• Mulai
  • Sebelumnya
  • 42 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: 55064 / Download: 3016
Ukuran Ukuran Ukuran
Agar Tak Salah Mendidik

Agar Tak Salah Mendidik

pengarang:
Indonesia
Agar Tak Salah Mendidik

9. PEMBENTUKAN AKHLAK DAN EMOSI PADA TAHUN PERTAMA DAN KEDUA USIA ANAK
Mungkin ada sebagian orang beranggapan tahun pertama dan kedua usia anak adalah periode tanpa komunikasi dan kemampuan menerima pendidikan. Mereka mengira pada periode ini program-program pendidikan tidak perlu dan tidak akan memberikan pengaruh, karena pada periode ini otak anak belum cukup berkembang dan belum bisa membedakan yang baik dan yang buruk sehingga belum mampu menerima pendidikan dan mengambil bentuk.

Maksudnya, pada periode ini seorang anak belum mampu berbuat apa-apa selain makan, tidur, bernafas, berak, kencing dan menggerakkan tangan dan kaki. Ia belum bisa bicara, belum bisa memahami kata-kata, dan kita pun tidak tahu secara pasti perasaan yang ada dalam jiwanya, sehingga bagaimana mungkin pendidikan dapat memberikan manfaat kepadanya?

Jelas, anggapan yang seperti ini salah, justru sebaliknya, tahun pertama dan kedua usia anak merupakan periode yang sangat penting dalam kehidupannya, karena pada saat itu ia belum terbentuk sehingga dapat menerima segala bentuk yang diberikan kepadanya. Ketika itu saraf dan otaknya masih belum digunakan sehingga bentuk penggunaannya pertama kali akan sangat berpengaruh besar pada masa depannya. Benar, ketika baru lahir otak seorang anak belum berkembang dengan sempurna, namun sedang berada dalam proses perkembangan.

Sejak pertama kali lahir seorang anak senantiasa berada dalam proses mencoba, belajar, mengenal dan berkembang otaknya. Dengan penuh semangat ia berusaha menambah pengetahuannya dan kemudian menyimpannya dalam memorinya, namun itu dilakukan secara perlahan-lahan sesuai dengan batas kemampuan indera, saraf dan otaknya.

Dalam masa dua tahun banyak sekali kemampuan yang telah diperoleh seorang anak, seperti mengunyah makanan padat, mengontrol dan menyeimbangkan leher, merayap dengan dada, duduk, berdiri, berjalan, berkata-kata, tersenyum, menyelaraskan kedua mata untuk melihat, mengenal segala sesuatu di sekelilingnya, mengenal ayah dan ibu dan orang-orang di sekelilingnya, menoleh ke arah datangnya suara, mengenal berbagai macam warna, mengenal dan memperhatikan anggota badan, mengenal dan membedakan berbagai macam rasa, mengambil sesuatu, dan berpuluh-puluh kemampuan lainnya.

Pada periode ini juga berkembang berbagai insting dan emosi pada diri anak, seperti rasa lezat, sakit, marah, sayang, rela, kaget, takut, gembira, sedih, suka, benci, prasangka baik, prasangka buruk, rasa percaya diri, perasaan tidak mampu, tenteram dan gelisah. Emosi-emosi ini dapat diketahui dari gerak dan tingkah laku anak yang dapat kita saksikan.

Dengan memperhatikan hal-hal ini maka dapat dikatakan bahwa masa dua tahun pertama kehidupan anak adalah masa terpenting dalam hidupnya, dan oleh karena itu pendidikan kepadanya harus sudah dimulai sejak masa ini. Sikap tidak peduli dan tidak memanfaatkan masa yang sangat penting ini akan mendatangkan kerugian yang tidak akan tergantikan.

Namun demikian, harus diketahui bahwa metode pendidikan pada periode ini berbeda dengan metode pendidikan pada periode-periode lain, yaitu lebih sulit dan lebih membutuhkan ketelitian, karena untuk mengetahui emosi dan perasaan anak pada masa ini dan juga sampai sejauh mana pengaruh program pendidikan pada diri anak adalah sesuatu yang sulit, sehingga dibutuhkan pengetahuan yang cukup dan tenaga yang ahli.


Ketenangan Anak dan Prasangka-baik
Anak-terutama bayi-adalah makhluk yang sangat lemah. Ia butuh makanan dan kehangatan namun ia tidak mampu menyediakannya. Ia butuh kebersihan dan perlindungan. Ia benar-benar makhluk yang sangat tergantung kepada orang lain, jika tidak ada orang yang menyediakan makanan dan minuman baginya dan melindunginya dari udara panas dan dingin ia tidak akan dapat melanjutkan hidupnya.

Secara umum anak dapat merasakan kebutuhan-kebutuhannya ini, meskipun untuk beberapa waktu ia belum mengenal ayah dan ibunya sebagai orang yang selalu menyediakan segala kebutuhannya. Pada masa ini anak sangat membutuhkan ketenangan perasaan. Jika berbagai kebutuhannya terpenuhi secara lengkap dan teratur ia akan merasa tenang dan aman dan berprasangka baik kepada orang-orang yang ada di sekitarnya, karena ia tahu tatkala ia membutuhkan dengan segera mereka menolongnya. Namun sebaliknya jika ia merasa kebutuhannya kurang terpenuhi ia akan selalu resah dan tidak percaya kepada sekelilingnya, dan ini akan berpengaruh buruk pada jiwa dan tubuhnya dan juga masa depannya.

Oleh karena itu, seorang ibu dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam menenangkan perasaan anak. Jika jadwal pemberian air susu, makan dan tidurnya diatur secara baik, kebersihannya diperhatikan, pakaiannya diganti tepat waktu, dijaga dari udara panas dan dingin dan hal-hal lain yang menyakitkan, tentunya anak akan dapat berkembang dan melanjutkan hidupnya dengan tenang. Pada keadaan ini, rasa percaya diri dan sikap optimis akan tertanam pada jiwanya, dan ini akan berpengaruh besar pada masa depannya.

Oleh karena itu, dapat kita saksikan, seorang anak hingga akhir hidupnya memiliki rasa ketergantungan kepada ibunya dan mempunyai ikatan batin yang khusus kepadanya, yang tidak diberikan kepada orang lain dan bahkan kepada ayahnya.

Seorang ayah juga dapat memainkan peranan penting ini bekerja sama dengan ibu. Seorang ayah dapat bekerja sama dengan ibu dalam memberi makan anak, mengganti pakaian dan membersihkannya, dan anak pun akan menganggapnya sebagai sandaran yang penuh kasih dan dapat diandalkan. Tindakan yang seperti ini tidak hanya tidak akan menodai kedudukan seorang ayah tetapi sebaliknya anak akan menganggapnya sebagai tanda sayangnya ayah, sehingga anak pun mempunyai ikatan batin yang kuat dengan ayahnya.


Pendidikan Disiplin
Memelihara disiplin dan keteraturan harus sudah diterapkan sejak awal lahir dan masa menyusu. Untuk meraihnya dapat ditempuh dengan dua cara:


Cara pertama: Menyusun jadwal menyusui dan memberi makan anak.
Pada pembahasan lalu telah disebutkan bahwa ibu dapat menyusui anaknya dengan dua cara: dengan jadwal atau tanpa jadwal. Pada cara pertama, ibu menyusun jadwal untuk menyusui dan memberi makan anaknya. Ia hanya menyusui dan memberi makan anaknya sampai kenyang pada jam-jam yang telah ditentukan, sementara di antara waktu-waktu tersebut ia tidak menyusuinya. Dengan cara ini anak menjadi terbiasa dengan jadwal. Dengan cara ini tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan alat pencernaan anak tetapi juga membiasakan anak memelihara kedisiplinan.

Sementara pada cara kedua ibu tidak menyusun jadwal untuk menyusui anaknya, tetapi setiap kali anaknya menangis dengan segera ia memberikan tetek kepada anaknya. Dengan cara ini anak dididik dengan ketidakteraturan, setiap kali ia ingin menyusu ia menangis dan baru berhenti manakala ibunya memberinya tetek. Di sini, anak terbiasa dengan keadaan ini, dan ketika sudah besar ia tidak mempunyai keterikatan disiplin dan selalu berharap orang lain berlaku seperti ibunya yang senantiasa membantunya.


Cara kedua: Menyusun jadwal tidur
Seorang anak, dari awal lahir hingga usia dua minggu kebanyakannya berada dalam keadaan tidur atau dalam keadaan di antara bangun dan tidur. Pada masa ini ia lebih membutuhkan istirahat dan ketenangan dibandingkan sesuatu yang lain.

Pada waktu-waktu tertentu susui dia, lalu letakkan kembali supaya istirahat. Pada masa ini seorang anak mirip dengan orang sakit yang baru saja keluar dari kamar operasi, ia lebih memerlukan istirahat dibandingkan sesuatu yang lain. Biarlah seluruh anggota tubuh anak yang masih baru itu istirahat, supaya secara perlahan ia dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan baru di luar rahim ibunya.

Setelah berjalan beberapa waktu maka waktu tidurnya pun mulai berkurang dan waktu bangunnya bertambah, hingga akhirnya mencapai tingkat keseimbangan. Namun, tidak semua anak mempunyai kondisi yang sama dalam masalah tidur, dan itu disebabkan perbedaan watak. Sebagian anak tidur lebih banyak dan sebagian lagi lebih sedikit. Namun, jika anak dalam keadaan sehat, maka waktu tidurnya lebih banyak dari waktu bangunnya.

Sebaiknya ibu tidak mengganggu tidur anak, seberapa lama pun ia ingin tidur. Suara keras speaker, radio, televisi dan segala suara keras dan tiba-tiba lainnya akan berpengaruh buruk kepada saraf dan otak anak, meskipun anak tidak kelihatan menunjukkan reaksi. Sediakanlah tempat yang tenang bagi tidur anak, dengan cahaya kamar yang tidak silau sehingga anak dapat beristirahat dengan cukup.

Susunlah jadwal untuk tidur malam anak supaya ia dapat tidur sampai pagi sehingga tidak mengganggu tidur Anda. Sebelum tidur, berilah ia air susu atau makanan sampai benar-benar kenyang, kemudian letakkanlah ia di ayunan atau tempat tidur. Tetaplah berada di sampingnya hingga ia benar-benar tertidur, dan kalau perlu gerakkan ayunannya dan bersenandung untuknya. Jika tengah malam ia terbangun dan itu merupakan waktunya ia menetek maka susuilah ia, lalu letakkanlah ia kembali ke dalam ayunannya supaya ia tertidur.

Namun jika itu bukan saatnya waktu menetek, tengoklah ia tetapi biarkan pada keadaannya hingga ia tertidur. Bisa saja ia hanya mengharapkan perhatian Anda, di sini silahkan Anda bersenandung kembali dan menggerak-gerakkan ayunannya namun jangan biasakan ia dengan hal ini. Jika ia menangis tanpa alasan biarkan ia menangis dan menjauhlah dari sisinya hingga ia tertidur, karena anak juga harus paham bahwa orang lain pun punya hak istirahat sehingga ia tidak boleh seenaknya mengganggu mereka.

Namun ini dilakukan hanya jika ia menangis tanpa alasan, adapun jika ia menangis karena merasa sakit atau popoknya basah maka yang pertama dilakukan ialah menghilangkan sesuatu yang mengganggunya lalu meletakkannya kembali ke dalam ayunan.

Pada jam-jam tertentu di siang hari juga-sebelum dan sesudah zuhur-letakkan anak di kamar yang tenang supaya tidur, karena saraf anak yang masih lemah membutuhkan istirahat yang lebih banyak. Bisa saja karena sudah main ia tidak punya selera untuk tidur, namun dengan sedikit usaha dan kesabaran secara perlahan ia akan terbiasa dengan keadaan ini. Dengan melaksanakan jadwal ini saraf-saraf anak memperoleh ketenangan, ia dibiasakan memelihara aturan, dan Anda juga dapat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah.


Kebersihan
Pada dua tahun pertama kehidupannya seorang anak belum mengerti arti kata-kata dan belum dapat membedakan yang baik dan yang buruk. Oleh karena itu, nasihat untuk menjaga kebersihan, mendorong dan mengingatkannya akan kebersihan tidak akan berpengaruh kepadanya. Satu-satunya yang dapat dilakukan ibu pada masa ini ialah memelihara kebersihan anaknya. Seorang anak yang masih menyusu, terkadang disebabkan tidak selera atau mendengar suara, melepaskan tetek ibu pada saat sedang menyusu, sehingga air susu mengenai kepala, muka dan bajunya. Atau, jika ia sudah makan makanan, terkadang ia mencelupkan tangannya ke dalam makanan lalu mengoleskannya ke muka dan bajunya. Memperingatkan anak untuk tidak melakukan hal ini tidak ada gunanya.

Yang perlu dilakukan ibu pada saat menyusui atau memberi makan anaknya ialah mengenakan kain serbet pada bajunya supaya bajunya tidak kotor. Atau bisa juga ibu memegang sapu tangan, lalu secara teratur membersihkan muka, tangan dan baju anak, sehingga dengan cara ini secara perlahan anak akan mengerti bahwa setiap kali tangan, muka dan pakaiannya kotor maka harus dibersihkan. Dengan cara begitu, sejak saat itu anak sudah dibiasakan untuk menjaga kebersihan. Demikian juga setiap pagi seorang ibu harus mencuci tangan dan muka anaknya, dan setiap kali tangan dan muka anaknya kotor ia harus membersihkannya.


Mendidik Anak Independen dan Percaya Diri
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pada dua tahun pertama kehidupannya seorang anak sangat bergantung kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ia membutuhkan orang-orang yang melindunginya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, supaya ia dapat berkembang dalam lindungan dan pelukannya.

Sebaik-baiknya orang yang dapat memenuhi kebutuhan alami seorang anak adalah kedua orangtuanya terutama ibunya. Namun perlu diperhatikan poin yang sangat penting ini, yaitu meskipun seorang anak tidak akan dapat melanjutkan hidupnya dengan tanpa adanya tempat berlindung yang dapat dipercaya namun pada saat yang sama ia harus dididik untuk independen dan percaya diri, dan ini harus sudah dimulai sejak masa ini. Masalah ini sangat penting dan harus menjadi bagian dari program kedua orangtua.

Pada masa ini anak sudah banyak belajar tentang berbagai hal, seperti mengambil sesuatu, mengucapkan beberapa kata, duduk, merayap dengan dada, berdiri dan berjalan, meletakkan makanan ke dalam mulut, dan lain-lain.

Ketika ibu merasa anaknya telah siap untuk melakukan sesuatu dan ia ingin melakukannya maka ibu harus menyemangatinya namun jangan mencampurinya, biarkan ia melakukannya sendiri. Jika ia tidak dapat melakukan dengan baik, biarkan ia mencoba sehingga bisa, dan jika diperlukan ibu dapat membantu dan mengarahkannya.

Namun tidak baik ibu menggantikan anak melakukannya. Sebagai contoh, jika ibu merasa anaknya ingin mengambil sendok dan meletakkan makanan ke mulutnya, ibu harus membiarkan anaknya memakan makanan sesuai dengan keinginannya, sehingga dengan begitu akan tumbuh rasa percaya diri pada diri anak. Namun, tentunya ibu boleh mengajarkan cara memegang sendok dan mengangkat makanan kepada anaknya, Jangan sampai dengan alasan supaya tidak kotor seorang ibu melarang anaknya makan sendiri.

Secara umum, seorang ibu, pada setiap pekerjaan yang ingin dilakukan anaknya harus berfungsi sebagai pembimbing dan pembantu, bukan ibu sendiri yang melakukannya. Dengan cara ini seorang ibu dapat menumbuhkan sikap independen dan rasa percaya pada diri anaknya.

Perlu kami ingatkan bahwa potensi anak berbeda-beda, dan secara perlahan-lahan potensi itu akan tumbuh namun tidak semua anak punya keadaan yang sama. Sebagian anak lebih cepat siap untuk melakukan suatu pekerjaan sementara sebagian lainnya lebih lambat. Tunggulah hingga munculnya tanda-tanda kesiapan anak, setelah itu baru Anda dorong dan Anda bantu anak Anda untuk melakukan pekerjaan tersebut. Tidak boleh tergesa-gesa dalam masalah ini, dan jangan Anda bandingkan anak Anda dengan anak-anak yang lain. Jangan sampai sebelum munculnya tanda-tanda kesiapan Anda memaksa anak Anda untuk melakukan suatu perbuatan, karena bisa saja disebabkan tidak memiliki kesiapan ia akan merasa lemah dan tidak mampu, dan itu akan berakibat buruk bagi perkembangan jiwanya.


Saling Bertukar Kasih Sayang
Cinta dan kasih sayang adalah sebuah kebutuhan alami bagi manusia, dan kehidupan yang tidak disertai kasih sayang adalah kehidupan yang dingin, kering dan melelahkan. Setiap manusia ingin dicintai orang lain dan merasa senang manakala ada orang yang menampakkan kasih sayang kepadanya. Sebaliknya, ia juga harus menyayangi orang dan menampakkan kecintaan kepadanya, supaya pondasi cinta menjadi kokoh dan hidup menjadi indah.

Sikap saling menyayangi harus sudah mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak. Sebaik-baiknya orang yang dapat memenuhi kebutuhan emosional ini adalah kedua orangtua terutama ibu. Pada saat seorang anak berada dalam dekapan ibu, meminum susu dari teteknya, dan menerima ciuman dan belaian hangat darinya, ia merasa dicintai, dan ia menganggap perlindungan, senandung dan senyuman ibu sebagai salah satu tanda kasih sayang ibu kepadanya.

Meski untuk beberapa waktu ia belum bisa menemukan bagaimana cara menampakkan kepuasan dan membalas kasih sayang, namun setelah beberapa waktu ia menemukan cara, yaitu dengan senyuman manis ia menampakkan balasan kasih sayangnya. Dengan melihat wajah ibu dan dengan mendengar suara dan senandungnya ia pun tersenyum dan menggerakkan kaki dan tangannya minta digendong. Dengan cara ini pada diri anak ditanamkan sikap untuk membalas kasih sayang yang diberikan. Seorang ayah pun dapat memainkan peranan yang penting ini.


Mendidik Kecenderungan Sosial Anak
Sejak awal kehidupannya seorang anak secara umum telah mengetahui adanya sesuatu di luar dirinya yang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, namun belum memiliki pengenalan secara pasti dan belum bisa membedakan, tetapi secara umum ia mempunyai pandangan yang baik kepadanya.

Sedikit demi sedikit perhatiannya kepada benda dan orang dan kemampuan membedakan masing-masingnya semakin bertambah. Pada akhir bulan ketiga ia sudah dapat mengenal ayah dan ibunya dan sudah dapat membedakannya dari yang lain. Semakin ayah dan ibu dekat kepadanya, dan banyak mengajaknya berbicara, maka semakin cepat pula anak merasa dekat dengan lingkungan sekelilingnya dan mempunyai pandangan yang baik tentang mereka, lalu ia pun menunjukkan reaksi balik dengan tersenyum.

Supaya kecenderungan sosial anak menjadi kuat dan ia tidak jadi penyendiri, maka di samping dengan ayah dan ibu ia pun perlu berhubungan dengan orang lain. Biar ia digendong dan dicium orang lain, dan menampakkan kesenangan kepada orang lain. Alangkah baiknya jika ayah dan ibu sekali-kali membawa anaknya ke rumah kerabat atau tetangga mereka supaya anaknya mengenal wajah-wajah mereka. Baik juga jika sewaktu-waktu, dalam waktu yang tidak berapa lama anak dititipkan kepada orang lain. Semakin ia sering berhubungan dengan orang banyak maka semakin dekat ia dengan masyarakat dan mempunyai pandangan yang positif tentang mereka, dan keadaan ini tentunya akan sangat berpengaruh pada masa depannya.


Marah
Pada diri manusia terdapat insting marah, yang kelihatannya termasuk salah satu emosi yang jelek. Padahal, pada dasarnya, marah bukan hanya tidak jelek bahkan pada beberapa keadaan termasuk sesuatu yang diperlukan dalam hidup. Yang jelek ialah marah yang bukan pada tempatnya dan marah yang berlebihan.

Pada bulan-bulan pertama usia anak belum terlihat tanda-tanda emosi marah pada diri anak, namun setelah usia enam bulan ke sana terjadi perubahan pada perilaku anak dan akan tampak tanda-tanda adanya emosi marah pada dirinya. Pada akhir tahun pertama anak akan menunjukkan lebih banyak lagi emosi marah. Anak yang sedang marah warna kulit wajahnya memerah, menangis, berteriak, memukul-mukulkan kakinya ke tanah, berguling-guling di tanah, jika di tangannya ada sesuatu ia akan melemparkannya, memukul-mukul wajah ayah, ibu atau saudaranya.

Emosi marah anak dapat terjadi karena beberapa sebab:

1.Orangtuanya bersikeras tidak memenuhi keinginan dan permintaannya.

2.Kurang tidur dan terlalu lelah.

3.Perlakuan berbeda dalam anggapannya yang dilakukan ayah dan ibu di antara ia dengan kakak atau adiknya.

4.Adanya rasa sakit dan ketidaknyamanan yang dirasakan anak dan tidak adanya perhatian ayah dan ibu untuk menghilangkan rasa sakit itu.

5.Mainan, sepatu atau pakaiannya dipakai atau diambil oleh anak lain.

6.Anak dipaksa melakukan pekerjaan yang tidak disukainya.

Pada kondisi-kondisi ini anak menjadi marah dan menampakkan kemarahannya dengan berbagai cara. Lantas, jika ia mendapatkan hasil dari tindakannya ini maka insting marahnya pun akan bertambah kuat dan akan berubah menjadi watak baginya.

Oleh karena itu, sejak masa kanak-kanak ayah dan ibu harus berpikir untuk mengontrol dan menyeimbangkan insting marah anaknya. Sebagai contoh, ia harus berusaha semaksimal mungkin mencegah terjadinya sebab-sebab yang akan memicu kemarahan anak atau berusaha meredakan rasa marahnya jika sudah terjadi, menyuruhnya istirahat dan tidur tepat pada waktunya, memperhatikan air susu, makanan dan pakaiannya, menjauhi sikap perlakuan berbeda, berusaha menghilangkan segala hal yang mengganggunya, jangan biarkan anak-anak lain memakai atau memainkan mainan dan pakaiannya, dan memenuhi permintaannya yang masuk akal dan dapat dipenuhi.

Akan tetapi, jika anak meminta sesuatu yang tidak pada tempatnya atau meminta sesuatu yang tidak dapat dipenuhi, lalu ia marh dan berteriak-teriak, dengan tujuan supaya keinginannya dipenuhi, di sini orangtua harus bertahan tidak memenuhinya karena jika tidak niscaya ia akan terbiasa dengan perilaku buruk ini, dan di masa depan untuk mencapai tujuannya ia akan selalu menggunakan cara ini.

Seorang ilmuwan mengatakan:

"Pada usia dua belas bulan seorang anak sudah tahu perkara yang baik dan perkara yang buruk. Pada saat-saat tertentu terkadang ia marah, dalam keadaan ini langkah terbaik dalam menghadapinya ialah dengan tetap menjaga sikap tenang. Anda bisa keluar dari kamar dengan tenang dan membiarkannya sendirian, dengan begitu dengan cepat sikap marahnya akan mereda, karena tidak ada orang di sisinya yang memperhatikannya."[169]




21
Agar Tak Salah Mendidik

Takut
Takut, kelihatannya termasuk salah satu sifat tidak baik yang sedikit banyaknya terdapat pada diri anak-anak dan seluruh manusia. Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan rasa takut muncul pada diri anak. Ada yang mengatakan bahwa anak pada umur sekitar empat bulan merasa takut manakala melihat orang atau lingkungan yang tidak dikenalnya. Namun, pada usia delapan bulan tanda-tanda rasa takut sudah dapat terlihat dengan jelas pada dirinya. Sebagian berpendapat bahwa segera setelah lahir rasa takut sudah ada pada diri anak meskipun tanda-tandanya belum tampak kelihatan.

Namun, pada dasarnya, rasa takut bukan hanya tidak berbahaya tetapi justru diperlukan untuk keselamatan dan kelangsungan hidup manusia. Manusia harus takut pada musuh, bahaya yang mengancam dan penyakit supaya dengan begitu ia menghindarinya. Yang tercela adalah rasa takut yang tidak pada tempatnya dan berlebihan. Orangtua tidak boleh melarang anaknya dari rasa takut yang nyata dan logis bahkan sebaliknya pada keadaan-keadaan tertentu ia harus memperingatkan anaknya dari hal-hal yang membahayakan.

