurun. Paragraf-paragraf yang terlalu panjang kami selingi dengan subjudul-subjudul yang relevan agar dapat memenuhi maksud penulisan sang pengarang.

Tak semua bisa kami lakukan secara sempurna. Apa yang kurang itu dari kami, selebihnya hanya kepada Allah-lah segala urusan.

Semoga buku ini tetap bermanfaat.

Penerbit Al-Huda


2. PENGANTAR PENULIS
Terdapat perbedaan yang tegas antara pendidikan dengan pengasuhan. Pendidikan bermakna penanaman pengetahuan, atau menanamkan isi dari sebuah kurikulum. Sedangkan mengasuh adalah membentuk kepribadian pada jalan yang diinginkan.

Pada dasarnya masyarakat dapat ditransformasi melalui pengasuhan yang tepat terhadap populasinya. Amatlah penting bahwa pengasuhan didasarkan pada program yang baik untuk memastikan keberhasilannya. Pengasuhan tidak hanya menceramahi dan memperingatkan, melainkan juga memerlukan penciptaan lingkungan yang tepat demi memperoleh hasil yang diinginkan.


Kriteria yang diperlukan bagi pengasuhan yang tepat adalah sebagai berikut:
1. Pengasuh mesti secara tepat mengenal murid yang diasuhnya. Ia mesti mengakrabkan dirinya dengan kondisi fisik dan mental murid.

2. Pengasuh mesti mendefinisikan terlebih dahulu tujuan-tujuan pendidikan bagi anak. Tujuan puncak dari pengasuhan mestilah untuk mencetak murid menjadi insan yang bermoral dan berpengetahuan.

3. Program pendidikan mestilah mencakup kriteria dan kondisi-kondisi yang diinginkan untuk memperoleh hasil terbaik. Pengasuh mesti berupaya mencapai hasil yang positif pada periode-periode tertentu.

Periode terbaik untuk memulai pengasuhan atau pendidikan terhadap murid adalah pada masa kanak-kanak (masa kecil). Dalam kehidupan manusia, masa kanak-kanak adalah periode yang paling mudah menerima pengaruh. Selama masa sensitif ini, orang tua memberikan peran krusial.

Namun demikian, mengasuh anak kecil bukanlah tugas yang mudah dan sederhana. Tugas ini memerlukan pengenalan yang dalam, pengetahuan, pengalaman, keteguhan, dan ketekunan sang pengasuh atau orang tua. Sayangnya, mayoritas orang tua tidak memahami seni mengasuh anak. Akibatnya, mayoritas anak tak menerima pengasuhan sebagaimana mestinya, sehingga mereka tumbuh laksana pohon muda yang tumbuh sendiri.

Di negara-negara maju, baik di Barat maupun di Timur, pengasuhan anak memperoleh perhatian penting. Mereka telah melakukan banyak penelitian terhadap isu ini. Banyak buku berguna telah diterbitkan, dan mereka pun memiliki banyak pakar di bidang ini.

Namun di negara kita, perhatian terhadap isu krusial ini masih kurang. Kita memiliki sedikit pakar di bidang ini, dan amat sedikitnya buku yang berkaitan dengan isu ini jelas tak mencukupi. Sangat minim buku yang diterjemahkan dari bahasa lain ke dalam bahasa Persia.[1]

Akan tetapi, buku-buku dari Barat dan Timur tersebut mempunyai dua kehampaan. Pertama, mereka hanya membahas seputar kebutuhan fisik murid-murid, dan penekanannya hanya pada pendidikan duniawi sekaitan dengan isu tersebut. Semua riset hanya berkisar di seputar aspek-aspek ini, dan sama sekali tak berbicara tentang aspek spiritual dari kehidupan manusia, serta mengabaikan segala rujukan yang membahas tentang konsep akhirat.

Di Barat, tujuan satu-satunya adalah untuk melatih fisik dan pikiran anak demi mencapai kesenangan dan kenikmatan duniawi, agar ketika dewasa kelak mereka memiliki kondisi hidup yang ideal.

Kalaupun buku-buku tersebut berkaitan dengan moral, maka mereka membatasinya hanya pada tindakan moral demi memperoleh keuntungan duniawi, dan sama sekali tak menyinggung pahala yang dapat diperoleh seseorang sekaitan dengan perbuatannya selama menjalani kehidupan di dunia.

Kedua, problem pendidikan di Barat hanya bergantung pada solusi berdasarkan pengalaman masa lalu dan data statistik. Tak ada kesan "iman/keyakinan" pada proses ini.

Oleh karena itu, buku-buku tersebut tidak bermanfaat sama sekali bagi keyakinan seorang Muslim. Di mata seorang Muslim, manusia memiliki dua aspek penting, yaitu raga dan jiwa. Raga berkaitan dengan kehidupan dunia, dan jiwa berkaitan dengan kehidupan akhirat.

Melihat hal ini, penulis memutuskan untuk mempelajari, meneliti, dan kemudian menyampaikan kesimpulan bagi para pencari pengetahuan, dalam bentuk buku.
Penulisan ini menggunakan referensi dari al-Quran al-Karim, hadis, dan tulisan-tulisan sekaitan dengan isu moral. Sementara sumber acuan dari pengalaman pribadi penulis juga sangat berharga dalam upaya (penyusunan buku) ini.

Dengan demikian, diharapkan bahwa persembahan ini dapat bermanfaat bagi para pengasuh, yang berkecimpung dalam proses pendidikan di tengah komunitas Muslim.

Januari, 1980

Ibrahim Amini Najafabadi


________________________________________
[1] Perlu diperhatikan di sini bahwa buku ini ditulis oleh Allamah Ibrahim Amini pada tahun 1980, atau di masa awal kemenangan Revolusi Islam. Karenanya, gambaran tersebut mewakili kondisi yang diwariskan oleh rezim Syah-penerj.



3
ANAKMU AMANATNYA

3. TANGGUNG JAWAB ORANG TUA
Dalam pandangan Islam, ayah dan ibu memiliki kedudukan mulia. Allah Swt, Rasulullah saw, dan para imam maksum telah memperingatkan hal ini. Terdapat banyak ayat yang terkait dengannya, yang mana kelakuan baik anak terhadap orang tuanya dianggap sebagai salah satu doa terbaik.

Allah Swt berfirman, Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (QS. al-Isra: 23)

Imam Ja`far Shadiq as bersabda, "Tiga tindakan terbaik adalah melakukan lima shalat wajib di awal waktu, berkelakuan baik kepada orang tua, dan berjihad di jalan Allah."[1]

Pertanyaannya, mengapa kedudukan mulia ini dianugerahkan kepada orang tua? Apakah Allah memberikan kedudukan ini tanpa alasan? Perbuatan besar apa yang dilakukan orang tua kepada anaknya, yang menjadikan mereka berhak memperoleh kedudukan tersebut?

Seorang ayah, melalui hubungan seksual, melepaskan spermanya ke rahim ibu, yang kemudian bertemu dengan sel telur, sehingga kehidupan baru mulai terbentuk. Kemudian setelah sembilan bulan, kehidupan baru itu datang ke dunia dalam sosok bayi mungil. Ibu lalu menyusuinya dan memberi nutrisi lainnya.

Kadang kala ia membersihkannya, dan pada saat lain mengganti pakaiannya. Ia memperhatikannya pada saat basah maupun keringnya. Sedangkan ayah mengurusi nafkah yang diperlukan untuk merawat anak.

Apakah orang tua memiliki tanggung jawab selain ini? Apakah hanya disebabkan aktivitas tersebut, orang tua memperoleh anugerah kedudukan yang mulia? Apakah hanya orang tua yang memiliki hak terhadap anak, sementara anak tidak memiliki hak terhadap mereka?

Menurut saya, tak seorang pun yang memiliki hak sepihak. Hadis maksumin dari Rasulullah saw menegaskan hal ini, "Sebagaimana ayah kalian memiliki hak atas kalian, maka anak-anak kalian pun memiliki hak yang sama."[2]

Rasulullah saw juga bersabda, "Sebagaimana anak yang tidak diakui hak kewarisannya disebabkan kedurhakaannya, maka bisa terjadi pula orang tua tidak diakui oleh anaknya disebabkan tak memenuhi tanggung jawab mereka."[3]

Rasulullah saw kembali bersabda, "Laknat Allah atas orang tua yang menyebabkan anak-anak mereka kehilangan hak kewarisannya."[4]

Imam Sajjad berkata, "Anak-anak kalian memiliki hak atas kalian sebagaimana kalian menilai mereka saat mereka berkelakuan baik atau buruk. Kalian yang menyebabkan kelahiran mereka, dan dunia mengenal mereka sebagai keturunan kalian. Kewajiban kalian untuk mengajar mereka perilaku baik serta membimbing mereka untuk mengenal dan menaati Allah. Tindakan kalian terhadap anak-anak kalian haruslah seperti seorang yang meyakini bahwa perbuatan baik akan beroleh pahala dan perbuatan buruk akan mendatangkan balasan (azab)."[5]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata, "Sadarlah, tindakan Anda dapat menjadikan keluarga dan sanak famili Anda bagian dari orang-orang celaka."[6]

Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang menginginkan anak-anaknya terhindar dari kehilangan hak kewarisan, maka hendaknya ia menolong mereka untuk berperilaku baik."[7]

Rasulullah saw bersabda, "Seseorang yang memiliki anak perempuan hendaknya berupaya menanamkan perilaku baik kepadanya, dan berusaha untuk mendidiknya. Memberikan kenyamanan kepadanya, sehingga ia dapat menghindarkannya dari api neraka."[8]

Di samping itu, Allah Swt berfirman, Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (QS. at-Tahrim: 6)

Periode ketika anak berada dalam proses mengadopsi jalan hidup-yang dapat menjadikannya baik atau buruk-akan berpengaruh kepadanya kelak, apakah ia akan menjadi manusia sempurna ataukah hewan liar. Kesalehan atau kejahatan seseorang bergantung pada pengasuhan yang ia terima, dan ini merupakan tanggung jawab yang mesti dipikul oleh orang tua.

Pelayanan terbesar yang dapat diberikan orang tua kepada anak-anaknya adalah ketika ia mendidik mereka untuk berperilaku baik, murah hati, bersahabat dengan manusia, berniat baik, cinta kebebasan, berani, adil, bijaksana, saleh, mulia, setia, patuh, giat bekerja, dan berpengetahuan.

Orang tua mesti membentuk anak-anak mereka sedemikian rupa sehingga mereka berhasil di dunia dan akhirat. Hanya orang-orang seperti itulah yang diberkahi dengan kedudukan mulia orang tua. Bukan mereka yang memproduksi anak kemudian membiarkannya menjaga dirinya sendiri, dan membawanya ke jurang kejahatan.

Rasulullah saw bersabda, "Hadiah terbaik yang diberikan seorang ayah kepada anaknya adalah pendidikan akhlak dan adab."[9]

Sementara itu, ibu memiliki peran yang lebih penting dalam mengasuh anak. Bahkan dalam masa kehamilan, kebiasaan makan dan perilakunya akan berpengaruh pada kualitas dan perkembangan anak di kemudian hari.

Rasulullah saw bersabda, "Beruntunglah seseorang yang kualitasnya telah dibentuk sejak dalam rahim ibunya. Dan celakalah seseorang yang kejahatannya telah dibentuk sejak dalam rahim ibunya pula."[10]

Rasulullah saw bersabda, "Surga berada di bawah telapak kaki ibu."[11]


Jangan Meremehkan Pendidikan dan Pengajaran
Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak mereka berarti telah melakukan kekeliruan. Orang tua semacam ini mesti ditanya apakah anak mereka ingin lahir di dunia ini untuk diabaikan seperti domba dan hewan ternak. Anda telah menjadi penyebab keberadaannya, sehingga berdasarkan kewajiban agama dan nilai-nilai kemanusiaan, pendidikan dan pengajaran menjadi tanggung jawab Anda.

Orang tua juga turut bertanggung jawab terhadap masyarakat. Karena anak-anak hari ini akan menjadi penduduk di kemudian hari. Masyarakat akan terbentuk oleh mereka. Apapun pelajaran yang mereka peroleh hari ini akan mereka praktikkan di kemudian hari. Bila pendidikan mereka hari ini sempurna, maka masyarakat di kemudian hari juga akan sempurna. Jika generasi hari ini memperoleh pendidikan yang keliru, maka bisa dipastikan masyarakat di kemudian hari akan menjadi buruk.

Kepribadian dalam lingkup politik, pendidikan, dan masyarakat akan muncul dari elemen-elemen ini. Anak-anak hari ini akan menjadi orang tua di kemudian hari. Anak-anak hari ini dapat menjadi pembaharu di masa mendatang. Jika mereka memperoleh pendidikan yang baik dari orang tuanya, niscaya mereka akan dapat melanjutkannya terhadap anak-anak mereka.

Jika orang tua berkehendak seperti itu, maka mereka akan menjadi pembaharu sosial di masa mendatang. Sebaliknya, bila mengabaikan anak-anaknya, maka mereka akan menjadi penyebab kehancuran masyarakat. Dan, dengan memberikan pendidikan yang benar kepada anak-anak, orang tua dapat memberikan pelayanan tak ternilai kepada masyarakat.

Pendidikan tidak semestinya diremehkan, upaya-upaya yang dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anak mereka dan kesulitan-kesulitan yang mereka alami sekaitan dengan hal ini telah menghasilkan ribuan profesor, dokter, dan insinyur. Ini adalah orang tua yang mau berupaya mencetak manusia-manusia yang bermanfaat, guru-guru yang cakap dan saleh, serta para profesional lainnya.


Tanggung Jawab Para Ibu
Seorang ibu pada umumnya mengemban tanggung jawab lebih besar dalam mengasuh anak. Anak-anak umumnya menghabiskan sebagian besar waktu kanak-kanak mereka bersama ibu. Fondasi dari arah masa depan mereka terletak di sana.

Oleh karena itu, kunci dari sikap buruk atau baik seseorang, dan kemajuan ataupun kemunduran masyarakat, terletak pada para ibu. Kedudukan kaum wanita tidak terletak di pasar-pasar ataupun di posisi-posisi administratif.

Fungsi-fungsi ini tidak mencerminkan pentingnya seorang wanita sebagai seorang ibu. Kaum ibu (semestinya) adalah penghasil manusia-manusia sempurna. Para menteri, pengacara, dan profesor yang saleh berutang budi pada cinta kasih dari ibu mereka selama masa pertumbuhan mereka.

Orang tua yang menghasilkan anak-anak yang jujur dan saleh, tidak hanya melayani anak-anak mereka dan masyarakat, melainkan juga menciptakan wadah bagi mereka dalam masyarakat. Anak-anak ini akan menjadi penolong bagi orang tua, saat keduanya berusia lanjut kelak. Jika para orang tua berupaya keras untuk mendidik dan mengasuh anak-anak mereka, maka mereka akan memperoleh hasil (yang baik) ketika menghadapi masa-masa dalam kehidupan mereka.
Imam Ali bin Abi Thalib as. berkata, "Keturunan yang buruk adalah di antara penyebab terbesar kesulitan-kesulitan bagi orang tua."[12]

Imam Ali as. juga berkata, "Keturunan yang buruk akan menjatuhkan kehormatan orang tua, dan penerusnya pun akan dipermalukan."[13]

Rasulullah saw bersabda, "Semoga Allah memberkahi orang tua yang mendidik anak-anak mereka untuk berkelakuan baik terhadap mereka."[14]

Oleh karena itu, mereka yang telah menjadi orang tua memikul tanggung jawab besar di pundak mereka; yakni, tanggung jawab kepada Allah Swt, sesama manusia, dan anak-anak mereka.

Jika melaksanakan tanggung jawab itu secara benar, mereka akan memperoleh pahala di dunia dan akhirat. Namun, jika gagal dalam melaksanakannya, mereka akan menjadi orang-orang yang merugi. Mereka pun akan menjadi orang-orang yang telah bersikap curang terhadap anak-anak mereka sendiri dan masyarakat secara luas, dan ini sama saja dengan melakukan dosa yang tak terampunkan.


Catatan Kaki:
[1] Ushûl al-Kâfî, jil.2, hal.158.

[2] Majma' az-Zawâ'id, jil.8, hal.146.

[3] Bihâr al-Anwâr, jil.19, hal.93.

[4] Makârim al-Akhlâq, hal.518.

[5] ibid., hal.484.

[6] Ghurar al-Hikam, hal.802.

[7] Majma' az-Zawâ`id, jil.8, hal.158.

[8] ibid.

[9] ibid., hal.159.

[10] Bihâr al-Anwâr, jil.77, hal.115-133.

[11] Mustadrak al-Wasâ`il, jil.2, hal.38.

[12] Ghurar al-Hikam, hal.189.

[13] ibid., hal. 80.

[14] Makârim al-Akhlâq, hal.517.



4
ANAKMU AMANATNYA

4. PENGETAHUAN DAN KERJASAMA PARA PENDIDIK

Memahami Jiwa Anak
Pendidikan dan pengasuhan bagi seorang anak bukanlah tugas mudah yang di dalamnya orang tua dapat melakukannya dengan sedikit atau tanpa upaya keras. Kenyataannya, tugas ini membutuhkan penanganan dan temperamen yang lembut. Ada banyak poin yang perlu dipertimbangkan demi mencapai keberhasilan upaya ini.

Pendidik mesti mengakrabkan dirinya dengan jiwa anak. Ia tak dapat melakukan tugasnya tanpa mengetahui aspek spiritual, psikologis, pendidikan, dan praktik dari pekerjaan tersebut. Dunia anak menjadi dunianya, imajinasi dan fantasi mereka akan menjadi unik baginya. Ini tak dapat disamakan dengan proses berpikir orang dewasa.

Jiwa anak itu lembut dan sangat mudah terpengaruh. Anak-anak adalah miniatur manusia, yang belum memiliki identitas permanen; namun memiliki kapabilitas untuk mencapai perubahan itu.

Pendidik anak mesti memiliki kemampuan untuk mengerti dan mengenali manusia, juga mengenali pikiran anak. Ia harus memiliki mata yang tajam untuk mengetahui keruwetan dalam proses pengasuhan ini. Ia harus mengetahui kemampuan dan kegagalan manusia. Ia harus memiliki rasa tanggung jawab dan ketertarikan dalam pekerjaan itu. Ia harus pula bersabar dan tegar, sehingga kesulitan-kesulitan ini tak menguasainya.

Di samping itu, peraturan pendidikan semestinya tidak kaku, sehingga dapat diimplementasikan pada lingkungan yang berbeda. Peraturan seperti ini harus dimodifikasi dan diaplikasikan pada setiap individu anak sesuai dengan kebutuhan fisik dan kemampuan mentalnya. Para orang tua mesti mengamati secara cermat pertumbuhan tubuh anak, dan mengajarkan kepadanya agar terus menjaga faktor ini dalam pikirannya.

Laki-laki dan perempuan mesti memperoleh pengetahuan yang sama seputar pendidikan dan pelatihan sebelum menjadi orang tua. Pendidikan anak haruslah dimulai sejak lahir dan bahkan sejak masa kehamilan. Selama periode tersebut fondasi dari sifat alami anak dibentuk. Sifat alami, perilaku, dan proses berpikir mulai terbentuk.

Tak dapat dibenarkan apabila para orang tua tidak peduli terhadap masa yang nampak tidak aktif ini. Mereka menunda pengasuhan janin hingga benar-benar lahir. Mereka cenderung mengabaikan tugas ini hingga anak memiliki kemampuan untuk membedakan antara perilaku baik dan buruk.

Sementara lebih mudah untuk memperbaiki kelakuan buruk di masa-masa awal, namun boleh jadi sulit-bila tak dapat dikatakan mustahil-untuk melakukan perbaikan semenjak kebiasaan-kebiasaan telah ditanamkan.

Imam Ali as. berkata, "Politik yang paling sulit adalah mengubah kebiasaan orang."[15]

"Kebiasaan itu melekat pada orang."[16]

"Kebiasaan itu menjadi sifat alami kedua."[17]

Menghindari sebuah kebiasaan sangatlah sulit dilakukan, yang apabila dilakukan dapat dianggap sebagai doa terbaik. Imam Ali berkata, "Menaklukkan kebiasaan buruk adalah salah satu doa terbaik."[18]


Kerja Sama Orang Tua dan Para Pendidik Lainnya
Faktor penting lainnya dalam menanamkan pelatihan yang ideal bagi anak adalah koordinasi dan kerja sama antara orang tua dan para pendidik lainnya-seperti kakek atau nenek-dalam program pelatihan yang diikuti. Kerja sama mereka akan memberikan hasil yang diinginkan. Namun bila salah seorang dari mereka bersikap angkuh dalam proses pelatihan tersebut, maka hasilnya tak akan seperti yang diharapkan.

Anak-anak mesti dibuat mengerti akan tugas-tugasnya. Ketika para orang tua memberikan perintah-perintah yang bertentangan, maka anak akan menjadi bingung. Terutama jika mereka berkeras pada pandangan yang bertentangan, maka kemungkinan akan berakibat negatif dalam proses pelatihan anak. Kesulitan terbesar dalam pemberian pelatihan terhadap anak adalah ketika ayah membuat sebuah keputusan untuknya sedangkan ibu atau kakek dan neneknya berkeras menentang.

Oleh karena itu, selalu dibutuhkan saling pengertian di antara para pendidik, sehingga anak dapat secara jelas mengerti apa yang harus ia lakukan yang pada akhirnya gagasan untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ini tidak sampai merasuk ke dalam pikirannya.

Kadang terjadi bahwa sang ayah adalah seorang yang terpelajar dan logis, sementara sang ibu seorang yang berperangai buruk dan tak terpelajar. Dan kadang pula sebaliknya, yaitu sang ibu seorang pelatih yang baik, sementara sang ayah tidak.

Banyak keluarga yang menghadapi problem ini. Anak-anak dalam keluarga tersebut tak menerima pendidikan yang layak. Namun bukan berarti mereka harus menyerah untuk melatih anak-anak mereka secara layak.

Dalam situasi yang sulit itulah tanggung jawab menjadi lebih berat. Kebutuhan dalam situasi sulit itu adalah memberikan lebih banyak perhatian terhadap program pendidikan anak. Orang tua harus berupaya secara sungguh-sungguh menanggulangi kekurangan dalam karakter dan sikap mereka, dan memberikan lebih banyak perhatian pada anak.

Dengan tindakan yang baik, orang tua dapat menarik perhatian anak dan memberikan teladan yang baik di hadapan mereka. Tindakan orang tua dapat membantu anak untuk memutuskan apa yang baik dan apa yang buruk bagi dirinya. Apabila sang pendidik (suami) tersebut arif, bijaksana, dan sabar, maka ia akan dapat sedemikian rupa menghalangi akibat negatif dari sikap buruk istrinya dalam melatih anak.

Tak syak lagi, ini merupakan tugas yang sulit, namun tak ada jalan keluar yang lain.


Seorang intelektual berkata:
"Sebuah keluarga yang di dalamnya ayah dan ibu memiliki kesamaan dalam cara mengasuh anak serta mampu mencetak karakter dan tingkah lakunya, maka pengaruhnya terhadap pikiran anak akan ideal. Keluarga adalah masyarakat kecil di mana karakter moral anak mengambil bentuk yang pasti. Sebuah keluarga yang para anggotanya bersikap ramah satu sama lain, maka anak mereka pada umumnya akan memiliki sikap lembut, menghargai, dan bijaksana. Sebaliknya, sebuah keluarga yang orang tuanya memiliki kebiasaan saling berbantahan, maka anak mereka akan bermoral kurang baik, suka mencari perhatian, dan gampang terpengaruh."


Pelatihan Melalui Perbuatan, Bukan Hanya Bicara
Banyak orang tua berpikir bahwa memberikan perintah secara lisan, serta memperingatkan tentang apa yang mesti dan tidak mesti dilakukan, sudah cukup dalam pengasuhan anak. Mereka mengira bahwa mengasuh anak adalah memperhatikan, dan mereka merasa tak terkait dengan jalan hidup lainnya. Itulah mengapa orang tua seperti ini tidak merasa perlu berpikir tentang pengasuhan hingga anak menjadi balita.

Mereka menganggap bahwa anaknya masih bayi dan belum dapat mengerti apa-apa tentang pengasuhan. Ketika anak itu telah mencapai usia mengerti, maka baru terpikir oleh mereka untuk memberikan pengasuhan kepadanya. Ini merupakan masa bagi seorang anak untuk mulai memisahkan yang baik dan yang buruk.

Namun ini adalah pemikiran yang keliru, karena pada kenyataannya, anak telah siap memperoleh pengasuhan sejak ia dilahirkan. Ia memperoleh pelatihan setiap saat, dan watak alamiahnya terbentuk melalui cara-cara tertentu.

Tak peduli apakah orang tua menyadari atau tidak proses ini, anak tidak akan menunggu inisiatif keduanya. Pikiran aktif anak dan indra lainnya seperti kamera, yang akan menyimpan imajinasi dari apa yang terjadi dalam lingkungannya. Anak di usia lima hingga enam tahun telah memiliki karakter tertentu. Kebiasaan baik dan buruk telah melekat pada karakter alamiahnya, dan akan menjadi tugas yang sulit untuk mengubah perilakunya itu.

Anak, apapun masalahnya, adalah peniru. Ia berusaha meniru orang tuanya atau penghuni rumah lainnya yang terdapat di sekelilingnya. Anak memandang orang tuanya dengan rasa hormat dan meniru gaya hidup mereka. Tindakan mereka menjadi ukuran bagi anak untuk bertindak baik ataupun buruk.

Secara alamiah anak-anak tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan menjadikan orang tuanya sebagai teladan untuk diikuti. Anak lebih bergantung pada kelakuan orang tua sebagai model dalam bertindak ketimbang wejangan-wejangan.

Anak perempuan mengamati ibunya dan belajar memelihara rumah. Ia pun melihat ayahnya, sehingga bisa memahami watak seorang pria. Sementara, anak laki-laki mengambil pelajaran hidup dari perilaku ayahnya. Dan dari perilaku ibunya, ia belajar tentang watak seorang wanita.

Oleh karena itu, penting bagi orang-orang yang bertanggung jawab untuk membenahi diri terlebih dahulu. Dan bila merasa memiliki kekurangan pada perilakunya, mereka harus menghindarinya. Singkatnya, mereka terlebih dahulu harus membentuk diri mereka menjadi manusia yang baik sebelum mulai menjadi orang tua.

Para orang tua mesti menanamkan pikiran pada anak mereka agar berkarakter "memberi" kepada masyarakat. Jika mereka merasa bahwa anak-anak mereka mesti benar, baik hati, berperikemanusiaan, pecinta kebebasan, dan bertanggung jawab; mereka juga harus memiliki karakter-karakter seperti itu, sehingga dapat ditiru oleh anak-anaknya.

Seorang ibu berharap agar anak perempuannya memiliki rasa tanggung jawab, baik hati, menjunjung kesetaraan dengan menghormati perasaan pasangannya; maka ia pun mesti memenuhi atau memiliki norma-norma tersebut. Anak perempuan akan mengamati perilaku ibunya, dan secara otomatis membentuk dirinya sama dengan ibunya. Apabila ibunya seorang yang berwatak keras, malas, kacau, tak teratur, dan egois; maka ia tak dapat diharapkan untuk melatih anak perempuannya hanya dengan nasihat-nasihat seputar norma-norma perilaku yang baik.

Hanya orang-orang yang memperoleh asuhan yang baik selama masa kecilnya, yang mampu melatih dan mengasuh anak mereka dengan benar. Mereka lebih mengerti karakter dan psikologi anak. Orang tua yang selalu berselisih dan bertengkar bahkan dalam permasalahan yang remeh, tidaklah berkompeten dalam mengasuh anak. Sama halnya, bila para pendidik (atau guru) yang melakukan tugas hanya demi memperoleh gaji, bersikap tak sabar, serta tak memiliki pengertian terhadap karakter dan psikologi anak; tak akan mampu menempatkan anak didik mereka pada jalur yang benar.


Dr. Jalali mengatakan:
"Siapapun yang memiliki tanggung jawab mengasuh anak mesti melakukan introspeksi pada karakter dan perilaku dirinya sendiri, menyadari tanggung jawabnya, dan berupaya terus mengoreksi kegagalannya."

Imam Ali as. berkata, "Seseorang pemimpin mesti terlebih dahulu memperbaiki dirinya, baru kemudian berusaha memperbaiki orang lain. Sebelum mengajarkan norma-norma perilaku baik kepada orang lain, ia mesti melakukannya terlebih dahulu. Seorang yang mengajar dirinya dalam memperoleh pengetahuan dan perilaku baik lebih layak dihormati ketimbang orang yang hanya sibuk mengajarkan norma-norma perilaku baik pada orang lain."[19]

Imam Ali as. juga berkata, "Hormatilah orang-orang tua kalian, agar anak-anak kalian menghormati kalian."[20]

Beliau juga berkata, "Jika kalian berharap memperbaiki orang lain, maka mulailah dengan memperbaiki diri kalian terlebih dahulu. Jika kalian hendak memperbaiki orang lain sementara diri kalian sendiri masih kurang, maka itu merupakan cela terbesar."[21]

Beliau kembali berkata, "Ketika lidah berhenti berkhotbah dan perbuatannya yang berkhotbah untuk dirinya sendiri, maka tak ada telinga yang dapat mengabaikan khotbahnya itu dan tak ada yang lebih efektif dari ini."[22]


Seorang wanita menulis dalam sebuah surat:
"Karakter orang tuaku sangat berkesan bagiku. Mereka selalu bersikap baik pada anak-anak mereka. Aku tak pernah menemukan kekurangan dalam kata-kata dan perbuatan mereka. Kami juga mewarisi kebiasaan ini. Aku tak dapat melupakan karakter dan perbuatan baik mereka. Sekarang, saat aku menjadi seorang ibu, aku berusaha keras untuk tidak melakukan apapun yang buruk di hadapan anak-anak. Karakter orang tuaku adalah teladan dalam hidupku. Aku mencoba membuat anak-anakku tumbuh dengan cara yang sama."


Sementara wanita lain menulis dalam sebuah suratnya:
"Ketika aku membuka lembaran hidupku di masa lalu, aku teringat bahwa ibuku selalu membantah dan marah-marah dalam masalah-masalah sepele. Sehingga sekarang ketika aku menjadi seorang ibu, aku merasa bahwa dengan sedikit perbedaan saja kondisiku hampir sama dengan ibuku dulu. Semua perilaku negatifnya telah menjadi bagian dari karakter diriku. Anehnya, bagaimanapun aku mencoba memperbaiki diri, aku tak mampu menghasilkan kemajuan yang berarti. Ini membuktikan bahwa dalam kasusku, karakter dan perilaku orang tua telah sedemikian jauh mempengaruhi karakter anak mereka. Oleh karena itu, benar apa yang dikatakan bahwa seorang ibu, yang mendidik anaknya dengan baik, dapat mengubah dunia."