Anak harus takut dekat-dekat dengan api, air mendidih, kabel listrik, tabung gas, binatang buas dan berbisa, berlari di tengah jalan, naik ke atas genting, menyalakan korek api, bermain dengan benda tajam dan hal-hal lain yang membahayakan, supaya dirinya terjaga dari bahaya. Ayah ibu harus mengawasi anaknya dan menjauhkan benda-benda berbahaya dari jangkauan anaknya. Alhasil, sedapat mungkin mereka harus memperingatkan anaknya untuk tidak mendekati segala sesuatu yang membahayakan, dan memberikan pengertian kepada mereka akan kemungkinan bahaya yang akan timbul.

Namun, orangtua sejak masa kanak-kanak harus sudah mencegah timbulnya rasa takut yang tidak masuk akal pada diri anaknya, seperti rasa takut kepada jin dan peri, takut kepada kegelapan, takut kepada kucing dan takut kepada tikus.

Perlu diketahui, sampai usia tertentu seorang anak tidak merasa takut kepada benda-benda yang membahayakan bahkan kepada binatang berbisa sekalipun, justru ia mendapatkan rasa takut kepada benda-benda yang semacam ini dari ayah dan ibunya dan dari orang-orang yang ada di sekelilingnya. Mereka inilah yang dengan menampakkan rasa takutnya telah mengajarkan rasa takut itu kepada anak, dan juga sekaligus jalan untuk menghindarinya. Sebagai contoh, jika di hadapan anak Anda tidak menampakkan rasa takut kepada binatang-binatang yang tidak berbisa atau berdiam di tempat yang gelap, tidak berbicara tentang jin dan siluman, maka rasa takut yang seperti ini tidak akan tertanam pada diri anak. Sebagian kalangan ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa suara keras dan tiba-tiba juga merupakan salah satu penyebab anak menjadi takut, oleh karena itu alangkah baiknya jika sedapat mungkin orangtua mencegah terjadinya yang demikian.


Mengembangkan Kecerdasan
Masing-masing anak berbeda dari sisi kecerdasan. Sebagian anak sangat cerdas, sebagian lagi sedang dan sebagian lainnya kurang. Beberapa minggu setelah lahir, tanda-tanda perbedaan ini akan tampak. Bentuk saraf dan otak anak diwarisi dari ayah dan ibunya atau salah satu dari kakeknya, dan oleh karena itu tingkat kecerdasan masing-masing anak berbeda. Namun, faktor genetik bukan merupakan satu-satunya faktor bagi kecerdasan, tetapi lingkungan pendidikan terutama perilaku ayah dan ibu dan orang-orang yang ada di sekelilingnya juga sangat berpengaruh kepada tingkat perkembangan kecerdasan anak.

Setiap anak yang dilahirkan dengan masing-masing wataknya, dalam lingkungan yang berbeda akan mengalami tingkat perkembangan kecerdasan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sampai batas tertentu pendidikan dapat memberikan pengaruh pada tingkat kecerdasan anak, meskipun tidak semua anak sama, dan faktor-faktor lain juga tidak bisa diabaikan.

Perkembangan akal anak sudah dimulai sejak pertama kali ia lahir, karena hubungan ia dengan dunia luar telah dimulai sejak saat itu. Pada masa dua tahun pertama kehidupannya ia mengenal benda-benda dan orang-orang, belajar banyak hal, memperoleh banyak pengalaman dan kemudian menyimpan hasilnya dalam ingatannya. Secara terus menerus rasa ingin tahu anak semakin bertambah dan ia terus berusaha menambah pengetahuan yang dimilikinya. Namun demikian, kondisi lingkungan tempat ia tinggal juga berpengaruh pada tingkat kecerdasannya.

Oleh karena itu, pengembangan kecerdasan anak harus sudah mendapat perhatian sejak ia lahir, dan berbarengan dengan munculnya secara perlahan berbagai potensi anak harus sudah disiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk perkembangannya, sehingga dengan begitu tersedia lahan bagi perkembangan otaknya. Seorang ibu, dengan berkata-kata, memandang dan tersenyum ke wajah anak telah membantu memperkuat kemampuan mengenal dan membedakan anak, sehingga dengan begitu anak dapat mengenal ibunya, kenal dengan suaranya, dapat membedakan wajahnya dari wajah-wajah yang lain, dan dengan melihat wajah ibunya ia merasa gembira.

Memberikan mainan yang sesuai, dengan warna-warna yang menarik dan bermacam-macam, dalam ukuran besar dan kecil, yang dapat mengeluarkan suara, bergerak, dalam bentuk berbagai binatang atau perkakas rumah, sangat bermanfaat bagi peningkatan kecerdasan anak. Karena dengan begitu anak dapat mengenal berbagai macam warna, berbagai macam suara, ukuran besar dan kecil sesuatu, rupa-rupa binatang dan perkakas rumah, dan dengan begitu tentunya kecerdasan anak akan meningkat.

Kita harus memberikan kebebasan kepada anak supaya ia dapat bermain mainan sesuai dengan kehendaknya dan menambah pengetahuan dengan berbagai percobaan yang dilakukannya. Sebaiknya orangtua tidak ikut campur pada apa yang dilakukan anak. Namun demikian, orangtua dapat bermain dengannya sebagai teman bermain dan membantunya pada saat-saat diperlukan.

Perlu kami ingatkan di sini, Anda tidak harus menyediakan mainan-mainan yang mahal bagi anak, karena anak mau bermain dengan mainan apa pun yang disediakan. Anda dapat membeli untuknya mainan yang murah atau membuatnya sendiri. Anak-anak suka sekali bermain dengan batu, tanah dan air, dan oleh karena itu Anda jangan melarangnya.

Rasa ingin tahu adalah sebuah naluri bagi anak. Sebagai contoh, setiap kali ada benda di tangannya maka ia akan memasukkannya ke mulutnya, menggerakkannya, melemparnya, memencetnya atau merobeknya. Di sini, selama tidak mendatangkan bahaya, Anda harus memberinya kebebasan untuk mencoba dan menambah pengetahuannya.

Ketika ia sudah cukup besar dan punya kemampuan bergerak, dengan antusias ia akan bergerak ke sana ke mari, menjangkau segala yang dilihat, dan menumpahkan segala sesuatu. Di sini pun, sedapat mungkin Anda harus memberinya kebebasan kepadanya untuk melakukan percobaan, menambah pengetahuannya dan meningkatkan kecerdasannya. Di sini, tentunya, Anda harus menjauhkan benda-benda berbahaya dan benda-benda berharga yang mudah pecah dari jangkauannya.

Alhasil, secara umum dapat dikatakan bahwa anak adalah makhluk yang punya rasa ingin tahu yang besar, sejak pertama lahir ia senantiasa berada dalam proses memahami, mengenal dan mencoba. Pada mulanya lingkaran kawasan rasa ingin tahunya masih terbatas dan lemah, namun semakin ia besar dan menjangkau fasilitas yang lebih banyak maka lingkaran kawasan rasa ingin tahunya pun semakin bertambah luas. Di sini, ayah dan ibu dapat membantu mengembangkan kecerdasannya.


Pendidikan Agama
Perlu menjadi pembahasan, apakah pada dua tahun pertama dari kehidupan anak pendidikan agama mempunyai pengaruh? Mungkin ada sebagian ilmuwan yang beranggapan bahwa pendidikan agama pada periode ini tidak mungkin dilakukan. Mereka berargumentasi:


Fase Pertama :
Pada periode ini-bahkan untuk beberapa tahun ke depan-pemahaman tentang Tuhan dan agama merupakan sesuatu yang belum bisa dibayangkan oleh anak, sehingga tidak mungkin kita dapat menjelaskan masalah-masalah agama kepadanya.


Fase Kedua:
Pada periode ini anak bukan hanya belum mempunyai kemampuan akal dan kecerdasan yang cukup tetapi sampai batas-batas tertentu indera lahirnya juga belum mampu untuk mengindera. Ia belum menunjukkan reaksi terhadap bunyi, berarti ia belum mendengar. Kedua matanya belum selaras untuk melihat, berarti ia belum punya kemampuan untuk melihat. Setelah berjalan beberapa waktu baru ia punya kemampuan untuk mengindera namun belum mampu membedakan suara-suara dan belum mengenal orang dan benda, lalu setelah beberapa waktu kemudian kekurangan ini pun teratasi namun ia belum bisa memahami arti kata dan kalimat, baru pada tahun kedua secara bertahap ia mengenal arti kata-kata.

Dari penjelasan ini mereka menarik kesimpulan bahwa pendidikan agama belum dapat diberikan pada tahun pertama dan kedua dari kehidupan anak dan harus ditunda untuk masa-masa berikutnya. Namun, Islam punya keyakinan bahwa pendidikan agama telah dapat dan bahkan harus sudah dilakukan sejak pertama kali anak lahir. Islam punya keyakinan bahwa anak sejak masa lahirnya telah punya perhatian terhadap Tuhan.

Rasulullah saw bersabda, "Jangan pukul anakmu karena menangis, karena tangisannya selama empat bulan pertama adalah kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah, empat bulan berikutnya berisi shalawat dan doa kepada Rasulullah saw dan empat bulan berikutnya lagi adalah doa bagi ayah dan ibunya."[170]

Benar, bahwa pada periode ini anak belum mengenal orang. belum mengetahui arti kata dan belum mempunyai pemahaman tertentu tentang Tuhan, namun secara fitrah ia mengerti tentang dua hal: pertama, ia mengetahui benar akan kebutuhan dan ketidakmampuannya. Sebagai contoh, ia tahu bahwa ia lapar dan membutuhkan makanan, di sisi lain ia juga tahu bahwa kebutuhannya itu hanya dapat diperoleh dari luar, dan ia juga tahu bahwa di luar ada tempat berlindung yang mahakaya dan dapat memenuhi kebutuhannya, oleh karena itu ia menangis meminta tolong kepada kekuatan hebat tersebut.

Seorang anak, pada periode ini belum mengenal seseorang-bahkan belum mengenal ibunya sendiri, dan ia belum tahu bahwa ibunyalah yang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Bahkan, pada periode ini ia sama sekali belum bisa membedakan di antara benda-benda dan belum mengetahui jumlah. Pada periode ini, secara fitrah dan secara umum ia mengetahui adanya suatu Wujud Mutlak yang Mahakaya yang menjadi tempatnya berlindung, dan dengan perantaraan menangis ia meminta kepada-Nya memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Kedua, Islam berkeyakinan bahwa pendidikan agama yang diberikan sejak lahir akan sangat bermanfaat, dan Islam sangat menganjurkan para pengikutnya mengenai hal ini.

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda, "Siapa saja yang mendapatkan anak yang baru lahir hendaknya ia mengumandangkan azan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya, karena yang demikian akan menjadikan anaknya terjaga dari setan." Rasulullah saw juga menganjurkan Imam Ali as untuk melakukan hal ini kepada anaknya Hasan dan Husain, di samping juga membacakan surah al-Fatihah, ayat kursi, ayat-ayat terakhir dari surah al-Hasyr, surah al-Ikhlash, surah al-Falaq dan an-Nas ke telinga keduanya.[171]

Sebagaimana dapat Anda saksikan bahwa dalam hadis ini Rasulullah saw menganjurkan kepada para bapak untuk mengumandangkan azan dan iqamah dan membacakan ayat-ayat al-Quran ke telinga anaknya yang baru lahir, yang dengan ini berarti pendidikan agama telah dimulai sejak saat itu, dan jiwa anak yang masih bersih dan begitu juga saraf dan otaknya yang masih lembut, pada awal kehidupannya telah dikenalkan kepada suara lembut kumandang azan dan iqamah dan bacaan ayat-ayat al-Quran.

Perlu kami jelaskan di sini, benar bahwa pada periode ini seorang anak belum mengerti arti kata dan kalimat, dan sampai batas-batas tertentu inderanya belum bisa membedakan perbedaan-perbedaan suara dan bentuk, namun demikian saraf dan otaknya sudah memiliki kesiapan untuk menerima pengaruh, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa ia sama sekali tidak terpengaruh oleh apa-apa yang dilihatnya dan apa-apa yang didengarnya, justru sebaliknya semua itu akan berpengaruh pada saraf, otak dan jiwa anak. Meskipun anak belum dapat memahami artinya namun secara perlahan-lahan ia akan dapat mengenal dan memahaminya, dan sangat mungkin pengenalan ini akan berpengaruh pada masa depannya.

Seorang anak yang pada masa awal kehidupannya dan kehidupan selanjutnya dididik dalam sebuah lingkungan agamis dan telinganya sudah terbiasa dengan bacaan al-Quran dan nama Allah, begitu juga matanya sudah terbiasa melihat kegiatan-kegiatan keagamaan, akan berbeda dengan seorang anak yang dididik dalam lingkungan yang rusak dan telinganya terbiasa mendengar lagu-lagu yang tidak mendidik serta matanya terbiasa melihat pemandangan-pemandangan yang rusak. Jelas, anak yang pertama akan lebih mempunyai kesiapan untuk menerima pendidikan agama selanjutnya dibandingkan anak yang kedua.

Sebaliknya, anak yang kedua akan lebih mempunyai kesiapan untuk menerima pendidikan yang jelek dibandingkan anak yang pertama.

Oleh karena itu, para orangtua tidak bisa bersikap acuh terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa awal kehidupan anaknya. Untuk itulah Islam tidak memperbolehkan pasangan suami istri melakukan hubungan badan di hadapan anaknya. Sebagai contoh, Rasulullah saw melarang suami istri melakukan hubungan badan pada saat anaknya yang berada dalam ayunan melihatnya.[172]


Fase Ketiga: Pendidikan pada Tahun Kedua Keatas (Pendidikan Jasmani)
Pendidikan anak dari tahun kedua keatas dapat dibagi kepada dua bagian: pendidikan jasmani dan pendidikan kejiwaan. Pendidikan jasmani mencakup beberapa masalah: pemberian makan anak, jenis makanan yang diberikan, jumlah makanan yang diberikan, menjaga keteraturan dalam makan, kebersihan dan kesehatan anak, pendidikan pancaindera dan pendidikan naluri seksual, yang insya Allah akan kita bahas satu persatu:


Pemberian Makan Anak
Meskipun hakikat manusia adalah jiwanya dan tujuan asli dari pendidikan adalah mendidik sifat-sifat kesempurnaan jiwa namun dimensi jasmani anak juga tidak boleh diabaikan. Karena untuk bisa menyempurnakan jiwanya manusia harus hidup dan sehat. Di samping itu, antara jiwa manusia dan jasmaninya terdapat hubungan yang sangat erat di mana satu sama lainnya saling mempengaruhi. Kecerdasan yang baik dan sifat yang terpuji dapat tumbuh pada saraf dan tubuh yang sehat. Saraf yang lemah menjadi sumber bagi akhlak yang buruk. Oleh karena itu, salah satu kewajiban terpenting kedua orangtua ialah menjaga perkembangan jasmani dan anggota tubuh anaknya secara benar dan berusaha sekuat tenaga memelihara kesehatannya.

Dalam mengembangkan jasmani anak ada dua masalah penting yang harus menjadi perhatian para orangtua: Pertama, memberi makan anak secara benar, dan kedua, menjaga kebersihan anak. Di sini, kami tidak akan membahas kedua masalah ini secara panjang lebar, kami hanya akan menyebutkannya secara ringkas, namun para orangtua atau pendidik dapat membaca buku-buku yang telah ditulis secara khusus mengenai masalah ini.


Jenis Makanan yang Diberikan
Sebelumnya kedua orangtua harus tahu bahwa tujuan dari makan bukanlah semata-mata untuk kelezatan atau kenyang melainkan yang menjadi tujuan pokok ialah memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan tubuh sehingga seseorang dapat hidup dengan sehat. Anggota tubuh manusia membutuhkan zat-zat makanan yang bermacam-macam, seperti zat gula, zat lemak, protein, macam-macam vitamin, dan macam-macam mineral seperti kalsium, fosfor, zat besi, magnesium, sodium dan zat-zat lainnya. Untuk dapat tumbuh dengan sehat dan sempurna tubuh manusia memerlukan semua zat ini, kekurangan salah satu dari zat-zat di atas dapat membahayakan kesehatannya.

Zat-zat di atas banyak terdapat pada jenis biji-bijian, sayur-sayuran, buah-buahan, susu, telur ayam dan daging. Oleh karena itu, makanan sempurna adalah makanan yang mengandung semua zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. Dalam memberikan makanan kepada anaknya orangtua memperhatikan tujuan ini, dan untuk itu mereka harus membuat program.

Mereka harus memberi anaknya makanan yang sempurna dan beraneka ragam, sehingga secara perlahan-lahan anaknya terbiasa dengan jenis-jenis makanan ini. Hendaknya mereka senantiasa memberikan pengertian kepada anaknya bahwa tujuan dari makan bukanlah semata-mata untuk kenyang dan enak melainkan yang terpenting ialah memenuhi semua zat makanan yang dibutuhkan tubuh dan menjaga kesehatan.


Jumlah Makanan
Tubuh manusia memerlukan makanan dalam jumlah tertentu. Sebagaimana kekurangan makanan akan membahayakan kesehatan manusia, perilaku kebanyakan makan juga dapat membahayakan kesehatannya dan dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Dalam memberikan makan kepada anaknya orangtua harus memperhatikan keseimbangan, yaitu hanya memberi makan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan anaknya dan tidak membiasakannya makan sampai terlalu kenyang.

Sayangnya, kita orang-orang Iran dan orang-orang Arab sudah terbiasa dengan banyak makan, padahal jika sejak awal kita hanya makan sesuai dengan kebutuhan niscaya kita terbiasa dengan sedikit makan. Sementara penduduk beberapa negara, seperti Pakistan, India, Banglades, negara-negara Afrika, Jepang dan China, mereka terbiasa dengan sedikit makan. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika anak dibiasakan untuk tidak makan sebelum benar-benar lapar, dan pada saat makan, sebelum ia benar-benar kenyang dan masih ingin memakan beberapa suap lagi ia berhenti makan.

Islam juga meyakini perbuatan banyak makan akan mendatangkan berbagai macam jenis penyakit, dan melarang pengikutnya untuk melakukannya.

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Mau tidak mau manusia harus makan untuk menjaga kesehatan dan kelangsungan hidupnya. Maka, jika seseorang makan hendaknya sepertiga perutnya untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga lagi untuk bernafas. Janganlah engkau menggemukkan dirimu seperti babi sembelihan."[173]

Rasulullah saw bersabda, "Hindari makan terlalu kenyang, karena yang demikian itu akan merusak pencernaan, mendatangkan penyakit dan membuat malas dalam beribadah."[174]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Sedikit sekali orang yang banyak makan namun tidak sakit."[175]

Pada hadis lain Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Dalam keadaan kenyang terus menerus menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Hindari makan terlalu kenyang, karena seseorang yang selalu makan terlalu kenyang akan mempunyai banyak penyakit dan tidurnya gelisah."[176]

Rasulullah saw bersabda, "Makanlah ketika lapar, dan berhentilah sebelum kenyang."[177]

Bahkan, dalam Islam makan terlalu kenyang termasuk perbuatan israf, karena makanan yang melebihi kebutuhan badan tidak bermanfaat, malah justru membahayakan.

Allah Swt berfirman, Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan (QS. al-A`raf:31).

Imam Ali Ridha as berkata, "Makanlah makanan seukuran yang dibutuhkan tubuhmu. Siapa saja yang makan melebihi ukuran kebutuhannya maka makanan itu tidak akan bermanfaat baginya, dan barangsiapa yang makan seukuran yang dibutuhkan-tidak lebih tidak kurang-maka makanan itu akan bermanfaat baginya. Demikian juga dengan air. Oleh karena itu, caranya ialah pada waktu makan makanlah makanan seukuran yang dibutuhkan dan berhentilah pada saat masih ingin makan. Karena yang demikian ini akan lebih bermanfaat bagi pencernaan dan tubuhmu, akan lebih berguna bagi pikiranmu dan akan lebih ringan bagi tubuhmu."[178]





22
Agar Tak Salah Mendidik

Makan Secara Teratur
Sebaiknya seseorang makan secara teratur pada waktu-waktu tertentu dan di antara waktu-waktu tersebut tidak makan kecuali sedikit buah, teh atau biskuit. Menjaga jadwal makan sangat bermanfaat bagi kesehatan alat pencernaan dan menghindari kita dari berbagai penyakit. Sebaiknya, seorang anak pun sejak awal sudah dibiasakan makan secara teratur pada jam-jam tertentu. Karena yang demikian itu di samping bermanfaat bagi alat pencernaannya juga secara umum membiasakannya dengan keteraturan. Namun tentunya berapa kali seorang anak makan dalam sehari berbeda-beda sesuai dengan umurnya.

Sebagai contoh, dari pertama kali lahir hingga usia beberapa bulan hendaknya jarak waktu makan yang satu ke waktu makan berikutnya tidak terlalu lama, namun semakin ia besar maka jeda waktunya semakin lama dan berapa kali makannya semakin sedikit, hingga akhirnya dalam waktu 24 jam ia hanya makan sebanyak tiga kali.


Jangan Memaksa Anak Makan
Manusia, ketika lapar akan mencari makanan dan memakan makanan apa saja yang ia temukan hingga merasa kenyang. Sebagian orangtua, dikarenakan sayang kepada anaknya berusaha memberi makan kepada anaknya sebanyak mungkin, padahal tidak harus demikian. Karena makan adalah kebutuhan alami bagi manusia, kapan saja ia merasa lapar ia akan mencari makanan, buat apa memaksa anak untuk makan dan untuk apa memaksa anak supaya memakan makanan tertentu? Yang harus Anda lakukan ialah menyediakan makanan yang diperlukan dan sesuai bagi anak Anda, biarkan saja ia, karena kapan saja ia ingin ia akan memakannya. Tidak usah khawatir, tidak usah memelas kepadanya, apalagi memaksanya dengan cara memukulnya.


Memelihara Kesehatan dan Mengobati Anak
Seorang anak adalah makhluk yang lemah, ia tidak mampu menghadapi serangan berbagai macam penyakit. Seorang anak sangat rentan terserang berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan keselamatan dirinya.

Pada periode yang genting ini ia sangat memerlukan orang-orang yang dapat menjaga fisik dan jiwanya dari berbagai faktor penyakit. Untuk itu, tidak ada orang yang lebih pas mengemban tanggung jawab ini selain dari kedua orangtuanya, karena merekalah yang telah menyebabkan ia lahir ke dunia ini, dan tentunya mereka akan menerima tanggung jawab ini dan akan berusaha sekuat tenaga dalam menjaga kesehatannya, dan kemudian mempersembahkan seorang individu manusia yang sehat dan kuat kepada masyarakat.

Jika mereka melaksanakan tanggung jawab ini dengan baik niscaya mereka akan menerima ganjaran di dunia ini dan di akhirat kelak. Namun, sebaliknya, jika mereka tidak melaksanakan kewajiban mulia ini dengan baik dan bersikap acuh maka mereka akan merasakan akibatnya di dunia ini dan juga di akhirat. Oleh karena itu, memelihara kesehatan tubuh anak, bagi kedua orangtua adalah sebuah kewajiban yang tidak dapat diabaikan, karena kelangsungan kehidupan anak bergantung kepadanya.

Ayah dan ibu, untuk bisa melaksanakan kewajiban ini mereka harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang masalah kesehatan dan harus memperhatikan kondisi anaknya secara terus menerus. Di sini, kita tidak ingin membahas masalah kesehatan dan pengobatan anak secara terperinci, karena itu di luar kemampuan penulis, namun bagi siapa saja yang ingin mengetahui seputar masalah ini secara rinci mereka dapat membaca buku-buku yang telah banyak ditulis mengenai masalah ini.

Di sini, kami hanya akan menyinggung secara umum beberapa hal yang berkaitan dengan masalah ini:


1. Kebersihan
Dengan memelihara kebersihan kita dapat menjaga anak dari berbagai macam penyakit. Oleh karena itu, Anda harus terus menerus memperhatikan kebersihan anak dan lingkungannya. Jika celananya basah Anda harus segera menggantinya, jika kakinya kotor Anda harus segera mencucinya, dan jika bajunya kotor Anda harus segera menggantinya. Begitu juga, hendaknya setiap beberapa hari sekali Anda harus memandikannya. Jika ibu menyusui anaknya dengan teteknya sendiri, maka setelah menyusui hendaknya ia membersihkan puting susunya dengan kertas tissu atau kain. Jika ibu memberi susu dengan menggunakan botol maka setiap kali sesudah memberinya susu ibu harus mencuci botol tersebut terutama bagian tutupnya sampai bersih. Jauhi botol dan tutupnya dari lalat. Bersihkan mainan anak karena terkadang anak memasukkan mainannya ke dalam mulutnya. Berhati-hati jangan sampai memberikan makanan yang sudah basi kepada anak, dan jika hendak memberi susu sapi kepadanya susu sapi tersebut harus dimasak terlebih dahulu sampai mendidih.

Secara umum, masalah kebersihan adalah masalah yang sangat penting dan memegang peranan yang menentukan dalam menjaga kesehatan anak.

Rasulullah saw bersabda, "Bersihkan anak-anakmu dari lemak dan kotoran, karena setan senang mencium sesuatu yang kotor, sehingga anak menjadi gelisah tidurnya, dan para malaikat pun menjadi terganggu."[179]

Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda, "Islam adalah agama kebersihan, karena itu jagalah kebersihan, karena tidak akan masuk surga kecuali orang yang bersih."[180]

Paling sedikit setiap seminggu sekali kuku anak digunting, karena jika tidak maka kuman dan kotoran akan menempel di kukunya, dan ini akan membahayakan kesehatannya. Dengan cara ini anak dibiasakan menjaga kebersihan kukunya, suatu perkara yang berpengaruh pada kesehatannya.

Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang menggunting kukunya setiap hari Jumat maka Allah keluarkan penyakit dari kukunya dan Allah masukkan kesembuhan kedalamnya."[181]

Pada hadis lain Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang menggunting kuku dan kumisnya setiap hari Sabtu dan hari Kamis niscaya Allah sembuhkan ia dari penyakit gigi dan penyakit mata."[182]

Imam Muhammad Baqir as berkata, "Kuku diperintahkan untuk dipendekkan disebabkan ia merupakan tempat istirahat setan."[183]

Biasakan anak setelah memakan makanan atau manisan atau pun meminum teh untuk mencuci mulut dan menyikat gigi, karena sisa-sisa makanan dan manisan yang menempel pada gigi dan gusi di samping akan merusak gigi juga akan membusuk, dan pada saat sisi-sisa makanan yang sudah membusuk itu masuk ke pencernaan maka akan mendatangkan penyakit. Begitu juga, sebelum tidur perintahkan anak Anda untuk menggosok giginya, karena itu sangat penting bagi kesehatannya.

Islam sangat menganjurkan para pengikutnya untuk menggosok gigi. Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Menggosok gigi mempunyai dua belas manfaat: menjadikan gigi bersih, membuat mata bercahaya, membuat Allah ridha, menjadikan gigi putih, menghilangkan warna kuning dari gigi, membuat gusi kuat, menambah selera makan, menghilangkan dahak, memperkuat daya ingat, melipatgandakan kebaikan, dan membuat para malaikat gembira."[184]

Rasulullah saw bersabda, "Bersihkan gigimu setelah makan, karena yang demikian itu akan menyehatkan mulut dan gigi, dan akan memperbanyak rezeki."[185]


2. Mencegah Penyakit
Setiap anak mempunyai kemungkinan terserang beberapa jenis penyakit, seperti polio, disentri, batuk, influenza, tampak dan paru-paru.

Penyakit-penyakit di atas termasuk penyakit anak-anak, dan sebagian besar berbahaya dan mengancam keselamatan jiwa anak. Untungnya sekarang ini untuk penyakit-penyakit tersebut sudah ada vaksinnya. Para orangtua berkewajiban membawa anaknya ke puskesmas atau poliklinik terdekat untuk memvaksin anaknya supaya terhindar dari penyakit-penyakit di atas. Jika mereka bersikap acuh dan lalai dalam masalah ini bisa saja itu berakibat fatal bagi anaknya.


3. Mengobati Anak
Setiap anak tentu pernah jatuh sakit. Di sini, kedua orangtua berkewajiban mengobati anaknya hingga sembuh kembali. Penyakit ini ada dua macam:

Penyakit yang ringan dan tidak berbahaya, seperti penyakit batuk, pilek dan demam ringan, yang menurut para dokter tidak memerlukan obat dan dokter tetapi dengan istirahat beberapa hari akan sembuh sendiri. Dalam menghadapi penyakit-penyakit yang ringan seperti ini orangtua tidak perlu tergesa-gesa membawa anaknya ke dokter dan memberinya obat, karena kebanyakan obat tidak lepas dari efek samping, terutama bagi tubuh anak yang masih lemah dan rapuh.

Rasulullah saw bersabda, "Selama tubuhmu masih mampu menanggung penyakit jauhi obat, namun jika tubuhmu sudah tidak mampu lagi menanggung penyakit maka gunakan obat."[186]

Oleh karena itu, jika penyakit yang diderita dapat sembuh hanya dengan istirahat maka tidak perlu pergi ke dokter untuk meminta obat. Akan tetapi, jika demam disertai dengan sakit radang tenggorokan maka harus segera pergi ke dokter, karena bisa saja sakit radang tenggorokan dapat menimbulkan penyakit-penyakit yang berbahaya.

Jenis kedua adalah penyakit yang memerlukan obat dan pergi ke dokter, seperti sakit demam tinggi yang tidak mampu ditanggung anak, yang akan membahayakan keselamatannya. Di sini, orangtua harus membawa anaknya secepatnya ke dokter dan mengobatinya hingga sembuh. Kelalaian orangtua dalam masalah ini dapat membahayakan nyawa anak.

Rasulullah saw bersabda, "Berobatlah pada saat sakit, karena sesungguhnya Allah Swt tidak menurunkan suatu penyakit kecuali juga menurunkan obatnya."[187]

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Salah seorang nabi sakit, lalu ia berkata, 'Aku tidak akan berobat hingga Tuhan sendirilah, yang menurunkan penyakit kepadaku, yang menyembuhkannya.' Kemudian, Allah Swt berkata kepadanya, 'Aku tidak akan menyembuhkanmu hingga kamu berobat, karena baik obat maupun penyakit kedua-duanya berasal dari sisi-Ku.' Lalu nabi itu pun segera berobat lalu ia pun sembuh."[188]


Menerima Tanggung Jawab
Kehidupan individu dan sosial manusia berdiri di atas pilar kerja dan penerimaan tanggung jawab. Dengan kerja, tanah menjadi makmur, dan makan, pakaian dan tempat tinggal tersedia bagi manusia. Peradaban manusia sekarang dan seluruh kemajuan industri yang mengagumkan ini tercipta berkat pengetahuan, kerja dan usaha manusia. Kunci kesuksesan manusia terletak pada seberapa besar pengetahuan dan kerja keras manusia. Demikian juga, kunci kemajuan dan kebesaran suatu bangsa berkaitan erat dengan seberapa besar pengetahuan dan usaha individu-individu bangsa tersebut dalam mengenal dan melaksanakan kewajiban.

Jika tiap-tiap individu suatu bangsa berpengetahuan, mengenal kewajiban, menerima tanggung jawab dan bersungguh-sungguh, dan menganggap melaksanakan kewajiban sebagai sebuah kebanggaan niscaya negeri mereka akan makmur, maju dan besar, dan mereka akan bahagia dan sejahtera.

Beberapa bangsa demikian keadaannya. Budaya mereka adalah budaya kerja dan melaksanakan kewajiban. Mereka menganggap bekerja adalah sebuah kewajiban nurani, dan merupakan kebanggaan bagi mereka jika dapat bekerja lebih banyak dan lebih baik. Mereka merasa malu jika bekerja sedikit dan bekerja tidak baik. Mereka mempunyai keyakinan bahwa kemalasan dan ketidakdisiplinan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial, dan tidak gigih berusaha dalam menuntut ilmu pengetahuan sebagai salah satu masalah terbesar yang dihadapi bangsa-bangsa yang terbelakang. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian khusus pada masalah kerja dan menganggap bekerja itu ibadah.

Allah Swt berfirman, Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain dari apa yang telah diusahakannya (QS. an-Najm:39).

Rasulullah saw bersabda, "Sungguh tercela orang yang meletakkan kebutuhan hidupnya pada pundak orang lain."[189]

Pada hadis lain Rasulullah saw bersabda, "Ibadah itu ada tujuh puluh bagian, dan yang paling utamanya adalah mencari rezeki yang halal."[190]

Imam Muhammad Baqir as berkata, "Aku benci kepada orang yang malas dalam mengerjakan urusan dunia. Orang yang malas dalam pekerjaan urusan dunia maka dalam pekerjaan urusan akhirat ia lebih malas."[191]

Dunia adalah tempat bekerja dan berusaha. Barangsiapa yang lebih giat dalam berusaha dan bekerja, dan mengerjakan kewajiban-kewajiban individu dan sosial dengan lebih baik maka ia akan lebih sukses dan lebih dicintai. Para pekerja adalah sebaik-baik dan semulia-mulianya anggota masyarakat. Jika para pekerja tidak berproduksi maka bagaimana mungkin kehidupan masyarakat dapat berjalan. Tiap-tiap manusia memperoleh manfaat dari hasil kerja orang lain, namun ia juga mempunyai kewajiban untuk memberikan manfaat kepada orang lain sebatas kemampuannya. Siapa saja yang mempunyai kemampuan untuk bekerja namun ia tidak bekerja maka ia telah meletakkan beban kehidupannya kepada orang lain, dan di sisi Allah Swt ia adalah orang yang tercela.

Oleh karena itu, kemampuan dan kecintaan kerja, dan penerimaan tanggung jawab dan pengenalan kewajiban merupakan salah satu masalah yang sangat penting yang harus mendapat perhatian para pendidik. Budaya kerja harus disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat. Masalah ini memerlukan sebuah gerakan yang menyeluruh dan terkoordinasi. Radio, televisi, surat kabar, majalah, para penulis, para pembawa acara, sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi dan orangtua mempunyai kewajiban dalam menyebarkan dan menanamkan budaya ini di tengah-tengah masyarakat.

Namun, di antara mereka semua kedua orangtua mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dan peranan yang lebih penting. Mendorong anak untuk bekerja dan menerima tanggung jawab harus sudah dimulai sejak masa kanak-kanak dan itu dilakukan oleh orangtua. Ayah dan ibu harus tahu bahwa anak kesayangan mereka tidak akan selamanya menjadi anak-anak, tetapi dengan segera mereka akan menjadi besar, menjadi laki-laki dan perempuan dewasa di tengah-tengah masyarakat.

Di masa depan mereka akan menjadi anggota masyarakat yang beruntung jika mampu bekerja, mengetahui kewajiban, kuat dan sungguh-sungguh dalam bekerja. Di samping mereka punya keinginan untuk bekerja mereka juga punya kemampuan untuk melakukannya, sehingga mereka mampu berdiri di atas kaki sendiri dan mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan pribadi dan pekerjaan-pekerjaan sosial.

Para orangtua harus mendidik anak-anak mereka untuk dapat hidup di tengah-tengah masyarakat secara mandiri. Mereka harus mendidik anak-anak perempuan mereka untuk dapat menerima tanggung jawab, mengurus rumah, mengurus suami, mengurus anak, dan melaksanakan kewajiban-kewajiban sosial.

Mereka juga harus mendidik anak-anak lelaki mereka untuk dapat menerima tanggung jawab-tanggung jawab sosial, bekerja dengan sungguh-sungguh, memenuhi kebutuhan umum, mengepalai kehidupan keluarga, dan mempunyai istri dan anak, sehingga mereka dapat hidup dalam kemakmuran dan kesenangan, dan menjadi suami atau istri yang baik bagi pasangannya, menjadi ayah atau ibu yang baik bagi anak-anaknya, dan memberikan manfaat bagi orang-orang yang ada di sekelilingnya.

Semua ini harus menjadi bagian program pendidikan dan harus sudah dimulai sejak masa kanak-kanak. Karena jika tidak maka tidak akan dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan. Jika sejak kecil seseorang tidak dibiasakan untuk bekerja dan menerima tanggung jawab, maka ketika sudah besar akan susah baginya untuk dapat bekerja melaksanakan kewajiban.

Sebagian orangtua lalai akan perkara penting yang sangat menentukan ini. Disebabkan mereka sangat sayang kepada anaknya, mereka mengerjakan semua pekerjaan anaknya dan tidak membebankan tanggung jawab apa-apa kepada anaknya, dan mereka meyakini bahwa itu adalah sebuah bentuk pengorbanan mereka kepada anaknya, padahal dari sisi pendidikan itu adalah sebuah kesalahan dan pengkhianatan.

Namun, orangtua yang cerdas akan senantiasa berpikir tentang masa depan anaknya, dan melangkah di jalan pembentukan kemandirian, kekuatan dan kemampuan kerja anak-anaknya. Mereka menjadikan kebiasaan kerja dan penerimaan tanggung jawab sebagai bagian dari program pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka sangat memperhatikan usia, minat dan kemampuan anak mereka. Manakala mereka melihat anak mereka telah siap untuk melaksanakan sebuah pekerjaan dan memperlihatkan minat, maka mereka pun membebankan pekerjaan tersebut ke pundaknya dan mendorongnya untuk melaksanakannya, dan manakala diperlukan mereka segera memberikan petunjuk dan bantuan kepada anaknya.

Namun hendaknya program ini dilakukan secara bertahap dan pada waktu yang tepat sehingga tidak melelahkan bagi anak. Pada usia-usia dini diberikan pekerjaan-pekerjaan yang mudah dan sederhana kepada anak. Misalnya, kita memerintahkan kepada anak usia tiga tahun: coba makan dengan menggunakan sendok, pakai sepatumu, kenakan atau buka kaus kakimu, pakai celanamu, tolong ambilkan tempat sendok dan garpu di dapur, rapikan mainanmu dan taruh pada tempatnya.

Dengan cara ini, maka semakin besar ia akan mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih sulit. Anak-anak dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan berikut: membentangkan dan melipat selimut tidurnya, melap meja makan, meletakkan wadah makan kecil di meja makan, membawa wadah-wadah bekas makan ke dapur, membantu ibu memasak, membawakan teh, mencuci wadah bekas makan, menyapu kamar, mengasuh adik, menjaga dan memelihara bunga dan tanaman yang ada di pekarangan rumah, mengeluarkan isi tempat sampah, merapikan kamar, memberi makan binatang peliharaan, belanja ke warung, dan pekerjaan-pekerjaan sederhana lainnya yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usianya.

Di sini, ada beberapa hal yang perlu kami ingatkan:

1.Pada saat hendak memberikan sebuah pekerjaan kepada anak, Anda harus memperhatikan usia anak dan kemampuan otak dan fisiknya, dan berikan pekerjaan kepada anak yang dapat dilakukannya.

2.Anda harus tahu bahwa kegiatan utama anak adalah bermain, oleh karena itu pekerjaan yang Anda berikan kepadanya tidak boleh melelahkan, hingga mengganggu kegiatan utamanya. Usahakan pekerjaan yang diberikan adalah pekerjaan yang disukai dan dalam bentuk bermain. Sebelumnya telah kami katakan bahwa dalam memberikan mainan orangtua dapat mempertimbangkan unsur pembentukan karakter dan kerja.

3.Usahakan dalam membagi pekerjaan bisa memberikan pengertian kepada anak bahwa ia adalah anggota resmi keluarga yang juga harus ikut serta mengatur dan mengurus rumah, dan menerima tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya. Hindari sedapat mungkin memaksa dan membebankan pekerjaan kepada anak.

4.Jika memungkinkan berikan hak memilih tanggung jawab kepada anak, dan berikan kebebasan kepadanya dalam memilih pekerjaan yang ingin dilakukannya.

5.Bagi pekerjaan di antara seluruh anggota keluarga dan tentukan tanggung jawab masing-masing, supaya mereka mengetahui kewajiban masing-masing dan tidak ragu dalam mengerjakannya.

6.Dalam membagi pekerjaan faktor keadilan harus diperhatikan sehingga tidak timbul pertengkaran di antara anak-anak dan mereka melakukan pekerjaannya dengan semangat.

7.Bagi tanggung jawab di antara anak-anak, dan minta mereka untuk mengerjakan masing-masing pekerjaannya secara rutin.

8.Pada saat membagi pekerjaan harus diperhatikan faktor usia dan kemampuan anak.

Amirul Mukminin as berkata, "Tentukan bagi tiap-tiap pembantumu pekerjaannya, karena dengan begitu masing-masing mereka akan mengetahui kewajibannya dan tidak akan membebankan pekerjaannya kepada yang lain."[192]

9.Untuk menjadikan anak suka bekerja, dalam melakukan pekerjaan Anda dapat mengikutsertakan mereka, karena biasanya anak-anak suka bekerja sama dengan ayah dan ibunya.

10.Jika ayah dan ibu bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengurus rumah maka itu menjadi contoh yang paling baik bagi anak-anak.

11.Pada saat memberikan pekerjaan kepada anak hendaknya Anda juga memperhatikan tugas-tugas dan ujian-ujian sekolah mereka. Tidak boleh pekerjaan yang diberikan mengganggu tugas-tugas pelajaran, terutama pada saat-saat ujian saat diperlukan belajar lebih banyak. Di sini, orangtua harus memperhatikan kondisi anak mereka ini. Seorang pendidik yang pintar akan berusaha menciptakan keseimbangan di antara bermain anak, mengerjakan tugas-tugas sekolah dan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah, sehingga satu sama lain tidak saling mengganggu.

12.Melatih anak bekerja tidak hanya berlaku pada saat anak dalam masa kanak-kanak saja, tetapi harus terus dilanjutkan pada saat anak menginjak usia remaja.

Pada masa itu anak sudah bisa memikul tanggung jawab yang lebih berat. Latihan kerja pada masa SMP dan SMU harus dilakukan dengan program-program yang menarik dan sungguh-sungguh, dan itu dapat dilakukan pada saat liburan sekolah.

Alangkah bagusnya jika seorang remaja pada masa sekolah SMU dibekali dengan satu bidang keahlian tertentu, bahkan begitu juga bagi mereka yang hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Menguasai satu bidang keahlian tertentu merupakan kesempurnaan bagi seorang manusia, dan pada keadaan-keadaan tertentu ia dapat memanfaatkannya, terutama pada bidang-bidang yang berkaitan dengan produksi, seperti pertanian, pertukangan, jahit menjahit, perbungaan, pandai besi, melukis, memasak, menenun dan mekanik.

Petani dan pekerja adalah manusia yang paling mulia dan paling berharga. Jika mereka tidak berproduksi maka kehidupan masyarakat tidak dapat berjalan. Kerja dan para pekerja harus mendapat penghargaan sedemikian rupa, sehingga masyarakat menganggap kerja sebagai sebuah kebanggaan bagi mereka. Oleh karena itu, Islam sangat menghargai para petani dan para pekerja.

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Para petani adalah perbendaharaan masyarakat. Mereka menanam benih-benih yang baik di tanah, lalu Allah menumbuhkan benih-benih tersebut. Pada hari kiamat para petani mempunyai kedudukan yang paling baik, mereka dipanggil dengan sebutan "orang yang diberkati"."[193]

Amirul Mukminin as berkata, "Allah mencintai orang yang mempunyai keahlian dan kejujuran."[194]

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Setelah engkau mengerjakan shalat subuh maka segeralah bekerja mencari rezeki yang halal. Karena sesungguhnya Allah Swt akan memberikan rezeki kepadamu dan menolongmu."[195]

Seorang laki-laki datang kepada Imam Ja`far Shadiq as lalu berkata, "Saya tidak bekerja dan juga tidak berdagang. Saya adalah orang miskin yang untuk memenuhi kebutuhan saya dan keluarga saya meminta ke sana ke sini."

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Bekerjalah, letakkan bebanmu di atas kepalamu dan jadikan dirimu tidak butuh kepada orang lain. Rasulullah saw juga bekerja. Bahkan pernah pada suatu hari Rasulullah saw mengangkat batu besar dan meletakkannya di kebunnya. Batu itu pun hingga kini masih pada tempatnya. Besarnya ukuran batu tersebut tidak diketahui, namun hingga kini ia masih tetap pada tempatnya."[196]




23
Agar Tak Salah Mendidik

Mendidik Pancaindera
Satu-satunya alat berhubungan langsung manusia dengan alam luar adalah pancaindera. Berbagai pengetahuan dan informasi kita tentang dunia luar diperoleh melalui pancaindera ini. Dengan mata kita mengetahui objek-objek yang dapat dilihat, dengan telinga kita mengetahui objek-objek yang dapat didengar, dengan indera perasa kita dapat mengenal berbagai rasa, dengan alat penciuman kita dapat mencium berbagai macam bau, dan dengan sentuhan kita dapat mengetahui sesuatu yang lembut, keras, panas dan dingin.

Bahkan dalam ilmu pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat universal pun, sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu bagian-bagiannya melalui indera kita. Oleh karena itu, indera dikenal sebagai pintu ilmu manusia, sehingga dikatakan, "Barangsiapa yang tidak memiliki indera tidak memiliki ilmu". Jika salah satu indera seseorang cacat maka ilmu yang diperolehnya pun akan cacat.

Oleh karena itu, keselamatan dan kesempurnaan indera terhitung sebagai kesempurnaan terbesar bagi manusia, dan harus menjadi perhatian para pendidik dan mereka harus berusaha dalam menjaganya. Indera anak tidak berbeda dengan anggota tubuh anak lainnya, ia akan berkembang sesuai dengan keadaan alaminya, dan dalam hal ini memerlukan perhatian para pendidik. Para pendidik mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyediakan lahan yang sesuai bagi pengembangan dan penyempurnaan indera anak dan sekaligus mencegah terjadinya faktor-faktor yang akan menghambat perkembangannya.

Dengan melakukan pengawasan dan pelaksanaan program-program yang sesuai, seorang pendidik telah membiasakan indera anak untuk mengerjakan kewajibannya secara baik.

Oleh karena itu, pendidikan indera secara benar sangatlah penting, dan seorang pendidik tidak dapat bersikap masa bodoh dalam hal ini. Para ahli telah membahas masalah ini secara terperinci dan telah memberikan petunjuk-petunjuk yang diperlukan, dan bagi siapa saja yang berminat silahkan membaca buku-buku yang telah ditulis mengenai hal ini. Namun demikian, tidaklah salah kiranya jika saya mengingatkan secara ringkas poin-poin berikut:

1.Tubuh dan indera anak masih sangat lemah dan rentan terhadap berbagai kerusakan yang timbul. Dengan satu suara yang keras dan menggelegar bisa saja gendang telinga anak menjadi rusak. Bisa saja sesuatu mengenai matanya yang dengan itu ia tidak dapat melihat untuk selamanya. Banyak sekali contoh-contoh yang seperti ini yang dapat kita sebutkan. Di lain pihak, sayangnya, anak-terutama pada masa-masa awal kehidupannya-tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk menjaga dirinya dari bahaya-bahaya yang mengancam. Oleh karena itu, merupakan tugas pendidik untuk menjaga makhluk yang lemah ini, pada masa-masa kritis ini dari berbagai macam bahaya yang mengancamnya.

2.Memelihara kebersihan dan menaati aturan-aturan kesehatan juga sangat berpengaruh pada keselamatan anak dan inderanya. Debu, asap, udara beracun dan mencuci tangan atau badan dengan air kotor dapat membahayakan kesehatan anak. Para pendidik mempunyai kewajiban menjaga lingkungan tempat tinggal anak agar senantiasa bersih dan sehat. Manakala mendapati mata atau telinga anak tidak sebagaimana biasanya harus segera pergi ke dokter dan mengobatinya.

Kedua orangtua dan guru harus menaruh perhatian kepada kesehatan mata anak, mengajarkan kepadanya cara membaca dan menulis yang benar, memberikan pengertian kepadanya bahwa membaca pada ruangan yang kurang cahaya atau terlalu silau oleh cahaya, dan juga sikap terlalu membungkuk dalam membaca sehingga mata sangat dekat dengan buku dapat membahayakan matanya.

Jika kedua orangtua atau guru melihat kekurangan pada penglihatan anak maka harus segera membawanya ke dokter spesialis, dan jika ia memerlukan kaca mata maka harus segera diusahakan. Dalam mengatur urutan duduk para siswa pun seorang guru juga harus memperhatikan tingkat kemampuan penglihatan siswa. Para siswa yang mempunyai kemampuan penglihatan lemah ditempatkan di bangku-bangku depan sehingga mereka dapat melihat tulisan yang ada di papan tulis dengan jelas.

3.Cara pemberian makanan kepada ibu yang memberikan air susu dan juga cara pemberian makanan kepada anak akan sangat berpengaruh pada tingkat pertumbuhan dan kesehatan anak. Jika makanan yang diberikan kepada ibu dan anak kaya dengan berbagai zat nutrisi-terutama macam-macam vitamin-yang dibutuhkan tentu akan sangat mendorong tingkat pertumbuhan anak dan juga kesehatan inderanya. Sebaliknya, kekurangan salah satu zat nutrisi yang dibutuhkan akan membahayakan kesehatan anak.