Catatan Kaki:
[15] Ghurar al-Hikâm, hal.181.

[16] ibid., hal.580.

[17] ibid., hal.260.

[18] ibid., hal.176.

[19] Nahj al-Balâghah.

[20] Ghurar al-Hikam, hal.546.

[21] ibid., hal.278.

[22] ibid., hal.232.



5
ANAKMU AMANATNYA

5. MENJAUHKAN DIRI DARI PERSELISIHAN
Bagi anak, rumah bagaikan sebuah sarang. Ia sangat terikat dan terhubung kepadanya. Apabila orang tuanya bersikap ramah, ia akan betah di sarangnya.
Dalam rumah seperti ini, anak akan merasa puas dan aman. Mengasuh dalam suasana menyenangkan seperti ini menjadikan kualitas dan kapabilitas laten anak mampu menemukan ekspresinya, dan akan memberikan hasil yang baik.

Namun, bila orang tua selalu bertengkar, maka anak akan kehilangan ketenangan dan kepuasan, sehingga tak merasa nyaman dan tenteram. Orang tua yang selalu berselisih dan bertengkar pada dasarnya tak mau memahami perasaan anak mereka.

Dalam situasi seperti ini, anak menjadi ketakutan, dan dengan hati luka akan mencari sudut ruangan untuk menyembunyikan diri dan bertanya-tanya mengapa orang tua mereka berperilaku seperti itu. Atau, akan mencari kesempatan untuk melarikan diri dari rumah dan mencari perlindungan di jalanan dan pasar-pasar.

Kenangan terpahit seorang anak adalah ketika orang tuanya bersitegang dan bertengkar. Anak-anak tak mampu melupakan kenangan tersebut sepanjang hidupnya. Kejadian itu akan terus tergores dalam dirinya dan mengganggu karakternya.

Padahal sebagian anak-anak tersebut ada yang berhati lemah dan terhambat pertumbuhan fisiknya. Mereka akan patah hati, dan menghabiskan hidupnya secara menyedihkan. Sangat mungkin anak perempuan dari orang tua semacam ini akan memiliki kesan bahwa semua laki-laki itu sekeras dan sekasar ayahnya.

Akhirnya orang enggan menikahi dirinya. Mungkin juga terjadi bahwa anak-laki-laki dari rumah semacam itu akan berpikir bahwa semua wanita berperilaku seburuk ibunya, dan memutuskan untuk membujang seumur hidup.

Dalam lingkungan seperti itu anak menjadi suka memberontak dan mulai membenci orang tuanya; bahkan beberapa anak menjadi pendendam. Data statistik menunjukkan bahwa banyak sekali anak-anak yang doyan keluyuran, minum minuman keras, dan bermasalah di tengah masyarakat adalah diakibatkan suasana buruk di rumahnya.

Jika seseorang mengingat kejadian pahit di masa kecilnya, yakni saat-saat di mana orang tuanya selalu bertengkar, ia akan merasa bahwa meskipun kejadian itu telah lama sekali berlalu, namun kenangan tak sedap itu masih tersimpan di benaknya.


Seorang pakar menyatakan:
"Orang tua mesti mengetahui bahwa ketika terjadi perselisihan atau pertengkaran di antara mereka, hal itu akan menganggu pikiran anak. Hubungan yang ada pada orang tua akan berpengaruh pada perkembangan anak. Jika suasana damai tak terdapat dalam rumah, maka tak mungkin memberikan pengasuhan yang layak bagi anak.

Ketika orang tua bersitegang, mereka lalai bahwa perbuatan itu berpengaruh pada anak yang mesti mereka asuh. Dalam situasi semacam ini, anak tak memperoleh pelajaran yang baik. Sehingga ia pun menjadi seorang penyendiri dan bertabiat buruk.

Khususnya anak-anak usia remaja, yang akan mendapati situasi yang amat sulit. Hati mereka terluka oleh sikap ayah mereka. Mereka tak mampu memutuskan kepada siapa mereka harus berpihak. Dalam beberapa kasus, mereka menjadi antagonis pada kedua orang tuanya."


Seseorang menulis dalam suratnya:
"Dari sekian kejadian tak menyenangkan di masa kecilku, yang begitu lekat dalam pikiranku, adalah kondisi orang tuaku yang biasa bertengkar dan saling menghina. Dalam kejadian itu, kakak perempuanku, kakak lelakiku, dan aku sendiri langsung berdiri gemetaran di sudut ruangan. Selama pertengkaran itu, kami hanya bisa memandang tanpa daya.

Aku teringat kakak perempuanku biasa menangis saat kejadian itu, padahal kejadian buruk itu berlangsung lama. Akhirnya kini ia menderita gangguan jiwa. Terlihat bahwa pertengkaran orang tua kami menimbulkan pengaruh sangat buruk pada jiwa kakak perempuanku itu."


Seorang lainnya menulis:
"Kenangan tak menyenangkan di masa kecilku tetap tak mau pergi dari ingatanku. Ayahku memiliki perilaku yang buruk dan egois. Ia biasa mencari-cari alasan untuk membuat pertengkaran dalam rumah dan berteriak-teriak pada semua orang. Orang tua kami biasa bertengkar sepanjang hari. Aku heran, mereka tak pernah lelah melakukannya.

Padahal pertengkaran itu kerap disebabkan hal-hal sepele. Tak ada malam tanpa tangis ketika aku pergi tidur. Itulah mengapa jiwaku begitu rapuh. Aku seorang penakut dan selalu dihantui mimpi buruk. Aku telah berkonsultasi pada beberapa dokter, yang (semuanya) menyatakan bahwa keadaanku diakibatkan suasana rumahku. Ia berkata bahwa tak ada obat untuk itu, kecuali beristirahat dan memperoleh suasana damai di rumah.

Hari bahagiaku datang, saat aku menikah dan meninggalkan rumah. Sekarang, meskipun hidupku tenang, namun aku tetap merasa bahwa aku seorang yang kalah dan tak dapat memperoleh kemajuan dalam hidup. Aku mohon pada para orang tua, demi Allah, jika kalian berselisih, janganlah di hadapan anak-anak kalian!"


Ia juga menuliskan dalam suratnya:
"Peristiwa terburuk dalam hidupku terjadi ketika aku berumur delapan tahun. Saat itu orang tuaku bertengkar hebat. Semua anak berlari ke pojok ruangan.
Peristiwa itu berpengaruh buruk pada jiwaku, yang tak dapat kuhapus dari pikiranku untuk waktu yang lama. Aku muak dengan keluargaku dan diriku sendiri.

Aku kerap berpikir bahwa semestinya aku tak pulang ke rumah sepulang dari sekolah. Aku selalu berdoa kepada Tuhan agar aku mati saja melalui sakit yang parah. Bahkan beberapa kali aku berpikir untuk bunuh diri. Beberapa kali aku bermimpi bahwa aku menikah dan bertengkar dengan istriku. Dalam mimpi itu, aku menyusun rencana untuk mempertahankan hakku.

Setelah menikah, aku mencoba beberapa kali memancing pertengkaran dengan istriku, sekedar untuk menunjukkan bahwa aku seorang pemarah. Untunglah istriku bertabiat tenang. Ia memperlakukanku dengan penuh cinta dan kasih sayang, serta meyakinkan aku dengan argumen dan nasihat yang baik. Aku beruntung karena perilaku buruk itu tidak berlangsung lama dalam diriku.

Ketika aku mengingat kembali kesalahan orang tuaku, aku pun berintrospeksi pada kegagalan diriku dan mencoba dengan gigih memperbaiki watakku. Sekarang aku memperoleh kehidupan yang damai."


Seorang laki-laki menulis:
"Ketika aku berumur sembilan tahun, orang tuaku bercerai disebabkan perselisihan yang tajam. Mereka meninggalkanku, sementara kakak lelaki dan perempuanku dirawat oleh kakekku dari pihak ayah. Kami sering sekali menangis saat itu.

Ketika mengunjungi ibuku, aku kerap bermimpi dalam tidurku bahwa aku tak akan pergi ke rumah ayahku. Setelah beberapa waktu, beberapa keluarga turut ambil bagian dan berhasil merujukkan kedua orang tuaku. Ibuku kembali ke rumah kami.

Tetapi dalam masa perpisahan singkat itu, jiwaku begitu terpengaruh dan hingga saat ini aku masih merasa sedih karenanya. Sekarang aku berupaya keras, kapan saja aku bertengkar dengan istriku, kami tak memperlihatkannya di hadapan anak-anak kami."


Surat lainnya menyatakan:
"Banyak kenangan pahit di masa kecilku dan sedikit sekali kenangan yang indah. Ketika mengingat hari-hari itu, aku menjadi sedih dan tak dapat menahan air mataku. Alasan kesedihanku itu adalah karena aku selalu mendapati orang tuaku berselisih dan bertengkar.

Mereka menjadikan hidup ini sulit bagi kami bersaudara (lelaki dan perempuan). Kami terdiri dari delapan bersaudara. (Syukurlah), aku tak pernah bertengkar dengan suamiku, sehingga aku tak menciptakan kegetiran bagi suami dan anak-anakku."


Dalam surat lainnya, seseorang menulis:
"Usia lima tahun adalah masa terbaik bagi anak. Ketika aku berusia lima tahun terjadi perselisihan pahit di antara kedua orang tuaku. Ayahku membawa istri keduanya. Karena perselisihan itu, ibuku meminta cerai dari ayahku. Kami terdiri dari enam bersaudara, lelaki dan perempuan. Hari yang sangat pahit bagi kami.

Ketika itu, aku sedang bermain dengan salah seorang saudara lelakiku saat ibuku mengucapkan selamat tinggal kepada kami. Hanya Tuhan yang tahu, betapa sedihnya kami saat itu. Ibu kami pergi, sementara kami tinggal bersama ayah dan ibu tiri kami. Kami tetap berpisah dengan ibu selama dua tahun, dan menahan rasa sakit akibat kelalaian ayah kami.

Suatu hari, ibu kami datang, lalu membawaku dan salah seorang saudara lelakiku. Ia memiliki sedikit warisan dari ibunya. Dengan warisan tersebut, ia mampu merawat kami. Setelah itu, saudara-saudaraku yang lain juga bergabung bersama kami. Ibu kami pun berperan sebagai ibu sekaligus ayah. Kami tak dapat melupakan keberanian dan pengorbanannya."


Seorang wanita lainnya menulis:
"Orang tuaku kerap bertengkar dan membuat kekacauan di rumah kami. Ibuku pun sering marah. Aku berusia delapan tahun, ketika ia sering pergi dan meninggalkan adik-adikku bersamaku. Sementara adik-adikku (lelaki dan perempuan) saat itu berusia dua, empat, dan enam tahun. Aku pun merawat mereka semampuku.

Terkadang aku juga memperoleh pukulan dari ayahku. Meskipun dengan kesulitan tersebut, aku mencoba untuk terus melanjutkan sekolahku, tetapi gagal di kelas dua. Guru-guruku mengetahui kesulitanku. Mereka menaruh iba kepadaku dan membantu nilaiku.

Dalam kondisi seperti itu, akhirnya aku dapat meneruskan ke jenjang SMA. Sekarang aku telah menjadi seorang ibu. Aku sungguh-sungguh berupaya agar perselisihan tidak menjangkiti diriku dan keluargaku."

Orang tua yang bertanggung jawab dan memiliki keinginan untuk mengasuh anak mereka dengan baik akan menghindari perselisihan dan pertengkaran dalam keluarga, (minimal) menghindari perselisihan di hadapan anak mereka. Tak ada tindakan yang lebih buruk dari orang tua yang mengganggu anak mereka dengan mempertontonkan pertengkaran mereka di hadapannya dan mengabaikannya.

Seandainya mereka menyadari perasaan anak saat itu, niscaya mereka tak akan pernah mencoba bertengkar lagi. Kejadian tersebut pasti akan terus terkenang dalam kehidupan seseorang. Namun demikian, hampir tak ada keluarga yang tak memiliki perbedaan pendapat.

Tetapi dalam kehidupan rumah tangga selalu diperlukan adanya pendekatan. Pasangan yang bijaksana dan terbuka akan memecahkan perselisihan mereka melalui diskusi yang tenang dan bersahaja.

Bila anak-anak melihat perselisihan orang tua, maka orang tua mesti bersikap bijaksana dan meyakinkan mereka bahwa masalah tersebut dapat diatasi dan tak perlu khawatir. Orang tua mesti memperhatikan bahwa mereka jangan sampai menyebut perceraian di mana anak dapat mendengarnya. Ini tidak hanya akan mempengaruhi perkawinan mereka, tetapi juga akan merusak pikiran anak.

Perceraian antara suami dan istri adalah ketidakadilan bagi anak. Anak akan merasa bahwa rumahnya telah hancur, dan hidupnya telah runtuh. Ini wajar, karena anak mencintai kedua orang tuanya dan mereka tak dapat membayangkan bahwa salah seorang dari mereka pergi meninggalkannya.

Bila anak tinggal bersama ayahnya setelah perceraian dan ayahnya menikah lagi, maka ia akan sulit menerima kehadiran seorang ibu tiri. Betapa pun baik dan perhatiannya ibu tirinya, namun ia tetap tak dapat menggantikan tempat ibu kandungnya.

Pandangan umum menyatakan bahwa ibu tiri tak dapat merawat dengan baik anak tirinya. Koran-koran banyak menuliskan kisah perawatan buruk anak oleh ibu tirinya. Namun demikian, bila anak tinggal bersama ibunya (setelah perceraian), ia pun merasakan kekosongan karena ketiadaan ayah bersamanya.

Bila orang tua tak memikirkan hal ini sehingga mereka meninggalkan anaknya dalam perawatan orang tua tiri, maka itu akan sangat menyedihkan hati anak-anak yang masih belia.

Alhasil, pasangan suami istri tak dapat sebebas sebelumnya ketika telah memiliki buah hati. Sebab, tanggung jawab mereka sudah bertambah; dan inilah saatnya bagi mereka untuk berupaya keras menghindari perselisihan.

Mereka harus menjaga suasana tenteram dalam rumah, dan jangan membuat anak-anak mereka menjadi khawatir. Jika tidak, mereka akan dimintai pertanggungjawaban kelak di pengadilan Allah.

6
ANAKMU AMANATNYA

6. ANGGARAN PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA
Hal teramat penting dalam mengelola kehidupan rumah tangga adalah soal pengendalian anggaran biaya hidup. Setiap keluarga yang bijak akan menjaga arus pendapatan dan pengeluaran rutinnya. Sebagaimana umum dikatakan, mereka membuat mantel sesuai ukuran kain yang tersedia. Mereka berupaya agar pengeluaran biaya sesuai dengan jumlah uang yang masuk dalam rekening keluarga.

Setiap keluarga seyogianya mengetahui prioritas kebutuhannya dan berpijak di atas kaidah tersebut dalam mengalokasikan uangnya untuk membeli berbagai barang kebutuhan.


Pentingnya Skala Prioritas
Keluarga yang cermat selalu berusaha agar tidak sampai terjatuh dalam perangkap utang. Jadi, mereka akan selalu menghindari kesusahan yang tidak semestinya membayangi kehidupan mereka.

Bahkan, bila suatu ketika kondisi ekonominya memburuk, mereka akan segera menyusun rencana dan mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut dalam beberapa waktu. Mereka menolak menurunkan statusnya menjadi keluarga miskin dengan mengelola secara tepat-guna segenap sumber daya milik mereka yang serba terbatas.

Sebaliknya, keluarga-keluarga yang tidak mempedulikan masalah pengelolaan uang belanja secara tepat, bersikap boros, dan hidup secara berlebih-lebihan, umumnya terjatuh dalam kebiasaan mengutang. Demi memenuhi tuntutan pengeluarannya, mereka pun terpaksa meminjam uang dengan bunga tinggi.

Disebabkan sudah terbiasa mengutang, mereka dengan enteng akan membeli barang-barang mahal dengan cara kredit. Keluarga-keluarga semacam ini tidak pernah terbebas dari kesusahan. Mereka menempuh jalan tersebut yang kadang-kadang justru membuat mereka tak mampu membeli kebutuhan pokok sehari-sehari.

Keadaan demikian dapat terjadi bahkan terhadap keluarga yang pendapatannya agak lumayan. Mereka akan terjebak dalam keadaan sulit karena tidak memiliki rencana pengeluaran yang semestinya. Orang-orang semacam itu merupakan korban kemewahan dan penampilan semu. Kesejahteraan keluarga bukan hanya bergantung pada jumlah uang yang diperoleh dan dibawa ke rumah; melainkan juga membutuhkan pengaturan dan pengendalian pengeluaran yang tepat.

Imam Ja`far Shadiq as. berkata, "Bila Allah Swt menghendaki sebuah keluarga hidup makmur, Dia akan memberinya kemampuan untuk bersikap bijaksana dan teratur dalam hidupnya."[23]

"Seluruh keutamaan terkandung dalam tiga hal: salah satunya adalah menggunakan pemahaman dan bersikap hati-hati dalam mengelola keuangannya."[24]
"Gaya hidup berlebih-lebihan menjadi penyebab kemiskinan dan kepapaan; dan sikap tengah-tengah (moderation) dalam mengarungi hidup memberikan kepuasan dan kesenangan."[25]

Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib as., mengatakan, "Dengan berhemat, separuh kebutuhan dapat dipenuhi."[26]

"Terdapat tiga tanda dari orang yang hidupnya berlebih-lebihan: (1) Ia ingin makan apa yang tidak dimilikinya; (2) Ia membeli sesuatu padahal tak punya uang; (3) Ia ingin mengenakan pakaian yang tak mampu dibelinya."[27]

Hal penting untuk memperlancar urusan-urusan keuangan keluarga adalah bahwa suami dan istri harus memiliki kesamaan pandangan. Bila suami atau istri berbelanja tanpa mengindahkan skala prioritas (yakni, mengutamakan membeli barang-barang yang memang dibutuhkan), niscaya pengelolaan rumah tangganya akan porak-poranda.

Anak-anak sekalipun harus memiliki pemahaman seputar barang-barang kebutuhan dan hal-hal yang harus diprioritaskan. Bila anak-anak menjadi sosok yang seenaknya hidup berlebih-lebihan dan orang tua, disebabkan kecintaannya, berupaya menyenangkan mereka dan mengizinkan mereka berbelanja sesukanya, maka keluarga yang dihuni orang-orang semacam itu tak lama lagi akan menghadapi masalah-masalah keuangan.


Pengetahuan Finansial untuk Anak-anak
Orang tua seharusnya memberitahukan anak-anaknya tentang status keuangan keluarga dan mendiskusikan soal anggaran belanja di hadapan mereka. Ini akan membuat mereka memahami tentang pentingnya berhemat dalam hal pengeluaran. Mereka juga seharusnya tahu bahwa pengelolaan sebuah rumah tangga tidak selamanya merupakan perkara yang mudah.

Perlu digarisbawahi bahwa anak-anak seyogianya secara bertahap diperkenalkan dengan tugas-tugas rumah tangga dan diberitahu soal pendapatan keluarga. Mereka seyogianya mengetahui bahwa kehidupan rumah tangga berjalan di atas pendapatan orang tua, bukan dari yang lain. Dengan kata lain, mereka harus memahami bahwa seluruh kebutuhan rumah tangga hanya dipenuhi dari uang pendapatan tersebut.

Seyogianya mereka juga diberitahu bahwa pengeluaran untuk hal-hal tertentu harus lebih diprioritaskan ketimbang yang lain. Misalnya, pembelian kebutuhan pokok sehari-hari (sembako), pembayaran sewa rumah, tagihan listrik
7
ir, dan sejenisnya.

Terhadap contoh yang disebutkan pertama, biaya pemenuhan kebutuhannya harus segera dikeluarkan. Baru setelah itu disusul dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang lain. Anak-anak perlu memahami dan bekerjasama dengan orang tuanya dalam masalah ini.

Sejak usia dini, anak-anak seyogianya dilatih untuk menyesuaikan kebutuhan dan keinginannya dengan kemampuan keuangan keluarga. Mereka harus dicegah dari pemborosan dan pembelian semaunya, serta dibiasakan berhemat dan melihat dirinya sebagai anggota keluarga yang harus mengeluarkan uang sesuai kemampuan keuangan keluarga.

Jangan sampai mereka memiliki pandangan yang keliru bahwa mereka berasal dari keluarga kaya raya dan dapat mengeluarkan uang sesuka hati. Karenanya, mereka harus dilatih untuk mengendalikan keinginan-keinginannya demi pengeluaran-pengeluaran penting rumah tangga yang tak dapat dihindari atau ditangguhkan.

Ketika kelak tumbuh dewasa, anak-anak tersebut akan memegang kendali kehidupan masyarakat di tangannya. Karena itu, mereka harus diarahkan pada kebiasaan berhemat semenjak usia dini. Sekalipun kondisi keuangan orang tua cukup lumayan, namun anak-anak tetap harus diajar mengeluarkan uang secara bijak dan hati-hati.

Para orang tua harus menjelaskan pada anak-anaknya bahwa semua orang pada dasarnya termasuk dalam satu keluarga besar yang disebut umat manusia. Karena itu, orang-orang beruntung yang kaya raya harus membantu dan menolong orang-orang yang fakir miskin.

Bila pendapatan keluarga tidak mencukupi, mereka harus memangkas pengeluaran sehari-harinya dan berupaya menutupi segenap kebutuhan seadanya, sesuai sumber daya yang minim.

Para orang tua seharusnya tidak mengeluhkan kesulitan keuangan yang dihadapinya kepada anak-anaknya. Mereka malah harus memberikan pelajaran kepada mereka tentang kesabaran dan dan ketawakalan terhadap Allah Swt. Persiapkanlah mereka untuk bersikap sabar dan berani menghadapi rintangan yang bakal muncul dalam kehidupan masa depannya.

Ketika sudah mampu bekerja, doronglah sang anak untuk menekuninya dan berilah dukungan moral. Orang tua harus mengatakan kepada si anak bahwa bila dirinya mulai bekerja, maka upah yang diperolehnya akan menambah pendapatan keluarga sehingga kehidupan [ekonomi]nya akan lebih lumayan. Si anak harus didorong untuk memberikan sebagian pendapatannya bagi keperluan pengeluaran rumah tangga.

Dengan cara ini, ia akan memahami tanggung jawabnya terhadap keluarga. Dengan begitu, seorang anggota keluarga yang sudah berpenghasilan (bekerja) harus menyisihkan sebagian uang hasil kerjanya demi pelbagai kebutuhan pengeluaran rumah tangga.


Catatan Kaki:
[23] Ushûl al-Kâfî, jil.5, hal.88.

[24] ibid., jil.5, hal.87.

[25] Wasâ`il asy-Syî'ah, jil.12, hal.41.

[26] Mustadrak al-Wasâ`il, jil.2, hal.424.

[27] Wasâ`il asy-Syî'ah, jil.21, hal.41.

8
ANAKMU AMANATNYA

7. MEMULAI HIDUP SEBAGAI IBU
Ketika sperma laki-laki masuk ke rahim wanita dan menyatu dengan ovum (sel telur), maka proses pembuahan dan menjadi seorang ibu pun dimulai. Ovum yang telah terbuahi itu dengan cepat berubah, dan puncaknya membentuk manusia seutuhnya. Kenyataannya, usia seseorang dapat dihitung semenjak hari terjadinya proses pembuahan.


Seorang intelektual menyatakan:
"Ketika manusia lahir ke dunia, ia telah berusia sembilan bulan. Selama masa sembilan bulan itu, ia mengalami metamorfosis, yang puncaknya membentuk dirinya menjadi manusia seutuhnya untuk sebuah kehidupan yang sempurna."

Ketika hamil, seorang wanita telah menjadi seorang ibu sejak saat itu. Ia mengemban tanggung jawab perkembangan anak dalam kandungannya.

Kenyataannya, sel ayah mewariskan gen yang membentuk fisik dan psikologi anak. Namun, masa depannya bergantung pada perawatan ibunya. Sel ayah itu seperti benih, yang perkembangannya sangat bergantung pada lingkungan yang diperoleh.


Seorang intelektual menulis:
"Orang tua dapat memberikan lingkungan yang ideal bagi perkembangan anak, dan dapat pula memberikan lingkungan yang merusak bagi perkembangan optimal anak. Bila lingkungan perkembangannya tak layak, maka hal ini tidak akan menguntungkan jiwa anak. Inilah mengapa orang tua mengemban tanggung jawab yang berat dalam mengasuh anak."

Kesejahteraan, sakit, kekuatan, kelemahan, pandangan, dan karakter setiap orang telah terbentuk dari dalam kandungan ibu. Dasar-dasar moral dan nasib anak telah terbangun dari awal ibu mengandung.

Nabi mulia Muhammad saw bersabda, "Nasib baik atau buruk seseorang telah terbangun ketika ia masih berada dalam kandungan ibu."[1]

Kehamilan adalah masa yang rawan dan memberikan tanggung jawab besar pada sang ibu. Seorang wanita yang sadar akan tanggung jawabnya tidak akan menganggap kehamilan sebagai biasa-biasa saja, dan tak akan sembarangan bertindak. Ia tahu bahwa sedikit saja kesembronoan akan berdampak pada kesehatannya, dan bayi yang dikandungnya pun akan cedera. Cedera ini bisa saja sangat serius, sehingga ketika lahir, sang jabang bayi akan menderita cacat seumur hidup.


Seorang intelektual menulis:
"Tubuh ibu dan semua yang terkait dengannya berpengaruh bagi anak yang dikandungnya. Anak dalam kandungan begitu sensitif terhadap perubahan yang dialami tubuh ibunya. Ini karena tubuh ibu telah sempurna, sementara tubuh anak sedang berkembang menuju bentuk akhirnya. Oleh karena itu, adalah tugas ibu hamil untuk menjaga lingkungan yang baik dalam rumah.

Ia dapat berhasil dalam hal ini bila mengetahui kejadian apa yang dapat berakibat baik dan buruk bagi anak. Ibu yang berhati-hati akan menyediakan lingkungan yang baik bagi perkembangan anak dalam kandungannya. Memperoleh lingkungan yang baik bagi anak selama kehamilan dan segera setelah melahirkan adalah hal yang memang nyaris mustahil.

Tetapi orang tua tetap mesti berusaha keras untuk memperoleh lingkungan sesempurna mungkin. Karena, dampak buruk yang disebabkan kelalaian tak dapat diabaikan. Bila orang tak menyadari akan konsekuensi dari kelalaian itu, maka mereka akan menghadapi banyak masalah selama kehamilan dan setelah melahirkan anak. Mereka mesti menyadari bahwa lahir ke dunia tanpa cacat fisik adalah hak setiap manusia."


Keselamatan Janin Bergantung pada Nutrisi Ibu
Dalam rahim ibu, janin bukanlah bagian yang utuh dari tubuh sang ibu meskipun memperoleh makanan dari darah dan nutrisinya. Makanan seorang ibu hamil mesti direncanakan dan seimbang, yang seharusnya pengadaan nutrisi ini tidak hanya untuk menjaga diri sang ibu melainkan juga untuk sang janin.

Oleh karena itu, resep nutrisi seorang ibu hamil harus direncanakan secara cermat. Jika tidak, akan terjadi risiko kekurangan vitamin-vitamin tertentu dan mineral-mineral dalam makanan, yang mungkin akan mengakibatkan terganggunya kesehatan ibu dan anak.

Dalam pandangan Islam, nutrisi ibu hamil adalah kebutuhan primer, sedemikian rupa sehingga ia bisa dibebaskan dari kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan. Ia diberi kebebasan penuh dari kewajiban itu, hingga melahirkan sang bayi.

Penelitian membuktikan bahwa delapan puluh persen dari bayi cacat genetis-baik secara fisik maupun mental-disebabkan oleh makanan yang kurang baik bagi ibu selama masa kehamilan.[2]


Dr. Jazairi, seorang pakar nutrisi, menyatakan:
"Telah diketahui sejak dulu bahwa pada perkembangan janin dan bayi sebelum lahir dan selama pengonsumsian nutrisi oleh ibu sangatlah penting. Ibu harus memperhatikan semua protein, vitamin, karbohidrat, lemak, dan material-material esensial lainnya; yang diberikan dalam kuantitas optimal dan interval yang tepat, demi memperoleh perkembangan sel hidup yang baik, yaitu janin. Janin yang berada pada tahap metamorfosis dalam rahim membutuhkan semua bahan esensial tersebut untuk perkembangan yang baik dan sehat. Tak jarang terjadi pada masa kehamilan bahwa ibu terlihat sehat, namun disebabkan kurangnya vitamin, janin tumbuh abnormal."[3]


Sementara Karner menyatakan:
"Terkadang penyebab seorang bayi lahir abnormal meskipun benihnya bagus adalah karena tak memperoleh lingkungan rahim yang layak. Tetapi terkadang pula, meskipun lingkungan rahimnya layak, namun benihnya tidak bagus. Keadaan itu akan menyebabkan bayi-bayi lahir dalam kondisi cacat, seperti bibir sumbing, mata juling, polio, dan lain-lain.