4.Seorang pendidik harus tahu bahwa pendidikan dan penguatan indera yang benar hanya dapat diperoleh dengan cara memfungsikan indera. Kemampuan melihat akan menjadi kuat dengan cara melihat berbagai macam warna, bentuk dan benda. Kemampuan mendengar akan menjadi kuat dengan cara mendengar berbagai macam suara, kemampuan mencium akan menjadi kuat dengan cara mencium berbagai macam bau, kemampuan merasa dapat menjadi kuat dengan cara merasa berbagai macam rasa. Dengan menggunakan inderanya seorang anak dapat mengindera berbagai hal, dan dengan mencoba dan melakukan suatu perbuatan secara berulang-ulang ia dapat mengetahui nilainya, sehingga dengan cara begitu berbagai kemampuan yang ada dalam dirinya menjadi kuat.
Hanya seorang pendidiklah yang mampu menyediakan lahan yang seperti ini bagi anak dan membimbingnya pada saat-saat yang diperlukan.


Melatih Berbicara
Salah satu kelebihan besar yang dimiliki manusia atas binatang ialah memiliki kemampuan berbicara. Manusia telah diciptakan sedemikian rupa hingga mampu berkata-kata. Yaitu dengan cara membunyikan huruf dan kata-kata melalui lidah ia dapat berhubungan dengan manusia lainnya dan menjelaskan keinginan-keinginannya.

Berbicara memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan perantaraan bahasa manusia dapat saling memahami di antara satu sama lain, dengan perantaraan bahasa manusia dapat mengerti maksud, tujuan dan perasaan satu sama lain. Bahasa juga mempunyai peranan yang sangat besar pada penyebaran ilmu, kebudayaan, peradaban dan hasil penelitian. Dengan berbicara kualitas pribadi seseorang dapat diketahui. Oleh kerena itu, dalam sebuah syair disebutkan, "Selama seseorang tidak berbicara, kekurangan dan kelebihannya tidak ada yang tahu."

Masalah kemampuan bicara sedemikian pentingnya hingga dalam mendefinisikan manusia disebutkan: Manusia adalah hewan yang dapat berbicara.

Meskipun tujuan dari berbicara ialah menjelaskan keinginan, namun tidak semua manusia berada pada tingkatan yang sama dalam kemampuan berkata-kata.

Sebagian manusia dapat berbicara sedemikian fasih dan indahnya hingga para pendengarnya menjadi begitu terpesona. Bahkan, terkadang, keindahan berbicara bisa sampai kepada derajat mukjizat, sebagaimana yang terjadi pada al-Quran. Sebaliknya, ada sebagian manusia yang mempunyai tingkat kemampuan berbicara sedemikian rendahnya hingga ia kesulitan menjelaskan apa yang diinginkannya. Di antara dua tingkatan ini terdapat perbedaan yang sangat jauh. Kesimpulannya, kemampuan berbicara sudah menjadi sebuah keahlian, dan kedudukan sosial seseorang dan juga kesuksesannya sedikit banyaknya mempunyai kaitan dengan sejauh mana kemampuan ia berbicara.

Masing-masing manusia mempunyai potensi yang berbeda-beda dalam berbicara, dan tidak setiap orang mampu menjadi pembicara yang ulung. Namun demikian, semua orang dapat melatih dan mengembangkan kemampuan berbicaranya supaya menjadi lebih baik. Dapat berbicara dengan baik merupakan kelebihan bagi seseorang, dan semua manusia mempunyai potensi untuk bisa berbicara lebih baik.

Oleh karena itu, para pendidik harus menjadikan kemampuan berbicara dengan baik sebagai salah satu program pendidikannya, dan sejak awal sudah mulai memikirkannya. Mengembangkan kemampuan berbicara pada diri seorang anak merupakan kewajiban orangtua, dan harus sudah sejak awal anak dilatih untuk berbicara.

Berkenaan dengan hal ini hendaknya para orangtua memperhatikan poin-poin berikut:

1.Dalam berbicara dan mengucapkan kata-kata serta intonasi nada seorang anak akan mengikuti kedua orangtuanya dan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu, bagi para orangtua yang menaruh perhatian pada masa depan anaknya hendaknya mereka berbicara kepada anaknya atau di hadapan anaknya dengan pengucapan kata-kata yang benar dan fasih.

2.Usahakan ciptakan lingkungan yang baru bagi anak, yang memiliki hal-hal yang menarik sehingga mendorong anak mau berbicara mengutarakan keinginan-keinginan dan pikiran-pikirannya.

3.Ceritakanlah kepada anak cerita-cerita yang menarik, dengan kata-kata yang indah dan mudah dipahami.

4.Mintalah anak untuk menceritakan kepada Anda apa-apa yang telah mereka dengar dan apa-apa yang telah mereka lihat, dan dengarkanlah baik-baik ceritanya, dan doronglah ia dalam melakukannya.

5.Berilah kesempatan kepada anak-anak untuk berbicara pada pertemuan-pertemuan keluarga.

6.Perhatikan dengan seksama pertanyaan-pertanyaan anak dan jawablah dengan kata-kata yang jelas, indah dan mudah dipahami.

7.Berbicaralah dengan anak dan doronglah anak agar mau berbicara.

8.Jangan sekali-kali memotong perkataan anak dan melarang mereka berbicara.

9.Pada saat-saat yang tepat bantulah anak dalam menemukan kata-kata yang tepat dan menyusun kalimat yang indah.

10.Doronglah anak untuk mau mendengarkan perkataan orang lain.

11.Doronglah anak untuk berbicara dengan benar dan baik.

12.Sekolah juga dapat membantu anak dalam mengembangkan potensi kemampuan bicaranya. Di sini, seorang guru dapat membantu anak pada dua sisi:

a.Jika guru melihat ada kesalahan atau kekurangan dalam pembicaraan anak, yang sudah menjadi kebiasaan dalam lingkungan keluarganya, maka ia harus meluruskannya dan membiasakannya untuk berbicara dengan benar.

b.Semaksimal mungkin guru harus memperkenalkan anak didiknya dengan kata-kata yang indah dan fasih, dan berikan kesempatan kepada anak untuk berbicara. Dengarkan pembicaraannya, dan suruh juga anak-anak yang lain untuk mendengarkannya. Tanyailah anak tentang satu persoalan dan suruhlah ia menjawabnya secara panjang lebar. Mintalah anak didik untuk menceritakan sebuah cerita yang telah dibaca atau didengarnya di hadapan anak-anak didik yang lain. Bagus juga jika diadakan perlombaan berbicara di antara anak-anak, lalu yang terbaik diberikan hadiah.

Singkatnya, jika kedua orangtua dan guru menaruh perhatian terhadap kemampuan bicara anak, dan melangkah di jalan pengembangan potensi kemampuan bicara anak serta memperlakukan mereka dengan cara-cara yang tepat, dapat dipastikan mereka akan berhasil. Meski potensi dan bakat anak juga ikut berpengaruh, karena tidak semua anak mempunyai potensi untuk dapat menjadi pembicara yang baik, namun setidaknya pendidikan dan pengembangan yang diberikan akan memberikan pengaruh. Dengan pendidikan yang benar potensi kemampuan bicara tiap-tiap anak dapat dikembangkan sampai batas kemampuannya.


Mendidik Naluri Seksual
Naluri seksual adalah salah satu naluri yang sangat kuat dan penting yang ada dalam diri manusia. Dalam menyikapi naluri ini terdapat dua pandangan yang saling bertentangan: Sekelompok orang menganggap naluri ini sebagai sesuatu yang rendah dan harus dimusuhi. Mereka menyarankan kepada orang yang sedang melakukan proses penyucian diri untuk membunuh naluri ini dan menghindarkan diri darinya sama sekali. Mereka menganggap praktek hidup tidak menikah sebagai sebuah keutamaan bagi manusia dan membantu usaha penyucian diri. Contoh untuk pandangan ini dapat ditemukan pada diri para pastor Kristiani dan para biksu Budha, yang terhitung sebagai orang-orang yang meninggalkan dunia.

Sementara sekelompok lain sebaliknya, mereka meyakini kebebasan seksual secara penuh. Naluri seksual adalah sesuatu yang sangat penting, dan bagaimana cara menyikapinya juga sebagai sesuatu yang sangat penting dan akan sangat berpengaruh pada masa depan kehidupan seseorang. Oleh karena itu, kepada masing-masing manusia harus diberikan kebebasan penuh untuk menyalurkan dan memuaskan hasrat seksualnya sekehendaknya. Mereka berkeyakinan bahwa tindakan membatasi dan mengekang hasrat seksual dan tidak memberikan kebebasan untuk melakukan aktivitas seksual akan mendatangkan tekanan-tekanan kejiwaan dan penyakit-penyakit psikis maupun fisik. Bahkan, mereka mengatakan bahwa sebagian tindak pembunuhan, kriminalitas dan perilaku-perilaku menyimpang adalah disebabkan hambatan-hambatan yang dilakukan terhadap dorongan hasrat seksual.

Oleh karena itu, para pendukung paham kebebasan seksual senantiasa memburu berbagai kesenangan seksual, bahkan mereka menganggap tindakan onani dan melakukan hubungan seks sesama jenis sebagai sesuatu yang lumrah. Berdasarkan keyakinan mereka di atas, mereka menganjurkan kepada para orangtua dan pendidik untuk memberikan kebebasan secara penuh kepada anak-anak mereka dalam menyalurkan hasrat seksualnya, bahkan mereka menganjurkan agar para orangtua dan pendidik mau mengajarkan anak-anaknya bagaimana cara membangkitkan hasrat seksual, mengenal organ seks, dan cara-cara untuk memperoleh kelezatan seksual.

Islam menganggap kedua pandangan tersebut salah dan menyimpang. Kedua pandangan tersebut berada pada dua kutub ekstrim dan menyimpang dari yang semestinya. Islam menawarkan jalan yang ketiga, yaitu jalan keseimbangan. Islam tidak memandang hasrat seksual sebagai sesuatu yang rendah dan pemenuhannya sebagai sesuatu yang jelek dan bertentangan dengan keutamaan manusia. Islam tidak pernah menganjurkan kepada para pengikutnya bahwa untuk menyucikan diri dan menyempurnakan jiwa seseorang harus membinasakan hasrat seksualnya dan hanya sibuk beribadah di sudut-sudut mesjid.

Islam tidak menganggap praktek hidup kependetaan (tidak menikah) sebagai sebuah kesempurnaan, bahkan sebaliknya Islam menganggap perbuatan seksual (menikah) sebagai suatu perbuatan yang mustahab dan bahkan pada keadaan-keadaan tertentu hukumnya wajib. Islam mempunyai keyakinan bahwa hasrat seksual harus dipuaskan namun harus melalui jalan pernikahan yang sah. Islam menentang paham kebebasan seksual dan menganggap segala bentuk pemuasan hasrat seksual yang dilakukan di luar nikah sebagai sesuatu yang salah, dosa dan menyimpang.

Untuk membimbing dan mengendalikan hasrat seksual, Islam melakukannya melalui dua sisi: Dari satu sisi, Islam memandang perbuatan menikah dan membentuk keluarga adalah perbuatan yang baik dan bahkan dihitung sebagai ibadah. Dalam hadis-hadis banyak sekali dianjurkan kaum Muslim untuk menikah, dan meninggalkannya dihitung sebagai sesuatu yang dibenci.

Dari sisi lain, Islam juga sangat menentang segala bentuk pemuasan hasrat seksual yang tidak sah, dan menganggapnya sebagai sebuah dosa dan sesuatu yang menyimpang, dan dilarang dengan tegas dalam banyak ayat dan hadis. Dalam pandangan Islam perbuatan zina, seks sesama jenis dan onani termasuk dosa besar, dan akan mendapatkan balasan di dunia dan di akhirat.

Allah Swt berfirman, Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk (QS. al-Isra:42).

Imam Ali Ridha, dalam menjawab pertanyaan Muhammad bin Sinan menulis, "Allah Swt mengharamkan zina disebabkan zina dapat menyebabkan pembunuhan, hilangnya nasab, terabaikannya pendidikan anak, rusaknya hukum waris dan kerusakan-kerusakan lainnya."[197]

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Azab terberat yang diterima seorang hamba pada hari kiamat ialah azab seseorang yang menumpahkan spermanya pada rahim wanita yang bukan istrinya."[198]

Berkenaan dengan pengharaman hubungan seks sesama jenis, banyak sekali hadis yang berbicara. Salah satunya ialah, Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Seorang laki-laki yang berhubungan seks dengan seorang anak laki-laki, kelak pada hari kiamat ia akan datang dalam keadaan junub sementara air dunia tidak akan pernah dapat menyucikannya, dan dalam keadaan mendapat murka dan laknat dari Allah Swt. Sementara pada saat yang sama api neraka dinyalakan untuknya dan neraka Jahannam menjadi tempat abadi baginya."[199]

Dalam hadis yang lain Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Sebagai akibat perbuatan hubungan seks sesama jenis `Arsy Allah menjadi bergetar."[200]

Hadis-hadis juga melarang perbuatan onani. Sebagai contoh, Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Pada hari kiamat Allah Swt tidak akan berbicara dengan tiga kelompok manusia, tidak akan memandang mereka dengan pandangan rahmat, tidak akan menyucikan mereka, dan akan menyiksa mereka dengan siksa yang amat pedih: Orang yang mengerok bulu wajahnya, orang yang melakukan onani, dan orang yang melakukan hubungan seks sesama jenis."[201]

Singkatnya, Islam menyetujui pemenuhan hasrat seksual melalui jalan pernikahan dan pembentukan keluarga, dan menganggap hal itu sebagai perkara alami dan merupakan kebutuhan hidup, namun Islam tidak memandang pemenuhan hasrat seksual sebagai sesuatu yang pokok melainkan sebagai alat untuk membentuk keluarga, menciptakan ketenteraman dan memperoleh keturunan. Melakukan aktivitas seksual tidak sama dengan aktivitas membuang kotoran yang tidak memerlukan syarat-syarat tertentu, melakukan aktivitas seksual merupakan alat untuk terciptanya daya tarik di antara laki-laki dan wanita, pembentukan keluarga dan mendidik anak.

Oleh karena itu, Islam sangat menentang berbagai tindakan penyimpangan seksual. Karena pada penyimpangan seksual memang terdapat pemenuhan hasrat seksual namun tidak sejalan dengan tujuan keberadaan hasrat seksual tersebut, di samping itu penyimpangan-penyimpangan seksual biasanya diikuti oleh akibat-akibat buruk baik secara fisik, psikis maupun sosial.

Oleh karena itu, para orangtua dan pendidik berkewajiban menaruh perhatian terhadap pendidikan seks anak, namun yang kami maksud dengan pendidikan seks di sini bukanlah memperkuat dan mengembangkan dorongan seksual mereka melainkan berarti membimbing dan menyeimbangkan dorongan tersebut.[]




24
Agar Tak Salah Mendidik

10. Memahat Jiwa Manusia
Menurut buku-buku filsafat dan buku-buku keislaman, manusia adalah eksistensi yang memiliki dimensi material dan spiritual. Secara material manusia ini tidak berbeda dengan binatang tetapi ada substansi lain yang abadi di dalam diri manusia yaitu ruhnya. Substansi malakuti itulah yang melambungkan martabat insan di atas makhluk-makhluk lainnya.

Pendidikan macam apapun patut menyodorkan prioritas utama kepada substansi spiritual manusia ini. Pendidikan yang hanya mementingkan unsur-unsur material manusia dan melalaikan isinya yaitu jiwanya adalah pendidikan yang akan gagal.[202]

Mereka yang telah melupakan diri mereka niscaya akan meraup kerugian yang besar. Seolah-olah mereka telah menyamakan diri mereka dengan binatang yang hanya mengumbar kesenangan-kesenangan nafsunya saja, ketika kebinatangannya telah menguasai dirinya sepenuhnya maka dunia itulah tempat tinggalnya.

Amirul Mukminin mengomentari manusia-manusia yang telah melupakan dirinya, "Aku tercengang dengan manusia yang belingsatan mencari barang yang hilang tapi tidak kaget dengan kehilangan dirinya sendiri."[203]


Pendidikan Akhlak
Akhlak menjadi fokus seluruh agama-agama samawi terutama agama Islam. Akhlak adalah tema yang selalu menjadi perhatian besar para ulama Islam dan akan terus demikian sepanjang hidup. Akhlak adalah risalah terpenting yang diemban oleh Nabi Muhammad saw. Al-Quran mengatakan: Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan jiwa mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab (al-Quran) dan hikmah (Sunah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS. Ali Imran:164).

Rasulullah saw juga mengatakan agar umatnya menghiasi diri dengan akhlak yang mulia karena itulah yang menjadi misinya.

Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.[204]

Di hari kiamat tidak ada yang diletakkan di dalam timbangan (mîzan) yang lebih bernilai dibandingkan akhlak yang mulia.[205]

Amirul Mukminin as juga mengatakan, "Seandainya pun kita tidak mengharapkan surga, tidak takut kepada panasnya api neraka, tidak mengharapkan pahala dan tidak merasa terancam dengan siksaannya, maka kita tetap harus memiliki akhlak yang mulia karena itu sangat membahagiakan."[206]

Para nabi membawa misi untuk mengajarkan tazkîyah nafs, akhlak yang mulia dan agar menjauhi perbuatan-perbuatan yang buruk. Mereka ingin mengajarkan agar sifat-sifat yang mulia bersemai di dalam hati manusia. Akhlak paralel dengan kepentingan kehidupan manusia dari dua sisi:

1. Akhlak yang mulia itu sesuai dengan sifat dasar malakutiyahnya. Manusia yang senantiasa berusaha menyempurnakan akhlaknya yang mulia berarti juga menyempurnakan jiwanya; ketika jiwa sempurna maka akan semakin dekat dengan Allah Swt. Sebaiknya akhlak buruk juga sama sekali tidak sesuai dengan sifat dasar malakutiyahnya; dapat menjatuhkan ke tahapan paling rendah dan kesengsaraan di akhirat.

2. Akhlak yang mulia juga memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan seseorang. Akhlak yang mulia juga bisa memberikan kebahagiaan kepada seseorang. Orang yang memiliki akhlak yang mulia juga akan mampu menghadapi rintangan-rintangan hidup dengan cara yang baik, berbeda dengan mereka yang tidak memiliki akhlak yang mulia; mereka ini tak ubahnya dengan memelihara binatang di dalam dirinya yang selalu menggigit dan menyakitinya dan itulah beban derita yang sangat berkepanjangan. Memang biasanya manusia yang memiliki karakter buruk tidak akan memiliki kehidupan yang bahagia.

Akhlak yang baik juga memberikan kontribusi yang sangat besar kepada lingkungannya. Situasi yang aman, ketenteraman di lingkungan sekitarnya adalah dampak dari orang-orang yang memiliki karakter yang baik. Hidup di tengah-tengah manusia yang memiliki sifat-sifat yang baik adalah kehidupan yang didambakan setiap orang. Sebaliknya bisa dibayangkan betapa menderitanya seseorang yang dikelilingi manusia-manusia yang memiliki karakter yang buruk.

Jadi bisa disimpulkan alangkah signifikannya akhlak itu baik dalam kehidupan di dunia ini maupun untuk keselamatan dirinya di akhirat nanti. Jika demikian maka pendidikan akhlak adalah program yang tidak boleh ditunda-tunda lagi karena berkaitan dengan seluruh dimensi kehidupan manusia. Sekalipun diakui bahwa pendidikan karakter alias mendidik akal yang baik dan mengikis sifat-sifat yang buruk bukan pekerjaan yang gampang. Ini adalah aktivitas yang menuntut keseriusan, profesionalisme, kerja sama seluruh elemen dan keseriusan dari para pakar dalam bidang pendidikan akhlak dan juga mereka yang berkecimpung di lapangan.

Para ilmuwan berkewajiban terus menerus mencari pola dan metode dalam bidang pendidikan akhlak yang baik supaya metode itu dapat diajarkan oleh para guru. Di lain pihak para pendidik juga harus komitmen dalam mengawasi anak asuhannya baik anak-anak remaja atau anak muda dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melalaikan tanggung jawab tersebut. Mereka juga dapat menerapkan metode-metode hasil temuan para pakar pendidikan untuk mengembangkan sifat-sifat baik dalam diri seseorang dan mengikis sifat-sifat buruknya dengan selalu terbuka dengan segala nasihat. Umumnya apa yang diharapkan tidak selalu berjalan lancar.

Sementara itu para pakar sibuk dengan memperhatikan hal-hal yang bersifat jasmani dan tidak memiliki waktu dan kesempatan yang cukup untuk memberikan perhatian yang lebih besar pada urusan pembinaan mental, demikian juga para guru lebih banyak memfokuskan pada pendidikan fisik dan lengah dengan pendidikan jiwa. Dan yang dirugikan adalah masyarakat manusia sendiri.


Pendidikan dan Rasa Tanggung Jawab
Seperti yang telah Anda pelajari bahwa manusia adalah maujud yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Sebagai seorang hamba Allah dan telah diberi tanggung jawab oleh-Nya maka ada tugas-tugas tertentu (taklif) yang harus ditunaikan dengan baik. Manusia harus berusaha menjauhi perbuatan-perbuatan yang diharamkan karena Islam ingin memberikan kemuliaan dan kehormatan serta kebahagiaan di akhirat nanti kepadanya. Manusia juga harus berusaha memberikan pencerahan kepada orang lain dengan mengajarkan ajaran-ajaran Islam dan membela ajaran-ajarannya. Pembelaan karena ia juga bagian dari umat Islam yang sangat besar. Ia juga memiliki tanggung jawab moral terhadap para pengikut agama-agama samawi yang lain dan secara lebih luas lagi terhadap seluruh komunitas manusia di dunia.

Seorang manusia memiliki ikatan tanggung jawab dengan rakyat, dengan penduduk sekota dengan tetangga, dengan ayah, ibu, keluarga, istri, anak-anak, murid, pegawai, pekerja, anak-anak dan secara umum terikat tanggung jawab dengan manusia lain.

Sebagai makhluk sosial, ia memerlukan bantuan manusia-manusia di sekelilingnya, jadi ia tidak bisa hidup bebas sekehendak hatinya. Sebagai seorang anggota dalam sebuah lingkungan masyarakat maka ia harus lebih peduli dengan nasib sesamanya. Karena semua sama-sama saling membutuhkan. Setiap individu punya hak dan kewajiban. Jika setiap orang memperhatikan hak orang lain dengan benar dan menunaikan kewajibannya dengan baik maka akan terwujud kehidupan yang harmonis dan menyenangkan, tetapi sebaiknya kalau tidak ada yang mau menjalankan kewajiban dan menunaikan hak maka yang akan muncul adalah kehidupan yang kacau balau. Jadi jaminan bagi kehidupan yang tenteram adalah adanya rasa tanggung jawab dari masing-masing individu masyarakat.

Sifat tanggung jawab merupakan norma yang sangat krusial yang harus dikembangtumbuhkan oleh mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.

Anak-anak sejak kecil harus menyadari bahwa hidup adalah bekerjasama, saling memberi dan menerima tanggung jawab. Camkan di dalam mereka bahwa bukan hanya dirinya yang harus sukses di dalam hidup tapi ia juga harus berusaha menyukseskan orang lain di sekitarnya. Ia juga harus belajar kalau bisa memanfaatkan orang lain untuk kebahagiaan dirinya, ia juga harus belajar bagaimana memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Para guru dan pendidik harus mengajarkan nilai tanggung jawab kepada anak-anak dalam kesempatan yang tepat dan dengan kualitas yang disesuaikan dengan kapasitas kemampuan mereka. Sehingga hasilnya si anak akan merasa bahwa tanggung jawab adalah bagian intrinsik dari dirinya. Kaum guru dan para pembimbing yang merasa bertanggung jawab kepada mereka akan mudah menularkan kebaikan tersebut kepada anak-anak didiknya.


Kewajiban-kewajiban Agama
Siapa saja yang mempercayai Allah, kenabian Muhammad saw dan hari kebangkitan, maka dianggap manusia yang bersih, dihalalkan menikah, dan hartanya juga terhormat. Namun sekedar pengakuan saja tentu tidak mencukupi untuk menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat karena harus ditindaklanjuti oleh amal.

Allah Swt telah menyusun sebuah rancangan yang akan memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat kepada manusia dengan mengutus para nabi. Sebagian perkara wajib dilakukan dan ada sebagian perkara diharamkan, kemudian ada juga hal-hal yang dimubahkan dan memang alangkah baiknya kalau dikerjakan, sebagian lagi ada hal-hal yang makruh dan sebaiknya ditinggalkan saja. Taklif-taklif tersebut sengaja diberikan kepada manusia supaya menjadi bagian dari kehidupan dan layak menyandang pribadi seorang muslim yang selalu berserah diri kepada Allah Swt.

Kebebasan seorang muslim ada dalam aturan syariat Islam yang harus dipatuhi dengan penuh komitmen. Ia harus menyerahkan diri secara total kepada hukum-hukum syariat. Kepatuhan seorang muslim kepada aturan-aturan tersebut akan menjamin kebahagiaan yang hakiki.

Sikap disiplin diri dalam mematuhi hukum syariat atau mengembangkan sikap kepasrahan total kepada ketentuan-ketentuan adalah hal yang harus ditanamkan sedini mungkin kepada anak-anak oleh para pendidik dan sebaiknya yang harus mengajarkan kepada anak didiknya adalah para ahli amal.

Ada dua tahap yang harus dilakukan oleh Tim pendidik untuk menanamkan masalah ini kepada anak didiknya:

1.Tahap pertama memberikan penjelasan yang dapat dipahami oleh anak-anak mengenai betapa pentingnya melaksanakan perintah-perintah agama. Carilah waktu dan kesempatan yang pas untuk menyampaikan penjelasan tersebut, disesuaikan dengan kemampuan mereka dalam mencerna penjelasan. Ajarkan kepada mereka keagungan Allah, kebesaran Nabi Muhammad saw. Biarkan mereka mencerna sifat kasih sayang Allah dan juga jelaskan tentang karunia Allah yang sangat melimpah yang diberikan di dunia dan yang akan diberikan di akhirat kelak. Usahakan supaya kasih sayang Allah itu selalu diingat oleh anak-anak.

Setelah itu mulailah mereka diberi pengertian tentang mengapa Allah Swt menurunkan perintah dan larangan kepada manusia dan mengapa para nabi diutus oleh Allah, jelaskan bahwa semua itu dilakukan oleh Allah karena demi kepentingan manusia, karena kasih sayangnya kepada manusia. Dan demi kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Jadi manusia-manusia yang ingin mendapatkan kebahagiaan sejati mau tidak mau harus melaksanakan aturan-aturan Allah.

2.Tahap kedua adalah tahapan mendisiplinkan anak-anak untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama. Para guru dan pembimbing tidak usah menunggu sampai mereka mencapai usia balig. Mereka harus segera menyuruh anak-anak untuk mengerjakan perintah-perintah Allah, begitu diketahui ada kemauan dalam diri mereka. Tentu saja harus juga diperhatikan kemampuan fisik anak-anak dalam menjalankan perintah-perintah agama, jangan bebani mereka dengan hal-hal yang di luar kemampuan fisik.

Jadi biarkanlah mereka mempelajari tata cara shalat dari orangtua mereka terlebih dahulu dan jangan paksa mereka untuk mengucapkan bacaan atau wudhu dengan cara yang benar, biarkan begitu sampai saatnya nanti-ketika dirasa sudah saatnya untuk memberikan materi tambahan-ajarkan kepada mereka tata cara wudhu dan bacaan al-Fatihah dan surah-surah yang lain dengan cara yang benar secara perlahan-lahan. Setelah anak merasa senang dengan kebiasaan baru tersebut mulailah disuruh melakukan shalat ketika usia mereka sudah mencapai 7 atau 9 tahun.

Dengan cara apapun usahakan anak-anak selalu melaksanakan shalat. Kalau orangtua sendiri memang sangat memperhatikan shalat dan selalu menunaikan tepat pada waktunya maka anak-anak juga akan senang mengikuti mereka. Upayakan melaksanakan shalat secara berjamaah dengan anak-anak, karena itu sangat memberi motivasi yang sangat besar atau bawalah mereka dalam acara-acara pengajian. Sehingga shalat menjadi kebiasaan anak yang tidak akan ditinggalkan lagi.

Selanjutnya sang anak akan terbiasa melaksanakan kewajiban-kewajiban lain, bahkan lebih jauh dari itu mereka akan menyukai melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, memiliki sikap yang baik terhadap orang lain, selalu berusaha menjauhi hal-hal yang diharamkan.

Jangan lupa agar anak sedini mungkin diajarkan untuk membenci perbuatan-perbuatan tercela. Karena kalau hal-hal penting itu terlambat diajarkan maka akan sulit bagi kita untuk mengajarkannya.





25
Agar Tak Salah Mendidik

11. Pelajari dengan Baik Karakter Anak Didik
Mendidik adalah aktivitas yang sangat mulia, menuntut kemampuan yang tidak sedikit dan pengetahuan yang sangat luas. Para pendidik akan berhasil menjadi pendidik yang baik kalau mereka memiliki pengetahuan yang luas dan telah mempersiapkan segalanya dengan baik. Di bawah ini akan kami jelaskan secara ringkas apa saja yang diperlukan oleh seorang pendidik.


Memahami Karakter Calon Terdidik
Seperti yang telah anda pahami bahwa pendidikan (tarbîyah) di sini artinya adalah memberikan kesempatan bagi manusia untuk mengembangkan potensi-potensi jasmani dan mental, serta membimbing mereka ke arah yang diharapkan dan mengupayakan agar mereka meninggalkan hal-hal yang tidak diharapkan. Seorang pendidik tidak akan mengalami kesulitan menangani anak didiknya jika sebelumnya memiliki pemahaman yang benar tentang karakter anak didiknya. Ia mengetahui potensi-potensi fisik, kecenderungannya, cita-cita dan minat mereka. Informasi tersebut sangat membantu untuk menyiapkan cara dan metode yang tepat dalam mengembangkan potensi diri anak-anaknya serta bagaimana mengatasi kelemahan-kelemahan yang akan merintangi proses pengembangan dirinya.

Jean Soto mengatakan:

"Setiap anak-anak memerlukan metode penanganan tersendiri karena setiap individu manusia itu sangat unik. Seluruh karakter manusia itu harus didekati dan dipahami secara spesifik dan maksimal. Sel-sel otak manusia misalnya sangat luar biasa dan memerlukan pengetahuan yang luar biasa pula. Perbedaan manusia itu bukan hanya karena faktor-faktor IQ saja tapi juga faktor lain yaitu karakter yang termasuk juga akhlak, kepribadian dan pembawaannya dan sebagainya."

Seorang pendidik kalau bisa harus memahami seluruh keunikan manusia. Ada dua jenis keunikan dalam diri anak-anak:


Keunikan Secara Individual
Keunikan itu adalah ciri-ciri dan sifat-sifat khususnya yang dimiliki setiap individu tanpa memperhitungkan kematangannya (maturity). Ada beberapa perbedaan individual ini antara lain:

1. Perbedaan secara fisik. Setiap anak memiliki bentuk fisik tertentu yang berbeda dengan anak-anak yang lain. Ada anak yang memiliki bentuk fisik yang sempurna, ada juga yang tidak sempurna, ada yang memiliki bentuk fisik yang kukuh atau juga yang lemah. Perbedaan fisik ini karena perbedaan struktur organ-organ yang ada di dalam badan seperti jantung, otak, ginjal, saraf, alat-alat pernapasan dan alat-alat peredaran darah. Bahkan mungkin ada juga anak-anak yang berbeda dari sisi pancainderanya. Orangtua atau guru harus mempertimbangkan keunikan-keunikan tersebut.

2. Perbedaan dari sisi kognitif. Tidak semua anak memiliki kecerdasan yang sama. Sebagian anak memiliki kemampuan intelektual yang melebihi anak-anak sebayanya sementara sebagian lain kecerdasannya sangat rendah sekali (slow learner). Di antara dua jenis anak itu ada jenis-jenis anak yang lain yang ada di antara dua level tersebut dan mungkin yang paling banyak. Dengan demikian para pendidik tidak bisa menyamakan metode yang diterapkan untuk membina mereka. Melakukan tes kecerdasan mutlak diperlukan sebelum melakukan pembinaan supaya tidak menyia-nyiakan bakat anak-anak yang cerdas dan tidak membebani anak-anak yang kurang cerdas.

3. Kecerdasan emosi dan karakter. Perbedaan-perbedaan ini bisa dilihat dari anak-anak sejak mereka kecil. Perbedaan karakter ini kalau dikelompokkan bisa panjang seperti: sangat aktif, pemalas, sama sekali tidak memiliki semangat untuk melakukan sesuatu, ada juga yang memiliki sifat yang sangat baik, atau yang mudah tersinggung, penakut, toleran, memiliki sikap yang periang, selalu berpikir positif, banyak berbicara, yang pendiam, suka mengisolasi diri, suka berinteraksi sosial, yang cepat percaya dan mudah terbujuk tapi ada juga anak yang merasa rendah diri, merasa superior, memiliki sifat sebagai seorang pemimpin, yang tidak suka diberi tanggung jawab, pemalu, stress, sebaliknya ada juga yang periang, mudah memaafkan, disiplin dalam menjaga kebersihan atau terbiasa dengan kotor, teratur ada juga yang tidak teratur, suka menolong dan tidak suka menolong dan yang lainnya. Sifat-sifat atau karakter-karakter seperti itu kadang-kadang bersifat perolehan (iktisabi) dan kadang-kadang warisan atau karena pengaruh lingkungan.

Sebagian anak-anak dari semenjak kecil sudah mewarisi sifat-sifat seperti ini. Karakter-karakter ini bisa jadi turunan dari orangtua mereka atau karena faktor genetik yang diwariskan dari orangtua mereka, atau juga karena faktor-faktor nutrisi, ketika terjadinya pembuahan atau karena pengaruh ketika masih dalam kandungan, atau faktor-faktor kualitas pemberian air susu ibu, atau juga karena lingkungan sekitar hidupnya.

Sifat atau karakter seperti ini baik berasal dari warisan atau karena faktor-faktor lain harus menjadi bahan pertimbangan. Sebagian anak misalnya sangat peka dengan sesuatu peristiwa yang sangat tidak menyenangkan, sementara sebagian lagi mungkin memperlihatkan sikap tenang dan kalem. Semua anak bisa dibina tetapi dengan pendekatan yang berbeda-beda.

Setiap karakter menuntut pendekatan dan penanganan yang khusus, karena kalau melupakan keistimewaan individual maka hasil yang diharapkan tidak akan maksimal.

Seorang guru atau pendidik harus dapat membaca karakter anak didiknya dengan baik dan keunikan-keunikan mereka, supaya menjadi panduan yang tepat dalam memberikan pola asuh yang baik. Tetapi juga harus diakui sangatlah tidak mudah mengetahui karakter-karakter tersebut. Untuk mengorek atau menyelami kekhasan masing-masing anak menuntut kesabaran dan pendekatan personal yang terus menerus. Para ilmuwan telah menyodorkan berbagai metode untuk mengetahui karakter anak-anak tersebut, namun ada satu metode yang paling baik yaitu dengan melakukan pengamatan atas anak-anak serta memantau bagaimana mereka menangani setiap permasalahan, khususnya ketika mereka sedang bermain-main dengan anak-anak yang lain atau ketika ada dalam suatu lingkungan atau ketika bergaul dengan orang-orang dewasa, terutama kalau menemui orang-orang baru.

Jika diamati secara seksama seorang pengamat akan mendapat gambaran yang lumayan utuh mengenai kepribadian anak tersebut.

Jean Soto mengatakan:

"Setiap anak itu unik. Tujuan utama dari setiap pendidikan dan pengajaran adalah kita mendidik anak-anak kita dengan segala kekurangan dan segala potensinya yang ada sehingga potensi ini bisa kita kembangkan untuk kebaikannya secara lebih maksimal lagi."


Perbedaan dalam Kematangan atau Kedewasaan
Jenis kedua adalah hal-hal yang terjadi dan yang mempengaruhi kehidupan seseorang secara bertahap dalam diri manusia dari semenjak kecil hingga masa dewasa. Anak-anak itu mengalami perubahan mental. Ia beranjak semakin dewasa secara bertahap. Kedewasaan didefinisikan sebagai proses perubahan yang terjadi secara bertahap dalam diri seseorang. Transformasi ini tidak hanya terjadi dalam tubuh tetapi juga dalam otak, kepribadian dan emosi. Seorang anak yang telah dewasa akan mengalami perubahan secara fisik sampai ia menjadi matang sempurna. Seiring dengan perubahan fisik anak juga mengalami perkembangan kemampuan kecerdasan kognitif, emosi. Akhirnya si anak banyak belajar tentang segala hal, kemudian juga muncul naluri dan potensi baru di dalam dirinya.

Si anak akan memiliki kemampuan untuk mengunyah makanan, mendayagunakan pancainderanya, berdiri, duduk, bergerak, bangun, berjalan, menahan kencing, dan buang air besar, berbicara, membaca, menulis, menggambar, berpikir, belajar, bekerja, serta keterampilan-keterampilan lainnya. Semua kemampuan ini karena hasil dari perkembangan fisik dan akalnya. Kadang-kadang kemampuan ini memang dalam periode tertentu tidak berkembang sekaligus.

Setiap kemampuan tersebut muncul dalam masa-masa tertentu dari perkembangan dan dalam kondisi tertentu. Ketika fisik dan akalnya mengalami perubahan maka secara bersamaan muncul juga dalam dirinya insting dan potensi lain yang kemudian menjadi semakin matang. Karena itu ada sebagian orang yang mengklasifikasikan kedewasaan menjadi beberapa bagian berikut dengan karakter-karakter masing-masing. Dari sinilah dapat diketahui betapa pentingnya menyelami tahapan-tahapan perkembangan kedewasaan seorang anak, potensi serta kebutuhan-kebutuhan khusus mereka, berikut kekuatan fisik serta kemampuan daya menyerap pelajaran yang mereka miliki.

Dengan berbekal pengetahuan yang lengkap seperti itu, seorang guru dan sang pendidik tentunya akan memberikan porsi pembinaannya disesuaikan dengan wadah kapasitas anak didiknya sehingga tidak akan terjadi pemaksaan atau memaksakan sesuatu yang ada di luar kemampuan si anak didik. Karena menurut saya salah satu kendala pendidikan adalah beranjak dari harapan-harapan si pendidik yang tidak realistis.

Sang pendidik atau guru yang tidak berusaha memahami kondisi dan kapasitas anak didiknya kemudian berusaha memaksakan sesuatu sesuai dengan harapannya sendiri tanpa mempertimbangkan anak didiknya maka akan mengalami kegagalan dalam menjalankan profesinya dan bahkan akan membawa dampak yang buruk terhadap anak didiknya. Karena itu sekali lagi hendaknya seorang guru dan pendidik harus berupaya untuk mendapatkan informasi tentang anak didiknya sebelum menyusun program pendidikan.

Setelah melewati proses tersebut ia juga harus mengawasi anak-anak tersebut. Ia harus berusaha menggali terus potensi anak didiknya sehingga sekali waktu ia menemukan sesuatu yang baru dalam anak didiknya segeralah berusaha untuk membantu anak tersebut supaya terus mengembangkan potensinya dan membantu agar tidak ada gangguan dalam proses tersebut, dan kalau diperlukan berikanlah penghargaan agar dapat memotivasi semangat mereka.

Jadi sangatlah tidak baik jika seorang guru atau pendidik memberikan motivasi atau penghargaan kepada anak didik yang belum diselami kepribadiannya dan kekuatan fisiknya, sebab sudah jelas jika memberikan sesuatu kepada anak didik tanpa pengetahuan yang memadai tentang dirinya bisa-bisa akan berakibat fatal bagi si anak didik. Mungkin pengetahuan tentang kelemahan dan kelebihan si anak dari sisi fisik tidak begitu penting, sebab yang harus diperhatikan benar adalah potensi jiwa, kecerdasan, emosi dan karakternya. Semakin sang pendidik memahami secara lebih baik lagi maka semakin baik pula dalam melakukan langkah-langkah untuk membina mereka.





26
Agar Tak Salah Mendidik

12. Tahapan-tahapan Perkembangan Manusia
Para pakar pendidikan membagi tahapan perkembangan kehidupan manusia dari sejak awal, yaitu sejak lahir sampai usia 20 tahun menjadi enam bagian. Mereka meneliti dengan seksama potensi-potensi serta kebutuhan-kebutuhan fisik, mental dan otak dalam setiap tahapan perkembangan tersebut. Hasil penelitian tersebut mereka rangkum dalam bentuk sebuah buku sehingga mudah dipelajari oleh setiap orang yang berminat dengan pengetahuan tentang tahapan-tahapan perkembangan tersebut. Islam juga membagi-bagi tahapan-tahapan kedewasaan manusia menjadi tiga bagian. Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw mengatakan:

"Anak itu adalah tuan sampai berusia 7 tahun dan budak dalam 7 tahun kedua serta wazir (mitra keluarga-penerj.) di 7 tahun ketiga. Setelah engkau membesarkannya selama 21 tahun, jika engkau suka akan karakternya maka itu adalah kebaikan dan jika itu tidak maka biarkan ia demikian karena engkau telah mendapatkan uzur dari Allah Swt."

Imam Shadiq as juga mengatakan, "Bebaskan anakmu untuk bermain ketika usianya 7 tahun kemudian didiklah dan ajarkan akhlak yang baik selama 7 tahun dan bimbinglah ia selama 7 tahun. Jika ia menjadi anak yang saleh maka itu keberuntungan untukmu kalau tidak maka lepaskanlah anak itu!"[207]

Amirul Mukminin juga mengatakan, "Sayangilah dan layanilah anak sampai usia tujuh tahun, kemudian didiklah anakmu selama tujuh tahun dan di tujuh tahun ketiga suruhlah anakmu untuk ikut membantu urusan keluargamu!"[208]

Imam Shadiq as juga mengatakan, "Biarkan anak-anak bermain-main sampai usia tujuh tahun dan setelah itu ajarkan menulis dan membaca selama tujuh tahun juga dan kemudian di tujuh tahun ketiga ajarkan hal-hal haram dan yang halal."[209]

Jadi ada tiga tahapan perkembangan manusia yang digambarkan oleh hadis-hadis tadi.


Tujuh Tahun Pertama
Sejak anak lahir hingga mencapai usia tujuh tahun adalah tahapan perkembangan pertama. Anak dalam usia dini seperti ini khususnya di awal-awal kehidupannya adalah seorang anak yang tidak berdaya dan lemah yang harus mendapat perawatan dan pengawasan yang sangat baik. Ia harus mendapatkan asuhan dan kasih sayang serta nutrisi yang sangat baik agar bisa tumbuh menjadi anak yang sehat.

Strategi yang paling baik bagi anak-anak dalam tahapan usia seperti itu adalah menyuruhnya bermain-main. Dengan permainan anak-anak bisa mengembangkan bakatnya. Ia akan mendayagunakan kemampuan motoriknya selama melakukan permainan tersebut dan juga akan memperoleh pengalaman-pengalaman yang baru. Anak-anak juga akan belajar berinteraksi sosial ketika melakukan permainan-permainan yang melibatkan banyak teman-temannya.


Tahapan Kedua
Anak-anak dalam tahap usia ini yaitu 7 tahun kedua (7-14) secara fisik dan kecerdasan dianggap telah matang. Ia sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk dan secara intelektual siap untuk memulai proses pembelajaran. Ia bisa dididik untuk mengembangkan sifat-sifat yang baik dan menjauhi sifat-sifat yang buruk.

Anak dalam usia tersebut sudah bisa mempelajari sesuatu, bisa belajar membaca dan menulis. Inilah momentum yang baik untuk memulai proses pembelajaran dan pembinaan. Mereka mesti mengalami pembiasaan mengamalkan karakter-karakter baik yang praktis dan menanggalkan sifat-sifat yang tidak baik.

Ajarkan juga kepada mereka keterampilan membaca yang tepat. Ada dua keterampilan praktis penting yang harus diberikan kepada mereka yaitu keterampilan membaca dan pendidikan watak. Dalam hadis dikatakan anak-anak yang berusia 7- 14 harus dilatih untuk mengemban tanggung jawab dan juga diajarkan menulis dan membaca. Apa yang diisyaratkan oleh hadis-hadis itu hanyalah poin-poin penting secara global saja, untuk mengetahui penjelasan yang lebih lengkap kita harus banyak membaca literatur-literatur edukasi Islam.


Tahapan Ketiga
Tahapan ketiga ini merentang semenjak usia 14 tahun hingga 21 tahun. Ini adalah masa-masanya untuk belajar secara serius dan melatih pengembangan watak secara maksimal. Apa-apa yang telah dipelajari dari guru pendidik sebelumnya sekarang saatnya untuk mempraktikkannya. Ia harus dilibatkan dalam aktivitas keluarga dan diposisikan sebagai layaknya asisten keluarga. Serahi tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya dengan atau tanpa pengawasan.

Anak dalam usia tersebut dapat belajar dari orangtua mereka sehingga pengalaman mereka semakin bertambah. Ini adalah usia yang sangat kritis. Seiring terjadinya perubahan hormon di dalam tubuhnya, maka terjadi juga perubahan-perubahan mental dan fisik. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya dan itu disadarinya. Ia bukan lagi anak-anak yang belum balig tapi juga bukan orang dewasa yang sudah benar-benar matang sekali. Wataknya masih temperamental dan emosional.

Dalam masa-masa yang cukup kritis ini dorongan biologis mulai muncul sehingga timbullah hasrat terhadap lawan jenis. Hasrat-hasrat biologis tersebut sangat fatal kalau dibiarkan bebas berkeliaran.

Ciri khas lain dalam masa-masa yang kritis ini adalah hasratnya untuk tidak dikekang. Ia ingin mandiri, tidak mau lagi diatur-atur seperti anak kecil, ingin diperlakukan seperti orang dewasa yang bebas berbicara, bebas mengambil keputusan sendiri dan melakukan apa yang disukainya. Ia ingin bebas mengatur sendiri dalam memilih teman, melakukan aktivitas olah raga, bepergian untuk rekreasi, memilih jenis baju, memilih pekerjaan, makanan dan sebagainya. Anak muda seperti itu yang masih labil, sensitif dan penuh energi dengan hasrat yang selalu menggebu-gebu terkadang ingin mencurahkan isi hatinya kepada seseorang yang bisa dipercaya. Ia ingin mencari kawan yang dapat diajak berdiskusi untuk membantu mengatasi persoalan-persoalan di dalam dirinya. Anak muda dalam usia-usia seperti ini sangat memerlukan seorang sahabat yang mengerti tentang dirinya. Ia memerlukan seorang pembimbing yang penuh pengertian dan mau memberikan bimbingan. Ia ingin diselamatkan dari segala kesulitan dan kegamangan hidupnya.

Seseorang itu tentunya harus yang berpengalaman dan penuh kecintaan yang ikhlas kepada dirinya. Yang dengan sukarela meluangkan waktu dan energinya untuk membantunya mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Namun sangat disayangkan dalam kebanyakan kasus kelompok yang kerap mendekati komunitas anak-anak muda adalah orang-orang yang tidak bertanggung jawab, orang yang tidak memiliki wawasan dan sama sekali tidak peduli dengan masa depan mereka. Orang-orang seperti itu ancaman bagi masa depannya. Para orangtua berkewajiban melindungi mereka dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab dan menggantikan peran mereka secepatnya.

Peran orangtua menurut Islam tidak boleh diserobot orang lain. Mereka harus proaktif dalam menggandeng tangan anak-anak muda mereka agar mereka tidak ikut arus yang buruk. Seperti yang dimandatkan oleh Islam, orangtua mesti mempercayai anak-anak muda mereka sebagai partner dalam kehidupan ini, dan itulah yang dimaksud dengan hadis 'Jadikan anak-anakmu sebagai wazirmu dalam usia 14 sampai 21 tahun'. Di dalam hadis lain ditambahkan bahwa orangtua harus membimbing anak-anak muda mereka sesering mungkin. Ini adalah anjuran untuk para orangtua agar selalu peduli dengan anak-anak mereka yang sekarang beranjak dewasa. Di dalam hadis yang lain orangtua juga disuruh selalu dekat dengan mereka sambil mengawasi segala aktivitasnya dengan segala kebijakan dan bukan seperti seorang komandan yang kaku kepada anak buahnya.

Orangtua yang bijak akan memperlakukan anak-anaknya seperti kawannya sendiri. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, si anak-anak diberi motivasi untuk melakukan sesuatu yang baik tapi tidak terkesan menjerat kebebasannya. Ia mungkin bisa mengajaknya berdialog agar si anak sendiri bisa mengeluarkan segala unek-uneknya. Saya kira dengan memahami keinginan-keinginan sang anak para orangtua akan semakin mudah mengarahkan mereka.





27
Agar Tak Salah Mendidik

13. Jarak Antara Sang Pendidik dan Anak Didiknya
Salah satu masalah klasik yang banyak mengganjal efektivitas pendidikan adalah adanya jarak antara si pendidik dan anak didiknya. Kerenggangan ini tidak diciptakan oleh usia, ukuran fisik, tapi lebih banyak diwujudkan oleh hubungan personal yang kurang mulus di antara keduanya. Si anak didik karena memiliki pandangan yang berbeda dengan pendidiknya akhirnya mereka sulit mengadakan komunikasi secara intens. Si anak merasa orang yang akan mendidiknya tidak ingin memahami dirinya sehingga tidak tumbuh kepercayaan yang maksimal kepadanya. Karena tidak tumbuh kepercayaan di dalam dirinya, maka apa saja yang ada di dalam dirinya tidak terungkapkan dengan baik.