Dahulu, cacat seperti ini dianggap karena faktor keturunan; tetapi sekarang, riset membuktikan bahwa keadaan mereka itu disebabkan kekurangan pasokan elemen-elemen penting seperti oksigen selama masa kehamilan. Lingkungan dan kondisi sekeliling selama masa kehamilan seorang wanita dianggap pula sebagai penyebab terjadinya cacat bawaan seperti kelumpuhan dan lain-lain."
Imam Ja`far Shadiq as. berkata, "Apapun yang dimakan dan diminum seorang ibu hamil, sang janin juga akan mengonsumsinya."[4]




8. NUTRISI IBU

Riwayat Islam Ihwal Jenis Makanan Tertentu
Selama masa kehamilan, jenis makanan yang dikonsumsi ibu membawa pengaruh bagi watak, kecerdasan, dan kapabilitas anak. Ini disebabkan otak anak merespons kualitas nutrisi yang diberikan ibunya selama masa pertumbuhan janin (dalam kandungan). Islam secara jelas menyatakan bahwa makanan yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan akan berpengaruh pada karakter anak. Berikut ini beberapa hadis yang berkaitan dengan hal tersebut.
Rasulullah saw bersabda, "Para ibu mesti memastikan bahwa selama fase akhir kehamilan, mereka memakan kurma. Ini agar anak mereka tumbuh menjadi orang yang lembut dan bijaksana."[5]

Beliau saw juga bersabda, "Pastikan bahwa istri kalian yang sedang hamil memakan biji-bijian behdana.[6] Dengan demikian, istri kalian akan mengandung anak dengan kesehatan dan watak yang baik."[7]

Imam Ali Ridha as. berkata, "Ketika seorang wanita hamil memakan biji-bijian behdana, maka itu akan meningkatkan kecerdasan dan kebijaksanaan anak."[8]

Rasulullah saw bersabda, "Wanita hamil yang memakan buah semangka, akan melahirkan bayi yang cantik dan sopan."[9]


Pengaruh Nutrisi Ibu Bagi Janin
Penelitian terhadap perbedaan jenis makanan bukanlah lingkup pembahasan dalam buku ini. Kami juga tidak akan memerinci satu persatu kualitas setiap jenis makanan itu. Karena, hal ini memerlukan pembahasan panjang lebar. Apalagi kami bukanlah pakar dalam bidang ini. Namun, untungnya, banyak buku bermanfaat yang telah diterbitkan sekaitan dengan tema tersebut. Sehingga bagi para pembaca yang tertarik untuk mengetahuinya secara lebih terperinci, dapat merujuk pada buku-buku tersebut.

Meskipun kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh wanita hamil meningkat, namun masalah lain yang dikhawatirkan adalah menurunnya nafsu makan dalam kondisi tersebut. Kebanyakan mereka merasa lesu dan bosan. Dalam kondisi demikian, mereka perlu mengonsumsi saripati makanan-makanan ringan dan mengandung lebih banyak gizi. Makanan bergizi yang diperlukan tubuh manusia terdiri dari berbagai jenis. Oleh karena itu, menjaga ransum wanita hamil memberikan kesempatan dalam mendesain program makan yang ideal baginya.


Seorang pakar menulis:
"Menjaga tubuh tetap sehat tidak hanya memerlukan makan, melainkan mesti direncanakan pula pengonsumsian berbagai jenis makanan dalam interval tertentu."[10]

Seorang ibu juga harus memastikan bahwa ia mengonsumsi vitamin dan mineral tambahan di saat sarapan dan makan malam, yang akan membantu janin di usia kandungan tujuh bulan. Ini tidak hanya akan membantu pertumbuhan gigi dan gusi, melainkan juga beberapa tulang penting pada tubuh.[11]


Dr. Jazairi menyatakan:
"Mengonsumsi yoghurt dan keju selama masa kehamilan akan memberikan vitamin dan lemak bagi wanita hamil dan mencegahnya dari kecenderungan memakan hal-hal yang tak perlu. Namun demikian, ia harus menghindari yoghurt yangam. Keju basi juga mesti dihindari. Saat sarapan, ia mesti minum segelas susu dan semangkuk bubur gandum. Vitamin B-yang banyak terdapat dalam hati, ginjal, dan usus-adalah makanan yang bermanfaat dan membentuk diet bagi wanita hamil."[12]

Sangat baik bagi wanita hamil untuk minum susu dalam interval waktu yang teratur. Susu adalah makanan lengkap, dan para nabi di masa lalu sangat gemar meminumnya. Imam Ja`far Shadiq berkata, "Susu adalah makanan para nabi."[13]


Dr. Jazairi menyatakan:
"Kebanyakan wanita merasa sakit pada tungkai dan punggungnya yang disebabkan kekurangan kalsium selama masa kehamilan. Kuku mereka juga mudah patah selama masa tersebut. Oleh karena itu, mereka dianjurkan untuk mengonsumsi buah-buahan dan sayuran yang kaya kalsium. Mereka juga mesti secara teratur mengonsumsi sup tulang domba dan jus lemon."[14]

Bagi umumnya orang dan khususnya wanita hamil, sayuran (mentah maupun masak) dan buah-buahan adalah makanan yang baik. Tumbuh-tumbuhan mengambil zat-zat bergizi dari tanah, air, udara, dan sinar matahari; lalu menyimpannya untuk kita makan. Sementara itu, semua buah-buahan mempunyai nilai gizi yang baik. Namun buah apel, quince, pir, dan kurma akan sangat bermanfaat.

Demikian pula setiap sayuran memiliki nilai gizi sendiri-sendiri. Vitamin dan mineral tersedia bagi tubuh melalui bebijian (seperti padi dan gandum), buah-buahan, dan sayuran. Orang yang ingin menjaga makanannya dengan baik mesti makan berbagai buah-buahan dan sayuran, serta makan semua buah-buahan musiman, meskipun hanya sesekali. Khususnya, wanita hamil juga dianjurkan untuk berhati-hati dalam mengombinasi berbagai makanan bagi diet mereka.

Islam sangat menganjurkan umatnya dan wanita hamil untuk makan buah-buahan dan sayuran. Berikut ini kami berikan beberapa kutipan riwayat sekaitan dengan hal ini.

Imam Ja`far Shadiq as. berkata, "Beberapa tempat itu memiliki hiasan dan sayuran adalah hiasan tempat makan."[15]

Suatu hari, Imam Ali Ridha as. duduk dan hendak makan. Namun beliau tak melihat selada dalam makanan beliau. Beliau lalu berkata pada pelayan beliau, "Kau tahu bahwa aku tak pernah makan tanpa selada. Jadi, tolong bawakan selada untukku." Ketika selada telah dibawakan, barulah beliau mulai makan.

Rasulullah saw bersabda, "Makanlah buah quince, karena dapat meningkatkan kecerdasan kalian, menghilangkan kekhawatiran, dan menjadikan anak kalian lembut."[16]

Beliau saw juga bersabda, "Makanlah buah quince dan hadiahkanlah buah-buahan itu untuk kawan kalian. Karena, buah itu akan meningkatkan daya penglihatan mata dan melembutkan hati. Wanita hamil juga dapat memperoleh manfaat dari buah ini, sehingga anak mereka lahir cantik dan sehat."[17]

Beliau saw kembali bersabda, "Selama bulan-bulan akhir kehamilan, wanita hamil dianjurkan makan kurma agar anaknya berwatak sabar."[18]

Imam Ali as. berkata, "Makanlah kurma, karena menjadi obat bagi segala rasa sakit."[19]

Masih banyak lagi hadis-hadis Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya, yang menjelaskan seputar nilai gizi dari berbagai buah-buahan dan sayuran. Oleh karena itu, para pakar gizi dapat merancang jadwal diet yang baik, termasuk kadar yang tepat, dari buah-buahan dan sayuran ini. Berkonsultasi pada seorang pakar gizi atau spesialis akan sangat berguna.


Catatan Kaki:
[1] Bihâr al-Anwâr, jil.77, hal.115.

[2] Aijaz-e Khurakiah, hal.220.

[3] Biography Before Delivery, hal.182.

[4] Bihâr al-Anwâr, jil.6, hal.342.

[5] Mustadrak al-Wasâ`il, jil.3, hal.113.

[6] Biji-bijian behdana merupakan semacam pohon mawar yang tumbuh di Asia Tengah, yang buahnya menyerupai apel kuning yang banyak daging buahnya.

[7] Mustadrak al-Wasâ`il, jil.3, hal.116.

[8] Makârim al-Akhlâq, jil.1, hal.196.

[9] Mustadrak al-Wasâ`il, jil.3, hal.635.

[10] Ilm-o Zindagi, hal. 462.

[11] Biography Pesh-uz Tawallud, hal. 80.

[12] Aijaz Khurakia, hal.223.

[13] Bihâr al-Anwâr, tanpa jil. dan no. halaman.

[14] Aijaz Khurakia, tanpa no. halaman.

[15] Mustadrak al-Wasâ`il, jil.3, hal.148.

[16] Makârim al-Akhlâq, jil.1, hal.196.

[17] ibid., jil.2, hal.116.

[18] ibid., jil.3, hal.113.

[19] ibid., hal.112.

9
ANAKMU AMANATNYA

9. MENGONSUMSI TEMBAKAU
Wanita hamil dianjurkan untuk menjauhkan diri dari rokok atau produk-produk tembakau lainnya. Mengonsumsi tembakau tidak hanya mengganggu kesehatan, melainkan juga berbahaya bagi janin mereka. Sekaitan dengan hal ini, kami akan kutipkan sebuah tulisan (paper) yang diterbitkan dalam sebuah jurnal luar negeri. Kami minta Anda memperhatikan apa yang tertulis di situ sebagai berikut.

"Sebuah studi yang dibuat di negara-negara Skandinavia terhadap 6.363 wanita hamil, menunjukkan bahwa kelompok wanita hamil yang merokok, melahirkan bayi dengan berat rata-rata berselisih 170 gram di bawah bayi yang dilahirkan wanita yang tidak merokok. Selisih berat badan ini dicatat dari 50 persen wanita hamil yang memiliki kebiasaan merokok. Di samping itu, tinggi badan bayi dari ibu perokok ternyata juga lebih rendah dari bayi kelompok ibu bukan perokok.

Demikian pula dengan kepala dan kandung kemih bayi dari ibu perokok, juga lebih kecil ketimbang bayi dari ibu bukan perokok. Kelumpuhan bayi dari ibu perokok juga tercatat enam kali lebih banyak ketimbang bayi dari ibu bukan perokok. Bayi dari ibu perokok memiliki kemungkinan lebih besar lahir dengan cacat fisik ketimbang bayi dari ibu bukan perokok.

Merokok menyebabkan berkurangnya oksigen dalam darah janin, yang mengakibatkan produksi hemoglobin yang berlebihan. Penyakit hati bawaan pada bayi dari ibu perokok lima puluh persen lebih banyak ketimbang bayi dari ibu bukan perokok. Statistik juga membuktikan bahwa anak-anak dari ibu perokok lebih buruk dalam studi mereka di sekolah ketimbang anak-anak dari ibu bukan perokok.

Intensitas dari kondisi ini bergantung pada frekuensi kebiasaan merokok sang ibu selama masa kehamilan, karena tembakau dapat mengakibatkan berkurangnya sel-sel otak pada janin. Apa yang disebutkan di atas adalah sebagian dari kerusakan yang terjadi pada bayi dari ibu yang gemar mengonsumsi tembakau. Mungkin saja terjadi kerusakan yang lebih serius lagi disebabkan rokok, yang sejauh ini belum teridentifikasi. Oleh karena itu, setiap ibu yang mau memperhatikan kesehatan dirinya dan anaknya mesti menjauhi rokok."[20]


Dr. Jazairi menyatakan:
"Merokok berbahaya bagi ibu dan juga bayi yang sedang berkembang dalam rahimnya. Minuman beralkohol juga sangat berbahaya bagi ibu hamil. Racun dalam alkohol dapat menghancurkan vitamin-vitamin yang sangat diperlukan oleh ibu dan janinnya. Wanita seperti itu memiliki risiko melahirkan bayi cacat. Merokok dan mengonsumsi teh mendidih sangat berbahaya bagi wanita hamil."[21]


Sementara itu, Dr. Jalali menulis:
"Alkohol, mariyuana, dan obat-obat terlarang lainnya masuk ke dalam aliran darah orang tua dan berpindah ke dalam embrio, sehingga merusak perkembangan janin. Beberapa pakar berpendapat bahwa ketika seorang wanita hamil merokok, jantung janinnya akan terpengaruh dan detaknya akan meningkat secara abnormal."[22]




10. KETIKA WANITA HAMIL JATUH SAKIT
Ketika memerlukan obat disebabkan sakit, seorang wanita hamil harus sangat berhati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan tersebut. Sebab, obat-obatan pada umumnya didesain untuk orang dewasa dan mungkin tidak cocok bagi janin, sehingga dapat merusaknya. Tak dapat diprediksikan pengaruh apa yang mungkin timbul bagi janin akibat obat-obatan itu. Karena, kenyataannya, tak ada obat yang tak berpengaruh pada janin.

Inilah mengapa seorang wanita hamil mesti secara maksimal mengendalikan diri dalam pemakaian obat-obatan. Bahkan, ia harus menghindari pemakaian obat-obatan. Tetapi, jika kondisi kesehatan mengharuskannya menggunakannya, ia mesti berkonsultasi lebih dulu pada seorang dokter, yang dapat memberikan saran secara benar tentang obat dan dosisnya.

Ketika sakit itu berisiko bagi ibu dan janinnya, maka sang ibu mesti juga berkonsultasi dan memperoleh perawatan dari pakar di bidang tersebut. Bila tidak, hal itu akan mengakibatkan cacat pada janin.


Seorang ahli menulis:
"Mungkin saja virus-virus dan mikroba-mikroba tertentu dari tubuh ibu dan ayah masuk ke dalam janin, dan menginfeksinya dengan penyakit yang sama."


Ia juga menulis:
"Setiap perubahan pola makan ibu, obat-obatan yang ia konsumsi, dan penyakit yang ia derita, akan mempengaruhi embrio. Kondisi sakit, yang mempengaruhi embrio di masa awal kehamilan, akan meningkat secara progresif. Oleh karena itu, penting sekali bagi seorang wanita hamil untuk menjaga dirinya dari segala penyakit. Terkadang bahkan, penyakit mampu merusak kemampuannya untuk hamil di masa mendatang."


Ia menulis pula:
"Terdapat beberapa materi non-makanan, yang ketika dikonsumsi wanita hamil, akan merusak perkembangan janin. Kebanyakan obat-obatan diperuntukkan bagi orang dewasa, dan uji cobanya juga dilakukan pada orang-orang dewasa sebelum disahkan. Virus, bakteri, dan kuman dalam tubuh ibu terkadang juga memengaruhi janin. Terkadang janin mulai memperlihatkan gejala penyakit yang sama, atau bahkan terkadang pertumbuhan abnormal terjadi pada janin disebabkan penularan tersebut."[23]




11. PENGARUH KONDISI PSIKOLOGIS IBU TERHADAP JANIN
Para pakar telah mengungkap secara hati-hati kenyataan apakah kondisi psikologi ibu dapat memengaruhi embrio dalam kandungannya. Beberapa pakar berkata bahwa bila seorang ibu dalam kondisi ketakutan dan gelisah, janin akan terpengaruh dan besar kemungkinan kelak tumbuh menjadi anak yang minder.

Sementara itu, kecenderungan cemburu dan watak dengki ibu juga akan mengimbas pada anak. Sebaliknya, bila sang ibu memiliki watak baik, berperikemanusiaan, jujur, berani, dan penuh kasih sayang, maka itu juga akan berpengaruh pada anaknya.

Para pakar tersebut juga berpendapat bahwa anak dalam kandungan pada dasarnya merupakan bagian dari diri sang ibu. Oleh karena itu, ia akan terpengaruh oleh pikiran dan kondisi psikologis ibunya. Namun, beberapa pakar genetika dan psikologi anak menolak teori ini. Mereka merasa bahwa pikiran dan kondisi psikologi ibu tak akan mempengaruhi pikiran anak secara permanen.


Dr. Jalali menulis:
"Tak ada hubungan langsung antara ibu dan janin, selain melalui tali pusar yang tak memiliki rasa (atau indra); dan tali pusar-yang tertutup itu-memiliki urat syaraf yang membawa darah. Oleh karena itu, pendapat awal yang menyatakan bahwa kondisi kejiwaan ibu berpengaruh pada pikiran anak boleh jadi tidak benar."[24]


Namun demikian, tidak benar bila dikatakan bahwa pikiran ibu sama sekali tak berpengaruh langsung pada anak. Pandangan ini terilustrasikan pada argumen-argumen berikut:
1. Pikiran dan jiwa manusia saling terhubung satu sama lain. Kondisi sakit atau sehat, kekuatan syaraf dan daya tahan fisik atau kelemahan, dan bahkan munculnya atau kurangnya nafsu makan akan berpengaruh pada pikiran dan kepribadian seseorang. Kepribadian individu dan wataknya akan berpengaruh pada perkembangan otaknya. Karenanya, bisa saja kekurangan pada makanan atau tiadanya makanan akan meningkatkan kegelisahan dan pikiran buruk dalam otak.

2. Embrio memerlukan makan, yang masuk dan menjangkaunya dalam rahim ibu. Selama janin berada dalam rahim, ia bergantung pada ibunya untuk makan. Oleh karena itu, kebiasaan-makan ibu berpengaruh langsung pada perkembangan fisik dan mental anak. Dr. Jalali menulis, "Apa yang bermanfaat bagi ibu pasti juga bermanfaat bagi janin. Bila makanan ibu kekurangan kalsium, maka hal itu akan berpengaruh pada perkembangan tulang dan gigi anak."[25]

3. Sebagaimana diketahui, gangguan dan kegelisahan berlebihan pada seseorang akan menyebabkan ketidaksanggupan dalam mencerna, sembelit, dan memengaruhi tubuhnya. Sedangkan kesedihan atau ketakutan berlebihan akan menurunkan nafsu makan seseorang dan sistem pencernaannya akan terganggu. Kelenjar pencernaan juga tidak akan berfungsi normal.

Dari ketiga keterangan di atas dapat dikatakan bahwa meskipun kondisi pikiran dan batin ibu tidak secara langsung berpindah ke otak dan syaraf anak, namun kondisi itu dapat memengaruhi fungsi pencernaan ibu yang akhirnya berpengaruh pada pembentukan fisik dan batin anak.

Perasaan ibu yang sedang marah atau gelisah akan mempengaruhi karakternya secara umum dan mengganggu sistem pencernaannya. Kondisi ini akan merusak tubuh sang ibu termasuk pula janinnya. Mungkin saja anak dalam kandungan ibu semacam itu akan terjangkit penyakit tersebut, yang akan muncul dengan sendirinya pada tahap berikutnya.


Dr. Jalali menulis:
"Kegelisahan berlebihan yang dialami ibu hamil dan kejadian tak menyenangkan di lingkungannya akan berbahaya bagi perkembangan dan watak anak. Kondisi-kondisi semacam itu akan menciptakan masalah dan menumbuhkan kelenjar-kelenjar yang tak diinginkan. Akibat lainnya, sistem pencernaan tak mampu berfungsi normal. Mungkin inilah alasan mengapa beberapa anak mengidap kegelisahan. Kondisi ini boleh jadi pula menjadi penyebab keguguran."[26]

Seorang wanita hamil yang merasa nyaman secara fisik dan mental akan memperoleh janin yang sehat. Lingkungan damai seperti itu tentulah ideal bagi perkembangan sempurna anak dalam rahim ibu. Sebaliknya, janin dari seorang ibu yang pencemburu, dengki, mudah tersinggung, penakut, dan bermental buruk tidak akan terasuh dengan baik dan dapat terjangkiti penyakit pada pikiran dan tubuhnya. Sekaitan dengan ini, perlu disimak penjelasan berikut:

"Para pakar psikologi telah membuktikan bahwa 26 persen dari penyakit psikologis anak merupakan warisan dari kondisi ibu mereka. Oleh karena itu, bila sang ibu dalam kondisi sehat walafiat, maka anaknya pun akan memiliki kondisi fisik yang baik. Bila seorang ibu peduli terhadap kesehatan anaknya, maka hendaknya ia memperhatikan kondisi fisik dan mentalnya sendiri selama masa kehamilan. Dan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anak selalu nyata."




12. BEBERAPA ANJURAN

Hindari Mengangkat Barang-barang Berat
Wanita hamil dianjurkan untuk tidak mengangkat barang-barang berat. Mereka juga mesti menghindari tugas-tugas yang sangat melelahkan. Karena, bila seorang ibu hamil kecapaian, maka bayi yang sedang dikandungnya juga akan kecapaian. Kasus-kasus seperti ini bisa mengakibatkan keguguran.


Hindari Bepergian Jauh
Bepergian jauh selama bulan-bulan terakhir masa kehamilan juga tidak dianjurkan. Bila tidak ada keperluan penting untuk melakukan perjalanan, lebih baik seorang ibu hamil tidak melakukannya. Namun demikian, melakukan pekerjaan ringan dan membatasi gerakan tidak menjadi masalah, bahkan bermanfaat bagi kesehatan ibu dan janin dalam kandungan.


Dr. Jalali mengatakan:
"Kelelahan pada wanita hamil akan meningkatkan zat beracun dalam darah. Karena darah merupakan sumber nutrisi bagi janin, maka itu akan merusak pertumbuhan anak."[27]


Ciptakan Lingkungan Bersih
Janin dalam kandungan ibu memerlukan oksigen, meskipun belum dapat menghirupnya sendiri (melalui hidung). Namun, ia memanfaatkan oksigen yang diperoleh ibu dari udara.

Dengan demikian, oksigen yang dikonsumsi ibu tidak hanya untuk kepentingan dirinya, melainkan juga untuk kepentingan janin. Bila ibu menghirup udara bersih dan higienis, maka ia dapat memastikan kesehatan dirinya dan janin yang dikandungnya. Namun, bila lingkungan ibu telah tercemar sehingga menghirup udara beracun, maka ini akan berbahaya bagi kesehatan dirinya dan janinnya.

Oleh karena itu, wanita hamil dianjurkan untuk memperhatikan lingkungan di mana dirinya tinggal. Ia mesti tinggal di lingkungan yang bebas polusi. Ia juga mesti menghindari begadang di malam hari, yang akan membuat dirinya kelelahan.

Selama kehamilan, wanita mesti menghindari rokok dan terlindung dari menghirup udara tercemar. Ketika tidur, ia sebaiknya membuka jendela kamar, agar udara segar terkonsumsi olehnya. Perlu diperhatikan di sini, kekurangan oksigen dapat sangat berbahaya bagi janin. Kami kutipkan kembali pernyataan Dr.


Jalali sebagai berikut:
"Berbagai cacat tubuh seperti bibir sumbing, tapak kaki rata, mata cekung dan kecil, tadinya dianggap berasal dari faktor keturunan. Namun, sekarang ditemukan bahwa cacat-cacat pada anak yang baru lahir ini justru disebabkan kondisi lingkungan, terutama disebabkan kurangnya konsumsi oksigen selama masa kehamilan ibu."


Catatan Kaki:
[20] Maktab Islam, Tahun 15, no. 6.

[21] Aijaz Khurakia, hal.215.

[22] Rowan Shinashi Kudak, hal.222.

[23] Biography Pish-az Tawallud, hal.182.

[24] Rowan Shinashi Kudak, hal.188.

[25] ibid., hal.188.

[26] ibid., hal.222.

[27] Rowan Shinashi Kudak, hal.222.

10
ANAKMU AMANATNYA

13. MASALAH ABORSI
Tak masalah dalam Islam sekaitan dengan penggunaan alat kontrasepsi atau penerapan keluarga berencana, melalui kesepakatan bersama antara suami dan istri. Bila istri dan suami khawatir terhadap efek-efek yang tak diinginkan, mereka dapat menghindari mengonsumsi pil-pil dan suntikan berbahaya, serta metode kontrasepsi lainnya (yang juga dianggap berbahaya).


Larangan Islam terhadap Aborsi
Aborsi tidak diperbolehkan dalam Islam. Islam menginginkan agar keturunan para pengikutnya terus berkembang. Ketika sperma dan sel telur telah bercampur sehingga membentuk embrio, maka ini merupakan awal kehidupan; dan aborsi terhadapnya adalah haram dalam Islam.

Meskipun embrio merupakan objek kecil, namun ia memiliki hak untuk eksis. Ia merupakan eksistensi, yang cepat berkembang menjadi manusia seutuhnya. Makhluk kecil ini menginginkan ibunya memberikan lingkungan yang sesuai untuk berkembang dan lahir sebagai manusia seutuhnya.

Orang tua yang melakukan aborsi berarti telah melakukan pembunuhan, yang dapat diganjar dengan hukuman di akhirat kelak. Keyakinan Islam, yang merupakan penegak hak asasi, sedemikian melarang praktik aborsi dan pembunuhan terhadap bayi.

Ishaq bin Ammar meriwayatkan: Aku bertanya pada Imam Musa bin Ja`far as. tentang kasus seorang wanita yang takut hamil, "Apakah Anda mengizinkannya untuk meminum ramuan demi melakukan aborsi?" Beliau menjawab, "Tidak. Aku tidak mengizinkannya." Aku lalu bertanya lagi, "Ketetapan apa yang berlaku pada masa kehamilan di tahap awal embrio?" Beliau berkata, "Perkembangan manusia dimulai pada saat terbentuknya embrio. Allah Swt. berfirman dalam al-Quran bahwa pada Hari Kiamat kelak, para orang tua akan ditanya tentang kejahatan membunuh anak mereka. (QS. at-Takwir: 8-9)."

Aborsi adalah perbuatan yang sangat tak bermoral, yang telah dilarang Islam. Juga dapat berisiko fatal bagi kehidupan dan kesehatan ibu. Dr. Pak Nagar, dalam seminar tentang aborsi, mengatakan:

"Telah terbukti bahwa praktik aborsi berakibat berkurangnya umur wanita. Penelitian ilmiah juga membuktikan bahwa aborsi mengganggu keseimbangan psikologis wanita."[28]

Dari tahun 1951-1953, berdasarkan statistik New York, sebanyak 2.601 wanita meninggal dunia disebabkan aborsi. Dan sepuluh tahun setelah itu, jumlahnya meningkat sebanyak 42 persen. Di Chile, 39 persen wanita tewas karena aborsi.


Mengapa Aborsi?
Salah satu alasan dilakukannya aborsi adalah kemiskinan. Beberapa orang tua berlindung di balik alasan ini untuk membunuh anak mereka sendiri. Tak diragukan bahwa banyak keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Dan memang sangat sulit untuk mengasuh keluarga dalam kondisi miskin seperti itu. Namun, Islam tak menerima kemiskinan sebagai alasan untuk melakukan aborsi. Allah Swt berfirman dalam al-Quran, Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (QS. al-Isra: 31)

Ketika janin telah terbentuk, orang tua mesti menanggung beban dengan tabah, sehingga anak dapat tumbuh dewasa serta memberikan manfaat bagi keluarga dan masyarakat. Kelak di kemudian hari, anak sangat mungkin menjadi sumber ekonomi keluarga, sehingga mereka terbebas dari kemiskinan.

Alasan lain dilakukannya aborsi adalah aktivitas di luar rumah, tanggung jawab pekerjaan kantor, dan telah memiliki banyak anak. Namun semua ini bukan merupakan alasan-alasan valid, yang dapat diterima oleh hukum Islam dan akal sehat, untuk melakukan aborsi.


Uang Darah untuk Pelaku Aborsi
Bahkan tindakan aborsi dapat dikenakan diyat (membayar uang darah), yang jumlahnya tergantung dari usia janin. Imam Ja`far Shadiq as. berkata, "Jika anak yang diaborsi masih berbentuk embrio, maka diyatnya adalah 20 dinar. Bila telah berbentuk segumpal darah ('alaqah), maka diyatnya adalah 40 dinar. Bila telah berbentuk segumpal daging (mudhghah), maka diyatnya adalah 60 dinar. Bila telah terbentuk tulang ('azhm), maka diyatnya adalah 80 dinar. Bila telah berbentuk manusia utuh (sebelum dimasukkan ruh kepadanya), maka diyatnya adalah 100 dinar. Dan bila ruh telah dimasukkan kepadanya, maka hukumannya adalah sama dengan (hukum membunuh) seorang manusia pada umumnya."[29]


Seorang wanita bernama Afsar al-Maluk Amili, telah menulis syair indah sekaitan dengan isu ini sebagai berikut:
Seorang janin kecil yang telah diaborsi muncul dalam mimpiku dan berkata:

Bila engkau bertemu ibuku, maka sampaikan pertanyaanku kepadanya:

Ibu, kesalahan apa yang kuperbuat sehingga engkau membunuhku?

Sebagai anak, semestinya aku menunggu waktuku dengan damai,

namun mengapa yang kuperoleh justru pembunuhan?

Engkau telah menajamkan taring dan cakarmu, dan telah menodai pakaianmu dengan darahku.

Aku adalah tamu yang baru engkau datangkan, dan tak membahayakan dirimu.

Tamu yang semestinya digembirakan, bukan malah dibunuh dengan kejam.

Engkau mengkhawatirkan biaya perawatanku, sehingga kau padamkan keberadaanku.

Ibu, aku telah membawa rezekiku sendiri, namun sayang engkau tak meyakininya.

Engkau lebih memilih untuk bergerak bebas ketimbang merawatku, dan meletakkan landasan tirani.

Bagi anak, ibu adalah harapan mereka; dan bersamanya, mereka merasa cukup.

Aku berharap untuk dapat melihat wajahmu dan memetik bunga dari taman indahmu.

Aku berharap untuk dapat mengecap air susumu, sehingga melepaskan deritamu.

Aku berharap untuk meminum air susumu dan mendengar suaramu di telingaku.

Kupikir ketika engkau melihat senyumku, maka engkau akan duduk di samping tempat tidurku.

Kuharap bahwa engkau akan mengirimku ke sekolah dan memberiku pelajaran kebajikan.

Sekembali dari sekolah, aku akan membuatmu gembira dengan membacakan puisi anak-anak.

Aku berharap bahwa ketika aku beranjak muda, maka engkau akan mewujudkan nilai diriku.

Di usia tuamu, aku akan menjadi penopang dan penolongmu.

Sekarang aku berada di surga sebagaimana layaknya ruh suci, dan tempatku bersama hurrul 'ain (bidadari surga).

Engkau semestinya memohon ampunan, sehingga mungkin Allah Swt akan mengampunimu.

Wahai Afsar, permintaanku kepadamu adalah agar engkau menyampaikan pesanku ini kepada setiap ibu.




14. KELAHIRAN

Masa Penuh Risiko
Masa kehamilan umumnya berlangsung selama sembilan bulan sepuluh hari. Masa ini sangat sensitif dan penuh risiko, karena tanggungan beban untuk membesarkan sang janin di kemudian hari. Anak di masa tersebut menghabiskan kehidupannya dalam ruang yang tak dapat dikendalikan serta rentan terhadap bahaya fisik dan psikologis. Anak belum mampu melawan risiko ini.

Setelah melewati masa sembilan bulan tersebut, maka ia masih harus melewati fase berisiko lainnya, yaitu kelahiran. Proses kelahiran tidaklah mudah dan sederhana, melainkan sangat sensitif dan sulit.

Anak tumbuh dalam ukuran tertentu selama masa sembilan bulan, khususnya kepalanya-yang lebih besar ketimbang anggota tubuh lainnya. Sehingga proses kelahiran, yang mesti melewati saluran sempit rahim, menjadi sangat sulit.