Jalur pelepasan yang paling aman baginya adalah teman-teman pergaulannya sendiri. Tetapi eskapisme seperti ini mungkin malah akan berakibat negatif untuk dirinya jika teman-temannya bukan orang yang memahami kondisi psikologis dirinya secara benar atau mereka sendiri sudah tercemari oleh pergaulan yang tidak baik. Gagal dalam membina hubungan personal juga bisa merugikan pihak pendidik karena ia akan kesulitan membaca pikiran dan emosi mereka secara akurat. Sang pendidik akan tak berdaya untuk mengembangkan potensi mereka. Jadi hubungan yang terjaga dengan baik sangat tidak bisa diabaikan dalam konteks pendidikan. Seorang pendidik harus berupaya keras untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Salah satu pesan Islam kepada para pendidik adalah agar mereka berusaha keras memahami anak-anak didiknya dengan cara memosisikan diri lebih terbuka dan berbicara dengan bahasa yang mereka gunakan, layaknya dua orang sahabat yang saling berbicara.

Lantaran aktivitasmu dengan anak-anak

Maka berbicaralah dengan bahasa anak-anak

Diriwayatkan dari Rasulullah saw, "Sesiapa yang bermain dengan anak-anak maka berperilakulah layaknya anak-anak!"

Amirul Mukminin as mengatakan, "Sesiapa yang diberi amanah anak-anak maka bermainlah seperti anak-anak juga!"[210]

Rasulullah saw juga mengatakan, "Semoga Allah merahmati seorang ayah yang berusaha mendidik anak dengan penuh kasih sayang agar menghormati orangtua mereka."[211]

Rasulullah saw juga mengatakan, "Tidak termasuk golongan kami, mereka yang tidak menyayangi anak-anak kecil dan tidak menghormati orang dewasa."[212]

Kita bisa mengambil pelajaran dari cara Rasulullah saw memperlakukan anak-anak. Beliau terkenal sangat tersentuh dengan anak-anak serta sangat dekat dengan mereka. Diriwayatkan tentang Rasulullah saw bahwa sikap Rasulullah sangat santun terhadap anak-anak.[213]

Diceritakan ketika Rasulullah saw kembali dari suatu perjalanan, anak-anak berhamburan menyambutnya. Rasulullah saw menghentikan langkahnya, lalu menaikkan sebagian anak-anak di depan dan sebagian lagi di belakangnya. Beliau menyuruh para sahabatnya agar menaikkan juga anak-anak yang lain. Kemudian anak-anak yang duduk di depan membanggakan dirinya atas anak-anak yang duduk di belakang.[214]


Rasulullah juga Biasa Memanggil Anak-anak dengan Panggilan Khas:[215]
Anas mengatakan, "Rasulullah saw manusia yang paling baik akhlaknya dibandingkan manusia lain, saya punya seorang adik yang bernama Abu Umair. Ketika aku menghadap beliau, beliau bertanya tentangnya, 'Apa kabar tentang anak kecil itu?'"[216]

Salah seorang sahabat bercerita, "Suatu hari Rasulullah saw pergi bertamu. Di tengah jalan tampak Husain sedang bermain-main dengan anak sebayanya. Rasulullah menghampirinya karena ingin memangkunya, tapi Husain malah berlarian ke sana kemari. Rasulullah saw tertawa-tawa dan akhirnya berhasil menangkap Husain as. Kemudian Rasulullah mencium bibir Husain sambil mengatakan, 'Husain bagian dariku dan aku bagian dari Husain. Sesiapa yang mencintai Allah pasti mencintai Husain as.'"

Jabir mengatakan, "Aku melihat Hasan dan Husain sedang duduk di atas punggung Rasulullah saw. Rasulullah kemudian berjalan-jalan di atas tangan dan lututnya sambil mengatakan, 'Unta kamu adalah unta terbaik dan barang yang dibawanya adalah barang yang terbaik.'"

Rasulullah saw adalah penyayang anak-anak bahkan ketika melakukan shalat pun beliau tidak mau mengecewakan anak-anak kecil. Salah seorang sahabatnya bercerita, "Kami sedang bersama-sama Rasulullah saw melaksanakan shalat, tiba-tiba Husain masuk.

Ketika Rasulullah sujud, Husain menunggangi punggung Rasulullah. Rasulullah kemudian dengan hati-hati mendudukkan Husain di sampingnya. Setelah selesai shalat, kami bertanya kepada Rasulullah, Rasul menjawab bahwa Husain as adalah wewangianku."[217]

Anas bin Malik meriwayatkan, "Rasulullah saw berjalan melewati anak-anak dan mengucapkan salam. Ini adalah kebiasaan sehari-hari Rasulullah saw."[218]

Rasulullah saw juga mengatakan, "Aku tidak akan pernah meninggalkan lima perkara selama-lamanya: Duduk di bawah tanah makan bersama budak belian, menaiki keledai, memerah air susu kambing dengan tanganku ini, memakai baju dari bulu domba, dan mengucapkan salam kepada anak-anak. Karena aku berharap ini akan menjadi Sunahku."[219]

Menurut hadis ini Rasulullah tidak hanya berbuat demikian dengan anak-anak kecil bahkan dengan orang dewasa pun selalu berbicara sesuai dengan kapasitas mereka. Dalam pergaulan dan berbicara beliau selalu berusaha menyesuaikan nada pembicaraan agar mereka lebih tertarik. Hal inilah yang menjadi magnet bagi masyarakat sekitarnya. "Imam Shadiq as mengatakan, 'Rasulullah tidak pernah berbicara dari akalnya yang paling dalam. Ia pernah mengatakan bahwa, 'Kami para nabi diutus untuk berbicara dengan manusia sesuai kemampuan mereka.'"


Pentingnya Menjalin Komunikasi Dua Arah dengan Anak-anak
Anak kecil adalah manusia juga yang berbuat segala sesuatu atas dasar kehendak dan pilihan hatinya. Anak-anak tidak bisa dididik begitu saja seperti memelihara tumbuh-tumbuhan. Sang pendidik hanya memberikan fasilitas dan menyediakan ruang gerak yang baik sehingga si anak terdorong untuk melakukan eksplorasi atas dirinya. Pendidik yang berhasil adalah jika mampu mengembangkan potensi si anak didik berdasarkan kesadaran sendiri. Sebab kalau metode pendidikan itu dipaksakan maka hasilnya sangat kontraproduktif, yaitu si anak akan menunjukkan sikap pasif, melawan, atau melakukannya dengan terpaksa. Sistem pendidikan memang harus bisa merangsang minat dan potensi si anak sehingga mau menjalaninya dengan penuh kesenangan. Imam Shadiq as mengatakan, "Sesiapa yang tidak menjadikan diri sebagai penasihatnya maka orang lain akan lebih sulit lagi untuk menjadi penasihatnya."[220]

Imam Sajjad as mengatakan, "Wahai anak Adam, kalian selalu diberkahi kebaikan selama bisa menjadikan hatimu sebagai penasihat atas dirimu."

Amirul Mukminin as mengatakan, "Barangsiapa yang tidak mengerti tentang bahaya sesuatu, maka tidak akan menjauhinya dan siapa yang tidak mengerti tentang manfaat sesuatu maka tidak akan mendekatinya."

Jadi apa yang bisa dilakukan oleh seorang pendidik adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi si anak untuk memaksimalkan dirinya. Ada beberapa hal yang direkomendasikan bagi sang pendidik:

Memahami anak didik

Berbicaralah dengan bahasa yang mereka pahami

Jalinlah fondasi hubungan internal yang kukuh

Tunjukan sikap positif terhadap anak baik lewat lisan atau perbuatan

Tunjukan sikap respek kepadanya

Jangan membeberkan kekurangan-kekurangannya

Jangan langsung memvonis kesalahan mereka

Perlakukanlah mereka dengan penuh simpati dan cinta





28
Agar Tak Salah Mendidik

14. Peranan Iman Dalam Pendidikan
Iman kepada Allah, Nabi Muhammad saw dan hari kebangkitan merupakan kekuatan positif yang dapat membentengi seseorang dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik dan memotivasinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Para nabi melakukan usaha yang maksimal agar keimanan itu tumbuh dan bersemi dengan kukuh di dalam hati masyarakatnya, sebab biasanya kalau keimanan mengakar di dalam hati mereka segala bentuk perintah untuk melaksanakan kebajikan dan menghindari hal-hal yang buruk dengan sangat mudah mereka terima.

Metode itu sebenarnya hanya menghidupkan apa yang ada di lubuk hati manusia yang paling dalam. Pada dasarnya jauh di dalam hati manusia sudah mengakar keimanan kepada Allah. Struktur jiwa dan akal manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga selalu merindukan Zat Yang Maha Agung. Potensi itu bersemayam di dalam jiwa-jiwa yang tidak tercemari dengan kotoran-kotoran duniawi. Jadi, keimanan kepada Tuhan merupakan kebutuhan hakiki manusia yang tidak akan pernah punah sampai kapan pun.

Secara logis manusia juga bisa memahami dengan kecerdasannya bahwa sang pencipta secara mutlak harus eksis di alam ini. Sebab alam ini tidak mungkin diciptakan tanpa tujuan, yang kedua bahwa manusia sebagai makhluk yang penuh potensi ini dan juga makhluk yang 'dimuliakan' tidak mungkin diciptakan untuk menjadi bangkai yang tersia-sia. Amal kebaikan dan keburukan pasti diperhitungkan kelak di suatu tempat. Itu artinya manusia akan hijrah ke kampung lain (alam akhirat).

Keimanan kepada kampung akhirat juga konsekuensi logis yang disadari oleh manusia. Sebab itu berarti ia memiliki masa depan dan harapan bahwa kerja kerasnya tidak akan terbuang percuma. Dengan menerima kedua prinsip iman kepada Tuhan (tawhîd) dan iman kepada hari kebangkitan (ma'ad), maka kita juga harus menerima prinsip turunannya yaitu prinsip ketiga yaitu kenabian (nubuwwah). Karena nabi atau rasul itu akan menjelaskan garis petunjuk yang praktis bagaimana mengimani Tuhan dan bagaimana bisa selamat dan menjangkau kebahagiaan di dunia dan di alam akhirat nanti. Manusia pun menyadari ketidakberdayaan dirinya untuk menyusun program hidup yang sistematis dan tidak cacat. Manusia tidak akan paham benar jalan kebahagiaan hakiki di dunia dan di akhirat.

Tiga akidah iman kepada Tuhan, iman kepada hari kebangkitan dan iman kepada nabi adalah asas fondasi yang terpenting, karena:

1.Iman merupakan ilmu yakin yang akan mencerahkan jiwa. Iman itu adalah aktivitas batin yang menentukan kualitas keislaman seorang individu Muslim. Kegiatan-kegiatan batin lainnya yang mendapat tempat di dalam Islam adalah bertafakur. Lewat tafakur manusia bisa mencapai alam luhur, menggapai kesempurnaan dan kedekatan dengan Allah Swt.

Kenapa demikian? Karena dengan tafakur manusia bisa menyerap ilmu secara langsung. Ilmu itu berproses semakin menyempurnakan dirinya dan mengantarkannya ke sisi Tuhan. Karena itu di dalam hadis disebutkan bahwa salah satu jalan untuk mencapai kesempurnaan diri adalah dengan mencari ilmu.

Allah Swt mengatakan, Allah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu (QS. ath-Thalaq:12).

Allah Swt akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang memiliki ilmu beberapa derajat. Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui atas apa yang kalian lakukan (QS. al-Mujadalah:11).

Hisyam bin Hakam meriwayatkan dari Musa bin Ja'far as yang mengatakan, "Hai Hisyam, Allah itu tidak mengutus Rasul dan para nabinya untuk manusia kecuali agar manusia itu mengenal Allah. Manusia yang paling baik mengenal-Nya adalah yang paling baik dalam menyambut perintah-Nya dan yang paling mengetahui perintah-perintah adalah mereka yang paling baik akalnya dan yang paling sempurna akalnya adalah yang paling tinggi derajatnya di dunia dan di akhirat."[221]

Imam Shadiq as juga mengatakan, "Ibadah yang paling utama adalah memiliki ilmu tentang Allah dan berserah diri kepada keputusan-Nya."[222]

2.Iman adalah penggerak segala amal baik. Imanlah yang menjadi motor penggerak yang baik untuk seluruh aktivitas ritual.

3.>Iman selain bermanfaat di hari nanti, juga memiliki fungsi yang sangat positif di dunia ini. Iman itu menularkan sikap positif dalam kehidupan manusia. Iman kepada Tuhan membuatnya optimis dan yakin, bahwa Tuhan akan selalu membantu dirinya dalam menghadapi segala kesulitan hidup.

Manusia yang memiliki iman tidak akan merasa resah, depresi atau stress. Ketika goncangan melanda hidupnya, ia akan semakin tegar. Ia yakin Tuhan akan berbuat yang terbaik untuk makhluk-Nya. Manusia yang memiliki keimanan selalu berpikir positif dalam menghadapi segala kemungkinan. Ia akan proaktif mengisi hidupnya dengan kebaikan-kebaikan, karena suatu hari kelak ia akan memanennya. Ia sadar bahwa dirinyalah yang menentukan kebahagiaan atau kesengsaraan di akhirat kelak. Tak ayal lagi dengan penuh semangat dan kepatuhan yang tinggi ia akan berusaha untuk menyesuaikan gaya hidupnya dengan aturan-aturan syariat. Iman memang faktor yang tidak bisa dipandang sebelah mata dalam proses mendidik anak manusia.

Locke mengatakan, "Anak-anak sejak kecil harus memiliki gambaran yang benar tentang Tuhan. Bahwa Tuhan itu Maha Penyayang, menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan manusia, penuh perhatian dan juga Mahalembut. Tuhan jangan digambarkan di dalam benak anak-anak sebagai wujud yang misterius dan menakutkan. Karena anak-anak jika tahu bahwa Tuhannya itu Maha Penyayang ia akan mencintainya. Kemudian secara bertahap ia akan belajar meminta pertolongan kepada-Nya."[223]


Peranan Akal dalam Pembinaan Karakter
Seorang guru yang baik akan berupaya keras memaksimalkan potensi akal anak didiknya. Akal pada dasarnya berfungsi untuk mengerem keinginan-keinginan yang tidak benar dan mendorong pada perbuatan-perbuatan yang positif. Akal adalah pembimbing manusia yang paling efektif. Problematika moral dan sosial biasanya karena kelemahan dalam daya berpikir. Orang yang dapat menggunakan akalnya dengan baik, biasanya dapat menguasai dirinya. Seorang guru dan pendidik akan berhasil membimbing anak didiknya dengan membantu akalnya supaya lebih berfungsi dengan baik.


Posisi Akal dalam Menyeimbangkan Desakan-desakan Hasrat
Manusia sekalipun kadang-kadang dikuasai oleh nafsu-nafsu hewaninya yang menariknya ke sana dan kemari, tapi masih dapat mengendalikan dirinya berkat daya akalnya. Dengan akalnya manusia bisa mengambil kesimpulan dan berpikir melampaui ruang dan waktu, melesat ke masa yang lebih jauh. Dengan akalnya manusia dapat membaca konsekuensi-konsekuensi logis dari perbuatan-perbuatannya. Dan menimbang-nimbang untuk memilih alternatif perbuatan lain yang akan memberikan kebaikan bagi dirinya. Makhluk lain yang tidak memiliki akal sulit untuk melawan dorongan-dorongan nafsunya. Ketika tidak bisa memikirkan tentang akibat dari perbuatannya, mereka akan pasrah diperbudak keinginan-keinginan tersebut. Akal itu cukup membantu manusia untuk melemahkan hasrat-hasrat jiwa dan mengontrolnya. Jika akal lebih dominan di dalam dirinya maka jiwanya dapat dikendalikan dengan baik. Karena fungsi inilah maka hadis-hadis memuji akal setinggi langit. Abdullah bin Sinan bertanya kepada Imam Ja'far as, "Mana yang paling utama malaikat atau manusia?" Imam Ja'far as menjawab, "Amirul Mukminin as mengatakan, 'Allah Swt menciptakan malaikat dengan akal tanpa syahwat, menciptakan binatang dengan syahwat tanpa akal dan menciptakan manusia dengan akal dan syahwat. Siapa saja yang akalnya menguasai syahwatnya ia lebih baik dari malaikat dan jika syahwatnya menguasai akalnya ia lebih buruk dari binatang.'"[224]

Imam Shadiq as mengatakan, "Akal itu petunjuk bagi orang-orang mukmin."[225]

Rasulullah saw mengatakan, "Mintalah petunjuk akal, kamu akan mendapat bimbingan dan jangan melawannya kelak akan menyesal."[226]

Beliau juga mengatakan, "Akal itu seperti tali untuk mengikat kaki unta dan nafsu itu seperti binatang liar yang buruk, kalau tidak diikat dengan tali akan lari kemana saja."

Imam Baqir as mengatakan, "Tatkala akal diciptakan, Allah Swt mengajak bicara padanya, 'Menghadaplah!' Ia pun menghadap. 'Berpalinglah!' akal pun berpaling. Lalu Allah Swt berkata, 'Demi keperkasaan dan keagungan-Ku, Aku tidak menciptakan makhluk yang lebih kucintai daripada akal dan Aku tidak akan menyempurnakannya kecuali kepada mereka yang Ku-cintai.'"[227]

Imam Ridha as mengatakan, "Akal adalah sahabat setia manusia dan kebodohan adalah musuhnya."

Rasulullah saw mengatakan, "Allah tidak pernah membagikan sesuatu kepada hambanya yang lebih utama dibandingkan akal.

Tidurnya orang yang berakal lebih utama dari pada jaganya si bodoh dan keberadaan orang yang berakal lebih utama dari hijrahnya si bodoh, Allah Swt tidak mengutus para nabi kecuali setelah akal mereka sempurna dan lebih baik dari akal umatnya. Apa yang ada di batin nabi itu lebih utama dari ijtihadnya para mujtahid. Seorang hamba tidak akan bisa melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Allah tetapkan kecuali setelah berhasil memahami dengan akalnya.

Seluruh ahli ibadah tidak akan bisa menyamai ibadahnya orang yang berakal. Orang-orang yang berakal adalah kaum Ulul Albab yang disebutkan oleh ayat al-Quran, Tidak ada yang bisa mengambil pelajaran kecuali kaum Ulul Albab."[228]

Beliau mengatakan juga, "Hai Ali, tidak ada yang lebih bodoh dari kefakiran dan tidak ada kekayaan yang lebih bermanfaat dari akal."[229]

Amirul Mukminin as mengatakan, "Akal itu asas yang paling kukuh."[230]

"Akal itu sumber segala kebajikan." [231]

"Akhlak yang terpuji adalah buah akal."[232]

"Agama itu tidak akan beres kecuali dengan akal."[233]

"Adab dan agama itu hasil dari akal."[234]

"Akal itu seperti insting (gharîzah) yang akan bertambah dengan ilmu dan pengalaman."[235]


Tanda-tanda Orang yang Berakal
Di bawah ini sejumlah hadis yang menjelaskan tentang sifat-sifat orang yang berakal.

Salah seorang sahabat bertanya kepada Imam Ja'far Shadiq as, "Akal itu apa?" Beliau menjawab, "Akal itu yang membuat seseorang menyembah Tuhannya dan yang membuat seseorang mendapatkan surga." Ia bertanya lagi, "Kalau begitu apa yang dimiliki oleh Muawiyah?" Beliau menjawab, "Yang dimiliki oleh Muawiyah adalah kelicikan, tipuan dan perdaya setan bukan akal, yang mirip dengan akal tapi bukan akal."[236]

Imam Ja'far Shadiq as mengatakan, "Yang berakal itu memiliki agama dan yang memiliki agama itu masuk surga."[237]

Imam Musa bin Ja'far as mengatakan kepada Hisyam, "Sabar dalam kesendirian itu pertanda orang yang berakal. Manusia yang mengenal Allah dengan benar akan menjauhi ahli dunia dan para pecintanya dan Tuhan akan menyertainya ketika sendirian dan akan membantunya ketika dalam keadaan fakir serta membuatnya mulia walaupun tanpa bantuan keluarganya sendiri."[238]

Beliau juga mengatakan, "Hai Hisyam, orang yang berakal itu rela mendapatkan sedikit dunia tapi mengandung hikmah dan tidak mau mendapatkan dunia dengan sedikit hikmah. Lantaran hal tersebut mereka beruntung. Hai Hisyam, manusia yang berakal itu meninggalkan dunia apalagi dosa-dosa. Karena meninggalkan dunia itu keutamaan sementara meninggalkan dosa itu wajib. Hai Hisyam, orang yang berakal itu mengetahui bahwa untuk mendapatkan dunia harus dengan susah payah demikian juga untuk akhirat. Akhirnya ia akan memilih memilih akhirat karena itu lebih kekal."[239]

Beliau juga mengatakan, "Hai Hisyam, Amirul Mukminin as mengatakan, 'Tanda orang yang berakal itu ada tiga: Menjawab jika ada yang bertanya, berbicara jika kaumnya tidak bisa berbicara, serta memberikan suaranya untuk kepentingan kaumnya. Orang yang tidak memiliki sifat-sifat seperti ini adalah orang pandir."[240]

Imam Ja'far Shadiq as mengatakan, "Manusia yang akalnya paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya."[241]

Amirul Mukminin as mengatakan, "Manusia yang merasa kagum atas dirinya artinya ia memiliki akal yang lemah."[242]

Beliau juga mengatakan, "Orang berakal dapat mengendalikan dirinya kala marah, kala berharap dan takut."[243]

"Jika akalnya sempurna maka akan jarang berbicara."[244]

"Lisan yang berakal ada di belakang hatinya, hati si bodoh ada di belakang akalnya."[245]

Imam Ja'far Shadiq as juga mengatakan, "Manusia berakal itu condong kepada kebenaran, berbicara dengan jujur, sangat menentang kebatilan, meninggalkan dunia dan menggenggam agama. Tanda orang berakal itu ada dua: benar berbicara dan benar dalam berbuat."[246]

Imam Ali as juga mengatakan, "Manusia yang berakal itu selalu memikirkan esok hari; berusaha membebaskan dirinya dan beramal untuk sesuatu yang sudah pasti (kematian)."[247]

Beliau juga mengatakan, "Akal itu melestarikan pengalaman."[248]

"Manusia yang berakal itu perbuatannya dan perkataannya saling membenarkan."

Ada dua belas sifat untuk manusia yang berakal yang diterangkan hadis-hadis tadi:

Dengan akalnya ia bisa mengetahui Tuhan

Mengakui agama yang hak

Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Dan hanya mementingkan kerelaan Allah Swt

Lebih mengutamakan hikmah dan ilmu daripada dunia

Ia tidak terikat dengan dunia dan mengabaikan semua kesenangan dunia

Menyadari bahwa dunia dan akhirat itu sama-sama memerlukan kerja keras dan lebih memilih akhirat karena abadi

Mampu mengendalikan diri, amarah, syahwat dan rasa takut

Menerima kebenaran dan tidak suka dengan kebatilan

Selalu jujur dan tidak pernah berdusta

Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak mau melakukan pengkhianatan

Tidak pernah melupakan kematian dan hari akhirat

Berusaha menghiasi diri dengan akhlak yang utama

Berpikir dahulu sebelum berbicara dan kalau tidak perlu tidak akan berbicara

Menghindari perkataan yang tidak perlu dan berbicara seperlunya

Empat belas sifat ini hanyalah sebagian dari sifat-sifat manusia yang berakal yang disebutkan di dalam hadis-hadis. Namun keempat belas sifat ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang orang yang berakal itu. Semakin sempurna sifat-sifat tersebut maka akan semakin sempurna pulalah akal manusia tersebut. Pada dasarnya semua manusia memiliki akal tapi mereka tidak memaksimalkan potensinya tersebut. Kalau seseorang mampu memaksimalkan akalnya, ia akan mampu memahami realitas dengan baik. Ia akan mampu memilih cara dan jalan yang terbaik yang akan mengantarkannya ke pintu gerbang kebahagiaan. Aktivitas akal adalah melakukan tafakur. Dengan kekuatan tafakur manusia dapat memahami keterciptaan alam, Sang Pencipta dan pasrah dengan hukum yang diturunkan oleh Sang penciptanya. Berkat kekuatan akal pula manusia dapat memahami nilai-nilai moral dan menyusuri jalan-jalan untuk menyempurnakan dirinya dan membersihkan diri dari noda-noda akhlak yang kotor.