Kemungkinan yang bisa terjadi selama kelahiran adalah patahnya atau terpelintirnya tangan anak. Kemungkinan lainnya adalah rusaknya otak disebabkan tekanan saat proses kelahiran.


Seorang pakar berkata:
"Proses kelahiran dapat mengakibatkan kerusakan psikologis pada anak. Menurut para psikiater, proses kelahiran dapat mengakibatkan beban signifikan bagi kehidupan anak. Menurut mereka, kelahiran adalah perubahan revolusioner dalam lingkungan dan kehidupan anak serta merampas rasa aman dan istirahat yang telah diperolehnya di rahim ibu. Pada saat kelahiran, rasa takut dan prihatin menjadi bagian dari psikologis manusia. Dalam kehidupan mendatang, seseorang akan mengalami pikiran-pikiran kacau yang tak dimengerti. Kehidupan janin (di rahim) sedemikian menyenangkan, sementara kelahiran berarti menjemput kerja keras di dunia."[1]


Dr. Jalali berkata:
"Ketika lahir ke dunia, anak akan mengalami tekanan selama beberapa jam, dan yang paling terpengaruh adalah kepalanya yang merupakan bagian terbesar dari tubuhnya. Bila kelahiran tidak normal, prosesnya akan menjadi lebih sulit. Di samping risiko lingkungan, anak juga mesti berhadapan dengan risiko penggunaan peralatan mekanik selama proses kelahiran; yang dalam kasus-kasus tertentu dapat mengakibatkan kematian bayi. Penyakit-penyakit, seperti kegilaan dan kelumpuhan pada anak, bisa juga disebabkan proses kelahiran yang sulit."[2]

Oleh karena itu, kelahiran anak bukan proses yang sederhana, dan memerlukan perhatian sepenuhnya dan keahlian demi menjamin keselamatan ibu dan anak. Kecerobohan sedikit saja pada penanganannya akan menyebabkan bahaya besar bagi keduanya (ibu dan anak), bahkan dapat mengakibatkan kematian bagi salah satunya atau keduanya. Namun sekarang, para dokter ahli dan spesialis dapat dengan mudah diakses, sehingga kemungkinan bahaya bagi ibu dan anak dapat diperkecil.


Konsultasi Sebelum Melahirkan
Dianjurkan bagi wanita hamil, jika dapat memperoleh akses kepada dokter spesialis kandungan atau (bidan) di rumah sakit, hendaknya ia berkonsultasi pada mereka sebelum menghadapi proses melahirkan. Ia mesti memastikan dari mereka kapan kira-kira dirinya akan melahirkan, dan meminta perawatan di rumah sakit dalam menghadapi proses tersebut. Keuntungannya adalah tersiagakannya dokter dan perawat selama proses melahirkan. Sehingga bila terjadi keadaan darurat, ia dapat segera ditolong. Bila tidak, itu akan berbahaya bagi ibu dan anak.

Keuntungan lain dari melahirkan di rumah sakit adalah tersedianya lingkungan sehat dan penanganan medis, yang tak dapat diperoleh di rumah. Selain itu, ia tak perlu berhadapan dengan berbagai pendapat tak-berdasar dari wanita lain dalam keluarga. Karena, biasanya, pendapat tersebut tidak memba ngun dan adakalanya membahayakan.


Peran Suami
Suami juga memiliki tanggung jawab besar selama masa kehamilan dan melahirkan. Secara syariat dan moral, sudah menjadi tugasnya-selama masa yang sulit dan berisiko ini-untuk memberikan pertolongan dan dorongan pada istrinya, serta mengambil semua langkah yang memungkinkan demi menjamin keselamatan proses kelahiran anak.

Kecerobohan suami dapat saja berakibat kematian bagi ibu dan anak, atau mengakibatkan cacat fisik dan psikologis. Suami yang ceroboh dapat dianggap sebagai kriminal dalam pandangan agama dan masyarakat, yang akan dipertanggungjawabkannya kelak di akhirat. Sang suami juga akan merasakan penyesalan yang mendalam, bila disebabkan kecerobohan dan kekikirannya, tidak memberikan perawatan yang memadai bagi istrinya yang sedang hamil.

Terkadang, disebabkan kelalaian, suami harus menyediakan lebih banyak biaya demi menyelamatkan anaknya dari cacat. Jika keluarga si wanita hamil tak mampu membawanya ke rumah bersalin, mereka mesti mencarikan bidan yang kompeten, cakap, dan berpengalaman dalam mengatasi proses kelahiran.


Beberapa Tips

Sekaitan dengan hal ini, tip-tip berikut semestinya diperhatikan:
1. Temperatur ruangan mesti sedang dan tidak terlalu dingin. Ini penting, karena wanita hamil akan mengalami tekanan yang hebat; dan disebabkan lamanya rasa sakit, akan banyak berkeringat. Sehingga, bayi akan merasa kedinginan dan terjangkit beberapa penyakit. Bila ruang melahirkan menjadi lebih dingin setelah proses kelahiran, maka ibu mungkin akan menjadi kedinginan.

Udara dingin berbahaya bagi bayi yang baru lahir, karena telah terbiasa dengan temperatur rahim yang hangat (sekitar 37,5o Celcius). Tubuh bayi belum mampu menyesuaikan diri. Karenanya, ia akan menjadi sakit, yang penanganannya cukup sulit. Kematian bayi dalam kasus seperti ini ternyata cukup tinggi.

2. Penting juga melindungi ruang melahirkan dari udara beracun, yang disebabkan rokok, pembakaran minyak tanah, dan lain-lain. Menghirup polusi semacam itu akan berbahaya bagi ibu dan anak.

3. Dianjurkan pula untuk menjaga privasi serupa di ruang melahirkan. Terjaga dari masuknya orang-orang yang tidak berkepentingan. Karena pengunjung ini dapat membuat malu dan gelisah wanita yang akan melahirkan itu, dan dapat pula memberikan infeksi yang dibawa dari luar ruangan. Selain itu, pengunjung tersebut dapat melihat aurat wanita itu, yang hal ini terlarang dalam Islam.

Karena dalam kondisi akan melahirkan, wanita akan sulit melindungi auratnya. Imam Sajjad memerintahkan para wanita pengunjung untuk meninggalkan ruang melahirkan, agar aurat si wanita melahirkan tak terlihat mereka.[3]

Wanita hamil harus melatih semua perawatan selama kehamilan dan melahirkan, agar dapat menghasilkan bayi sehat yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. Dalam pandangan Allah Swt sendiri, ini merupakan pelayanan terbaik seorang wanita dan akan memperoleh pahala karenanya.

Suatu hari, Rasulullah saw berbicara tentang jihad. Kemudian, seorang wanita bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah wanita dapat memperoleh keutamaan jihad?" Rasulullah saw menjawab, "Wanita juga dapat memperoleh keutamaan jihad.

Di masa dirinya hamil hingga melahirkan dan menyusui anaknya hingga menyapihnya adalah sama seperti seorang laki-laki yang pergi berjihad ke medan perang. Jika wanita itu meninggal dunia pada masa tersebut, maka ia akan memperoleh kesyahidan."[4]




15. SETELAH MASA KELAHIRAN
Ketika anak lahir, udara akan mengalir ke paru-parunya dan ia pun mulai bernafas. Setelah itu, ia akan menangis untuk pertama kalinya. Tangisan ini merupakan reaksi dari mengalirnya udara ke paru-parunya. Bila bayi tidak bernafas dan menangis, maka posisinya akan dibalik; kaki dipegang di atas dan kepala berada di bawah, untuk membantunya bernafas.

Kemudian tali pusar dipotong dengan gunting yang higienis. Setelah itu, bayi dimandikan dengan air hangat dan sabun, lalu dibungkus dengan kain. Untuk beberapa saat, bayi belum memerlukan susu. Kemudian, masukkan air hangat yang dicampur gula ke mulutnya.


Bayi Perlu Banyak Istirahat
Bayi yang baru lahir umumnya berada dalam keadaan mimpi. Karenanya, ia memerlukan banyak istirahat, disebabkan telah mengalami transisi eksternal dan internal. Mulanya, ia bergantung pada makanan ibunya, namun sekarang mesti menggunakan sistem pencernaannya sendiri. Selama masa hamil, janin bergantung pada oksigen yang dihirup ibunya.

Namun setelah lahir, ia harus menggunakan sistem pernafasannya sendiri. Ia sekarang menghirup sendiri oksigen di udara dan mengeluarkan karbondioksida ke udara. Fungsi organ internalnya akan mengalami perubahan besar, kondisi eksternal dan lingkungannya pun mengalami perubahan. Ketika berada di rahim ibu, lingkungannya bertemperatur sekitar 37,5 derajat Celcius; namun lingkungan barunya kini memiliki temperatur yang berubah-ubah.

Selama proses kelahiran pun, bayi mengalami banyak tekanan, yang memerlukan kelonggaran. Saat itu, anak akan seperti orang yang baru melewati operasi (pembedahan), sehingga memerlukan banyak istirahat. Seperti mesin yang baru dibeli, ia perlu penanganan ekstra hati-hati. Dalam keadaan seperti ini, hal terbaik yang dapat dilakukan kepadanya adalah memberinya suasana istirahat, untuk menetralisir kesulitan yang dialaminya selama proses kelahiran.


Dr. Jalali menyatakan:
"Mengusik bayi dengan tertawaan orang-orang, menggendongnya berkali-kali, dan sering mengganti pakaiannya untuk memperlihatkan dirinya kepada mereka adalah tindakan yang tidak dianjurkan dan semestinya dihindari. Bayi bukanlah mainan. Ia memerlukan istirahat dan ketenangan. Hindari berbicara keras di dekatnya, dan jangan menggoyang-goyangkannya naik-turun dalam upaya menenangkannya. (Keseringan) memeluk dan menciumnya juga tak dianjurkan."[5]


Sang Ibu Perlu Istirahat
Ibu juga memerlukan istirahat dan mengembalikan tenaga. Selama masa kehamilan sembilan bulan, ia telah mengalami banyak kerja berat. Khususnya setelah melahirkan, ia akan sangat lemah, seolah telah kehilangan hampir seluruh darahnya. Pada saat seperti ini, suami yang baik mesti memberikan semua kenyamanan untuknya; dan dengan nutrisi yang baik, ia mesti berupaya mengembalikan kesehatan istrinya.

Bila perawatan medis dan obat diperlukan, maka itu mesti segera dilakukan. Bila suami lalai dalam urusan ini, maka istrinya akan terus lemah dan ia akan menanggung pula konsekuensinya.


Catatan Kaki:
[28] Maktab-e Islami, Tahun ke-13, isu ke-8.

[29] Wasâ`'il asy-Syî'ah, jil.19, hal.169.

[1] Pish az Tawallud, hal.160.

[2] Rowan Shinashi Kudak, hal.193.

[3] Wasâ`'il asy-Syî'ah, jil.10, hal.119.

[4] Makârim al-Akhlâq, jil.1, hal.268.

[5] Rowan Shinashi Kudak, hal. 223.



11
ANAKMU AMANATNYA

16. MASA PENYUSUAN DAN PENYAPIHAN

ASI adalah Nutrisi Terbaik
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik dan lengkap bagi anak. Bahkan dia lebih baik daripada susu sapi, susu kambing, ataupun produk makanan bermerek.

1. ASI, yang disebabkan kandungan gizinya, akan bermanfaat bagi gerak (aktivitas) anak. ASI sangat cocok bagi anak. Ia telah memperoleh nutrisi dari ibunya selama sembilan bulan dalam kandungan, dan akan terus memperoleh asupan yang sama melalui ASI.

2. Karena ASI dimanfaatkan secara alamiah, maka nilai gizinya pun terpelihara. Sementara itu, susu sapi mesti direbus terlebih dulu sebelum dikonsumsi, sehingga mungkin saja banyak gizinya yang hilang.

3. Dari segi kesehatan anak, ASI paling dianjurkan. ASI sangat kecil kemungkinannya terkontaminasi kuman, lantaran langsung diberikan kepada anak. Sementara itu, susu lainnya diperoleh melalui alat tertentu, yang boleh jadi telah terinfeksi kuman pada saat digunakan.

4. ASI selalu dikonsumsi dalam kondisi segar, sementara susu lainnya bisa saja menjadi basi ketika disimpan.

5. Tidak mungkin terjadi campuran pada ASI, sementara susu lainnya dapat memperoleh risiko tersebut.

6. ASI terbebas dari kuman penyakit, sementara susu lain berisiko membawanya.

ASI adalah makanan teraman bagi bayi. Anak yang dibesarkan dengan ASI akan lebih sehat dibanding anak lainnya yang diberi susu jenis lain. Kasus kematian bayi yang mengonsumsi ASI kenyataannya lebih sedikit ketimbang yang mengonsumsi selainnya.

Keuntungan lain dari pemberian ASI adalah terselinginya periode kehamilan ibu, sehingga kemungkinan hamil lagi akan tertunda.

Islam juga menekankan pentingnya ASI bagi anak, dan bahkan menganggapnya sebagai hak alamiah anak. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata, "Tak ada susu sebaik ASI bagi anak."[6]

ASI begitu penting dalam pandangan Islam, sehingga ketika seorang ibu memberikannya kepada anak, dirinya akan beroleh balasan yang baik di akhirat kelak. Rasulullah saw bersabda, "Semakin sering seorang ibu memberikan ASI-nya pada anaknya, makin sering pula Allah memberikan pahala kepadanya sebagaimana (pahala) membebaskan budak dari suku Ismail. Ketika telah sampai masa penyapihan, seorang malaikat akan meletakkan tangan di pundak si ibu dan berkata, 'Mulailah hidupmu yang baru dengan dosa-dosa lalu yang telah terhapus.'"[7]

Dalam sebuah seminar di Universitas Syiraz, semua pakar yang hadir bersepakat bahwa makanan dan kombinasi vitamin apapun tidak dapat menggantikan ASI bagi anak.


Dr. Simeen Wakifi berkata:
"Amat memprihatinkan bahwa banyak ibu yang secara buta mengikuti praktik para wanita Barat, yaitu melakukan penyapihan dini pada anak mereka, serta memberikan susu bubuk dan makanan buatan lainnya kepadanya. Praktik semacam ini jelas bertentangan dengan kebutuhan nutrisi anak. Dan tak ada yang bisa menggantikan ASI, yang telah terbukti lebih baik dalam segala hal."[8]


Seorang pakar lainnya juga menulis:
"ASI adalah makanan unik, yang disediakan alam untuk bayi, dan tak ada makanan lain yang dapat menggantikannya. Oleh karena itu, setiap upaya mesti dilakukan untuk memastikan bahwa ibu dapat memberikan ASI-nya. Bila ternyata ASI-nya kering, ia mesti memperhatikan makanannya agar dapat menyuburkan ASI-nya."[9]

Ibu yang bertanggung jawab, yang memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya, tidak akan merampas rahmat yang telah diberikan Allah kepada mereka. Ibu seperti ini mengetahui tentang pentingnya pengaruh ASI bagi perkembangan tubuh dan daya pikir anak.

Oleh karena itu, ia mau mengorbankan kesenangan mereka sendiri demi kesehatan dan kesejahteraan anak. Wanita seperti inilah yang berhak disebut ibu; bukan mereka yang bodoh dan hanya mementingkan diri sendiri, yang meskipun mampu menyusui namun membuat diri mereka kering dan memberi anak mereka susu bubuk.

Wanita yang tidak memberikan ASI kepada anaknya dapat memperoleh beberapa penyakit fisik dan psikologis. Kanker payudara adalah salah satu penyakit serius yang lazim diderita oleh wanita seperti itu.


Gizi Bagi Ibu-Menyusui
Di sini, perlu pula menghimbau para ibu-menyusui agar memperhatikan makanannya. Makanan yang dikonsumsi ibu terkait dengan nilai gizi ASI yang diproduksinya. Oleh karena itu, makanan ibu mestilah terkombinasi secara imbang antara buah-buahan, sayuran, dan makanan pokok.

Air dan makanan yang mengandung air juga bermanfaat. Ibu tidak seharusnya berpikir bahwa makanan mahal saja yang baik. Ia mesti memprogramkan makanan seimbang, yang bergizi namun tidak mahal. Mereka dapat pula merujuk pada buku-buku tentang perencanaan makanan yang terkait dengan hal ini.

Salah satu dari buku tersebut menyebutkan, "Para pakar diet menganjurkan agar para ibu-menyusui mengonsumsi kombinasi makanan yang tersedia. Terutama kacang lobia, makanan pokok, susu, margarin segar, kelapa, minyak zaitun, walnut, almond, serta buah-buahan yang manis dan banyak mengandung air."[10]

Imam Ja`far Shadiq berkata, "Jika Anda menggunakan wanita Yahudi atau Nasrani menyusui anak Anda, mintalah mereka untuk tidak mengonsumsi daging babi dan minuman beralkohol."[11]

Bila ibu-menyusui jatuh sakit dan mesti minum obat, ia mesti ingat bahwa ASI-nya dapat terkontaminasi obat tersebut dan dapat membahayakan anak yang disusuinya. Ibu tidak semestinya menggunakan obat-obatan tanpa berkonsultasi lebih dulu dengan dokter yang kompeten.


Tambahan bagi ASI
Makanan pokok bayi tidak diragukan lagi adalah ASI, namun lebih baik dilengkapi pula dengan suplemen (tambahan), yaitu sedikit minyak ikan dan ekstrak buah. Ini akan lebih memastikan pertumbuhan anak.

Semakin anak tumbuh, maka kebutuhan makanannya pun bertambah. Hingga mencapai tahap yang tidak cukup dengan ASI saja. Pada tahap ini, makanan lain diperlukan untuk memberikan gizi yang optimum.

Setelah bayi berumur empat bulan atau maksimal enam bulan, anak mesti dilatih untuk mengonsumsi makanan lain. Namun makanan tersebut mesti lembut dan cair. Jus buah-buahan juga ideal pada tahap ini. Air rebusan sayur dapat pula menjadi sumber makanan bergizi bagi anak. Sup juga baik untuk pertumbuhan anak.

Ketika gigi anak mulai tumbuh, maka dapat diberikan kepadanya kentang rebus, telur rebus, biskuit, keju segar, roti, margarin, dan buah-buahan segar.

Makanan anak mestilah bervariasi, namun mesti diperhatikan bahwa anak jangan sampai diberi makan berlebihan.




17. JADWAL PEMBERIAN ASI

Dua Metode Penyusuan
Para pakar telah menganjurkan dua metode dalam menyusui bayi. Beberapa di antaranya adalah perlunya membuat jadwal pemberian ASI kepada anak, dan penyusuan dilakukan dalam interval waktu yang telah ditentukan tersebut. Antara dua penyusuan, sebagian menyarankan bahwa intervalnya tiga jam, sementara sebagian lainnya menyarankan empat jam.

Beberapa pakar tidak setuju dengan penjadwalan semacam itu. Mereka percaya bahwa pemberian ASI mesti dilakukan lebih sering, tergantung indikasi nafsu makan bayi. Mereka berkata bahwa kapan saja bayi menunjukkan indikasi ingin makan, ia mesti segera disusui.

Sementara itu, sebagian pakar gizi lainnya setuju dengan pendapat terakhir ini. Mereka juga berkeyakinan bahwa bayi mesti memperoleh ASI kapan saja dirinya menunjukkan rasa lapar.


Kelebihan dan Kekurangan

Kedua pendapat di atas memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sebagai berikut:
1. Rasa lapar atau haus bayi tak dapat dipastikan. Karena, ia tak dapat mengekspresikan kebutuhannya secara jelas. Awalnya, bayi meminum ASI hanya untuk memuaskan nafsu makannya. Selanjutnya adalah sekedar memenuhi keinginannya untuk menetek.

Dalam situasi ini, bayi tidak terlalu keras menangis, sebagaimana ketika lapar. Akhirnya, ibu pun memberinya ASI demi menghentikan tangisnya. Sementara itu, seringkali bayi menangis bukan karena ingin makan, namun ibunya tetap memberinya ASI karena mengiranya lapar. Dengan demikian, konsumsi ASI tak memiliki jadwal tertentu, karena bayi meminumnya saat lapar maupun tidak.

Kenyataannya, pemberian ASI tak beraturan seperti ini tidak baik bagi kesehatan anak; karena ketika tumbuh nanti, kebiasaan ini akan mengganggu sistem pencernaannya. Itulah mengapa pemberian ASI tak terjadwal rentan menyebabkan sakit bagi anak. Imam Ali berkata, "Makan berlebihan dan makan nambah mesti dihindari. Mereka yang makan-lebih akan mudah jatuh sakit."[12]

2. Anak yang mengonsumsi ASI tanpa jadwal tertentu akan menjalani hidup secara tak teratur sejak awal, sehingga akan tumbuh tidak seperti yang diharapkan.

3. Telah menjadi tradisi bahwa kapan pun bayi menangis, ibu akan segera memberikan ASI kepadanya tanpa memastikan terlebih dahulu penyebab tangisnya.

Anak seusia ini memang memiliki kebiasaan menangis setiap waktu. Ia berpikir bahwa tangisan dan teriakan adalah satu-satunya cara untuk memperoleh apa yang ia inginkan. Ia belum bisa bersabar dalam melakukan sesuatu. Ia ingin tujuannya dapat segera terpenuhi, meskipun harus terus menangis. Dan ia pun tak merasa malu melakukannya.

4. Orang tua dan anggota keluarga lainnya biasanya menjadi gelisah dalam menghadapi hal ini.


Dr. Jalali berkata:
"Jika penjadwalan pemberian ASI kepada anak ditentukan melalui konsultasi dengan seorang dokter spesialis anak, maka anak akan terbiasa dengan waktu, dan ibu pun akan mengetahui kapan anaknya lapar dan kapan nafsu makan anaknya terpuaskan. Kedua, orang umumnya mengerjakan tugas-tugasnya sehari-hari disebabkan kebiasaan. Sama halnya dengan memberikan ASI kepada anak, yang juga akan bisa menjadi kebiasaan, karena dilakukan pada waktu-waktu yang telah terjadwal."[13]


(Bertrand) Russel berkata:
"Saat ini, seorang ibu pada umumnya mengetahui norma-norma pengasuhan anak. Ia mengetahui tentang pentingnya pemberian ASI pada anak dalam interval waktu yang telah ditentukan sebelumnya, bukan setiap kali anaknya menangis. Ia mengetahui bahwa aturan tersebut perlu diikuti demi menjaga kesehatan sistem pencernaan anak….

Ketika anak melihat bahwa orang tuanya menyambut tangisannya, itu akan menjadi kebiasaan baginya. Sehingga ia akan terus menangis meskipun untuk hal-hal yang paling remeh sekalipun. Dan bisa jadi, tangisannya yang lama menyebabkan kemarahan orang tuanya. Ketika anak menyadari ini, ia akan menjadi murung, dan dunia pun terasa dingin, kering, dan suram baginya."[14]


Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penyusuan

Metode apapun yang dipakai, para ibu-menyusui hendaknya memperhatikan hal-hal berikut.
1. Semua anak tidak dapat disamakan sistem penjadwalannya. Setiap anak memiliki sistem pencernaan dan kebutuhan makan sendiri-sendiri. Selain itu, kebutuhan makan anak bersifat sangat dinamis. Sistem pencernaan anak yang baru lahir begitu kecil selama 40 hingga 50 hari pascakelahiran. Karenanya, ia hanya bisa memuat ASI sedikit sekali ketika meminumnya.

Namun sebentar kemudian, ia akan lapar kembali. Dalam masa ini, pemberian ASI mesti dijadwalkan dalam interval waktu yang pendek, katakanlah setiap satu hingga satu setengah jam. Tetapi, seiring dengan pertumbuhan anak, interval waktunya pun mesti bertambah, katakanlah setiap tiga hingga empat jam atau bahkan lebih.

2. Setiap anak tidak memiliki kondisi fisik dan kapasitas pencernaan yang sama. Oleh karena itu, program pemberian ASI mesti ditetapkan sendiri-sendiri bagi setiap anak. Beberapa anak sedemikian cepat merasa lapar, sementara yang lain agak lama. Ibu yang perhatian akan mengetahui hal ini dan membuat jadwal yang ideal dalam pemberian ASI kepada anaknya, melalui konsultasi terlebih dahulu dengan pakar di bidang ini.

3. Kapanpun ASI diberikan kepada bayi, mesti diperhatikan bahwa itu dapat memuaskannya. Namun, ibu harus mengamati secara hati-hati bahwa bayi dapat tertidur saat menetek. Dalam kondisi seperti ini, ia tidak memperoleh asupanI sepenuhnya. Karenanya, ibu mesti menepuk lembut punggungnya agar si bayi bangun dan menyelesaikan konsumsi ASI-nya.

4. Ketika telah disusun, program pemberian ASI mesti dilakukan dengan sangat hati-hati. Interval pemberian ASI mesti diikuti secara tegas. Di antara dua penyusuan, anak tidak semestinya diberi ASI meskipun menangis. Tugas ini memerlukan kesabaran dan keteguhan ibu untuk memastikan bahwa anak terbiasa dengan aturan ini. Dengan demikian, anak akan bangun dengan sendirinya pada waktunya, untuk mengonsumsi ASI. Kesabaran dan keteguhan akhirnya akan pula menjadi bagian dari karakter sang anak.

5. Penjadwalan pemberian ASI mesti dipersiapkan sedemikian rupa sehingga anak tidak memerlukan lagi ASI sepanjang malam. Ketika anak telah terbiasa dengan hal ini, ibu dan anak itu sendiri akan dapat beristirahat tenang di malam hari.

6. Payudara harus dibersihkan dengan kain katun kecil setiap selesai menyusui. Ini penting untuk kesehatan dan mencegah kemungkinan luka.

7. Ketika anak menetek, sedikit udara juga akan ikut terhirup dan memasuki sistem pencernaannya, yang membuatnya tak nyaman. Oleh karena itu, setelah menetek, anak sebaiknya diangkat sedikit, lalu punggungnya ditepuk-tepuk dengan lembut, untuk memastikan bahwa udara tersebut keluar dari sistem pencernaan anak.

8. Anak mesti disusui dari kedua payudara ibu. Ini demi menghindari keringnya ASI, yang dapat menyebabkan rasa sakit pada payudara. Diriwayatkan bahwa seorang wanita mendengar Imam Ja`far Shadiq berkata, "Jangan kau susui anakmu hanya dari salah satu payudaramu, untuk memastikan bahwa anakmu memperoleh kebutuhan makan yang lengkap."[15]

9. Seorang ibu-menyusui mesti menjaga agar dirinya tak melakukan tugas-tugas berat dan menghindari marah. Karena hal itu dapat mempengaruhi kapasitas produksi ASI-nya, yang pada akhirnya merugikan anaknya.


Catatan Kaki:
[6] Wasâ`il asy-Syî'ah, jil.15, hal.175.

[7] ibid..

[8] Behdasht Jismi Rawafi Kudak, hal.63.

[9] Aijaz Khurakia, hal.258.

[10] ibid., hal.251-256.

[11] Wasâ'il asy-Syî'ah, jil.2, hal.224.

[12] Mustadrak al-Wasâ`il, jil.3, hal.82.

[13] Rowan Shinasi Kudak, hal.224.

[14] Dar Tarbiyat, hal.78.

[15] Wasâ'il asy-Syî'ah, jil.15, hal.176.



12
ANAKMU AMANATNYA

18. IBU YANG TAK MAMPU MEMPRODUKSI ASI
Bila ibu tak dapat memuaskan rasa lapar anak, maka ia tetap tak berhak menjauhkan anak dari ASI-nya. Ia mesti tetap memberikan ASI-nya seberapapun kadar yang dimilikinya, serta melengkapinya dengan susu dan makanan lainnya. Namun, bila ibu benar-benar tak mampu memproduksi ASI, ia dapat memberi anaknya susu sapi, yang kualitasnya mendekati ASI.


Sekaitan dengan ini, perlu dicamkan hal-hal berikut:
1. Susu sapi secara umum lebih padat dan lebih berat ketimbang ASI. Oleh karena itu, mesti ditambah air masak sebelum diberikan kepada bayi, agar mendekati kepadatan ASI. Susu tersebut mesti juga dibuat manis dengan menambahkan sedikit gula.

2. Susu sapi mesti dimasak dulu selama lima belas menit, untuk memastikan terbunuhnya kuman-kuman yang terdapat di dalamnya.

3. Susu sapi, ketika diminumkan kepada bayi, jangan sampai terlalu panas ataupun terlalu dingin. Temperatur susu mesti mendekati temperature ASI.

4. Setiap kali anak diberi susu sapi, pastikan bahwa botol susu telah dibersihkan secara benar dan terbebas dari kontaminasi, demi mencegah anak dari terinfeksi penyakit.

5. Pastikan bahwa tipe susu sapi yang diberikan adalah benar.

Bila ibu ingin memberikan susu bubuk, perlu berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter anak, demi memperoleh rekomendasi nutrisi yang tepat bagi bayinya.

Terdapat berbagai produk makanan di pasaran yang cocok dengan kebutuhan anak dalam berbagai usia, dan para pakarlah yang dapat memutuskan mana yang cocok untuk masing-masing anak. Bila susu yang direkomendasikan tak diperoleh, ibu harus berkonsultasi kembali dengan dokter demi memperoleh rekomendasi baru.




19. MASA PENYAPIHAN

Alasan Penyapihan

Ada masanya anak harus disapih atau dihentikan dari mengonsumsi ASI, yaitu:
1. Ketika ibu terjangkit penyakit menular.

2. Ketika ibu menderita gangguan kesehatan serius, seperti serangan jantung, dan dokter menganjurkannya tidak menyusui.

3. Ketika ibu menderita penyakit mental, atau menderita epilepsi.

4. Ketika ibu menderita anemia dan memberikan ASI akan membahayakan keduanya (ibu dan anak).

5. Ketika ibu ketagihan narkoba dan atau minuman beralkohol, karena ASI-nya akan menjadi beracun dan berbahaya bagi anak.

Dalam kondisi-kondisi seperti ini, di mana bayi dapat terancam penyakit ataupun racun melalui ASI, maka sebaiknya ibu menghindari pemberian ASI.
Sementara itu, ketika seorang ibu-menyusui memperoleh kehamilan, maka ia mesti menyapih anaknya, dan bersamaan dengan itu memperkenalkan makanan-makanan lain kepada anaknya.