Jadi kalau ada orang yang meyakini Allah, hari kiamat dan para nabi, melaksanakan perintah-perintah syariat. Memiliki akhlak yang baik dan menghindari perbuatan-perbuatan yang buruk, maka kita bisa memahami bahwa manusia seperti itu telah memanfaatkan potensi akal yang ada di dalam dirinya dengan baik.

Sebaliknya seseorang dianggap tidak bisa memaksimalkan potensi akalnya dengan baik, kalau ia meremehkan Tuhan, tidak percaya kepada hari kiamat serta hanya melulu mengurus urusan-urusan duniawi semata-mata, ia juga tidak mengembangkan sifat-sifat yang baik, maka bisa dimaklumi bahwa ia bukan termasuk orang yang berusaha memaksimalkan akalnya dengan baik.





29
Agar Tak Salah Mendidik

Musuh-musuh Akal
Akal memiliki musuh-musuh yang tidak pernah jera menyerangnya. Akal terus berusaha untuk mengalahkan musuhnya dan demikian juga musuhnya tidak mau kalah untuk menundukkan akal.

Imam Ali as mengatakan, "Akal adalah musuh syahwat. Ilmu menjaga akal dan keinginan-keinginan itu memperkuat syahwat. Keinginan-keinginan itu saling berebut untuk menjadi pemenang. Manusia yang paling utama di sisi Allah adalah yang menghidupkan akalnya, kemudian membunuh syahwatnya dan memayahkan dirinya demi kebahagiaan di akhirat."[249]

Imam Ali as juga mengatakan, "Siapa yang tidak dapat menguasai syahwatnya tidak akan menguasai akalnya."[250]

"Kemarahan itu merusak akal dan menjauhkan dari kebenaran."[251]

"Siapa yang tidak menguasai kemarahannya maka ia tidak bisa menguasai akalnya."[252]

Imam Ja'far Shadiq as mengatakan, "Hawa nafsu itu musuh akal, lawan kebenaran, teman kebatilan, kekuatan hawa nafsu itu berasal dari syahwat. Sumber kemunculan hawa nafsu berasal dari makanan yang haram, lalai dari kewajiban-kewajiban agama, meremehkan Sunah-sunah dan melupakan kewajiban serta memuaskan diri dalam kesenangan dunia."[253]

Imam Musa bin Ja'far as mengatakan, "Hai Hisyam, barangsiapa merusakkan tiga perkara dengan tiga perkara berarti ia telah merusakkan akalnya. Siapa yang memadamkan cahaya tafakur dengan banyak angan-angan, menghapus hikmah dengan banyak berbicara dan memadamkan cahaya ibrah dengan syahwat itu berarti telah memanfaatkan hawa nafsunya untuk merusak akalnya, dan barangsiapa yang merusak akalnya, rusaklah agama dan dunianya."[254]


Metode Mengembangkan Kekuatan Akal
Akal adalah substansi imaterial yang tidak sempurna dan melekat terhadap badan. Karena melekat terhadap badan maka memiliki aktivitas untuk melakukan gerakan penyempurnaan. Akal dan jiwa manusia akan selalu mengalami perubahan dan tidak stagnan selama hidupnya. Akal manusia tidak sama. Setiap manusia memiliki kapasitas yang berbeda-beda. Kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat tergantung kepada kekuatan akalnya. Dan beruntung akal itu dapat dibina untuk disempurnakan. Setiap orang mampu menyempurnakan akalnya. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menyempurnakan akalnya. Ayat-ayat al-Quran dan hadis memberikan jalan-jalan untuk memperkuat potensi akal.


Mengembangkan kekuatan akal
Tidak semua manusia mampu mengembangkan potensi akalnya dengan sempurna. Jika akal dimanfaatkan secara maksimal maka akan semakin sempurna. Manusia yang ingin mengembangkan potensi akalnya maka ia harus terus menerus mengasah akalnya secara maksimal. Islam sangat memuji orang-orang yang mau menggunakan nalarnya dan mencela orang-orang yang tidak mau menggunakan nalarnya.

Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (QS. al-Baqarah:18).

Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami) kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti. (QS. al-Anfal:22)

Dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mau menggunakan akalnya. (QS. Yunus:100)

Tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. (QS. al-Maidah:103)

Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami. (QS. al-Hajj:46)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. al-Baqarah:164)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (QS. Ali Imran:190)

Rasulullah saw juga mengatakan, "Manfaatkanlah akal maka engkau akan mendapatkan bimbingan dan jangan melawan akal agar engkau tidak menyesal."[255]


Tafakur
Tafakur adalah bagian dari aktivitas akal. Tafakur itu dapat memperkuat akal. Tidak sedikit riwayat atau ayat-ayat al-Quran yang menganjurkan siapa saja untuk melakukan aktivitas tafakur.

Allah Swt berfirman, Demikianlah Allah jelaskan ayat-ayat-Nya agar kalian bertafakur (QS. al-Baqarah:219).

Dan Dia yang menghamparkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai di atasnya. Dan padanya Dia menjadikan semua buah-buahan berpasang-pasangan; Dia menutupkan malam kepada siang. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir (QS. ar-Ra'd:3).

Katakanlah, "Apakah sama orang yang buta dan orang yang melihat?" "Apakah kalian tidak bertafakur?" (QS. al-An'am:50).

Ayat-ayat yang memberi motivasi kepada manusia untuk bertafakur di dalam al-Quran sangat melimpah. Bahkan dalam beberapa riwayat tafakur itu dinilai sebagai ibadah bahkan dianggap lebih baik dari ibadah. Imam Ali as mengatakan, "Bangunkan hatimu dengan tafakur, jauhilah tempat tidurmu dengan shalat malam dan takutlah kepada Allah Tuhanmu!"[256]

Ibadah yang terbaik adalah bertafakur tentang kekuasaan Allah Swt.[257]

Imam Musa bin Ja'far as mengatakan, "Hai Hisyam, segala sesuatu itu memiliki jalan petunjuknya dan petunjuk akal adalah tafakur dan jalan tafakur adalah diam."[258]

Saya kira tidak ada agama yang memiliki perhatian terhadap tema tafakur sebesar perhatian agama Islam. Bahkan tafakur itu tidak berbeda dengan ibadah ritual sendiri.


Berpikir panjang yang menjangkau ke masa depan
Salah satu metode untuk mengoptimalkan akal adalah dengan sering mempraktikkan kegiatan berpikir, ketika mau melakukan sesuatu cobalah berpikir tentang segala kemungkinan yang akan terjadi. Rasulullah sendiri mengatakan, "Jika engkau ingin melakukan sesuatu maka pikirkanlah masak-masak sebelum engkau melakukannya. Jika menurutmu akan mendatangkan kebaikan maka lakukanlah dan jika tidak maka segera hentikan!"[259]

Imam Ja'far Shadiq as menyampaikan nasihatnya untuk Ibnu Jundab, "Berhentilah dulu (berpikirlah) sebelum melakukan segala sesuatu! Sampai engkau mengetahui akibat dari berbagai perbuatan, agar engkau tidak menyesali diri."[260]

Amirul Mukminin as mengatakan, "Berpikir panjang itu adalah puncak keberakalan dan kepala batu puncak dari kepandiran."

"Siapa yang selalu berpikir panjang akan selamat dari akibat buruk!"[261]

"Berpikir itu memberi cahaya kepada akal."

"Berpikir itu mencerahkan akal."[262]


Bermusyawarah
Mengikuti diskusi yang diadakan oleh orang-orang yang pintar merupakan formula manjur untuk meningkatkan kapasitas akal. Mereka yang sering bertukar pikiran dengan orang lain sebetulnya sama juga dengan menyewa jasa akal orang lain. Jadi seseorang dapat sampai ke inti pemikiran hanya dengan mendengarkan pendapat-pendapat orang lain, setelah itu ia memilih pendapat mana yang lebih argumentatif. Musyawarah memang sangat membantu siapa saja terutama kalau yang diajak musyawarah adalah orang-orang yang cerdas.

Orang-orang yang terlalu kaku mempertahankan pendapatnya sendiri, sebetulnya sama dengan menyembah pemikirannya sendiri. Di dalam al-Quran dikatakan, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sungguh Allah mencintai orang yang bertawakal (QS. Ali Imran:159).

Dan musyawarahkanlah urusan mereka serta infakkanlah atas apa yang telah Kami rezekikan (QS. asy-Syura:38).

Imam Ali as juga mengatakan, "Seseorang yang membuka diri terhadap berbagai pendapat akan lebih mendapatkan kebenaran daripada jatuh dalam kesalahan. Siapa saja yang melakukan sesuatu tanpa melalui proses berpikir, akan mengalami kesulitan-kesulitan. Berpikir sebelum berbuat agar selamat dari rasa sesal. Orang-orang yang berakal banyak belajar dari pengalaman. Karena pengalaman itu memberikan pengetahuan baru, dan karakter seseorang itu akan teruji dengan terjadinya perubahan-perubahan zaman."[263]

"Siapa saja yang bermusyawarah dengan orang-orang pintar akan mendapatkan petunjuk menuju jalan yang benar."[264]

"Siapa yang tidak bermusyawarah akan menyesal."[265]

Imam Ja'far Shadiq as mengatakan, "Bermusyawarahlah dalam sesuatu urusan dengan orang-orang yang merasa takut kepada Allah Swt."[266]

"Seseorang yang terlalu kaku mempertahankan pendapatnya sendiri akan terjebak dalam kesalahan."[267]

Musyawarah itu sangat baik jika dilakukan dengan orang-orang yang tepat. Orang yang akan diajak bermusyawarah hendaknya orang-orang yang memang memiliki kelebihan dari segi ilmu dan pengalaman.


Cinta kepada kebenaran
Metode lain untuk memperkuat akal adalah dengan memperkuat kecintaan kepada kebenaran. Orang yang mau menerima kebenaran dari siapa saja maka cara berpikirnya akan semakin logis. Tetapi untuk sementara orang yang sulit menerima kebenaran, lebih banyak memperturutkan emosinya, maka akalnya atau kemampuan berpikirnya akan sulit berkembang dengan baik. Karena ia tidak lagi mencari kebenaran, yang dicarinya adalah kepuasan psikologis semata.
Hadis dari Imam Musa bin Ja'far mengatakan, "Hai Hisyam, Lukman berkata kepada anaknya, 'Tunduklah kepada kebenaran maka engkau akan menjadi manusia yang paling berakal!'"


Bergabung dengan komunitas orang-orang yang menggunakan akalnya dengan benar
Lingkungan pergaulan di dalam masyarakat ikut menentukan kualitas akal seseorang. Setiap orang memperoleh sesuatu dari gaya hidup, pikiran, pengalaman, pengetahuan teman-teman komunitasnya. Dan komunitas kaum yang berakal adalah tempat yang paling baik untuk mengasah kekuatan akal. Karena orang-orang yang berilmu akan berbicara sesuai dengan keilmuannya. Sikap mereka juga dapat mempengaruhi perilaku mereka yang ada di dalam komunitasnya. Sebaliknya bergaul dengan orang-orang yang tidak berilmu hanya akan membuat seseorang juga menjadi bodoh.

Bergabung dengan majelis orang-orang saleh akan memberikan kebaikan. Dan sikap sopan santun (adab) para ulama akan memperteguh akal.

Imam Jawad as, "Orang yang tidak mau mendengarkan kata-kata orang yang berakal, berarti akalnya telah mati."

Ali bin Abi Thalib, "Akhlak akan membaik ketika bergaul dengan kaum yang berakal."

Ali bin Abi Thalib, "Bergaulah dengan para ulama, dekatilah mereka, kunjungi rumah-rumah mereka, niscaya engkau akan seperti mereka." memberikan Lukman Nasihat Lukman untuk Anaknya Bertanyalah kepada para ulama, bergaulah dengan ahli hikmah dan dekatilah kaum fakir. Siapa yang bergaul dengan orang yang bodoh maka akalnya akan berkurang Kerusakan akhlak akibat pergaulan dengan orang-orang bodoh [268]

Jadi memilih teman dan komunitas memang harus selektif. Memasuki komunitas orang-orang yang berilmu; yang matang akalnya harus menjadi bagian dari gaya hidup terutama untuk anak-anak muda. Dan ini rasanya harus menjadi pembahasan terpisah. Mudah-mudahan saya bisa melakukannya di masa yang akan datang.


Sering bertanya
Pertanyaan adalah metode praktis untuk memperkuat kemampuan berpikir manusia. Orang-orang yang tidak mendapatkan jawaban tentang sesuatu perkara bisa menggunakan metode praktis pertanyaan kepada para ahlinya. Kebiasaan tersebut akan membantu akalnya untuk menemukan jawaban atas segala pertanyaan.

Siapa saja, yang berilmu atau tidak berilmu tetap memerlukan pengetahuan tambahan dari orang lain. Bahkan orang-orang yang awam pun kadang-kadang memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang-orang pintar. Setiap orang harus belajar dari orang lain untuk menyempurnakan pengetahuannya sendiri.

Rasulullah saw mengatakan, "Manusia yang paling alim adalah yang berhasil menggabungkan pengetahuan orang lain dengan pengetahuan dirinya sendiri. Manusia semakin bernilai ketika ilmunya semakin bertambah dan nilainya berkurang ketika ilmunya sedikit."

Rasulullah saw mengatakan, "Empat hal yang harus dilakukan oleh umatku." Ada yang bertanya, "Apakah empat hal tersebut?" Rasulullah menjawab, "Menyimak ilmu, memeliharanya, menyebarkannya dan mengamalkannya."[269]

"Mencari ilmu itu wajib bagi Muslimin dan Muslimat."[270]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib mengatakan, "Wahai orang mukmin, ilmu dan adab ini adalah nilai bagimu. Maka bersungguh-sungguhlah dalam mempelajarinya agar itu menjadi tambahan bagi ilmu dan menjadi nilai tambah bagi dirimu. Ilmu itu akan membimbingmu kepada Tuhan, dan adab akan memperbaiki kualitas khidmatmu kepada Tuhanmu, dan dengan khidmatmu itu seorang hamba akan memperoleh kedekatan-Nya. Dengarkanlah nasihat agar engkau bisa selamat dari siksa Tuhan!"[271]

Imam Shadiq as mengatakan, "Ilmu ini memiliki kunci, kuncinya itu adalah pertanyaan."[272]





30
Agar Tak Salah Mendidik

15. Insting Seksualitas
Insting seksual (gharîzah jinsiyah) bukan suatu hal yang buruk bagi manusia, tapi sangat bermanfaat untuk keberlangsungan generasi manusia. Berkat insting ini juga manusia menjadi betah hidup di dunia. Kalau insting ini digunakan secara benar akan terwujud kehidupan yang indah dan menyenangkan bagi manusia.

Namun sebaliknya kalau manusia menyalahgunakan insting ini secara sewenang-wenang, maka hidup akan menjadi neraka baginya. Guru dan orangtua harus serius memberikan bekal yang praktis untuk anak-anak dalam segala tahapnya sehingga mereka terhindar dari perbuatan asusila.


Metode Menangani Anak-anak yang Cepat Terangsang Secara Seksual
Anak-anak yang mudah terangsang memang harus ditangani dengan benar. Sebagian orang mengira bahwa anak-anak yang belum balig tidak mengerti apa-apa tentang seks, dan bahkan tidak memiliki sensitivitas tertentu. Pandangan seperti ini tampaknya harus segera dirubah karena menurut riset anak-anak sudah mengalami rasa nikmat, dan bahkan bisa dilihat. Alat kemaluan anak-anak laki-laki bahkan tegang ketika tersentuh. Anak-anak yang berusia 5 sampai 6 tahun kadang-kadang suka melihat kemaluan temannya dan kadang-kadang saling menyentuh.

Para ahli psikolog mengatakan bahwa anak-anak yang berusia 6 tahun sampai 7 tahun sudah bisa membayangkan hubungan seks dan bahkan ingin mengetahuinya lebih jauh lagi. Dari usia 8 tahun sampai 9 tahun kadang-kadang mereka secara sembunyi-sembunyi berbicara dengan kawan-kawannya membicarakan masalah seks. Kadang-kadang mereka juga ingin mengetahui rahasia hubungan seks kedua orangtua mereka. Semakin dewasa, semakin besar hasrat seksual mereka. Hasrat seksual pada anak-anak memang tampak dalam bentuk yang berbeda-beda. Kecenderungan seperti itu jika masih dalam batas-batas kewajaran, maka tidak akan menjadi masalah. Namun jika anak-anak sudah kecanduan dengan seksual, maka ini tidak bisa dibiarkan lagi.

Anak-anak yang cepat matang secara seksual akan mengalami kesulitan-kesulitan mental, sebab ia tidak bisa memuaskan hasratnya lewat pernikahan resmi. Sebagian anak-anak juga ada yang terbiasa melakukan onani sejak kecil, jika tidak dihentikan kebiasaan ini sejak kecil maka akan terbawa sampai dewasa.

Orangtua harus melakukan pengawasan dan berusaha mengalihkan hasrat mereka sehingga tidak menjadi kebiasaan. Dan lakukan pencegahan sejak dini sehingga anak-anak tidak mengalami reaksi seksual sebelum waktunya. Ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian orangtua dan guru:

Hindarilah menyentuh alat-alat kelamin anak-anak. Sebagian anak-anak kecil karena merasa gatal di bagian kelaminnya kadang-kadang suka meminta orangtuanya untuk menggaruk di bagian kelaminnya, lakukanlah seperlunya. Jadi kalau melihat anak-anak terkena penyakit gatal-gatal, segera berikan obatnya.

Ajarkan rasa malu kepada anak-anak ketika sedang tidak memakai baju. Biasakan mereka untuk selalu memperhatikan pakaian dan jangan biarkan mereka telanjang apalagi di hadapan orang lain.

Jika anak-anak sudah mencapai usia balig, maka orangtua tidak boleh melihat aurat mereka. Dan laranglah mereka agar tidak saling mempertontonkan aurat.
Sangatlah tidak etis anak perempuan 4-5 tahun mandi bersama-sama ayah atau anak laki-laki seusia itu mandi bersama-sama ibunya. Jika si ayah harus mandi bersama anak laki-lakinya maka jagalah aurat masing-masing, demikian juga ketika ibu mandi bersama-sama anak perempuannya.

Dan juga sangat tidak etis anak perempuan yang berusia 4-5 tahun tidur bersama-sama anak laki-laki. Atau anak-anak perempuan dengan anak-anak laki-laki dalam satu kamar. Ketika mereka mencapai usia 8 tahun, maka larangan itu harus semakin ketat.

Rasulullah saw mengatakan, "Jika anak-anak sudah mencapai usia sepuluh tahun, maka anak laki-laki dengan anak laki-laki, anak laki-laki dengan anak perempuan atau anak perempuan dengan anak perempuan tidak boleh tidur dalam satu ranjang."[273]

Sangatlah tidak etis anak perempuan 6-7 tahun tidur dengan ayahnya dalam satu ranjang, atau anak laki-laki dalam usia itu tidur satu ranjang dengan ibunya.

Apalagi kalau mereka mengenakan baju tidur khusus. Dan jangan sekali-kali membiarkan anak perempuan tidur satu ranjang dengan laki-laki asing.

Laki-laki non-muhrim haram memeluk, mencium atau menyentuh kulit anak perempuan 5-6 tahun karena dorongan birahi. Dan sebaiknya jangan melakukan hal-hal tersebut sekalipun tidak memiliki perasaan apa-apa. Demikian juga perempuan non-muhrim tidak layak memeluk, mencium anak-anak laki-laki kecil.

Imam Shadiq as mengatakan, "Jika anak perempuan mencapai usia enam tahun tidak sepantasnya dicium."[274]

Imam Ridha as bertamu kepada salah seorang keluarga Bani Hasyim dengan anggota keluarganya. Seorang anak kecil perempuan masuk ke tempat pertemuan mereka. Semua anggota keluarga mendekatinya. Ketika anak itu mau mendekati Imam Ridha as, ia ditanya tentang usianya. Anak itu menjawab lima tahun, maka Imam Ridha as melarang mendekatinya.

Anak-anak kecil harus dicegah dari melihat gambar, poster atau film-film porno. Karena mereka bisa terpengaruh. Bacaan dan cerita-cerita romantis juga sangat tidak baik bagi anak-anak. Orangtua dan guru harus mewaspadai film-film dan bacaan-bacaan yang tidak bermutu bagi anak-anak. Jauhkan anak-anak dari hal-hal seperti itu. Lingkungan yang mencampuradukkan antara laki-laki dan perempuan juga bisa menjadi jalan yang mudah untuk proses pematangan seksual. Anak-anak di atas usia 9 tahun sebaiknya dijauhkan dari pergaulan semacam itu.

Waspadailah jika terlihat ada anak-anak yang suka menyendiri atau melakukan aktivitas yang sangat rahasia. Awasi mereka diam-diam dan jika memang sangat tidak positif segeralah melakukan pencegahan sedini mungkin.

Adalah tidak baik membiarkan anak-anak berduaan terutama jika dengan lawan jenis. Orangtua sebaiknya mewaspadai ketika anak-anak diam di kamar dalam waktu yang sangat lama.

Anak-anak memang memerlukan teman bermain dan biarkanlah mereka memilih teman permainan tapi jangan biarkan mereka berteman dengan orang yang tidak baik.

Jika melihat anak-anak berbaring tapi matanya masih terbuka, ada kemungkinan mereka sedang mengkhayal sesuatu. Para orangtua sebaiknya jangan membiarkan mereka mengkhayal. Kalau melihat mereka dalam keadaan berbaring sambil mengkhayalkan sesuatu yang tidak pantas, maka segera bangunkan dan suruh membereskan kamarnya. Alangkah baiknya kalau anak-anak itu dibiasakan tidak menyembunyikan tangannya di bawah selimutnya.

Kalau melihat anak-anak tidak menyukai pergaulan dan lebih sering bersembunyi di kamarnya dalam waktu berjam-jam, maka carilah jalan untuk mengetahui sebabnya. Kalau Anda merasa curiga mereka melakukan masturbasi, maka cegahlah dengan berbagai cara. Dan kalau tidak maka usahakan Anda bisa mengetahui penyebabnya. Karena biasanya anak-anak yang suka mengurung diri di kamar itu bermasalah dan jangan dibiarkan begitu saja.

Anak-anak yang tidur dengan orangtuanya dalam satu ruangan juga bukan berarti tidak akan menimbulkan masalah, khususnya jika anak-anak tersebut sudah mencapai usia balig.

Karena mungkin saja mereka akan meniru apa yang dilakukan orangtuanya. Banyak kasus hubungan inses terjadi karena akibat tidur dalam satu ruangan.

Orangtua juga harus menjaga diri agar anak-anak mereka tidak mengetahui rahasia hubungan seksual mereka. Anak-anak yang berusia 5-6 tahun kadang-kadang ingin mengetahui hal-hal yang disembunyikan orangtua mereka. Namun kalau di lingkungan keluarga tersebut ditumbuhkan rasa malu dan dijaga rahasia-rahasia yang tidak patut di ketahui oleh anak-anaknya maka anak-anak pun akan tumbuh menjadi anak yang sopan dan penuh rasa malu.

Ayah dan ibu harus serius dalam memberikan pendidikan dan teladan yang baik kepada anak-anaknya. Mereka harus menjaga segala gerak-geriknya terutama hubungan-hubungan rahasia mereka, jangan sampai tercium sedikit pun oleh anak-anak. Seorang ibu yang memiliki anak laki-laki atau anak perempuan sebaiknya selalu berpakaian yang rapi ketika di rumah. Demikian juga seorang ayah sebaiknya harus selalu menjaga diri dengan memakai baju yang sopan.

Ayah dan ibunya sebaiknya jangan mempertontonkan adegan-adegan ciuman atau percumbuan di depan anak-anak mereka atau melontarkan humor-humor yang tidak pantas. Budayakan rasa malu di depan anak-anak sehingga mereka menjadi anak-anak yang sangat santun.

Mungkin seseorang mengajukan pertanyaan kalau begitu bagaimana sebaiknya sikap sang suami dan istri di rumah?

Seorang suami sangat mengharapkan istrinya memakai baju yang terbaik, menghias diri sehingga tampil cantik, Seorang istri juga harus menampilkan diri sesuai dengan keinginan suami dan selalu siap melayaninya. Dan istri juga memiliki hak untuk dilayani. Suami dan istri sebaiknya tidur bersama-sama, meskipun tidak harus selalu demikian.