Menyapih Anak
Idealnya, bayi memperoleh ASI selama dua tahun. Ini sebagaimana difirmankan Allah Swt, Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh. (QS. al-Baqarah: 233)

Ibu diizinkan menyapih anaknya sebelum dua tahun, asalkan tidak kurang dari 21 bulan. Imam Ja`far Shadiq berkata, "Periode penyusuan bayi haruslah minimum 21 bulan. Bila seorang ibu menyusui kurang dari periode itu, maka itu akan menyebabkan kesulitan bagi anak."[16]

Dalam dua tahun penyusuan oleh ibu, anak secara perlahan juga dibiasakan mengonsumsi makanan lainnya. Dalam periode ini, ibu dapat mulai mengurangi frekuensi penyusuan, dan menggantinya dengan makanan bergizi lainnya.

Setelah masa penyusuan berakhir, bayi pun harus disapih. Sehingga bayi pun sekarang siap mengonsumsi nutrisi lainnya. Seorang ibu yang perhatian mestilah mengetahui tipe makanan apa yang dapat diberikan kepada anaknya. Makanan ini harus sesuai dengan karakter anak dan memiliki nilai gizi yang baik.

Namun demikian, penyapihan anak bukanlah tugas yang mudah. Selama beberapa hari, bayi akan menangis dan terus meminta ASI. Pada kondisi ini, ibu hendaklah bersabar dan bijaksana. Para ibu biasanya menaruh sesuatu yang pahit di puting susunya atau mewarnai hitam payudaranya, agar bayi enggan menetek darinya. Namun, tindakan-tindakan yang diambil jangan sampai membuat anak ketakutan. Anak tidak semestinya merasa ketakutan selama masa penyapihan, karena hal itu dapat memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan fisik dan psikologinya.




20. ANAK PEREMPUAN ATAU LELAKI
Tak lama setelah hamil, sang ibu mulai bertanya-tanya; apakah ia akan memiliki anak lelaki ataukah perempuan. Ia lalu berdoa agar diberi anak lelaki. Ketika kerabatnya berkunjung, mereka berkata bahwa pancaran wajahnya mengindikasikan dirinya akan memiliki anak lelaki. Sedangkan, orang-orang yang tak menyukainya akan berkata bahwa pancaran matanya mengindikasikan dirinya akan memiliki anak perempuan.

Sementara, suaminya juga menginginkan anak lelaki. Terkadang, ia mengekspresikan keinginannya itu pada sang istri. Menjelang kelahiran, kerabat yang mengelilinginya dipenuhi pikiran apakah ia akan melahirkan bayi lelaki ataukah perempuan.

Ketika mereka mengetahui bahwa bayinya perempuan, suasana seketika menjadi sunyi. Namun, bila bayi itu lelaki, teriakan riang pun memenuhi ruangan. Ketika sang ayah mendengar bahwa bayinya lelaki, ia pun girang. Ia akan bergegas mengambil manisan dan buah-buahan untuk menjamu tamu-tamunya. Ia pun akan segera memerintahkan bayinya diberi perawatan yang baik agar tak kedinginan. Ia lalu mulai memanjakan istrinya, serta memberikan hadiah kepada bidan dan tamu-tamunya.

Tetapi ketika bayi itu perempuan, wajahnya langsung murung. Ia akan pergi dan duduk di pojok ruangan. Ia pun mulai mengutuki nasib sialnya. Ia tidak mengacuhkan istrinya dan bahkan terkadang berhasrat menceraikannya.

Inilah kondisi kemerosotan masyarakat kita. Namun demikian, selalu ada pengecualian. Masih ada orang tua menerima kelahiran anak perempuan dengan tangan terbuka dan kasih sayang sebagaimana anak lelaki. Namun, keluarga seperti ini memang masih minoritas.


Lelaki atau Perempuan, Tidak Berbeda
Ayah dan ibu terhormat! Apa bedanya memiliki anak lelaki atau perempuan? Apakah anak perempuan itu bukan manusia seperti anak lelaki? Tidakkah anak perempuan itu memiliki kapasitas untuk tumbuh dan berkembang? Tak dapatkah ia menjadi orang yang berguna dan bernilai? Apakah ia bukan keturunan Anda? Apa keuntungan khusus yang Anda peroleh dari anak lelaki, yang tak dapat diberikan oleh anak perempuan? Bila anak perempuan itu tak berarti di mata Allah, keturunan Rasulullah saw tidak akan melalui Fathimah Zahra.

Bila Anda mengasuh anak perempuan dengan baik, ia tidak akan lebih rendah dari anak lelaki. Bila Anda melihat sejarah, maka Anda akan dapati kisah tentang para wanita yang lebih cakap dari ribuan laki-laki.

Pemikiran dangkal seperti ini-yang merendahkan status wanita-justru berkembang dalam masyarakat kita. Sehingga, diperlukan jihad untuk melawan kejahatan semacam ini. Diperlukan pula pelurusan terhadap pemikiran yang membeda-bedakan anak lelaki dan anak perempuan.

Anak perempuan dapat menjadi orang yang berguna dan efisien seperti anak lelaki. Anda mesti menerima kabar kelahiran anak yang sehat, baik itu lelaki maupun perempuan, dengan kebahagiaan yang sama. Anda mesti bersyukur kepada Allah Swt atas karunia yang Dia berikan kepada Anda. Anak adalah bagian dari keberadaan Anda, yang telah lahir ke dunia ini. Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya selalu bersikap seperti ini dalam kehidupan mereka.

Kapan saja Imam Sajjad menerima berita tentang kelahiran seorang anak, beliau tidak pernah mempertanyakan apakah anak itu lelaki atau perempuan. Beliau biasa memanjatkan doa ketika memperoleh kabar bahwa anak itu sehat walafiat.[17]

Suatu hari, Rasulullah saw sedang berbincang-bincang dengan para sahabat, ketika kemudian seseorang datang dan mengabarkan bahwa Allah Swt telah memberi beliau seorang anak perempuan. Beliau pun bergembira dan mengucap syukur kepada Allah Swt. Namun, ketika melihat pada para sahabat, beliau mendapati mereka menundukkan kepala. Beliau pun marah dan berkata, "Apa yang kalian lakukan? Allah telah memberiku sekuntum bunga, yang keharumannya kucium. Allah telah menjamin pula rezekinya sebagaimana anak lelaki."[18]

Allah Swt juga mengecam diskriminasi terhadap anak perempuan, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya, Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, maka hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan ia sangat marah. Ia pun menyembunyikan dirinya dari orang banyak. (QS. an-Nahl: 58-59)




21. MENAMAI ANAK
Salah satu tanggung jawab penting orang tua adalah memilih nama untuk anaknya. Mereka tak semestinya meremehkan hal ini. Individu-individu dan keluarga-keluarga bisa dikenali melalui namanya. Bila nama seseorang baik, ia akan diterima dengan baik pula oleh masyarakat. Seseorang yang namanya tidak nyaman didengar, tidak akan memperoleh perhatian yang baik dari orang lain, bahkan terkadang mereka mengejeknya. Seseorang yang memperoleh nama yang kurang baik akan menjadi korban penyakit inferiority complex[19]. Oleh karena itu, Islam mewajibkan orang tua memberikan nama yang baik bagi anaknya.

Rasulullah saw bersabda, "Adalah tanggung jawab setiap ayah untuk memberikan nama yang baik bagi anaknya."[20]

Rasulullah saw juga bersabda, "Anak-anak memiliki tiga hak atas ayah mereka. Pertama, berhak memperoleh nama yang baik. Kedua, berhak memperoleh pendidikan yang baik. Dan ketiga, ayah membantu mereka memilih jodoh yang baik."[21]

Imam Musa Kazhim as. berkata, "Kebaikan pertama yang dilakukan seorang ayah kepada anaknya adalah memberinya nama yang baik."[22]

Di sisi lain, nama seseorang memiliki pula nilai sosial yang penting. Nama dapat menjadi pengenal bagi seseorang bahwa ia berasal dari keluarga baik-baik. Bila orang tua mengagumi para penyair terkenal, biasanya ia akan menamai anaknya dengan nama-nama mereka. Bila orang tua gemar sekolah tinggi, biasanya ia akan menamai anaknya dengan nama para intelektual terkemuka.

Sedangkan, orang tua yang religius akan menamai anaknya dengan nama para nabi, para imam, dan orang-orang saleh. Sedangkan, orang tua yang ingin anaknya menjadi pembela agama, biasanya akan menamai anaknya dengan Muhammad, Ali, Hasan, Husain, Abu Fadhl, Abbas, Hamzah, Ja`far, Abu Dzar, Ammar, Sa'id, dan lain-lain.

Demikian pula, bila orang tua gemar berolahraga, biasanya akan menamai anaknya dengan nama para atlet terkenal. Sama halnya, bila orang tua gemar seni musik, biasanya akan menamai anaknya dengan nama para musikus terkemuka. Namun, bagi orang tua yang berwatak zalim, akan bangga menamai anaknya dengan nama para tirani, seperti Alexander, Jengis, Timur[23], dan lain-lain.

Perlu diperhatikan pula, ketika orang tua menamai anaknya, secara otomatis, ia telah menyatukan dirinya dengan orang-orang di masa lalu. Ini akan memberikan dampak tertentu pada watak dan pemikiran anak saat mereka dewasa.

Rasulullah saw bersabda, "Berilah nama yang baik. Karena, pada Hari Pembalasan kelak, kalian akan dipanggil dengan nama itu. Akan diserukan kepada kalian, 'Wahai fulan bin fulan, bangun dan bergabunglah dengan cahayamu!' Atau, 'Wahai fulan bin fulan, bangunlah, namun tak ada cahaya yang dapat membimbingmu!'"[24]

Seseorang berkata kepada Imam Ja`far Shadiq, "Kami menamai anak-anak kami dengan nama Anda dan nama bapak-bapak Anda yang mulia. Apakah ini akan memberikan manfaat pada kami?" Beliau menjawab, "Ya, demi Allah. Iman itu tidak lain adalah mencintai orang-orang saleh (para kekasih Allah) dan membenci orang-orang batil (para musuh Allah)."

Syiar keyakinan seseorang biasanya dilakukan dengan memperoyeksikan nama orang-orang penting. Mereka lalu menambahkan nama kota, jalan, dan pengenal lainnya setelah nama orang tersebut. Seorang Muslim yang bertanggung jawab dan taat juga akan berupaya mengabadikan nama orang-orang besar dalam Islam, yang salah satunya dengan menggunakannya sebagai nama anak-anaknya.

Ya, nama seperti Hasan, Husain, Abu Fadhl, Ali Akbar, Hurr, Qasim, Hamzah, Ja`far, Abu Dzar, dan Ammar adalah sebagian nama yang menghidupkan jiwa untuk mengingat aksi-aksi heroik orang-orang besar tersebut, dan mendorong generasi mendatang menjadikan mereka sebagai idola. Ketika seseorang memiliki nama para nabi seperti Ibrahim, Musa, Isa, atau Muhammad; maka ia akan terdorong untuk semampu mungkin menjadi orang baik.

Bila seseorang memiliki nama para sahabat dan pengikut Ahlulbait, seperti Abu Dzar, Maitsam, dan Ammar; maka ia akan menyadari pentingnya perbuatan orang-orang besar tersebut. Seorang Muslim yang cerdas tentu tidak akan memberi nama anaknya dengan nama para tiran dan musuh Islam.

Imam Muhammad Baqir as. berkata, "Berhati-hatilah terhadap setan. Ketika mendengar seseorang memiliki nama Muhammad dan Ali, ia akan meleleh seperti timah yang meleleh. Dan ketika mendengar seseorang memiliki nama para musuh kami, ia akan sangat bergembira."[25]

Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa memiliki empat anak lelaki dan tak satupun yang dinamai dengan namaku, berarti telah berbuat zalim kepadaku."[26]

Imam Muhammad Baqir as. berkata, "Nama yang tak ada bandingannya adalah nama para nabi."

Rasulullah saw sangat menganggap penting sebuah nama. Sehingga, ketika merasa tak suka dengan nama seorang sahabat atau sebuah tempat, beliau saw akan segera menggantinya. Beliau saw telah mengganti nama Abdul Syam dengan Abdul Wahab. Beliau saw juga mengganti nama Abdul 'Uzza dengan Abdullah. Beliau saw juga mengganti nama Abdul Haris dengan Abdurrahman. Beliau saw juga mengganti nama Abdul Ka'bah dengan Abdullah.


Catatan Kaki:
[16] Wasâ'il asy-Syî'ah, jil.15, hal.177.

[17] Wasa`il asy-Syî'ah, jil.15, hal.143.

[18] ibid., tanpa nomor jilid dan halaman.

[19] Inferiority Complex adalah sejenis penyakit kejiwaan, di mana seseorang merasa dirinya kecil, rendah, hina, dan kalah. Sehingga, terkadang ia menjadi terlalu agresif melalui kompensasi berlebihan-penerj.

[20] Wasâ'il asy-Syî'ah, jil.2, hal.618.

[21] ibid., jil.14, hal.92.

[22] ibid., jil.15, hal.122.

[23] Berasal dari nama Timur Lengkh, salah seorang keturunan Jengis Khan yang menjadi penguasa Mongol yang kejam-penerj.

[24] Wasâ'il asy-Syî'ah, jil.15, hal.123.

[25] ibid., hal.127.

[26] ibid.



13
ANAKMU AMANATNYA

22. SEHAT DAN HIGIENIS

Pakaian Bayi
Pakaian bayi mesti didesain sesuai dengan cuaca dan iklim lingkungan di sekitarnya. Pakaian tersebut mesti dibuat sedemikian rupa sehingga bayi tidak berkeringat saat cuaca panas dan kedinginan saat cuaca dingin. Katun sederhana dan lembut sangat ideal bagi bayi.

Pakaian itu juga harus tidak ketat, agar tidak menghambat gerak bayi. Selain itu, mengganti pakaian yang ketat juga akan menyusahkan bayi dan menyulitkan ibu. Orang biasanya membungkus bayi dengan pakaian ketat sehingga anggota tubuhnya tak dapat bergerak. Tentu saja ini bukan praktik yang baik dan berbahaya bagi bayi. Karena, kebebasan bayi menjadi terkekang. Praktik ini akan menghambat pertumbuhan normal bayi.


Seorang penulis Barat menulis:
"Tak lama setelah keluar dari rahim ibu, anak ingin menggerakkan anggota tubuhnya dan menikmati kebebasannya. Namun kebanyakan ibu justru menge kangnya dengan pakaian ketat. Mereka meletakkan bayi terlebih dahulu, lalu membungkusnya dengan pakaian dan bahkan mengikatkan sabuk kepadanya, sehingga bayi tak dapat bergerak.

Karenanya, pertumbuhan anak-yang semestinya dinamis pada periode ini-menjadi sangat lambat dan terhambat. Di negara-negara yang tidak melakukan praktik ini, ternyata anak-anaknya mengalami pertumbuhan yang normal, sehingga orang-orangnya pun secara umum kokoh, sehat, dan kuat. Sebaliknya, di daerah yang mempraktikkan pengekangan bayi tersebut, muncul berbagai cacat fisik seperti pincang, kerdil, dan lain-lain.

Dapatkah orang membayangkan dampak pengasuhan seperti itu bagi pikiran dan jiwa anak? Pikiran pertama yang dirasakan anak adalah merasa terpenjara karena tak dapat bergerak bebas. Kondisi anak menjadi lebih buruk ketimbang seorang tahanan. Anak pun menjadi berang, serta mulai menangis dan berteriak. Bayangkan bila anggota tubuh Anda terikat; tidakkah Anda akan menangis dan berteriak!"

Anak juga manusia. Ia memiliki perasaan dan sensasi. Ia juga ingin bebas dan nyaman. Ketika kebebasannya terkekang dengan membungkusnya secara ketat, tentu ia akan merasa sakit. Namun ia tak mampu melawan, sehingga satu-satunya reaksi yang bisa dilakukannya adalah menangis. Hal ini akan menekan pikirannya dan akhirnya membuatnya jengkel, kesal, dan berwatak keras.

Pakaian bayi juga harus terjaga bersih. Kapan saja pakaiannya basah (karena terkena kencing), harus segera diganti. Kaki bayi mesti dicuci dalam interval waktu tertentu, dan badannya pun mesti diusap dengan minyak zaitun agar kulitnya tidak kering. Setelah beberapa kali kencing, bayi mesti dimandikan agar terhindar dari berbagai penyakit. Selain itu, ia juga akan tampil bersih, rapi, dan menarik dipandang mata siapa saja yang melihatnya.

Rasulullah saw bersabda, "Islam adalah agama kebersihan. Oleh sebab itu, kalian mesti bersih. Karena hanya orang bersihlah yang memasuki surga."[27]

Rasulullah saw juga bersabda, "Bersihkan anak-anak dari kotoran. Bila tidak, setan akan mencium mereka, sehingga mereka akan memperoleh mimpi buruk; dan malaikat pun menjadi gelisah."[28]


Mengkhitan
Mengkhitan anak lelaki juga merupakan perintah Islam. Ini penting bagi kesehatan dan kebersihan anak. Pekerjaan ini akan menghindarkan anak dari terjangkiti penyakit kelamin. Pengkhitanan dapat ditunda sampai setelah masa balita; namun sebaiknya dilakukan beberapa hari setelah bayi lahir. Namun demikian, Islam menganjurkan agar pengkhitanan dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran.

Imam Ja`far Shadiq as. berkata, "Lakukan pengkhitanan pada anak lelakimu di hari ketujuh setelah kelahirannya. Ini yang terbaik baginya. Ini juga bermanfaat bagi pertumbuhan dan pengasuhannya. Sungguh, bumi membenci urine (air kencing) seseorang yang belum dikhitan."[29]

Rasulullah saw bersabda, "Bayi mesti dikhitan pada hari ketujuh kelahirannya, agar memperoleh pertumbuhan dan pengasuhan yang sehat."[30]


Mencukur Rambut
Mencukur habis rambut bayi pada hari ketujuh juga merupakan ajaran Islam. Dan berat total rambut hasil pencukuran tersebut merupakan standar bagi berat emas atau perak yang mesti disedekahkan.


Aqiqah
Pada hari yang sama, aqiqah juga sebaiknya dilakukan, yaitu memotong seekor kambing atau domba, lalu dagingnya dibagikan kepada fakir miskin, atau dapat pula dalam bentuk mengundang mereka dalam sebuah jamuan makan. Aqiqah merupakan sedekah yang baik dan dapat mencegah setiap kejahatan yang akan menimpa anak.

Bayi yang baru lahir begitu lembut. Ia memerlukan segenap perawatan dan perhatian orang tuanya. Fondasi kesehatan dan kebahagiaan mesti diletakkan sejak awal. Tanggung jawab ini berada di pundak orang tua.

Orang tua, yang merupakan penyebab hadirnya anak di dunia ini, memikul tanggung jawab untuk menjadikannya seorang yang kokoh dan sehat. Bila orang tua melalaikan tugas ini, kelak mereka akan dimintai pertanggung jawabannya.


Menghindarkan Anak dari Penyakit
Anak selalu dikepung oleh kemungkinan terjangkit penyakit. Ia dapat terhindarkan dari semua itu melalui perawatan yang baik. Penyakit yang dapat menjangkiti anak di antaranya adalah polio, bisul-bisul, campak, dipteri, sawan, kalazar, dan lain-lain. Karenanya, vaksin terhadap penyakit-penyakit tersebut mesti diberikan kepada bayi.

Bila penyakit sampai menjangkiti anak disebabkan keteledoran orang tua, maka kelak mereka akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt dan nurani mereka pun akan mengutuk mereka.

Mesti dipahami bahwa orang tua bertanggung jawab dalam memperhatikan kebugaran anak-anaknya, agar tumbuh menjadi manusia sehat.




23. KEBUTUHAN TIDUR DAN KEBEBASAN GERAK
Selama beberapa minggu pertama setelah kelahiran, anak akan tidur sepanjang waktu. Ia akan tidur sekitar 20 jam sehari. Namun, itu akan berkurang seiring bertambahnya usia. Kebutuhan istirahat dan tidur bagi bayi tak dapat dihalangi.

Gangguan dan kegaduhan akan menyebabkannya tak dapat beristirahat dan gelisah. Bayi memerlukan suasana yang tenang, agar dapat tidur nyaman. Terlalu banyak pelukan, ciuman, menggendong, dan memperlihatkannya pada tamu akan mengusik ketenangannya. Suasana ramai dan suara berisik televisi maupun radio dapat mengganggu kenyamanannya.

Kenyenyakan tidurnya tak semestinya terganggu oleh tindakan sembrono. Ia tak semestinya dibawa berkeliling bila tidak diperlukan sekali. Jika praktik-praktik seperti itu terus dilakukan, niscaya akan menyebabkan anak berwatak keras dan mudah marah.

Bayi tak menyukai suasana gaduh dan dibawa keliling. Oleh karena itu, mesti diperhatikan agar lingkungan benar-benar bebas bising, dan bayi pun tak dibawa berkeliling bila tidak diperlukan sekali. Bayi lebih suka berada di pangkuan ibu atau dalam ayunan, di mana dirinya dapat terayun lembut, sehingga membuatnya merasa nyaman.

Dengan gerakan ayunan itu, bayi merasa bahwa dirinya berada di sekitar orang-orang yang memberikan perawatan kepadanya. Namun, bila tak ada gerakan ayunan, maka ia akan merasa terasing (atau kesepian). Karena, rahim ibu menyerupai ayunan, di mana bayi (atau janin) selalu bergerak. Sehingga, ketika datang ke dunia, ia pun ingin bergerak. Apalagi bila disertai dengan senandung ninabobok ibunya; maka ini akan menambah kenyamanannya.

Tahun pertama anak di dunia ini merupakan periode pelatihan tubuh dan anggota badannya. Anak menyukai gerak. Karenanya, ia kerap menggerak-gerakkan anggota tubuhnya ke mana-mana. Oleh sebab itu, pakaiannya jangan sampai ketat, dan harus terbuat dari kain yang lembut. Mengenakannya pakaian berlapis-lapis akan menghalangi keleluasaan geraknya dan membuatnya kesal. Sehingga, tak ada alternatif lain baginya selain menangis, yang akan menjadi awal pembentukan watak keras dan mudah marah.




24. PERIODE TERSULIT
Periode tersulit dan krusial dalam kehidupan adalah masa anak-anak. Fondasi bagi kepribadian masa depan seseorang terbentuk selama periode ini. Kelalaian sedikit saja dapat membahayakan kepribadian dan watak anak pada masa mendatang. Kenyataannya, tiga tahun pertama dari kehidupan anak memegang peranan penting dalam perkembangan kepribadian dan karakter anak.

Mungkin semua-atau setidaknya mayoritas-orang tak menyadari aspek penting ini dalam mengasuh anak. Mereka berkata, "Anak kecil, khususnya bayi, tak memiliki kemampuan untuk memahami sesuatu. Mereka tak dapat berbicara, sehingga tak mampu mengekspresikan pemikiran dan perasaan mereka. Mereka begitu tak berdaya, sehingga bahkan tak mampu mengisi perut mereka sendiri. Karenanya, mereka tak memiliki kemampuan untuk mempelajari sesuatu."

Dengan berbekal asumsi ini, orang tua lantas mengabaikan periode awal bayi. Padahal ini merupakan periode yang paling mudah terpengaruh dan sulit. Dalam periode ini moral, budaya, dan insting religius anak terbentuk.

Dalam periode tiga tahun pertama ini, anak telah mampu mengambil beberapa ratus kata dan mengetahui artinya. Ia mulai bisa mengenali baik dan buruk, persahabatan dan permusuhan, bagus dan jelek, kecil dan besar, dan lain-lain. Ia mampu mengenal warna-warna, termasuk pula rasa makanan. Ia mampu mengamati dan berucap.

Ia juga telah mampu memperlihatkan awal dari proses berpikir. Ia mulai belajar merangkak dan berjalan. Ia pun mulai belajar tertawa dan menangis. Dalam periode tiga tahun pertama ini akan terdapat ribuan kejadian yang bisa mempengaruhi psikologi anak dan berperan dalam membentuk tabiatnya di masa mendatang.

Meskipun begitu, hampir tidak terdapat orang yang dapat mengingat kejadian-kejadian pada periode tiga tahun pertama kehidupannya. Semua kejadian di masa itu akan tertutup oleh awan lupa. Namun, kenangan yang telah terlupakan itu tetap akan meninggalkan bekas atau pengaruh besar pada watak dan kepribadian seseorang. Beberapa penyakit psikologis, ketakutan, trauma, mudah marah, dan lain-lain merupakan buah dari kejadian-kejadian selama periode tiga tahun pertama kehidupan tersebut.


Seorang pakar psikologi menulis:
"Bila anak tak mampu mengembangkan kepribadian yang kuat di masa-masa awal kehidupannya, maka tidak akan memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab besar yang akan menimpanya di masa mendatang. Ia akan menjadi korban dari berbagai penyakit psikologis. Oleh karena itu, telah diketahui bahwa sumber dari gangguan syaraf seseorang dapat dilacak dari masa kecilnya. Kapan saja seorang psikiater menyelidiki penyebab dari penyakit mental, maka ia akan menyimpulkan bahwa si penderita telah mengalami kondisi-kondisi (buruk) pada periode awal masa kecilnya, yang menghambat kesempatan dirinya untuk lepas dari masalah-masalah psikologisnya."[1]


Dr. Jalali menulis:
"Fondasi dari tingkah laku sosial anak tergantung dari tahun pertama kehidupannya. Kecenderungan pikiran merupakan bukti dari periode ini."[2]

Karena itu, orang tua yang bertanggung jawab tidak akan melalaikan periode sulit dan rentan tersebut. Mereka tidak akan menunda pelatihan anak demi masa depannya. Karena kenyataannya, pelatihan dan pengasuhan anak mesti dimulai sejak kelahirannya.

Beberapa pakar menyatakan, "Anak mulai menerima pelatihan sejak kelahirannya. Perhatian dari orang dewasa dan anak-anak lain di sekitarnya akan menjadi langkah awal dari pelatihannya itu. Demikian pula, pemandangan dan kejadian yang dialami anak serta suara yang didengarnya akan memberikan dampak bagi alam bawah sadarnya dan menunjang pengalaman belajarnya. Beberapa kebiasaan dan pengalaman yang membentuk karakter seseorang terkait dengan masa kecilnya. Sikap apapun yang diperlihatkan orang tua kepada anak sejak kelahirannya pasti akan menunjang pengasuhan dan pendidikannya."[3]

Waktu dimulainya pelatihan moral adalah sejak awal kelahiran seseorang. Ini merupakan waktu ketika pelatihan dimulai tanpa adanya kemungkinan kegagalan. Bila pelatihan ditunda kemudian, maka mungkin akan menyebabkan terbentuknya sikap negatif pada anak."[4]

Imam Ali bin Abi Thalib as. berkata kepada putra beliau, Imam Hasan, "Pikiran anak seperti lahan subur. Apa saja yang ditanamkan ke dalamnya, akan diterimanya. Oleh karena itu, sebelum hatimu menjadi keras atau mudah terpengaruh, aku telah mengambil langkah-langkah untuk menjadikanmu beretika."[5]


Catatan Kaki:
[27] Majma' az-Zawâ`'id, jil.5, hal.132.

[28] Bihâr al-Anwâr, jil.104, hal.95.

[29] Wasâ'il asy-Syî'ah, jil.15, hal.171.

[30] ibid., hal.175.

[1] Rowan Shinashi Kudak, hal106.

[2] Ibid., hal.302.

[3] Ilm an-Nafs at-Tarbi, hal.19.

[4] Dar Tarbiyat, hal.79.

[5] Wasâ`'il asy-Syî'ah, jil.15, hal.197.



14
ANAKMU AMANATNYA

25. PENANAMAN NILAI-NILAI AKHLAK DAN RELIGIUS
Ketika anak hadir ke dunia ini, ia begitu lembut. Ia memiliki akal, namun belum dapat berpikir. Ia melihat dengan matanya, namun belum mampu mengenali objek yang terdapat di sekitarnya. Ia tak memiliki kemampuan untuk mengenali warna dan rupa. Ia juga belum mengetahui jarak. Ia mendengar suara, namun belum mampu memahaminya. Demikian pula dengan indranya yang lain.

Namun demikian, anak memiliki kemampuan untuk menggunakan indra-indranya itu, melalui kejadian yang dialaminya. Allah Swt berfirman, Dan Allah mengeluarkan kamu dari rahim ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur. (QS. an-Nahl: 78)

Aktivitas utama bayi adalah makan, tidur, memukul-mukulkan anggota badannya, menangis, dan kencing. Selama beberapa minggu, bayi hanya mampu melakukan itu. Meskipun aktivitas tersebut sedikit dan sederhana, namun ia membangun hubungan dengan anggota keluarga lainnya melalui itu. Ia bereksperimen, membentuk kebiasaan, serta memperoleh pengetahuan tentang dirinya dan hal-hal yang terdapat di sekelilingnya. Itu semua merupakan kontak dan pengalaman, yang akan membentuk moral (akhlak) seseorang di masa mendatang.

Imam Ali as. berkata, "Seiring dengan berlalunya waktu, misteri-misteri pun terungkap."[6]

Anak adalah individu sosial yang lemah. Tanpa pertolongan orang lain, ia tak akan dapat hidup dan memperoleh makan. Bila orang lain tak membantunya dan tak memenuhi kebutuhannya, ia akan mati. Orang-orang yang merawat bayi juga bertanggung jawab atas pendidikannya, termasuk pendidikan moral dan agama.


Peran Penting Orang Tua
Orang tua yang perhatian, melalui sikap baik mereka, akan memenuhi kebutuhan bayinya dan memberinya lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan fisik dan jiwanya. Mereka mengajarkan moral dan kebiasaan yang baik kepadanya. Sebaliknya, orang tua yang tak bertanggung jawab, melalui kelakuan sembrononya, akan menciptakan kebiasaan buruk bagi anak mereka.

Bayi memerlukan nutrisi. Ia merasakan kebutuhan ini dan memohon kepada orang di sekitarnya untuk memenuhinya. Inilah mengapa bayi menangis, yaitu untuk menarik perhatian ibunya agar memuaskan kebutuhannya. Bila perhatian yang baik diterapkan demi memenuhi kebutuhan anak, berdasarkan jadwal yang terencana, maka ia akan dapat tidur dengan nyenyak dan bangun sesuai waktu makannya. Sehingga, ia merasa tenang. Sekaligus juga, ia belajar mengadaptasi kebiasaan yang baik dan teratur.

Dalam taraf ini, ketika bayi tak mengenal siapa-siapa, ia hanya akan memberikan perhatian pada dua hal, yaitu kelemahan dan ketakberdayaannya, serta pada Kekuatan Agung yang memenuhi semua kebutuhannya. Ia menangis untuk memperoleh pertolongan dari Kekuatan Tersembunyi yang merupakan Pencipta segala sesuatu.

Bayi, disebabkan kelemahan dan ketakberdayaannya, menggantungkan dirinya pada Kekuatan Mahaagung. Bila perasaan pada anak ini diabadikan, maka itu akan menjadi fondasi keyakinan, keimanan, dan kepuasan spiritualnya di masa mendatang.

Rasulullah saw bersabda, "Janganlah kalian memukul anak saat ia menangis. Penuhi kebutuhannya. Karena dalam periode empat bulan pertama kehidupannya, tangisannya merupakan bukti keberadaan dan keesaan Allah Swt."[7]

Dalam masa empat bulan pertama, bayi tak memiliki entitas sosial. Mereka tak mengenal siapa-siapa, termasuk ibunya sendiri. Ini merupakan periode di mana perhatian bayi hanya terfokus pada Kekuatan Tersembunyi.

Namun, bayi-bayi yang menjadi korban kelalaian ibunya, akan menangis untuk menarik perhatian demi memohon pertolongan. Jiwanya terusik dan kebanyakan mereka menjadi gelisah. Dalam tahap berikutnya, kekesalan mereka ini akan menjelma menjadi watak mereka. Mereka akan kehilangan rasa percaya diri. Bahkan, mereka akan menjadi liar dan suka bertengkar.


Pengasuhan Religius terhadap Anak
Sebuah kenyataan bahwa bayi belum mampu memahami maksud dari kata-kata yang diucapkan kepadanya, namun telah mampu mengenali apa yang terdapat di sekelilingnya dan wajah-wajah yang tampak di sekitarnya.

Mereka mendengar suara. Sementara, indra dan akalnya memperhatikan itu. Oleh karena itu, tak benar bila dikatakan bahwa bayi tidak terpengaruh oleh apa yang dilihat dan didengarnya di masa awal kehidupannya.

Meskipun bayi belum mampu memahami maksud dari perkataan yang berlangsung di sekitarnya, namun suara yang didengarnya itu akan terekam dalam benaknya. Dan seiring dengan berjalannya usia, ia pun akan memahami maksudnya. Bahkan, di kalangan orang dewasa, kata-kata yang berkesan akan tersimpan di benak mereka.

Oleh karena itu, mereka lebih mudah mengenal orang-orang terkemuka ketimbang orang-orang biasa. Demikian pula dengan bayi, bila tinggal di lingkungan religius, kerap mendengar bacaan al-Quran, dan melihat orang tuanya mendirikan shalat, maka itu akan menjadikannya orang yang lurus.

Sebaliknya, bila bayi berada di sekitar orang-orang yang tak memperhatikan agama, kerap mendengar kata-kata buruk, terkungkung dalam musik dan lagu-lagu amoral, maka tak diragukan lagi, ia akan tumbuh seperti orang-orang ini.

Orang tua yang pintar tentu tidak akan membuang kesempatan untuk melatih anaknya. Mereka akan memastikan bahwa anaknya hanya mendengar suara-suara yang baik dan melihat hal-hal yang baik pula.


Pengaruh Azan dan Iqamah
Rasulullah saw juga telah menegaskan aspek penting dalam pelatihan anak ini. Beliau saw bersabda, "Tak lama setelah bayi lahir, bacakanlah kalimat azan di telinga kanannya, dan bacakanlah kalimat iqamah di telinga kirinya."

Imam Ali meriwayatkan dari Rasulullah saw, yang bersabda, "Ketika bayi lahir, kalimat azan hendaknya dibacakan di telinga kanannya dan kalimat iqamah di telinga kirinya, agar anak tersebut terhindar dari kejahatan setan. Beliau (Rasulullah saw) juga memberikan perintah tersebut saat kelahiran Hasan dan Husain. Selain itu, beliau juga memerintahkan untuk membacakan Ayat Kursi [QS. Al-Baqarah: 255-257], ayat terakhir dari Surah al-Hasyr, Surah al-Ikhlas, an-Nas, dan al-Falaq hingga terdengar telinga anak tersebut."[8]

Dalam sejumlah hadis lainnya diriwayatkan bahwa Rasulullah saw sendiri yang membacakan kalimat azan dan iqamah di telinga Imam Hasan dan Imam Husain saat keduanya lahir.

Rasulullah saw menyadari bahwa bayi belum mampu memahami maksud kalimat azan dan iqamah yang dibacakan di telinganya. Namun, nilai kalimat-kalimat itu-yang terekam dalam benaknya-tak akan terlupakan. Rasulullah saw menekankan bahwa kalimat-kalimat mulia tersebut akan memberikan pengaruh yang baik bagi pikiran dan jiwa anak.

Mungkin Rasulullah saw bermaksud untuk mengajar para orang tua untuk memberikan pengasuhan yang tepat pada anak mereka, sejak anak mereka lahir. Karena, ketika orang tua membacakan kalimat azan di telinga anak, saat itu pula mereka menyatakan bahwa mereka menyatukan anak mereka dengan kelompok orang-orang yang berbakti kepada Allah Swt.

Namun demikian, pengaruh yang muncul pada anak di masa awal kelahirannya itu tidak hanya diperoleh dari indra pendengaran. Melainkan, apapun yang terdeteksi indra-indra anak akan terekam dalam pikiran dan benaknya.

Sebagai contoh, bila anak melihat perbuatan amoral, meskipun belum mengetahui perbuatan apakah itu, maka hal ini akan tetap memberikan pengaruh terhadap psikologi atau psikis anak.

Inilah mengapa Rasulullah saw bersabda, "Bila bayi yang berada dalam ayunan melihat[9], maka seseorang hendaknya menahan diri dari bersetubuh dengan istrinya."[10]




26. RASA MEMILIKI

Kehangatan: Kebutuhan Fitri Bayi
Bayi itu begitu lembut, yang tak dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Ketika berada dalam rahim ibu, ia memperoleh lingkungan yang hangat dan menyenangkan. Pada fase ini, nutrisi dan kehangatan tersebut diberikan ibunya. Ia tak merasa butuh sesuatu. Namun ketika lahir ke dunia, ia mulai merasa bergantung.

Kebutuhan pertama yang dirasakan seorang bayi adalah kehangatan. Kemudian ia merasa perlu memuaskan rasa laparnya. Sehingga, untuk pertama kalinya ia mengetahui bahwa dirinya mesti bergantung pada selainnya untuk memperoleh kehangatan dan makanan. Pada taraf ini, ia tak mengetahui siapa yang dapat menolongnya.

Tetapi, pada dasarnya ia menyadari kebutuhannya dan memfokuskan perhatiannya pada Kekuatan Tersembunyi untuk memuaskan kebutuhannya itu. Dengan demikian, sejak awal kehidupannya, anak telah terasuki rasa memiliki.

Rasa ini akan terus berada dalam dirinya. Ketika merasa lapar dan dahaga, ia pun menangis. Ia juga akan menempel ke dada ibunya dan merasa nyaman bersama senandung ninabobo yang dinyanyikan ibunya. Ketika merasakan bahaya, ia pun akan masuk dalam dekapan ibunya.

Rasa memiliki inilah yang nantinya akan menuntun dirinya mengikuti orang lain. Anak memodelkan moral dan tingkah lakunya pada moral dan tingkah laku orang yang ada di sekelilingnya.


Dampak Rasa Memiliki
Rasa memiliki ini pula yang nantinya akan menolong dirinya memperoleh teman dan bermain dengan mereka. Persaudaraan dan kasih sayang terhadap pasangan dan anak-anaknya kelak merupakan pengaruh lanjut dari rasa memiliki ini. Perkembangan pada anak ini merupakan perintis dari watak suka berteman.

Oleh karena itu, rasa memiliki yang dipunyai anak bukanlah hal sepele, melainkan merupakan aspek terpenting dari struktur masyarakat. Anak akan mengembangkan kemampuan harapan dan kepuasan. Ia akan mengembangkan rasa persahabatan dengan selainnya. Ia akan berpikir positif pada orang lain dan mengharap kerjasama mereka.

Ketika pandangannya terhadap masyarakat itu baik, maka ia akan mengulurkan tangannya untuk membantu mereka dan mau berkorban demi mencapai tujuan ini. Dan tentu saja masyarakat akan menganggapnya sebagai tumpuan harapan mereka.

Sebaliknya, bila rasa memiliki itu tertekan dan tidak termanfaatkan dengan benar, bisa jadi anak akan menyimpang dari jalan lurus yang telah ditetapkan Allah Swt.

Para pakar psikologi menyatakan bahwa dalam beberapa taraf-disebabkan kejadian-kejadian di sekitarnya-anak boleh jadi memper oleh awal dari perasaan takut, gelisah, tak percaya diri, malu, terasing, sedih, dan bahkan cenderung ingin bunuh diri.

Bila Anda ingin menumbuhkan rasa memiliki pada anak secara benar, maka jadilah pendukungnya. Ketika ia lapar, berilah makan. Berikan kenyamanan kepadanya. Bila anak merasa tak nyaman atau sakit, cobalah untuk memperbaikinya. Aturlah jadwal tidur dan makannya sedemikian rupa sehingga ia tak memperoleh kesulitan.


Hindari Memukul Anak
Karena anak tak mengetahui apa-apa selain kebutuhannya. Ia hanya mempercayai Kekuatan Tersembunyi dan menangis untuk memperoleh pertolongannya. Jangan melampiaskan kemarahan Anda dengan memukulnya. Rasulullah saw bersabda, "Janganlah kalian memukul bayi ketika menangis. Karena, ketika seorang anak di bawah usia empat bulan menangis, ia sedang bersaksi terhadap keesaan Allah Swt."[11]


Jadilah Penolong Anak Di Setiap Keadaan
Meskipun Anda tak dapat memenuhi tugas kepadanya, cobalah untuk memperlakukannya dengan cinta dan perhatian. Bila anak merasa tak nyaman, cobalah untuk menghilangkan penyebab ketidaknyamanannya itu. Jangan pernah mencerca dan mengancamnya, bahwa Anda akan meninggalkannya sendiri.

Karena, melakukan perbuatan seperti itu akan berpengaruh pada psikologi anak. Anak selalu berharap menjadi pusat perhatian orang tuanya. Bila mereka tak menunjukkan kasih sayang kepadanya, ia akan sangat kesal.

Anak selalu berusaha memperoleh cinta dan kasih sayang orang tuanya. Namun sayangnya, beberapa orang tua melakukan kesalahan dengan memanfaatkan hal ini. Mereka mengatakan bahwa kalau tak menuruti mereka, maka mereka tak akan mencintainya. Mereka mesti menghindari penggunaan siasat seperti ini. Dalih seperti ini dapat mempengaruhi kejiwaan anak pada taraf-taraf berikut.


Kesabaran: Kunci Utama
Boleh jadi anak menangis untuk menarik perhatian orang tuanya. Karena itu, orang tua harus menangani anaknya dengan sabar dan bijaksana. Bila anak dimarahi atau bahkan dipukul saat menangis, ia memang akan langsung diam. Namun, diamnya itu dilandasi kekecewaan yang akan memberikan pengaruh berbahaya pada pikirannya.

Anak selalu merasa bahagia bila orang tuanya berada di dekatnya, dan merasa tak nyaman bila mereka pergi. Dengan demikian, orang tua tidak semestinya membicarakan seputar kematian mereka dalam jangkauan pendengaran anak, karena hal itu dapat membuatnya sangat sedih dan terganggu.

Orang tua yang sedang sakit tak semestinya menyebut-nyebut kemungkinan kematian mereka di hadapan anak. Bila mereka akan bepergian untuk jangka waktu lama, sebelumnya persiapkanlah anak untuk menghadapi hal itu. Dalam kepergian itu, hubungilah ia secara teratur.

Saat anak menolak meminum obat, jangan Anda takut-takuti dengan mengatakan bahwa bila tak meminumnya, ia akan mati. Tunjukkan sikap positif, serta cobalah menghibur dan meyakinkan dirinya agar meminum obat itu demi kesembuhannya. Bila menderita sakit yang cukup serius, perlakukanlah ia dengan lembut dan sabar. Orang tua mesti berupaya menjadi teman yang baik dan harapan bagi anak dalam kehidupannya.

Namun, harus dicamkan pula bahwa ekspresi cinta dan kasih sayang pada anak jangan sampai berlebihan. Memanjakan anak dapat berakibat buruk baginya dalam jangka panjang. Di manapun anak tak mampu mengerjakan tugasnya, orang tua harus segera membantunya.

Tetapi, ketika anak mampu melakukannya sendiri, orang tua harus membiarkannya menyelesaikannya sendiri. Terkadang anak mencoba menarik perhatian orang lain dengan menangis, meskipun ia mampu mengerjakan tugasnya. Dalam kasus ini, tangisannya harus diabaikan.


Russell menulis:
"Bila anak menangis tanpa alasan, maka itu harus diabaikan dan biarkan ia menangis sepuasnya. Bila dituruti dalam kasus ini, anak akan terbiasa bertindak diktator dan tak pantas. Namun, ketika anak menangis untuk memperoleh kebutuhannya, perhatian harus diberikan kepadanya, tetapi bukan dalam bentuk memanjakannya."[12]


Catatan Kaki:
[6] Ghurarul Hikam, hal.47.

[7] Bihâr al-Anwâr, jil.104, hal.103.

[8] Mustadrak al-Wasâ`il, jil.2, hal.619.

[9] Maksudnya adalah bila bayi tersebut sedang tidak dalam keadaan tidur-penerj.

[10] Mustadrak al-Wasâ`il, jil.2, hal.546.

[11] Bihâr al-Anwâr, jil.104, hal.104.

[12] Dar Tarbiyat, hal. 79.

15
ANAKMU AMANATNYA

27. KETIKA ANAK MULAI MELIHAT DUNIA DI SEKITARNYA
Anak adalah sosok manusia kecil, dan secara fitriah merupakan makhluk sosial. Ia memerlukan pertolongan dan dukungan orang lain untuk hidup. Ia akan memfokuskan perhatiannya pada orang lain.

Ia akan mengambil manfaat dari mereka, dan sebaliknya, akan memberikan manfaat pada mereka. Namun, selama beberapa bulan sejak kelahirannya, bayi belum mengenal siapa-siapa, dan belum mampu memberikan perhatian pada mereka. Setelah mencapai usia empat bulan, fitrah sosialnya mulai terlihat dalam aksinya.

Ia mulai menunjukkan perhatian terhadap apa yang ada di sekelilingnya dan mulai mengamati apa yang dilakukan ibunya. Ia pun mulai bereaksi terhadap apa yang dikerjakan ibunya. Bila ibunya tersenyum, ia juga tersenyum. Bila ibunya menggerakkan alis, ia juga melakukannya. Ia juga memperhatikan berbagai mainan dengan tersenyum dan menunjukkan ketertarikan.

Ia pun mulai mengukur perasaan orang lain, baik perasaan gembira maupun marah. Ia akan tercengang saat melihat sedikit saja ekspresi marah. Namun saat anak melihat wajah yang riang dan cerah, ia pun akan menghampiri. Ia berusaha untuk duduk dan melihat dunia di sekelilingnya.

Pada taraf ini orang tua mesti memberikan perhatian dengan kesadaran bahwa anak telah mengembangkan indranya terhadap apa yang ada di sekelilingnya dan merupakan anggota baru dalam keluarga. Anak telah mampu memberikan perhatian kepada orang-orang dalam keluarganya, dan selanjutnya mampu mengerti perasaan mereka.

Selama empat bulan usianya, anak telah mengalami kejadian-kejadian dan eksperimen, serta telah merekam apa-apa yang ada di sekelilingnya. Ini merupakan awal bagi fitrah sosialnya di masa mendatang. Bila orang tua bijaksana dalam memelihara insting anak ini, maka ia kelak akan berguna bagi masyarakat.

Kalau tidak, maka ia akan mulai mengabaikan dunia luar dan larut dalam dunianya sendiri. Ia akan menjadi seorang introvert, dan hidup bagai seorang pertapa. Ia pun akan menjadi korban dari penyakit inferiority complex.

Oleh karena itu, orang tua memikul tanggung jawab yang berat. Mereka mesti menyadari bahwa anak memiliki perasaan dan terpengaruh oleh tingkah laku mereka. Perhatian mereka mesti terfokus kepadanya. Mereka mesti hadir di hadapan anak dengan senyum dan wajah yang cerah.

Mereka mesti berkata-kata kepadanya dengan penuh kasih sayang. Mereka mesti memberinya mainan-mainan yang bersifat mendidik, agar ia dapat mempelajari dunia luar dengan mudah dan nyaman.

Bila kebutuhan dan hasratnya terpenuhi, maka ia akan merasa tenang. Ia pun mulai merasa bahwa orang-orang di sekelilingnya adalah orang-orang pemurah dan menginginkan kebaikan bagi dirinya. Ketika ia menerima perlakuan yang baik, maka ia pun siap menjadi anggota yang baik bagi masyarakat.

Orang tua yang baik dan bijaksana tidak akan memukul anak atau memperlakukannya dengan keras. Mereka sadar bahwa sikap seperti itu akan memberikan pengaruh buruk di pikiran anak, dan menjadikannya seorang yang minder dan penakut. Rasulullah saw bersabda, "Hormatilah anak kalian dan berikan asuhan yang baik kepadanya, agar Allah meridhai kalian."[13]





28. CINTA DAN KASIH SAYANG
Manusia haus akan cinta dan kasih sayang. cinta memberi kehidupan di hati. Seseorang yang mencintai orang lain-di mana ia menginginkan orang itu juga memiliki perasaan yang sama kepadanya-pasti merasakan kebahagiaan di hatinya. Ketika seseorang merasa bahwa tak ada di dunia ini yang mencintai dirinya, maka ia akan merasa sedih dan berduka. Karenanya, ia akan selalu murung.

Anak adalah miniatur manusia, yang kenyataannya memerlukan cinta dan kasih sayang yang lebih besar ketimbang orang dewasa. Sebagaimana anak memerlukan makanan, ia juga memerlukan cinta dan kasih sayang. Anak tak peduli ia tinggal di istana atau di gubuk. Ia hanya melihat apakah ia memperoleh cinta dan kasih sayang dari keluarganya atau tidak.

Dengan cinta, anak menapaki jalan pertumbuhan menuju manusia seutuhnya. Dan sumber dari karakter yang baik adalah cinta dan kasih sayang. Di bawah refleksi cinta, perasaan dan pikiran anak dapat terasuh dengan baik, yang akan menjadikannya manusia yang baik pula.

Anak yang menerima cinta yang besar akan memiliki hati dan jiwa yang bahagia. Ia tidak akan menjadi korban kekecewaan. Ia akan menjadi orang yang percaya diri, berwatak baik, dan menghargai diri. Ia pun tidak akan menjadi korban dari problem psikologis. Anak yang menerima cinta dan kasih sayang kelak akan lebih siap menghadapi kenyataan hidup yang keras dan berbagai masalah dalam kehidupan orang dewasa.

Anak perempuan yang menerima cinta dan kasih sayang orang tua dan keluarganya, akan terberkahi dengan aura kasih sayang dan tak akan mudah jatuh dalam pikatan anak lelaki di masa mudanya, yang dapat berakibat buruk bagi masa depannya. Sedangkan anak lelaki yang memperoleh asuhan dalam atmosfer cinta dan kasih sayang tidak akan menjadi korban dari kemaksiatan, seperti narkoba dan minuman keras.

Dari sudut pandang psikologi juga dibuktikan bahwa anak yang menerima cinta dan kasih sayang besar dari orang tuanya, selama masa pertumbuhannya, ternyata lebih cerdas dan lebih sehat ketimbang anak yang tumbuh di sebuah asrama, di mana dirinya terpisah dari orang tuanya. Ini adalah salah satu alasan, mengapa anak-anak yang berasal dari boarding school (sekolah berasrama) boleh jadi memerlukan nutrisi dan perawatan kesehatan yang lebih baik.

Selain itu, mereka yang memperoleh asuhan dalam lingkungan tak-berperasaan, tanpa cinta dan kasih sayang, serta tak memperoleh kedekatan dengan orang tua, besar kemungkinan tak akan memiliki watak berkasih sayang pada orang lain.

Anak yang tak memperoleh cinta dan kasih sayang orang tuanya akan menjadi korban perasaan kehilangan dan rendah diri. Mayoritas penyebab terbentuknya watak pemarah, tak tahu malu, kasar, depresi, dan lain-lain adalah disebabkan kurangnya cinta dan kasih sayang orang tua di masa kecil seseorang.

Para pelaku kejahatan seperti mencuri dan membunuh, dalam banyak kasus, merupakan orang-orang yang tak memperoleh cinta dan kasih sayang orang tua di masa kecilnya. Mereka bertingkah seperti pemberontak dalam masyarakat. Mereka bahkan ingin bunuh diri. Koran dan majalah penuh dengan kisah orang-orang tak beruntung ini.

Dr. Hassan Ahdi-kepala divisi psikiatri dari National Society for Care of Children (Anjuman Melli Himayat Bachhagan)-telah melakukan penelitian terhadap lima ratus narapidana. Ia memperoleh data bahwa mereka melakukan tindak kriminal pertamanya di usia antara 12 dan 13 tahun. Hasil penelitiannya itu menyimpulkan bahwa penyebab utama kejahatan mereka adalah kurangnya cinta dan kasih sayang keluarga. Ia berkata, "Awal dari sebagian besar masalah psikologis dapat ditelusuri dari masa kecil. Bahkan kebanyakan anak yang stabil pun memiliki masalah dalam menenangkan perasaannya."[14]

Seorang muda menulis, "Aku membuka mataku dalam sebuah keluarga miskin di sebuah desa kecil. Biaya perawatanku dan dua saudara perempuanku di atas penghasilan orang tuaku. Karenanya, nenekku kemudian mengambilku. Keadaan nya lebih baik. Ia begitu mencintaiku. Ia kerap membelikanku pakaian yang bagus dan lainnya.

Namun, kenyamanan ini tetap tak mampu menggantikan cinta dan kasih sayang ibu dan ayahku yang kudambakan. Ia sering merasa seolah aku telah kehilangan sesuatu. Aku diam-diam kerap menangis. Saat itu, aku duduk di bangku kelas tiga. Suatu ketika, ayahku menemuiku dan memintaku pulang. Aku begitu girang mendengarnya dan segera bersiap berangkat. Aku merasa seolah penderitaanku selama bertahun-tahun telah terobati dalam sekejap.

Oleh karena itu, aku menyarankan pada para ayah dan ibu agar jangan menjauhkan anaknya dari cinta dan kasih sayang mereka dengan mengirimnya ke suatu tempat, bagaimana pun miskinnya kehidupan mereka. Mereka mesti menyadari bahwa hidup terpisah dari orang tua serta jauh dari cinta dan kasih sayang mereka akan terasa sulit bagi anak. Kehampaan ini tak dapat tergantikan dengan kenyamanan apapun."

Ia juga menulis dalam suratnya yang lain, "Aku telah terjauhkan dari cinta dan kasih sayang orang tuaku. Itulah mengapa kini aku menjadi orang yang mudah patah hati dan pencemburu. Aku berwatak pengecut dan mudah marah. Ketika kecil, aku kerap melarikan diri dari sekolah. Dan dengan berbagai kesulitan, aku dapat terus sekolah hingga mencapai kelas enam, namun kemudian drop out."


Perhatian Islam terhadap Cinta
Keyakinan suci Islam, yang memberikan perhatian besar terhadap proses pengasuhan anak, menegaskan secara khusus seputar cinta dan kasih sayang pada anak. Al-Quran dan al-hadis kerap membahas hal itu. Berikut di antaranya.

Imam Ja`far Shadiq as. berkata, "Disebabkan cinta besar yang dicurahkan orang tua pada anak mereka, Allah akan memasukkan mereka dalam rahmat-Nya."[15]

Dalam sebuah hadis qudsi diriwayatkan bahwa Allah Swt berfirman pada Nabi Musa as., "Mencintai anak-anak adalah tindakan terbaik, karena tujuan penciptaan mereka adalah untuk menghamba kepada Allah dan bersaksi atas keesaan-Nya. Bila anak-anak meninggal ketika kecil, mereka akan masuk surga."[16]

Rasulullah saw bersabda, "Cintailah anak-anak dan berbuat baiklah kepada mereka."[17]

Rasulullah saw juga bersabda, "Sering-seringlah mencium anak-anak kalian. Karena, setiap kali kalian mencium mereka, Allah akan menaikkan derajat kalian satu tingkat di surga."[18]

Suatu hari, seseorang berkata pada Rasulullah saw, "Aku belum pernah mencium anak hingga detik ini." Setelah ia pergi, Rasulullah saw berkata pada para sahabat, "Menurutku, ia sedang bersiap menghuni neraka."[19]

Rasulullah saw juga bersabda, "Seseorang yang tidak berbuat baik kepada anak-anak dan tidak menghormati orang-orang yang lebih tua, bukanlah bagian dari kami."[20]

Imam Ali as., dalam wasiat beliau, berkata, "Berbuat baiklah kepada anak-anak dan hormatilah orang-orang yang lebih tua dari kalian."[21]


Ekspresi Cinta dan Kasih Sayang
Mencintai anak merupakan insting alami. Mungkin sedikit orang tua yang tidak mencintai anak mereka dari lubuk hati. Namun, mencintai anak dari hati saja tidak cukup. Anak memerlukan cinta yang direfleksikan dalam aksi nyata orang tua. Anak ingin dicium, dipeluk, dan ditatap dengan senyuman. Saat orang tua menyenandungkan ninabobo, anak pun merasakan kehangatan mereka.

Anak juga menginginkan orang tuanya bermain dengannya. Anak menganggap hal ini sebagai tanda cinta. Ia juga menganggap kemarahan dan perselisihan sebagai tanda tak sayang. Kapan saja orang tua memandangi anak, ia mengamati apakah terdapat pandangan cinta atau tidak pada wajah mereka.

Terdapat pula orang tua, yang mencurahkan cintanya, hanya ketika anak masih bayi. Namun, saat ia tumbuh, ekspresi cinta mereka pun berkurang sedikit demi sedikit. Ketika anak telah remaja dan dewasa, mereka secara total mengabaikannya dan bahkan berkata bahwa ekspresi cinta akan menjadikannya manja. Ini jelas bukan sikap yang benar. Anak selalu mengharap cinta orang tuanya sepanjang hidupnya. Ia merasa bahagia dengan ekspresi cinta orang tuanya.

Sebaliknya, bila mendapati orang tuanya mengabaikannya, ia pun merasa terluka. Khususnya masa remaja, yang merupakan periode kritis dalam kehidupan manusia. Pada masa ini, dukungan dan bimbingan orang tua paling banyak diperlukan. Pengabaian pada masa remaja dan dewasa itulah yang menyebabkan banyaknya kasus bunuh diri di usia tersebut. Selain pula menyebabkan kasus-kasus kabur dari rumah.


Perlu kiranya saya kutipkan beberapa kalimat dari catatan harian seorang remaja bernama Naznin, sebagai berikut:
"Saat aku mengingat ayah dan ibuku, tak ada lain selain tertawa. Meskipun mereka lebih berhak dikasihani ketimbang tertawa. Ibu sibuk dengan dunianya yang penuh dengan pekerjaan sehari-hari. Kemudian, ia asyik bergosip berjam-jam dengan bibi Vizri dan nyonya Hamidah.

Bila beberapa dari kami bersaudara, lelaki dan perempuan, mendatanginya saat itu karena beberapa keperluan, ia pun akan menunjukkan sikap tidak senang, karena merasa terpotong pembicaraannya. Ia tak menyadari bahwa sementara dirinya membicarakan kekurangan orang lain, ia telah membuatku merasa seperti burung yang terbang ke sana kemari demi menumpahkan isi hati kepada orang lain.

Ibu dan ayah sibuk berdebat satu sama lain, atau sibuk bergosip dengan teman-temannya. Kalau tidak, mereka pergi keluar rumah. Sementara, aku juga disibukkan dengan kegiatan sekolah dari pagi sampai malam. Sehingga, aku pun jarang melihat ayah. Kebetulan, guruku seorang psikolog. Hari ini, ia membicarakan tentang pengaruh seorang ayah terhadap kejiwaan anak perempuannya.

Pembicaraannya itu menyentuh hatiku. Ia benar ketika mengatakan bahwa aku adalah orang yang telah dewasa di mata semua orang. Namun, aku tetap merasa perlu bimbingan ayahku setiap saat dalam hidupku. Aku memerlukan kekuatan moral seorang yang bijak dan baik. Namun ayahku… kelihatannya ia tak punya waktu untuk ini."[22]


Rumah: Tempat Terbaik
Tempat pelatihan terbaik bagi anak, khususnya di tahap-tahap awal kehidupannya, adalah rumah. Dalam periode ini, anak menerima perhatian total, kebaikan, dan cinta orang tuanya. Orang tua juga dianjurkan untuk tidak menitipkan anaknya dalam perawatan asrama. Memang mungkin saja asrama itu memiliki lingkungan yang higienis dan makanan bergizi.

Namun tetap saja asrama tersebut memberikan lingkungan yang dingin dan asing bagi anak. Tempat itu bagaikan ruang hampa bagi anak, yang begitu mendambakan ditemani orang tuanya. Lingkungan baik dan makanan bergizi saja tidaklah cukup untuk mengisi kehampaan disebabkan ketiadaan cinta dan perhatian orang tua.

Rasulullah saw bersabda, "Bila Anda menyukai seseorang, ekspresikan perasaan itu kepadanya. Ekspresi cinta ini akan saling mendekatkan kalian."[23]

Rasulullah saw juga biasa bermain dengan anak-anak dan cucu-cucu beliau setiap pagi, serta mengekspresikan cinta dan kasih sayang beliau kepada mereka.[24]


Catatan Kaki:
[13] Makârim al-Akhlâq, hal.255.

[14] Harian Kayhan, isu ke-42.

[15] Wasâ'il asy-Syî'ah, jil. 15, hal. 98.

[16] Mustadrak al-Wasâ`il, jil.2, hal.615.

[17] Bihâr al-Anwâr, jil.104, hal.92.

[18] ibid.

[19] ibid. hal. 99.

[20] ibid., jil.75, hal.147.

[21] ibid., hal.146.

[22] Harian Ittilaat, isu ke-14112, Khurdad, 1358.

[23] Mustadrak al-Wasâ`il, jil.2, hal.67.

[24] ibid., hal.99.



16
ANAKMU AMANATNYA

29. SALAH PAHAM ATAS CINTA

Cinta, Bukan Alat untuk Bersiasat
Anak memerlukan cinta dan kasih sayang orang tua. Namun sayangnya, beberapa orang tua memanfaatkan hal ini untuk tujuan-tujuan mereka. Mereka meminta anak melakukan hal tertentu agar ibu mencintainya. Atau memintanya tidak melakukan hal tertentu; karena kalau tidak, ibu tak akan mencintainya. Tak diragukan, hal ini dapat berpengaruh dalam mengendalikan perilaku anak.

Namun, bila siasat ini terus berlanjut dalam waktu lama, maka akan bisa berakibat buruk. Anak akan terbiasa melakukan sesuatu hanya demi menyenangkan orang tua, bukan untuk memperoleh manfaat bagi dirinya dan masyarakat. Ia hanya berpikir bahwa pekerjaannya hanya untuk menyenangkan seseorang semata. Ia tak menyadari bahwa pekerjaannya itu sebenarnya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat dan umat manusia secara umum.

Banyak orang tua yang lebih mementingkan pribadi ketimbang kebaikan bagi masyarakat. Akhirnya, anak mereka pun menjadi penjilat, munafik, dan penipu. Karena, tujuan hidupnya adalah menyenangkan orang lain, dengan cara apapun. Oleh karena itu, pendidik yang pintar dan bijaksana tidak akan menggunakan cinta dan kasih sayang untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.


Cinta, Bukan Berarti Menutup Mata
Terdapat orang tua yang mencintai anaknya sedemikian rupa sehingga tak menyadari apa yang baik dan yang buruk bagi pengasuhan anaknya. Saat mereka melihat kesalahan anaknya, atau saat orang lain memberitahukan kesalahan anaknya, mereka kontan mengabaikannya agar tidak membuat anaknya tak nyaman.

Anda pasti pernah melihat anak yang menyakiti anak lain, mengganggu orang, memecahkan kaca jendela tetangga, dan menggunakan kata-kata buruk pada orang lain. Namun sayangnya, beberapa orang tua anak semacam ini tidak hanya mengabaikan perbuatan anaknya itu; mereka bahkan memperlihatkan senyum manis seolah-olah tak ada kejadian yang salah.

Dengan begitu, secara tak langsung, mereka turut berperan dalam kelakuan buruk anaknya itu. Mereka telah melakukan perbuatan yang merugikan anak mereka sendiri.

Pengasuhan keliru ini jelas tak diperbolehkan Allah Swt. Cinta pada anak bukan berarti orang tua harus menutup mata terhadap norma-norma pengasuhan yang baik.

Orang tua yang baik adalah yang mampu menggabungkan cinta dan pengasuhan yang baik. Mereka mencintai anaknya sembari bersikap realistis terhadap tingkah laku si anak. Mereka mengoreksi kesalahan anak secara bijak.

Mereka membuat anak menyadari bahwa dirinya tak bisa begitu saja melakukan kesalahan. Ia dibuat mengerti akan kenyataan bahwa orang tuanya mencintainya dengan perbuatan baik yang dilakukannya, dan ia bisa saja dihukum untuk kesalahan yang dilakukannya.

Orang tua harus menyadari bahwa anak akan tumbuh dewasa dan akan berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat. Bila disebabkan cinta berlebihan kepadanya membuat mereka lalai melatihnya dengan norma-norma perilaku yang baik, maka si anak tidak akan diterima di masyarakat dan orang lain pun akan menghindari atau bahkan memusuhinya. Mesti diingat bahwa orang lain tak akan bisa seperti orang tua, yang dapat menutup mata terhadap setiap kesalahan anak dan terus mencintainya. Karena dalam masyarakat, seseorang diterima hanya disebabkan perilaku baiknya.

Imam Muhammad Baqir as. berkata, "Seburuk-buruk Ayah adalah yang mencintai anaknya secara berlebihan."[25]

Imam Ali bin Abi Thalib as. berkata, "Seseorang yang mengajarkan perilaku baik, kesalahannya akan terkurangi."[26]

Imam Muhammad Baqir as. berkata, "Ayahku, Imam Zainal Abidin, suatu hari melihat seseorang sedang berjalan dengan anaknya. Saat itu, sang anak secara tak sopan merangkulkan lengannya ke pundak sang ayah. Ayahku sangat kesal terhadap kekurangajaran anak itu, sehingga beliau pun tak pernah berbicara dengannya seumur hidup."[27]




30. BERMAIN DAN REKREASI

Manfaat Olahraga dan Bermain
Olahraga dan bermain itu perlu bagi anak. Oleh karena itu, di tingkat sekolah dasar dan menengah, aktivitas dominan anak-anak adalah olahraga, bermain, dan rekreasi. Seiring meningkatnya kurikulum, aktivitas ini biasanya berkurang. Namun, sekalipun beban tugas sekolah bertambah, anak juga harus sesekali keluar untuk berolah raga.

Melakukan permainan di luar kelas merupakan aktivitas fisik yang penting, yang sangat diperlukan bagi kesehatan anak. Anak yang tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan seperti itu umumnya tidak sehat. Islam menyadari akan kebutuhan alamiah ini, sehingga menganjurkan umatnya untuk menjaga kesehatan fisik anak.

Imam Ja`far Shadiq as. berkata, "Biarkanlah anak bebas bermain hingga usia tujuh tahun."[28]

Rasulullah saw bersabda, "Biarkanlah mereka bermain. Bumi adalah padang rumput bagi anak-anak."[29]

Bermain adalah olahraga alami bagi anak. Ini akan menjadikan tubuhnya kuat. Selain itu, kemampuan mentalnya juga akan terasah dan ia pun akan tumbuh kokoh. Di tempat bermain, anak juga akan berinteraksi dengan selainnya dan berbagi tanggung jawab dengan anak-anak yang lain.

Para pakar psikologi memiliki penilaian yang berbeda-beda seputar pentingnya olahraga bagi anak. Namun, kami tidak akan mengutarakannya secara terperinci. Karena bagi kita, cukuplah mengetahui bahwa bermain dan olahraga itu penting dalam proses mengasuh anak. Oleh karena itu, pendidik tidak semestinya menganggap hal ini semata-mata kegiatan ekstrakurikuler.

Anak mengenal dunia luar ketika bermain. Ia mempelajari bagaimana melaksanakan tugas. Ia juga mempelajari bagaimana menghindari risiko, serta bekerja sama dan berkoordinasi dengan kelompoknya. Dalam permainan tim, ia juga mempelajari bagaimana menghormati hak-hak orang lain dan mempelajari peraturan-peraturan permainan.


William Astern menulis:
"Permainan adalah sumber pengembangan kemampuan alamiah anak. Permainan merupakan sarana pelatihan kedisiplinan dan aktivitas masa depan seseorang."[30]


Alexis Maxim menulis:
"Permainan memberikan anak pemahaman hidup dan merupakan alat pelatihan bagi tubuh. Permainan membantu anak mengenalkan dirinya dengan norma-norma sosial. Selain itu, permainan juga memperkuat perasaan anak. Dalam permainan itu, anak belajar membuat rumah, membangun pabrik, melakukan ekspedisi ke Kutub Utara, terbang ke angkasa, dan menjaga pertahanan negara."


Anton Semonowich Makarno, seorang pakar pengasuhan anak terkemuka dari Rusia, berkata:
"Bila seseorang cakap dalam permainan dan bermain di masa kecilnya, ia akan merefleksikan kualitas yang sama dalam kehidupan dewasanya. Bermain dengan baik itu seperti melakukan pekerjaan yang baik. Setiap permainan memerlukan kecakapan mental dan fisik. Perhatikanlah anak yang sedang bermain dan lihatlah bagaimana ia telah memformulasikan strateginya untuk berhasil dalam permainan tersebut. Dalam permainan, perasaan dan sentimen anak itu autentik. Orang-orang dewasa semestinya memperhatikan hal ini."[31]


William McDougal menulis:
"Sebelum watak itu mewujud dalam aktivitas, bermain dapat merefleksikan kecenderungan pikiran anak."[32]

Meskipun dalam bermain, anak tidak melakukan pekerjaan spesifik, namun bukan berarti ia tak melakukan aktivitas fisik dan mental. Dalam permainan itu, kecenderungan kapabilitas alamiah dan personal akan terwujud. Ketika bermain, karakter anak terbentuk dalam menyongsong masa depan yang cerah.


Tipe-tipe Pengasuh Anak

Para pengasuh anak dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Mereka yang menganggap bahwa bermain itu membuang-buang waktu dan mencoba anaknya tidak melakukan aktivitas tersebut.

2. Mereka yang memperbolehkan anaknya bermain dan memberikan kebebasan anak dalam memilih mainan dan permainan yang ingin dimainkan.

3. Mereka yang tidak menganggap penting permainan, selain sekedar memberi kesibukan pada anak. Mereka membelikan anak mainan dengan tujuan agar anak mereka sibuk dengan mainan itu. Ia akan memainkan, merusak, dan melemparnya saat sudah lelah bermain. Ia juga akan memamerkan mainannya itu pada teman-temannya.

4. Mereka yang tidak hanya membelikan anak mainan, tapi juga turut memperhatikan penggunaannya. Bila anak mengalami kesulitan dalam menggunakannya, mereka akan segera membantunya. Dengan demikian, mereka justru mengekang insting anak untuk memecahkan masalah dan membuatnya terbiasa bergantung pada pertolongan orang yang lebih tua dalam segala hal.

5. Mereka yang tak memenuhi persyaratan dalam memberikan pengalaman belajar pada anak melalui permainan.

Karena itu, sikap terbaik yang harus dilakukan para pengasuh adalah pertama-tama, memberikan kebebasan pada anak untuk bermain sesuai watak dan pilihannya. Kedua, mereka harus memberikan permainan yang bersifat mendidik pada anak. Mereka harus memilih mainan yang dapat menajamkan daya pikir dan kreativitas anak.

Selain itu, perlu diperhatikan juga, mainan tersebut harus membuat anak aktif. Sayang sekali, kebanyakan mainan yang ada minim nilai edukasinya. Sebagai contoh, bila orang tua membelikan mainan mobil-mobilan atau kereta api elektronik, anak hanya sibuk melihatnya sepanjang hari. Ia tak mempelajari sesuatu yang dapat bermanfaat baginya pada masa mendatang.

Dengan demikian, mainan terbaik adalah yang mengajak anak menyusun atau merakit. Sebagai contoh, permainan blok yang dapat dirakit menjadi sebuah bangunan, melukis, puzzle, menjahit, dan lain-lain.


Mengawasi Anak Saat Bermain
Para pendidik harus memperhatikan anak selama bermain, sehingga dapat memberikan arahan kepadanya di saat yang tepat. Mengawasi anak saat bermain merupakan aspek sangat penting dalam pelatihan dan pengasuhan. Para pendidik yang baik akan memberikan mainan pada anak, dan membiarkannya memainkan sendiri mainannya. Namun, mereka tetap mengawasinya, sehingga dapat memberikan arahan bila anak melakukan kesalahan dalam menggunakannya.

Misal, ketika mainan mobil atau kereta api diberikan pada anak, maka tanyakanlah padanya fungsi mainan tersebut. Bila ia menjawab bahwa fungsinya untuk memindahkan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lainnya, maka biarkanlah ia mempraktikkannya. Bila mainan itu mengalami kerusakan ketika ia memainkannya, biarkanlah ia memperbaikinya semaksimal mungkin. Dalam hal ini, doronglah ia untuk percaya diri dalam melakukannya.

Ketika Anda membelikan anak perempuan Anda sebuah boneka, maka janganlah dalam bentuk yang lengkap. Bimbinglah ia menyiapkan baju untuk boneka itu. Sehingga ia pun akan melakukannya, membersihkannya, serta beraksi seolah sedang memandikannya, mengganti pakaiannya, dan memberinya makan.

Ia lalu menyenandungkan ninabobo untuk menidurkannya, kemudian membangunkannya untuk menggendongnya lagi. Dengan meniru gaya orang dewasa, ia juga akan mengajarkan perilaku baik pada bonekanya itu.

Anda bisa melihat bahwa ia mengajarkan pada bonekanya tentang apa yang ia dengar dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Begitulah anak; ia selalu menirukan apa yang dilakukan orang tua dan kakak-kakaknya.

Oleh karenanya, mainan sangat berguna bagi anak dalam mempelajari hal-hal yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, sembari memainkannya. Anak harus didorong untuk memainkan mainannya ketimbang menyimpannya atau memamerkannya pada teman-temannya.

Perlu juga disediakan tempat yang layak, di mana anak dapat menyimpan mainannya setelah memainkannya. Anak harus didorong pula untuk menjaga kerapian dan kebersihan tempat tersebut.

Semestinyalah anak tidak bermain dengan banyak mainan dalam satu waktu. Ini dapat membuatnya bingung dan sulit menentukan pilihan. Mainannya pun tidak
perlu mahal dan terlalu bagus.


Kategori Mainan

Mainan anak dapat dikategorikan sebagai berikut.
1. Mainan yang dapat dimainkan sendiri oleh anak.

2. Mainan yang dapat dimainkan bersama oleh dua atau lebih anak.

3. Mainan edukatif, yang merangsang kapabilitas mental anak.

4. Permainan di luar rumah, yang merangsang pertumbuhan fisik anak.

5. Permainan yang merangsang kapabilitas dalam bertahan dan menyerang.

6. Permainan yang merangsang semangat kerjasama di antara anak-anak.

Awalnya, anak bermain sendiri. Namun, meskipun ia dibiarkan main sendiri, pengawasan tetap mesti diberikan kepadanya. Orang tua harus memilihkan mainan yang tepat bagi anak. Terkadang anak ingin membongkar mainan dan merakitnya kembali; biarkanlah ia melakukannya. Kecuali ketika ia sudah tak mampu lagi menyelesaikannya, barulah orang-orang yang lebih tua turut membantunya.

Setelah beberapa saat, biasanya anak mulai menyukai pertemanan dengan anak lain. Karena itu, ia harus juga diperkenalkan pada permainan kolektif. Orang tua harus mendorong anak bermain dengan anak lain.

Orang tua juga harus memperhatikan bahwa anaknya terlibat dalam permainan tim yang bermanfaat. Biasanya, permainan tim yang digemari adalah sepak bola, bola voli, bola basket, dan lain-lain. Umumnya, anak memainkan permainan ini selama waktu istirahat di sekolah dan di lingkungan tempat tinggalnya. Namun, meskipun dapat membantu perkembangan fisik anak, permainan-permainan ini sangat kompetitif dan menjadikan anak berwatak agresif.

Anak yang memainkan permainan ini akan selalu berpikir untuk mengalahkan lawannya. Permainan yang lebih agresif dari ini adalah tinju dan gulat. Permainan ini mengingatkan kita pada masa-masa primitif dulu. Sayang, permainan ini masih terus digelar.


Russel menulis:
"Umat manusia kini, ketika dibandingkan dengan umat sebelumnya, jauh lebih materialistis. Oleh karena itu, mereka memerlukan lebih banyak sikap bijaksana dan kerja sama di antara mereka. Manusia tak memerlukan permusuhan, perlawanan, dan kebencian; karena semua itu adalah hal-hal yang terkadang menguasai mereka dan terkadang mereka yang menundukkannya."[33]

Dengan demikian, perlu diperhatikan bahwa tidak sepatutnya permainan-permainan yang merangsang agresifitas anak tersebut didukung. Akan lebih baik bila pihak sekolah memikirkan hal ini secara serius dan berkonsultasi dengan para pakar dalam memperkenalkan permainan yang bermanfaat bagi anak.

Kesimpulannya, meskipun permainan penting sekali bagi pertumbuhan anak, waktunya tetap harus dibatasi. Para pendidik yang cakap tentu akan menyusun jadwal bermain, sehingga anak akan secara otomatis kembali ke aktivitasnya yang lain setelah itu. Mereka tak akan mengizinkan anak bermain secara berlebihan.

Imam Ali bin Abi Thalib as. berkata, "Seseorang yang kecanduan bermain tidak akan sukses."[34]


Russel menulis:
"Merupakan tanda kemunduran nilai-nilai sosial ketika kita menghukumi seseorang atas kecakapannya dalam permainan. Kita belum memahami bahwa hidup di dunia modern dan rumit itu memerlukan sikap bijaksana dan pengetahuan."[35]

Satu kekurangan saja dalam permainan tim dapat menyebabkan perasaan cemburu dan konflik pada anak. Dalam situasi seperti itu, pendidik harus turun tangan dan menyelesaikan perselisihan tersebut sehingga dapat memuaskan semua pihak.

Terkadang, orang tua harus turun tangan dalam konflik antara anak-anak. Tanpa mempelajari penyebab konflik itu, mereka langsung saja membela anak mereka, sehingga permasalahan makin besar. Sikap tak bijaksana ini akan menjadikan anak merasa bahwa dirinya dapat lolos meskipun telah melakukan pelanggaran.


Catatan Kaki:
[25] Tarikh Ya'qubi, jil.2, hal.320.

[26] Ghurar al-Hikam, jil.2, hal.645.

[27] Majmu' al-Warram, jil.2, hal.208.

[28] Wasâ`il asy-Syî'ah, jil.15, hal.193.

[29] Majma' az-Zawa'id, jil.8, hal.159.

[30] Rowan Shinashi Kudak, hal.331.

[31] ibid., hal.130.

[32] ibid,, hal.332.

[33] Dar Tarbiyat, hal.121.

[34] Ghurar al-Hikam, hal.854.

[35] Dar Tarbiyat, hal.142.

17
ANAKMU AMANATNYA

31. MENIRU
Insting meniru merupakan karakter alamiah manusia yang paling kuat. Ini juga merupakan perbuatan yang berguna dan bernilai. Hal ini dapat menolong anak untuk meningkatkan proses belajarnya seperti makan, berpakaian, berbicara, dan lainnya yang terdapat di lingkungannya. Manusia adalah peniru alami dan akan terus melakukannya sepanjang hidup.

Namun, anak akan melakukannya lebih banyak lagi, hingga dirinya berusia sekitar lima tahun. Selama waktu tertentu, anak belum mampu menentukan rangkaian aksinya sendiri. Karenanya, dalam periode ini, ia akan menirukan apa yang dilakukan orang tuanya dan selainnya.

Ketika mendengar kata 'air' dari orang tuanya, si anak akan mencoba untuk mengucapkannya. Kemudian, ia akan memperhatikan maksud kata itu, dan menggunakannya di saat yang tepat.

Sedangkan anak perempuan akan memperhatikan ibunya membersihkan ruangan dan mencuci pakaian. Ia pun lantas menirukan pekerjaan itu. Ia melihat ibunya berhati-hati saat menghidupkan kompor, dan mencuci buah-buahan terlebih dahulu sebelum dikupas dan dimakan. Ia pun menirukan semua itu. Ia melihat orang tua dan kakak-kakaknya menata rumah. Ia lalu menirukannya.

Ketika melihat orang tuanya santun dalam berbicara, ia pun akan berperilaku baik. Ketika melihat orang tua dan kakak-kakaknya saling membantu dalam menyelesaikan pekerjaan rumah, ia pun akan berupaya ikut membantu. Ketika melihat orang tuanya menyeberang jalan dengan hati-hati di tempat penyeberangan, ia pun akan mempelajarinya.

Ketika melihat ayahnya berkebun di halaman atau memperbaiki sesuatu dalam rumah, anak lelaki pun akan mempelajari aktivitas itu. Mulanya, ia menirukannya dalam permainan. Namun, seiring bertambahnya usia, ia pun akan benar-benar mampu melakukannya secara nyata. Bahkan, beberapa dari mereka menjadi sangat mahir, sehingga menjadikan aktivitas itu sebagai profesi.

Pengasuhan dan pelatihan anak lebih baik dilakukan dengan memberinya contoh ketimbang teori. Peniruan terhadap tingkah laku orang-orang dewasa merupakan fenomena pada anak. Sehingga, dalam hal ini, mereka tak memerlukan perintah. Bila orang tua bersikap kasar dan tidak sopan, anak juga akan mengikutinya.

Ketika seorang ibu doyan mengomel, berteriak, dan tak berperasaan; anak juga akan menirunya. Demikian halnya seorang pendidik yang suka berbohong, pengecut, dan tak jujur; tentu saja ia tak dapat mengharapkan anak didiknya menjadi sosok yang jujur dan berani.

Anak tak banyak memperhatikan teori. Ia lebih menyukai peniruan. Karenanya, biasakanlah anak melihat tindakan orang tua. Dengan demikian, demi anak, orang tua harus berupaya memperbaiki dirinya sendiri, sehingga dapat menampilkan citra positif di mata anak. Mereka harus selalu ingat bahwa sangatlah sulit menghentikan anak dari meniru kebiasaan mereka.

Imam Ali bin Abi Thalib as. berkata, "Bila Anda ingin memperbaiki orang lain, perbaikilah diri Anda terlebih dahulu. Adalah kesia-siaan ketika Anda mencoba memperbaiki orang lain, sementara Anda sendiri masih melakukan penyelewengan."[36]

Rasulullah saw berkata pada Abu Dzar ra, "Allah akan memberikan anak dan cucu yang saleh pada orang tua yang saleh."[37]

Pendidik yang bertanggung jawab tidak akan bersikap masa bodoh terhadap teman-teman anak. Ia rentan terhadap pengaruh, sehingga cenderung meniru kebiasaan teman-temannya. Oleh karena itu, sangatlah penting memperhatikan siapa saja yang menjadi teman anak.

Terkadang, ketika melihat kekerasan di televisi, anak cenderung menirunya. Anda dapat membaca di media massa tentang tindak-tindak kriminal anak, yang mayoritas disebabkan termotivasi adegan pembunuhan dan penganiayaan di televisi atau bioskop. Dengan kenyataan ini, apakah layak membiarkan anak melihat media tersebut tanpa pengawasan?




32. TELEVISI, RADIO, DAN ANAK
Radio, televisi, dan film adalah hasil penemuan yang sangat bermanfaat. Semua dapat menjadi sarana yang sangat baik bagi pendidikan dan pengajaran. Prinsip-prinsip keimanan dan nilai-nilai akhlak dapat disebarkan melalui media-media ini.

Pemikiran masyarakat dapat dipertajam dengan perantaraan alat-alat ini. Informasi tentang pembangunan pertanian dan industri juga dapat disebarkan melaluinya. Kesadaran akan aspek kesehatan dan sanitasi pun dapat dipopulerkan dengan perantaraan media-media tersebut.

Manusia dapat memperoleh manfaat yang tak terkira banyaknya dari media elektronik. Akan tetapi, di samping mengandungi manfaat, semua itu juga dapat membawa kerugian bagi masyarakat. Ketika media-media ini jatuh ke tangan para pencari keuntungan yang tak bertanggung jawab, mereka akan menempatkannya pada penggunaan yang salah dan menciptakan problem yang maha dahsyat bagi masyarakat.

Demi keuntungan pribadi, mereka akan menyajikan program-program yang berbahaya bagi kesehatan moral, keimanan, dan perekonomian masyarakat. Hari ini, penggunaan radio dan televisi telah sangat meluas dan intensif. Namun, kebanyakan orang hanya menganggap semua itu sebagai sumber hiburan dan rekreasi belaka. Sementara, anak-anak dan remaja benar-benar telah kecanduan pada hiburan yang membodohkan itu.

Kalangan cendekia berpendapat bahwa anak-anak Iran lebih kecanduan televisi ketimbang anak-anak di negara-negara yang telah berkembang seperti di Amerika, Prancis, Inggris, dan Jepang. Di Iran, 40 persen pemirsa televisi adalah anak-anak, 20 persen remaja, dan sisanya orang dewasa.

Harus diingat bahwa masa kanak-kanak dan remaja adalah waktu yang paling baik bagi proses pendidikan dan pengajaran. Baik atau buruk acara yang berlangsung di radio dan televisi, semuanya akan membawa dampak yang memengaruhi pikiran anak-anak.


Jangan Larutkan Anak dalam Hiburan
Menonton acara-acara seperti itu seharusnya tidaklah dianggap sebagai hiburan yang tidak akan membahayakan. Anak semestinya tidak diberi kebebasan untuk menonton atau mengikuti semua acara sesuka hatinya.

Sebab, banyak acara yang dapat dipastikan akan mendatangkan bahaya bagi jiwa anak. Para produser acara-acara televisi dan radio harus melakukan introspeksi tentang kerusakan yang mereka timbulkan di dalam pikiran lembut anak-anak melalui tontonan yang sangat berbahaya itu.

Bagi mereka, hal itu mungkin merupakan sebuah kebebasan berekspresi yang mendorong kepada tindakan yang tidak bertanggung jawab, tetapi bagi anak-anak dan remaja, menonton sajian-sajian seperti itu dengan perhatian penuh akan sangat mencelakakan.

Para orang tua juga harus bertanggung jawab; mereka harus secara hati-hati mengawasi sajian televisi yang ditonton anak-anak serta mencegah mereka menonton acara-acara yang tidak baik.


Dampak Menonton Televisi
Sebagian besar acara televisi terdiri dari film dan serial yang memuat cerita tentang kejahatan, horor, pembunuhan, perkelahian, penipuan, perampokan, dan lain-lain. Anak-anak biasanya menonton acara-acara seperti itu dengan minat yang besar. Namun, cerita-cerita seperti itu akan mendatangkan bahaya bagi anak-anak melalui banyak cara.


Misalnya:
1. Pikiran anak yang masih lembut dan mudah terpengaruh sangat rentan terhadap pengaruh dari luar. Menonton tayangan seperti itu dapat membangun kegelisahan, rasa takut, dan horor di benaknya.

Semua ini akan mengganggu tidurnya dan dia akan bangun sambil berteriak setelah mengalami mimpi yang buruk. Ini akan menimbulkan sakit kepala yang kronis. Dalam kasus yang parah, menonton film-film horor akan menyebabkan pingsan dan tak sadarkan diri.

2. Terdapat beberapa pengaruh yang merusak dari film-film seperti itu bagi moral anak yang menontonnya. Film-film tersebut dapat memotivasinya untuk melakukan tindak kejahatan dan perbuatan dosa.

Terkadang, anak-anak menjadi sangat terpengaruh oleh tingkah-laku berlebihan dari sang jagoan dalam sebuah film; mereka kemudian mencoba menirunya dalam kehidupan nyata sehingga menimbulkan masalah.

UNESCO telah menulis dalam sebuah laporannya bahwa 27 persen remaja yang dihukum karena tindak kejahatan telah terdorong melakukan aksinya setelah menonton aksi serupa di dalam film.

Di Amerika Serikat, di antara kejahatan anak-anak yang telah dihukum oleh pengadilan, 10 persen anak laki-laki dan 25 persen anak perempuan mengaku bahwa mereka tertarik melakukan tindak kejahatan itu karena film yang telah mereka saksikan.[38]

Menurut sebuah survei lain, 49 persen penjahat yang tertangkap membawa senjata api ilegal, 28 persen yang melakukan aksi pencurian dan 21 persen yang melarikan diri dari jerat hukum, telah memperoleh inspirasi dari apa yang mereka saksikan di film.

Dilaporkan pula bahwa 25 persen perempuan yang menjadi pekerja seks komersial memperoleh inspirasi dari film-film. Sebanyak 54 persen dari kaum perempuan yang pergi ke tempat-tempat yang menghancurkan nama baik melakukan itu karena ingin meniru artis terkenal.[39]


Profesor Walksman dari Universitas Los Angeles berkata:
"Radiasi yang terpancar dari layar televisi sangat berbahaya bagi organ tubuh manusia. Sinar yang terpancar keluar darinya dan dari alat-alat elektronik rumah tangga termasuk jenis gelombang pendek. Efek negatif pertama yang ditimbulkannya adalah sakit kepala, bila tak terlindungi dari pancaran yang relatif lebih lama.

Kemampuan berpikir seseorang pun akan tertekan, tekanan darah menjadi tidak normal, dan sel darah putih dalam darah akan mengalami kerusakan. Gelombang-gelombang ini akan membawa pengaruh yang kuat bagi syaraf dan mengakibatkan sejumlah keluhan rasa sakit."[40]


Dr. Alexis Carrel menulis:
"Radio, televisi, dan permainan di komputer yang tidak tepat, merusak emosi anak-anak."[41]


Harian Ittilaat dalam terbitannya yang ke-15743 melaporkan tentang seorang siswa Eropa sebagai berikut:
"Seorang mahasiswa berusia 18 tahun ditahan dan dihadapkan ke pengadilan. Dia dituduh melakukan penculikan terhadap anak seorang aktor film dan meminta tebusan sebesar 50.000 dollar serta mencoba untuk membunuh anak tersebut bila uang tebusan tidak disediakan.

Dalam pernyataannya di depan pengadilan, dia mengakui bahwa pemikiran untuk melakukan aksi itu muncul di benaknya setelah menonton sebuah film di televisi yang menggambarkan aksi serupa."

Pihak kepolisian menyatakan, berdasarkan beberapa kasus, mereka menyimpulkan bahwa para remaja termotivasi untuk melakukan tindak kejahatan melalui tayangan televisi.

Seorang anak berusia 10 tahun di Masyhad, setelah menonton sebuah tayangan tentang karate, telah menendang temannya dengan sangat keras sehingga roboh seketika dan tewas.[42]


Deputi Menteri Pendidikan Safi Niya, mengatakan:
"Jika televisi telah hadir untuk memberikan pelajaran tentang kejahatan secara efektif, maka guru-guru terbaik pun takkan dapat melakukan apapun."[43]

Seorang anak laki-laki Kuba, bernama Ronny Zamora, telah membunuh seorang nenek berusia 83 tahun. Dia melakukan kejahatannya di Florida; di mana dia juga menjalani hukumannya. Orang tuanya telah menggugat tiga saluran televisi Amerika karena kerugian yang timbul sebesar 2.500.000 dolar.

Dia mengajukan bukti-bukti bahwa sang anak telah mempelajari tentang pembunuhan melalui acara-acara televisi. September lalu, telah dilakukan dengar pendapat tentang kasus tersebut di pengadilan, di mana dikatakan bahwa ketika masih kecil, anak tersebut sangat gemar menonton televisi dan biasa duduk di depan pesawat itu selama delapan jam untuk sekali kesempatan.

Semalam sebelum terjadinya kejahatan itu, si remaja menonton sebuah film yang digambarkan di dalamnya tentang perampokan terhadap rumah seorang wanita kaya.

Seorang gadis cantik berusia 15 tahun bernama Razaia, menonton sebuah film horor di televisi. Dia menjadi sangat ketakutan saat menonton film tersebut kemudian jatuh dan meninggal di lantai.

Dia melihat dalam tayangan itu, seorang kulit putih sedang menguliti kulit kepala seorang gadis kulit hitam. Dia lalu berteriak ketakutan dan tiba-tiba jantungnya berhenti berdetak. Dokter mengatakan bahwa dia mengalami pecah pembuluh otak.


Dr. Jalal Baremani, seorang psikiater berpengalaman, mengatakan:
"Film-film horor dan petualangan membawa pengaruh negatif ke dalam pikiran anak-anak. Perlu diperhatikan, seorang anak yang menonton film yang menggambarkan sebuah aksi kekerasan akan berusaha meniru sang jagoan dan menyerang saudara laki-laki atau saudara perempuannya. Film-film seperti itu akan membawakan efek yang sangat negatif bagi kepribadian anak di masa datang.

Anak-anak yang menonton film-film horor akan menjadi penakut dan pengecut. Tayangan-tayangan kekerasan akan mendorong mereka menjadi orang yang suka melakukan tindak kekerasan. Pengaruh dari pertunjukan semacam itu akan tertanam di benaknya, sehingga kemudian terdorong untuk melakukan aksi-aksi kekerasan."


Seorang psikiater lain, Dr. Syukrullah Tariqati, mengatakan:
"Pengaruh tayangan-tayangan buruk bagi pikiran anak, tak dapat disangkal. Film-film seperti itu benar-benar membawa pengaruh negatif bagi anak-anak ketika beranjak dewasa; mereka akan melakukan perbuatan yang salah di bawah pengaruh tontonan yang mereka saksikan jauh hari sebelumnya. Karena itu, saya menyarankan kepada para orang tua agar jangan membiarkan anak-anak menonton tayangan-tayangan buruk seperti itu.

Mereka harus memberikan perhatian khusus untuk dapat memastikan bahwa anak-anak tidak menonton film-film yang dibuat dan diperuntukkan hanya bagi orang dewasa. Mereka harus memastikan bahwa anak-anak tidak menonton tayangan apapun yang disajikan televisi setelah pukul 10 malam. Umumnya, ini adalah waktu tayang untuk kalangan dewasa."


Seorang guru besar dari Universitas Teheran dan pakar kriminologi, Dr. Reza Mazloomi, mengatakan:
"Sebagian besar film-film yang ditayangkan di televisi dan gedung bioskop berbahaya bagi masyarakat kita. Pengaruhnya sangat membahayakan, bahkan seorang gadis harus kehilangan nyawa lantaran jantungnya berhenti bekerja ketika menonton adegan yang mengerikan. Saya berani mengatakan secara tegas bahwa sebagian besar tindak kriminal dan teror di dunia ini memiliki hubungan secara langsung dengan pengaruh dari tayangan film."[44]

Dr. Arnold Fremani, yang bekerja di sebuah rumah sakit di New York, telah membuktikan dengan alat elektronik canggih bahwa sakit kepala sebelah dan kegelisahan yang diderita seseorang disebabkan oleh mendengarkan musik yang keras di radio FM.[45]


Koran Time, dalam sebuah terbitannya pada 1964, menulis:
"Seorang dokter anak melakukan penelitian di dua pangkalan angkatan udara, di mana anak-anak staf di sana, dalam kelompok umur antara tiga sampai 12 tahun, secara terus-menerus telah mengalami keluhan sakit kepala, kurang tidur, tak dapat tidur (insomnia), dan masalah pencernaan seperti diare. Secara medis, tak dapat dibuktikan penyebab dari gejala-gejala tersebut.

Setelah dilakukan penyelidikan yang teliti terbuktilah bahwa anak-anak itu telah menghabiskan waktunya berjam-jam di depan layar televisi. Sang dokter kemudian menyarankan agar anak-anak tersebut dilarang menonton televisi. Upaya ini ternyata efektif; keluhan-keluhan seperti sakit kepala, mual, muntah, dan diare pada anak-anak itu secara berangsur mulai berkurang."[46]

Para orang tua bijak, yang mencintai anak-anaknya, sepatutnya tidak membiarkan mereka menonton televisi selama berjam-jam, khususnya di malam hari. Mereka seharusnya hanya mengizinkan anak-anak menonton acara-acara yang tidak berbahaya bagi jiwa dan akalnya.


Catatan Kaki:
[36] Ghurar al-Hikam, hal.278.

[37] Makârim al-Akhlâq, hal.546.

[38] Majalla Maktab Islam, jil.25, No.1.

[39] ibid., No.11.

[40] ibid., No.1.

[41] ibid., No.3.

[42] ibid., No.11.

[43] ibid., jil.28, No.1.

[44] Harian Ittilaat, 10 Aban 1352.

[45] Majalla Maktab Islam, jil.25, No.3.

[46] Paiwandhai Khudak wa Khanwada, hal.131.

18
ANAKMU AMANATNYA

33. PERTENGKARAN ANAK-ANAK
Salah satu persoalan yang acapkali menyulut keprihatinan adalah perselisihan dan perkelahian anak-anak di rumah. Ketika sebuah keluarga memiliki lebih dari satu anak, maka mungkin sekali terjadi pertengkaran atau perkelahian (antara anak-anak).

Salah seorang anak mungkin menganggap anak yang lain merampas hak-haknya dan tidak mau berbagi dengannya. Mereka saling menyerang dan berebut mainan satu sama lain. Ketika mulai pergi ke sekolah, mereka satu sama lain saling mengotori buku catatan dan alat-alat tulis lainnya.

Mereka saling mencari kesenangan satu sama lain. Ketika salah seorang anak berupaya memusatkan perhatiannya dalam mengerjakan tugas sekolahnya, anak yang lain membuat kegaduhan untuk mengganggunya.

Setiap anak mengetahui bagaimana cara mengolok-olok saudara lelaki atau perempuannya. Dalam situasi semacam ini, orang tua hanya duduk menonton, hingga kemudian keluhan-keluhan tentang pertengkaran sampai ke telinga mereka.

Lalu, untuk menengahi pertengkaran anak-anaknya itu, mereka saling menyalahkan satu sama lain. Sang ibu mengatakan kepada ayahnya bahwa ia (sang ayah) tidak memberi perhatian terhadap masalah pengasuhan anak-anak.

Si ibu lalu mengatakan, "Mereka tidak merasa segan kepadamu. Disebabkan sikap tidak pedulimu itulah, rumah ini benar-benar telah menjadi arena pertengkaran."

Sebaliknya, sang ayah mengatakan kepada sang ibu bahwa bila ia (ibu) bersikap waspada, niscaya anak-anaknya tak akan menjadi sedemikian nakal seperti sekarang. "Justru disebabkan dukunganmulah, si anak merasa terdorong untuk melakukan sesuatu yang tidak semestinya," tuding sang ayah.

Di sini, orang tua harus ingat bahwa bagaimana pun keadaannya, anak-anak tetaplah anak-anak. Mereka tak dapat diharapkan duduk tenang di sudut rumah seperti orang-orang yang sudah lanjut usia. Anda harus menerima kenyataan bahwa pertengkaran anak-anak merupakan fenomena alamiah. Bahkan, orang-orang yang sudah dewasa pun adakalanya bertengkar.

Karenanya, bagaimana mungkin mengharapkan anak-anak duduk dengan tenang dalam setiap kesempatan? Anak-anak pada umumnya memang nakal. Setelah saling mengolok-olok, mereka lalu bertengkar. Namun demikian, mereka akan segera akur kembali dan melupakan pertengkarannya. Mereka tak tahan untuk saling tidak bicara satu sama lain dengan muka cemberut. Seorang psikolog mengatakan:

"Merupakan satu hal penting bahwa kita seyogianya tidak pernah membayangkan bahwa dalam sebuah rumah tangga yang terdapat banyak anak-anak, berlaku perdamaian terus-menerus di antara mereka; anak-anak hidup akur, tak pernah berkelahi sekalipun. Anak manapun yang kita ajak bicara, akan mengatakan bahwa ayah dan ibunya mengharapkan mereka hidup akur tanpa bertengkar satu sama lain. Namun, bila Anda memikirkan persoalan ini secara serius, kecenderungan anak untuk bertengkar satu sama lain bukanlah sebuah persoalan besar."[47]


Kebiasaan Bertengkar Hilang Selaras Perkembangan Usia
Kita juga seyogianya mengetahui bahwa kebiasaan anak-anak bertengkar satu sama lain akan menghilang seiring pertumbuhan usia mereka. Bila orang tua menerima kenyataan bahwa pertengkaran di antara anak-anak sebagai fase alamiah dan bersifat sementara, niscaya mereka tak akan terlalu mencemaskannya.


Seorang psikolog lainnya mengatakan:
"Banyak aktivitas anak-anak seperti saling mengolok-olok satu sama lain, bertengkar, dan bergulat akan berkurang dengan berlalunya waktu."[48]

Ya, benar bahwa kebanyakan orang tua tak dapat sama sekali menghilangkan pertengkaran di antara anak-anaknya. Namun, dengan penanganan yang bijak dan cerdas, orang tua dapat mengurangi frekuensi dan intensitasnya. Orang tua yang penuh perhatian tak pernah hanya duduk menonton ketika anak-anaknya saling bertengkar. Mereka segera turun tangan dengan cara bijak serta memastikan bahwa anak-anak tidak saling melukai secara fisik sewaktu berkelahi.

Pertama-tama, mereka harus menyelidiki penyebab perkelahian dan berusaha mengenyahkannya. Salah satu sebab utama perselisihan di antara anak-anak adalah rasa dengki. Karenanya, sangat penting sekali untuk mendeteksi dan mengatasi penyebab kedengkian yang muncul dalam diri anak.

Seorang anak menginginkan semua orang memperhatikan dirinya. Ia tidak suka berbagi kasih sayang orang tua dengan anak-anak lain. Anak pertama umumnya dimanja oleh kedua orang tuanya. Tapi, ketika anak kedua lahir, kondisinya segera berubah.

Tentu saja orang tua harus membagi perhatiannya dan memberi bagian lebih besar kepada anak yang lebih kecil. Sekarang, anak yang lebih tua mulai dirundung perasaan tidak aman. Ia mulai merasa diabaikan serta menganggap si [anak] pendatang baru merupakan tamu tak diundang yang merebut perhatian dan kasih sayang kedua orang tua tercintanya.

Lalu ia menjadi dengki terhadap sang bayi, namun menyadari bahwa dirinya harus menerima kehadirannya mengingat kedua orang tuanya mencurahkan kasih sayang terhadap si bayi.

Dalam keadaan demikian, anak yang lebih tua terkadang pura-pura sakit demi menjaga agar perhatian kedua orang tuanya tetap tertuju kepadanya. Atau terkadang ia pura-pura jatuh, tak mau makan, menangis, dan melakukan kepura-puraan lainnya demi menarik perhatian orang tua. Anak semacam ini menganggap dirinya terpinggirkan dan mengembangkan sejenis kebencian terhadap saudara-saudara kandungnya sendiri.

Dalam pada itu, ia menanti kesempatan untuk melampiaskan dendamnya kepada mereka. Orang tua harus dengan bijak mencegah munculnya situasi tersebut. Mereka harus mengondisikan anak-anaknya sedemikian rupa agar mau menerima pendatang baru yang akan dilahirkan. Mereka harus mengatakan kepada anak-anaknya bahwa mereka mengharap saudara kecilnya segera lahir.

Ketika tumbuh besar, ia (anak pendatang baru) akan bermain bersama mereka dan menyayangi mereka. Ketika menyiapkan sesuatu bagi anak yang baru lahir, orang tua juga harus memberikan beberapa hadiah kepada anak-anak yang lebih tua agar mereka merasa tidak diabaikan.


Jika Sang Kakak Merasa Tidak Diperhatikan
Tatkala sang ibu dibawa ke rumah bersalin untuk melahirkan, sang ayah harus memberikan sejumlah hadiah kepada anak-anaknya di rumah demi mengalihkan perhatian mereka dan tidak menanyakan ibunya. Sang ayah harus mengatakan kepada mereka pada kesempatan itu bahwa hadiah-hadiah yang diberikan kepada mereka itu dimaksudkan untuk menyambut kedatangan sang bayi mungil.

Ia juga harus meminta mereka agar ketika si bayi mungil itu datang ke rumah, mereka tidak membuat kegaduhan. Orang tua seyogianya tidak terlalu memuji-muji si bayi di hadapan anak-anak yang lain. Mereka juga harus memberi perhatian lebih kepada anak-anaknya yang lebih besar untuk menumbuhkan perasaan yakin dalam diri mereka bahwa anak yang baru lahir itu tidak datang untuk mencerabut mereka dari perhatian orang tuanya.

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. mengatakan, "Keadilan mengenyahkan perselisihan dan memunculkan persahabatan."[49]

"Perlakuan adil selalu menjadi strategi terbaik."[50]


Menghindari Perbandingan
Selalu terbuka kemungkinan bahwa beberapa anak memiliki kualitas khusus sehingga menjadi kesayangan orang tuanya. Beberapa anak barangkali lebih cerdas, beberapa lainnya lebih cantik, dan beberapa lainnya lagi lebih santun sehingga layak mendapat perhatian khusus orang tuanya.

Atau, seorang anak berhasil mengukir prestasi belajar di sekolahnya sehingga mengundang banyak pujian orang tuanya. Namun begitu, mengulang-ulang pujian semacam itu secara berlebihan tidaklah bermanfaat.

Sebagai sebuah strategi untuk menghidupkan kompetisi di antara anak-anaknya, beberapa orang tua mengungkapkan kelebihan-kelebihan salah seorang anak kepada anak-anak yang lain. Sebagai contoh, mereka mengatakan, "Hasan, giatlah belajar agar engkau mendapat nilai tinggi dalam ujianmu sebagaimana Abbas!" Atau, "Zainab, engkau harus membantu ibumu mengerjakan pekerjaan rumah, seperti Zahra yang melakukannya dengan begitu baik!" "Reza, hormatilah tatakrama di atas meja, seperti saudaramu, Ali, yang begitu sopan dan tahu tatakrama!"

Sikap orang tua semacam ini tidaklah dibenarkan, karena tak akan membuahkan hasil positif sebagaimana diharapkan. Sebaliknya, sikap semacam itu malah akan menciptakan perasaan tertekan dan kedengkian di antara anak-anaknya. Sehingga kemudian tumbuhlah perasaan dendam di hati mereka.

Alasan sangat penting lainnya bagi pertengkaran di antara anak-anak adalah harapan orang tua yang begitu tinggi terhadap anak-anaknya itu. Anak menginginkan mainan saudaranya; orang tua melarangnya. Ini kemudian menyulut pertengkaran di antara keduanya. Pada titik ini, orang tua pun ikut campur tangan.

Pertama-tama, mereka dengan sikap tenang berupaya membuat anak-anaknya itu terdiam. Bila pertengkaran masih berlangsung, mereka meminta si anak untuk memberikan mainannya kepada saudaranya yang ingin meminjamnya. Mereka mengatakan kepadanya bahwa orang tualah yang telah membelikan mainan itu untuknya. Karenanya, mainan itu bukanlah miliknya pribadi.

Bila si anak tetap menolak memberikan mainannya kepada saudaranya, mereka tak akan lagi menyayanginya, tidak pula membelikan mainan apapun untuknya.

Dalam keadaan demikian, si anak menjadi tak berdaya dan akhirnya mau meminjamkan mainannya. Tapi, ia mulai menganggap bahwa orang tuanya itu zalim dan saudaranya jahat. Ia menumbuhkan kebencian dalam hatinya terhadap keduanya. Ia akan mengungkapkan kebencian ini manakala punya kesempatan.

Tentunya, sesuatu yang sangat alamiah bila si anak menganggap mainannya sebagai miliknya dan tak seorang pun yang berhak menggunakannya tanpa seizinnya. Ia menganggap bahwa dirinya adalah korban kezaliman orang tua dan saudaranya sendiri.

Dalam keadaan demikian, si anak memiliki sikap dan anggapan yang benar. Sebab, dalam contoh pertama, mereka tidak membolehkan saudara-saudara si anak untuk menggunakan mainan yang telah mereka berikan kepadanya.

Orang tua yang berakal harus berupaya menciptakan semangat bekerja sama di antara anak-anaknya. Mereka harus menciptakan atmosfer kerukunan di antara anak-anaknya agar mereka saling berbagi mainan dan permainan satu sama lain.


Membagi-bagi Tugas Di Antara Anak-anak
Adakalanya alasan pertengkaran yang muncul di antara anak-anak adalah bahwa orang tua mempercayakan suatu pekerjaan kepada anak tertentu seraya membiarkan anak-anak yang lain berpangku tangan. Situasi ini dapat mendorong munculnya pertengkaran. Untuk menghindari situasi semacam ini, orang tua harus berupaya menjadikan anak-anaknya memiliki kesibukan. Dengan demikian, mereka takkan merasa diabaikan.

Adakalanya bahkan pertengkaran orang tua mendorong anak-anaknya untuk meniru. Tatkala menyaksikan orang tuanya suka bertengkar, anak-anak yang tak berdosa mulai menganggap bahwa pertengkaran merupakan jalan hidup. Didorong oleh keinginan untuk sama dengan orang tua, mereka kemudian mencari-cari alasan untuk memulai pertengkaran.

Karena itu, orang tua yang bosan menyaksikan pertengkaran anak-anaknya, harus melakukan instropeksi dan membenahi diri sendiri. Lalu, mereka harus memusatkan perhatian untuk memperbaiki anak-anaknya. Tentu saja nyaris tak ada keluarga yang kosong dari perbedaan pendapat di antara anggota-anggotanya.

Namun, bila orang tua berhati-hati untuk tidak mempertontonkan pertengkaran atau perdebatan mereka di hadapan anak-anak, niscaya mereka (anak-anak) tak akan terdorong untuk bertengkar atau berdebat. Namun demikian, bila terjadi pertengkaran kecil-kecilan di antara anak-anak, orang tua harus dengan bijak ikut campur tangan dan memberi jalan keluar yang memuaskan semua anak-anak.

Sebagai penutup, kami ingin mengingatkan Anda bahwa sekalipun seluruh penyebab [pertengkaran] telah diketahui, keluarga Anda barangkali belum terbebas sama sekali dari pertengkaran anak-anak. Pada dasarnya, anak-anak adalah manusia yang niscaya memiliki naluri untuk bertengkar atau berkelahi.

Kenyataannya, anak-anak secara umum hiperaktif dan berkelahi dapat menjadi cara untuk mengeluarkan kelebihan energinya. Orang tua harus benar-benar memperhatikan bahwa ketika anak-anak berkelahi, jangan sampai mereka melukai selainnya secara fisik dan merusak barang-barang di sekitarnya.

Janganlah orang tua terlalu cemas bila anak-anak memiliki kecenderungan untuk berkelahi. Ini merupakan kebiasaan sementara dan akan hilang dengan sendirinya seiring berlalunya waktu.


Catatan Kaki:
[47] Rowan Syinasi Kudak, hal.286.

[48] ibid., hal.286.

[49] Ghurar al-Hikam, hal.64.

[50] ibid.



19
ANAKMU AMANATNYA

34. SAHABAT DAN PERSAHABATAN

Pentingnya Sahabat
Seorang sahabat atau teman yang baik merupakan anugerah Allah Swt yang paling agung. Dalam kesengsaraan hidup, hanya sahabatlah yang menjadi tempat berlindung bagi seseorang sekaligus pelipur lara hati dan jiwanya. Di dunia yang penuh dengan kesulitan dan penderitaan ini, keberadaan seorang sahabat sejati sangatlah dibutuhkan setiap individu.

Orang yang tidak punya sahabat seorang pun akan menjadi sosok yang hidup menyendiri jauh dari kampung halamannya. Tak seorang pun yang menunjukkan rasa simpati padanya di saat-saat yang dibutuhkan.

Imam Musa bin Ja`far as. pernah ditanya tentang apakah sumber utama bagi kesenangan di dunia ini. Imam menjawab, "Rumah yang luas dan banyak teman."[51]

Imam Ali as. mengatakan, "Orang yang paling lemah adalah orang yang tak mampu menjadikan siapapun menjadi teman dan saudaranya."[52]

"Orang yang tak punya teman ibarat orang asing di negerinya sendiri dan hidup sendirian."[53]

Sebagaimana orang dewasa membutuhkan teman, anak-anak juga ingin memiliki teman dan sahabat. Seorang anak yang tidak memiliki teman akan selalu merasa sendiri dan bersedih. Ia tak dapat dicegah dari kebutuhan alamiah ini. Dalam hal ini, tentu saja terdapat perbedaan antara teman dan kenalan. Boleh jadi, seorang anak memiliki banyak kenalan tapi tak punya teman. Terkadang seorang anak memilih seorang teman di antara anak-anak sekelasnya dan anak-anak tetangganya. Penyebab dijadikannya seseorang sebagai teman barangkali tidak jelas. Mungkin saja kesamaan spiritual di antara keduanya membawa mereka bersama.

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. mengatakan, "Hati orang-orang ibarat pengembara yang suka berpindah-pindah; karenanya, barangsiapa mencintai mereka, niscaya mereka akan terikat kepadanya."[54]


Memilihkan Teman Buat Anak
Keberadaan seorang teman tak dapat dicegah dari siapapun. Dalam pada itu, orang tua jangan terlalu membatasi anak menerima orang tertentu sebagai teman. Si anak harus diberi kebebasan untuk memilih teman-temannya. Tapi, kebebasan ini juga harus disertai dengan beberapa persyaratan dan pembatasan.

Dengan kata lain, orang tua harus mengetahui betul karakter dan perilaku (calon) teman-temannya itu. Bila ternyata memilih teman yang baik dan berperilaku sopan, si anak pasti akan memperoleh manfaat. Sebaliknya, bila sang teman memiliki kebiasaan yang buruk, si anak akan menerima beberapa kebiasaan buruknya. Banyak anak-anak dan generasi muda terperosok ke dalam kubangan dosa akibat ceroboh memilih teman-teman yang buruk.

Nabi Islam saw bersabda, "Seseorang mengikuti keimanan, jalan, dan kebiasaan temannya."[55]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. mengatakan, "Orang yang paling beruntung adalah orang yang menjalin hubungan dengan orang-orang baik."[56]

Inilah alasan Islam mendesak para penganutnya untuk menjauhkan diri dari teman-teman yang buruk.

Imam Ali as. mengatakan, "Hindarilah menjalin hubungan persahabatan dengan orang-orang yang suka bermaksiat dan berlumuran dosa, karena kejahatan menciptakan kejahatan."[57]

Imam Ali Zainal Abidin as. mengatakan kepada putranya, Imam Muhammad Baqir as., "Wahai anakku, hindarilah berhubungan dengan lima tipe manusia;

(1) Jangan berteman dengan seorang pembohong. Ia seperti khayalan yang akan memperdayamu. Ia akan mengatakan jauh sesuatu yang dekat, dan mengatakan dekat sesuatu yang sangat jauh;

(2) Jangan menjadikan orang yang suka bermaksiat dan melanggar sebagai temanmu, karena ia akan menjualmu semurah mungkin;

(3) Jangan jadikan orang kikir dan pelit sebagai temanmu, karena ia tak akan membantumu saat engkau mengalami kesulitan;

(4) Janganlah menjadikan orang bodoh sebagai temanmu, kalau tidak, ia akan menyulitkanmu karena kebodohannya. Besar kemungkinan, ia akan menimbulkan kesulitan bagimu justru ketika bermaksud membantumu akibat tindakannya yang bodoh;

(5) Janganlah bersahabat dengan orang-orang yang merampas hak-hak saudaranya. Orang-orang semacam itu dijauhkan dari rahmat Allah Swt dan dikutuk masyarakat."[58]


Kenali Teman Anakmu Secara Bijak!
Orang tua yang bertanggung jawab dan bijaksana sama sekali tak akan menutup mata terhadap tipe sahabat dekat anak-anaknya. Namun, sekalipun harus mengetahui tipe teman-teman anaknya, jangan sampai timbul kesan bahwa mereka mencampuri urusan pribadi sang anak.

Dengan memberikan seorang teman yang baik bagi anak-anaknya, berarti orang tua telah memberikan konstribusi besar bagi kebaikan masa depannya.

Namun, ini bukanlah pekerjaan mudah. Cara terbaik adalah menunjukkan pada si anak tentang mana yang baik dan mana yang tidak, ketika dirinya sudah menginjak usia memahami. Mereka harus menjelaskan kepada si anak tentang kerusakan yang bakal dialami akibat berteman dengan teman-teman yang buruk.

Orang tua harus terus mengawasi dari jauh segenap aktivitas si anak dan teman-temannya. Bila ternyata teman-teman si anak tergolong baik, mereka harus menghargainya serta memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi si anak untuk menemui teman-teman semacam itu.

Namun, bila ternyata si anak berteman dengan seorang yang buruk, mereka harus berupaya dengan bijak untuk memutuskan pertemanan ini dengan segera. Bila si anak tetap menjalin hubungan pertemanan dengan orang tersebut, maka orang tua harus mengambil sikap yang tegas.

Orang tua dapat membantu si anak mendapatkan teman-teman yang baik lewat cara lain. Yakni, dengan membawanya berkunjung ke rumah tetangga yang memiliki perilaku, karakter, dan latar belakang yang baik. Berilah kesempatan bagi anak-anak untuk saling berjumpa dan bereaksi satu sama lain. Bila kemudian saling berteman, doronglah mereka untuk mempererat tali persahabatan.

Kalaupun anak mereka memiliki sedikit kekurangan, maka dengan cara ini (menjalinkan persahabatan dengan anak-anak yang baik), niscaya semua itu dapat diatasi. Sebagai contoh, bila si anak tergolong malu-malu, maka itu dapat diatasi dengan menjadikannya bersahabat dengan anak yang berani dan penuh percaya diri.

Orang tua seyogianya tidak mengabaikan sama sekali tipe teman-teman anaknya. Terlebih bila usia si anak sudah berada di ambang masa muda. Masa ketika kebiasaan-kebiasaannya mulai mengakar. Selama masa ini, kelalaian orang tua akan mengakibatkan kerusakan pada karakter dan perilaku si anak yang tak dapat diperbaiki, bila ia menjalin hubungan dengan teman-teman yang buruk. Dalam hal ini,

Orang tua harus mencamkan diktum yang mengatakan, "Mencegah lebih baik daripada mengobati."

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. mengatakan, "Bagi segala sesuatu terdapat bencana; dan bagi kebajikan, bencananya adalah teman yang buruk."


Seseorang lelaki menuliskan:
"Orang tua tak pernah mengizinkan saya menemui teman-teman saya. Bila suatu ketika teman-teman mengunjungi saya, saya berupaya menyuruh mereka pergi secepatnya setelah mengobrol bersama mereka barang sebentar. Rumah salah seorang teman saya sangat berdekatan dengan rumah kami. Orang tua saya mengenalnya dengan baik tapi tak pernah membolehkan kami saling bertemu.

Dulu saya berharap punya sejumlah teman untuk bertemu, mengobrol, dan bermain bersama mereka. Tapi kedua orang tua saya menjadi penghalangnya. Saya sangat bersedih karenanya. Suatu hari, saya bertekad untuk menemui teman saya, apapun yang terjadi. Saya mengatakan kepada ibu saya bahwa saya harus mengikuti ujian.

Saya pun diizinkan untuk mengikuti ujian; padahal kenyataannya, saya langsung melangkahkan kaki menuju rumah teman saya. Rumah teman saya ini tak jauh dari rumah kami. Saya pun menaiki bus umum dan tiba di rumahnya. Kami menghabiskan waktu dengan bergembira bersama.

Ketika saya pulang ke rumah di waktu malam, ibu menanyakan kenapa saya pulang begitu terlambat. Untuk menyembunyikan yang sebenarnya, saya pun berbohong dengan mengungkapkan alasan yang lain. Sekarang, saya heran, kenapa ibu tidak sadar bahwa anak-anak sangat membutuhkan teman dan sahabat. Mengapa dalam hal pertemanan, orang tua sangat membatasi saya sedemikian rupa?"


Seorang perempuan menulis:
"Suatu ketika, saya dikunjungi beberapa teman saya. Kebetulan, saya punya sejumlah uang dalam dompet saya. Dengan uang itu, saya pergi ke toko makanan di sekitar rumah dan membeli sekotak es krim. Saat itu, ibu saya sedang pergi mengunjungi beberapa kerabatnya. Ketika teman-teman saya sedang menyantap es krim, ibu saya pulang.

Saya sangat ketakutan kalau-kalau ibu akan memarahi saya. Ia tidak menghiraukan sedikit pun perasaan saya dan berkata dengan nada marah kepada teman-teman saya, 'Kalian menjadikan Salma memboroskan uangnya!' Mendengar itu, teman-teman saya langsung pergi. Ternyata ibu saya tidak berhenti sampai di sini.

Ia mendatangi sekolahan saya dan mengeluh kepada wali kelas saya bahwa teman-teman saya datang ke rumah dan mendorong saya untuk menghabiskan uang saya. Ia berkata pada wali kelas bahwa teman-teman perempuan itu kemarin datang ke rumah dan meminta saya membelikan es krim untuk mereka.

Lalu, teman-teman saya yang kebetulan sekelas dengan saya itu, mengatakan, 'Bibi, kami akan membayar harga es krim yang telah kami makan kemarin di rumah Anda.' Saya merasa sangat malu dan diremehkan sehingga berharap agar bumi hancur lebur dan saya terjatuh ke dalam jurang yang sangat dalam.

Sejak hari itu, saya tak lagi pergi ke sekolah, sementara seluruh teman saya tetap bersekolah. Hari ini, saya menjadi orang yang sangat bersedih dan merasa sendirian, seraya terseok-seok di belakang semua orang yang mengarungi kehidupan ini."


Catatan Kaki:
[51] Bihâr al-Anwâr, jil.74, hal.177.

[52] Nahj al-Balâghah, jil.74, hal.154.

[53] Bihâr al-Anwâr, jil.74, hal.179.

[54] ibid., hal.178.

[55] Ushûl al-Kâfî, jil.72, hal.375.

[56] Ghurar al-Hikam, hal.189.

[57] Bihâr al-Anwâr, jil.74, hal.199.

[58] Ushûl al-Kâfî, jil.72, hal.376.



20