Menurut saya memang sejujurnya sepasang suami dan istri (pasutri) harus menampilkan sesuatu yang indah, mesra di rumahnya namun itu tidak mengandung arti bahwa mereka mesti mengenakan busana-busana yang merangsang dan mempertontonkan kemesraan kasih sayang secara berlebihan. Mereka bisa saja mencurahkan isi hatinya dengan cara-cara yang sangat lembut dan sederhana di depan keluarganya. Dan selebihnya jangan sekali-kali dipamerkan di depan siapa saja.

Dan menurut saya memang lumayan agak sulit untuk menampilkan peran sebagai seorang pasangan yang baik, namun di saat yang sama juga harus memerankan status seorang ibu. Tetapi saya ingin menggaris-bawahi tentang hubungan persetubuhan, satu aktivitas penting bagi suami-istri. Pasangan suami-istri yang harus beristirahat pada malam hari bersama anak-anak di ruangan yang sama, harus mewaspadai benar apakah anak-anaknya sudah terlelap tidur atau tidak.

Sebagian anak-anak mungkin saja pura-pura memejamkan matanya demi ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh ayah-ibunya. Atau anak juga bisa saja terbangun karena suara dan gerakan orangtua mereka, tapi kemudian mereka tetap diam agar bisa mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh orangtuanya. Hindarilah hal-hal seperti itu, pasanglah telinga dan mata selebar-lebarnya.

Menurut berbagai penelitian bahwa sebagian besar kasus penyimpangan anak-anak karena keteledoran orangtua mereka di rumah. Sering terjadi kasus, anak-anak yang mengetahui rahasia hubungan orangtua mereka menganggapnya sebagai sebuah penemuan besar yang kemudian mereka ceritakan lagi di depan teman-teman sebayanya.

Anak-anak seringkali lebih cerdik dari orangtua mereka. Untuk melacak apakah mereka tidur betulan atau tidur-tiduran tidak hanya cukup dengan perkiraan-perkiraan saja.

Melakukan hubungan suami-istri di kamar anak-anak sangat membahayakan mental dan emosi mereka. Islam juga melarang hal yang demikian.

Seorang laki-laki tidak boleh menyentuh istrinya di sebuah kamar yang di dalamnya ada anak-anak, karena perbuatan tersebut akan menyebarkan perbuatan zina.[275]

Rasulullah saw mengatakan, "Belajarlah tiga hal dari burung gagak: bersembunyi ketika melakukan persetubuhan, berangkat pagi-pagi untuk mencari rezeki dan selalu waspada terhadap bahaya."[276]

Imam Shadiq as juga mengatakan, "Demi diriku yang ada di tangan-Nya, jika ada seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya di rumahnya ketika anak-anak sedang terjaga. Anak itu melihat dan mendengarnya, maka anak itu tidak akan beruntung selama-lamanya. Jika ia laki-laki maka akan menjadi pezina dan jika perempuan akan menjadi pelacur. Imam Sajjad as ketika mau melakukan hubungan suami-istri, beliau mengunci pintu, menutup tirai dan menyuruh keluar pembantunya."[277]

Imam Ja'far Shadiq as juga mengatakan, "Jangan biarkan anak-anak melihat kalian ketika sedang berhubungan badan, karena itu sangat dibenci oleh Rasulullah saw."[278]

Melakukan hubungan seksual di kamar ketika anak-anak sedang tidur memang sebaiknya dihindari tapi membiarkan anak-anak tidur sendirian pun juga kurang baik. Sebaiknya anak-anak tidur di kamar terpisah namun berdekatan dengan kamar orangtua mereka. Orangtua mereka tidur di ranjang yang terpisah di kamar tersendiri dan kalau mau melakukan hubungan seksual lakukanlah di pojok ketika anak-anak dalam keadaan benar-benar tertidur. Memang tidak semua keluarga dapat merekayasa ruangan di rumah mereka. Arsitektur rumah juga tampaknya kadang-kadang tidak disesuaikan dengan kebutuhan seperti ini. Mereka yang memiliki anak banyak memang harus lebih hati-hati dan melakukan banyak penyesuaian diri, demi kepentingan pendidikan anak-anak.


Insting Seksual Pasca Balig
Anak laki-laki mencapai akil balig setelah usia 15 tahun penuh. Sebagian berpendapat bahkan sebelum itu, anak laki-laki sudah mencapai akil balig. Sementara anak perempuan dianggap balig ketika berusia 10 tahun atau kurang. Konon iklim dan cuaca juga ikut menentukan kematangan seorang anak. Anak-anak yang hidup di daerah panas atau agak panas akan mengalami kematangan lebih cepat dari anak-anak yang tinggal di daerah dingin. Menurut sebagian ahli faktor genetik juga ikut mewarnai kematangan seseorang.

Usia balig memang usia yang sangat rawan. Anak-anak dalam usia pertumbuhan seperti ini biasanya akan merasakan perubahan fisik, terutama anak-anak di zaman sekarang ini yang tampaknya lebih cepat dewasa. Di antara tanda-tanda balig seorang anak laki-laki adalah tumbuhnya rambut hitam di bagian bawah, di ketiak, mimpi basah, dan perubahan suara.

Sementara tanda-tanda fisik pada anak perempuan yang sudah balig adalah pembesaran payudara yang terjadi secara bertahap, atau mengeluarkan darah haid. Perubahan yang paling penting ketika balig adalah munculnya naluri seksual dan terkuaknya potensi diri. Pada awalnya ketertarikan kepada lawan jenis ini tidak jelas. Ia seperti menginginkan sesuatu tapi masih belum paham apa sebetulnya yang diinginkannya itu. Ia merasa gamang, bingung apa yang dirasakan dan menjadi hasratnya.

Setelah sekian waktu disadari bahwa muncul di dalam dirinya rasa ketertarikan terhadap lawan jenis. Ia mulai menyukai anak-anak perempuan, asyik melihat wajah dan mendengar suaranya. Ia ingin dekat, mengobrol dengan mereka dan mulai jatuh cinta. Anak laki-laki akan menunjukkan sesuatu untuk menarik perhatian anak-anak perempuan.

Di lain pihak anak-anak perempuan pun mulai menunjukkan perhatian terhadap laki-laki. Mereka melihat dan ingin dekat. Ingin diperhatikan oleh laki-laki dan ingin dicintai oleh orang yang disukainya. Agar bisa menarik perhatian mereka mulai menggunakan senjatanya dengan bersolek dan mempercantik diri.

Sesuatu yang alami sedang merekah, ya, itulah hasrat kepada lawan jenis. Siapa pun tidak bisa menolak bila itu hinggap di dalam dirinya. Terkadang totalitas kehidupan remaja balig hanyalah memikirkan masalah seks dan cinta melulu, tidak ada lagi hal lain yang layak dipikirkannya lagi.

Sayangnya, anak-anak yang sudah balig ini tidak memiliki wawasan yang cukup tentang seksualitas. Mereka ingin tahu, tapi hanya memendam rasa penasaran saja. Buku-buku roman, film-film tentang seks menjadi minat utamanya. Bahayanya, yang berserakan di pasar-pasar adalah buku-buku dan film-film yang sangat merangsang.

Menurut sebuah riset, sumber seks yang paling dekat dan mudah adalah mulut sahabat. Lewat obrolan-obrolan yang mengasyikkan mengalirlah cerita-cerita seks dari teman-temannya di tempat-tempat tertentu. Umumnya obrolan-obrolan itu seperti memberi semangat untuk nekad melakukan coba-coba. Teman yang buruk adalah jalan yang menghantarkan kepada perbuatan asusila.

Anak-anak kita yang masih polos, sangat mudah terpengaruh kata-kata beracun teman-temannya yang ingin menularkan kerusakan demi kerusakan. Anak-anak nakal itu biasanya memberi informasi dan strategi bagaimana menikmati majalah-majalah dan film-film kotor. Orangtua tidak boleh bersikap pasif. Mereka harus menjadi guru profesional urusan seks kepada anak-anaknya. Berikan informasi yang ilmiah dan berguna bagi remaja-remaja ini.

Ada tiga hal penting yang harus dilakukan oleh orangtua atau pendidik dalam mengelola gejolak anak-anak remaja:

Menyadari bahwa anak-anak mereka sekarang telah tumbuh dewasa. Menerima bahwa anak-anaknya ini memiliki kecenderungan-kecenderungan khas dan itu artinya mereka wajib diberi pengetahuan yang berguna oleh orangtuanya sendiri. Jadi katakanlah kepada mereka saat-saat yang tepat bahwa sekarang kalian telah dewasa. Mulai tumbuh dalam diri kalian perhatian terhadap lawan jenis, senang melihat wajah-wajah yang enak dilihat. Bahkan kalian mulai merasakan rangsangan birahi.

Ketika melihat anak gadis yang cantik kalian mungkin akan menghabiskan waktu untuk melamunkannya. Jelaskan dengan penuh pengertian bahwa itu adalah normal dan alamiah, semua anak-anak laki-laki dewasa akan mengalami perasaan-perasaan liar tersebut. Sekarang kalian telah dewasa dan suatu saat kalian harus menyunting gadis idaman.

Hidup dalam mahligai pernikahan dengan kekasih hati adalah surga yang sangat menyenangkan. Ketika engkau menjadi suami engkau akan merasakan kelezatan di atas segala yang kalian rasakan sekarang ini. Perkawinan adalah kado dari Tuhan agar menjadi sarana (seks) halal yang menyenangkan dan membahagiakan. Dan kalian juga akan memiliki buah hati, anak yang akan kalian rawat dengan penuh kasih sayang.

Saya sebagai orangtua tentu pada waktu yang tepat akan menolong kalian mencarikan calon bidadari yang baik buat kalian, dan kami sebagai orangtua akan membiayai pernikahan kalian. Sekarang yang bisa kalian lakukan adalah bersabar dan hati-hati jangan tergelincir mencari kenikmatan dengan jalan lain!

Karena itu adalah dosa dan penyimpangan yang akan merusak fisik, saraf dan martabat kalian. Setelah Anda selesai berdialog dengan anak Anda, mulailah Anda juga menerangkan apa yang pasti akan menimpa anak Anda jika mereka melakukan pemuasan seksual dengan cara yang haram. Dan jangan lupa pula untuk memberitahukan kepada mereka siksaan di hari akhirat.

Jangan biarkan anak merasa malu untuk menanyakan sesuatu yang tabu. Suruh ia bertanya dan jangan membuatnya sungkan. Jika orangtua berbicara dengan anaknya dalam suasana keakraban dan kehangatan, maka si anak juga tidak akan merasa sungkan untuk mengeluarkan isi hatinya. Dan dialog yang sehat ini sangat positif bagi perkembangan mental anak Anda.

Dalam sebagian besar kasus, perbuatan asusila yang dikerjakan anak-anak remaja itu karena mereka tidak memiliki aktivitas yang positif. Aktivitas ini harus dimotivasi oleh orangtua dan guru pendidiknya. Ciptakan ruang gerak yang positif bagi anak-anak remaja baik itu dengan olah raga, kesenian atau kegiatan-kegiatan lainnya.

Kenakalan remaja dalam bidang seks juga akibat pergaulan dengan teman-teman yang tidak baik. Karena itu cari tahu teman-teman yang tidak baik tersebut dan jauhkan anak-anak Anda dari jamahan mereka.





31
Agar Tak Salah Mendidik

Mata Keranjang
Anak-anak remaja sebetulnya memiliki masalah yang harus segera mereka atasi sendiri yaitu kesukaan melihat yang cantik, indah atau ganteng. Sejak usia 5-6 tahun mereka sudah belajar menyukai orang-orang tampan dan cantik. Sampai balig kebiasaan tersebut menjadi kenikmatan tersendiri. Mata rupanya tidak kenyang dengan pemandangan sekilas. Ketika ada sesuatu yang enak dipandang mata, organ mata tersebut akan tahan untuk memandangnya terus menerus dan terus begitu sehingga menjadi kebiasaan. Itulah yang disebut dengan mata keranjang.

Memandangi wanita cantik merupakan kebiasaan yang tidak baik. Apalagi dengan tujuan menikmatinya. Kalau nafsu seks telah menguasai dirinya ia tidak puas dengan hanya memandang saja tapi ia memuaskan dengan cara yang lebih dari itu. Kebiasaan melihat hal-hal yang merangsang akan merusak mental dan juga akan menjebaknya pada perbuatan onani. Perbuatan onani akan merusak otak dan saraf si pelakunya.

Islam menyuruh manusia agar menundukkan pandangan. Di dalam al-Quran di katakan: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (QS. an-Nur:30).

Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangan, dan memelihara kemaluannya (QS. an-Nur:31).

Imam Shadiq as mengatakan, "Memandang setelah pandangan pertama artinya menanamkan syahwat di dalam hati dan itu akan menjadi fitnah bagi si pelakunya."[279]

Imam Shadiq as juga mengatakan, "Memandang itu adalah panah setan. Siapa yang meninggalkannya karena Allah Swt maka ia akan merasakan ketenteraman iman."[280]

"Melihat itu adalah racun dari racun setan, seringkali akibat dari memandang itu seseorang menderita seumur hidupnya."[281]

Beliau juga mengatakan, "Siapa yang melihat seorang wanita tapi kemudian mengalihkan pandangannya ke langit, atau ia tundukkan pandangannya maka Allah akan mengawinkannya dengan bidadari dari surga sebelum ia membuka kembali matanya."[282]

Mata jelalatan, mengumbar pandangan adalah satu kebiasaan buruk dan tidak ada manfaatnya. Jika ini menjadi kebiasaan anak-anak muda dan terus mendarah daging sampai dewasa, maka akan menjadi penyakit yang sangat akut, sulit untuk dikendalikan lagi.

Anak-anak muda membiasakan diri melihat hal-hal yang merangsang karena kurang menyadari akan bahaya duniawi dan akhiratnya. Karena sudah ketagihan akan sulit baginya meninggalkan kebiasaan buruk tersebut. Orangtua dan guru pendidik harus melakukan antisipasi kapan anak-anak remaja mulai memiliki kebiasaan seperti ini. Kalau anak-anak sudah mulai balig, mereka itu akan mudah terangsang hanya dengan melihat sekilas saja sebagian anggota badan lawan jenisnya yang terbuka.

Orangtua yang merasa bertanggung jawab harus berusaha menciptakan lingkungan pergaulan positif bagi perkembangan jiwa dan moral anak-anak mereka.
Selayaknya mereka mengamati perkembangan sikap mereka. Jika orangtua memergoki anak-anak mereka sedang mengumbar mata syahwatnya, segera berikan nasihat dengan cara yang bisa mereka terima. Jelaskan kerugian-kerugiannya, baik untuk kehidupan di dunia ini atau untuk kehidupan di akhirat nanti. Beritahukan untuk menjaga pandangan yang hasilnya akan mereka nikmati nanti setelah mempunyai seorang istri.


Aurat yang Tertutup Dapat Mencegah Hasrat-hasrat Mesum
Anak-anak remaja yang dengan hasrat seksnya yang sedang berkembang memang agak sulit dikendalikan. Apalagi jika lingkungan sangat tidak kondusif. Dalam lingkungan tempat anak-anak perempuan dan anak-anak laki-laki bergaul secara bebas, memakai busana seenak mereka dan kebiasaan mereka untuk mempertontonkan bagian-bagian tubuh yang tidak boleh di lihat di depan umum dianggap lumrah, maka lebih sulit untuk mengawasi perilaku mereka. Umumnya anak-anak muda memiliki perilaku yang beresiko tinggi. Karena itu Islam meminta kepada kaum perempuan agar memakai busana yang sopan.

Katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, (auratnya), kecuali yang biasa terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka (QS. an-Nur:31).

Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan (QS. an-Nur:31).

Wajibnya menutup aurat adalah bagian dari prinsip-prinsip Islam yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Tujuan yang ingin dicapai adalah mewujudkan lingkungan yang bebas dari hal-hal yang bersifat mesum.


Perkawinan Benteng yang Kukuh dalam Mengendalikan Hasrat-hasrat Liar Biologis
Kewajiban orangtua yang lain adalah menikahkan anak-anaknya. Anak-anak yang sudah cukup umur untuk menikah memiliki hasrat seksual yang sangat tinggi dan itu harus segera dinikahkan jika telah memenuhi syarat. Kebutuhan seks tidak berbeda dengan kebutuhan makan, ketika lapar seseorang harus menemukan makanan apa saja untuk dimakan, demikian juga ketika dirinya sudah terangsang dan kalau tidak bisa mengendalikan diri ia akan mencari jalan pemuasan apa saja.

Menurut Islam satu-satunya jalan untuk memuaskan hasrat biologis adalah perkawinan dan tidak ada jalan lain. Rasulullah saw mengatakan, "Tidak ada bangunan yang lebih dicintai oleh Allah dibandingkan pernikahan."[283]

"Anak remaja mana saja yang menikah dalam usia dini, maka setan akan berteriak-teriak karena anak muda itu selamat dari bisikan-bisikannya."[284]

"Dua rakaat orang yang sudah menikah lebih utama dari shalat siang dan malamnya seorang bujangan."[285]

"Siapa saja yang ingin menemui Allah dalam keadaan suci dan disucikan maka temuilah (Allah) dalam keadaan menikah."[286]

"Siapa yang menikah maka ia menyelamatkan setengah agamanya."[287]

Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui (QS. an-Nur:32).

Ayat ini menyuruh orangtua atau siapa saja yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya untuk membantu pernikahan mereka. Mereka yang tulus memberikan kemudahan pernikahan kepada anak-anak muda yang belum menikah akan mendapat perhatian Allah Swt.

Imam Shadiq as mengatakan, "Siapa yang menikahkan seorang bujangan maka Allah akan memberikan perhatian kepadanya di hari kiamat."[288]

Imam Ali as mengatakan, "Hak seorang anak atas ayahnya ada tiga: memberikan nama yang baik, mengajarkan tulis menulis dan menikahkan jika telah balig."[289]

Sebagian besar krisis moral dan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat adalah dampak dari keterlambatan menikah. Rasulullah saw mengatakan, "Siapa yang mempunyai anak-anak yang sudah waktunya untuk menikah dan ia memiliki kemampuan untuk membiayainya, tapi kemudian tidak mau membiayainya, hingga si anak itu melakukan perbuatan dosa, maka orangtuanya itu yang harus menanggung dosanya."[290]


Mengapa Pernikahan Menjadi Tertunda?
Pernikahan memang sebaiknya disegerakan, tapi kalau melihat kondisi-kondisi kini tampaknya untuk menuju ke sana seorang anak muda harus melewati banyak rintangan. Ada dua rintangan besar yang menjadi faktor terhambatnya pernikahan.


Pertama: Kemiskinan
Pernikahan memerlukan fasilitas rumah, biaya resepsi, dan hal-hal yang diperlukan, juga modal untuk kehidupan selanjutnya. Sementara sebagian besar anak-anak muda di awal kehidupannya tidak memiliki persiapan-persiapan yang khusus dan orangtuanya juga belum tentu memiliki tabungan untuk membiayai pernikahan anaknya. Jadi cara yang mereka tempuh adalah menundanya sampai segala keperluan tersebut tersedia.

Kemiskinan memang menjadi biangkerok terhambatnya pernikahan. Sebagian orang-orang yang miskin memang mau tidak mau harus menunda-nunda perkawinan mereka. Penundaan ini memang dapat dimaklumi. Tetapi alasan-alasan untuk menunda-nunda perkawinan karena kemiskinan tidak selalu dapat diterima. Karena pernikahan adalah kebutuhan alamiah setiap orang. Kadang-kadang pernikahan itu tidak seberat yang dibayangkan seseorang. Keinginan yang muluk-muluk dari anak-anak muda yang akan menikah atau orangtua mereka yang membuat pernikahan itu seperti persoalan yang sangat berat sekali.
Tradisi-tradisi pernikahan yang sangat konsumtif yang mereka lestarikan juga menjadi pengganjal berat bagi sebuah pernikahan.

Sebagian anak muda ada yang masih berpikiran bahwa resepsi mewah adalah bagian dari tradisi pernikahan yang tidak bisa ditinggalkan. Menurut mereka pernikahan itu baru bisa dilakukan kalau mereka atau orangtua mereka sendiri memiliki kesanggupan dan kesiapan menggelar pesta seperti itu. Dan ketika mereka tidak memiliki persiapan-persiapan dari sisi material, maka mereka akan menunda pernikahan tersebut sampai mereka mampu menyediakan segala fasilitas tersebut.

Ini semua adalah anggapan yang keliru. Pernikahan adalah keperluan dasar yang tidak boleh ditunda-tunda hanya karena persoalan-persoalan material semata. Anak muda dan sang gadis yang akan menikah harus memperhitungkan kesanggupan mereka dan jangan memimpikan hal-hal yang di luar kesanggupan mereka. Kalau mereka belum mempunyai rumah sendiri mereka bisa menyewa rumah orang lain, kalau tidak ada rumah yang bisa disewa, mereka juga bisa menyewa beberapa kamar dan kalau mereka tidak mempunyai biaya, mereka dapat menumpang tinggal di rumah orangtua atau mertua mereka selama beberapa waktu. Mereka bisa melakukan penyederhanaan sehemat mungkin supaya bisa melangsungkan pernikahan.

Kalau anak-anak muda bisa memahami kondisinya dengan benar, maka mereka juga tidak akan mengharapkan hal yang muluk-muluk. Mereka akan merasa bahagia dengan pernikahan yang sangat sederhana sambil terus memperbaiki kualitas hidupnya.


Kedua: Pendidikan
Cita-cita untuk meneruskan jenjang pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi juga bisa menjadi hambatan bagi pernikahan. Banyak anak-anak muda yang bercita-cita ingin meneruskan taraf pendidikannya ke tingkat diploma atau S1 atau kalau bisa di atas itu. Kadang-kadang cita-cita untuk meneruskan karir dalam bidang pendidikan bentrok dengan keinginan untuk menikah cepat-cepat. Hidup berumah tangga menuntut waktu dan biaya sehingga seorang pelajar yang masih ingin melanjutkan kuliahnya sulit memenuhi konsekuensi hidup berumah tangga. Demikian juga keadaan seorang anak perempuan yang masih berada di bangku kuliah, apakah bisa membagi waktu di sekolah dengan di rumahnya? Apalagi kalau sudah mempunyai seorang anak?

Itu juga menjadi bahan pemikiran orangtua mereka. Mereka tentu belum siap kalau harus menarik anak-anaknya yang masih kuliah untuk dinikahkan secepatnya. Maka usia pernikahan pun semakin merayap ke atas dan mereka lebih mementingkan pendidikan dibandingkan pernikahan.

Orang-orang Barat memiliki solusi lain yaitu dengan memberikan kebebasan kepada anak-anaknya sebebas-bebasnya. Dan solusi itu mengantarkan anak-anak muda pada kerusakan moral.

Islam menolak kebebasan seperti ini. Karena itu bisa merusak moral, hukum dan mengganggu kepentingan pribadi dan sosial.

Jadi krisis yang dihadapi anak-anak muda dalam masyarakat Islam tetap tak terpecahkan. Karena dari satu sisi ketika anak-anak itu ingin melanjutkan kuliah artinya mereka harus menunda perkawinan sementara dari sisi lain kebutuhan biologis adalah hal-hal yang tak bisa ditunda-tunda lagi. Jadi apa yang harus dilakukan oleh anak-anak muda kalau tidak ada lagi jalan yang halal untuk melampiaskan desakan biologis mereka? Ataukah ia harus dibiarkan saja melakukan hal-hal yang tidak senonoh?

Penyimpangan seksual, kerusakan moral, mata keranjang, penyakit kejiwaan, bahkan pembunuhan dan tindak kriminal yang dilakukan oleh anak-anak muda itu bersumber dari pembatasan-pembatasan seperti di atas.

Mereka yang berpikiran positif memberikan saran agar anak-anak muda itu disuruh menyibukkan diri dalam berbagai kegiatan olah raga, rekreasi, menyibukkan diri di perpustakaan, nonton film, atau acara-acara yang positif, menonton acara-acara TV dan radio yang berkualitas, bergabung dengan klub-klub anak muda. Anak-anak itu disarankan untuk mencurahkan seluruh energinya dalam aktivitas-aktivitas seperti itu sehingga dorongan-dorongan itu tidak lagi muncul.

Kita juga mengakui efektifitas program-program seperti itu. Para donatur yang memiliki perhatian sangat besar terhadap anak-anak harus berpikir serius dalam menyediakan fasilitas-fasilitas seperti itu. Sehingga konsentrasi anak-anak muda tidak selalu terpaku pada urusan-urusan seksual saja. Tetapi program-program seperti itu tidak selamanya dapat menampung seluruh energi anak-anak muda. Urusan kebutuhan biologis tetap saja memerlukan metode tersendiri. Jadi apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka?

Menurut hemat saya tidak ada lagi jalan yang terbaik bagi masalah mereka selain perkawinan. Mereka harus menikah dalam usia semuda itu. Saya malah berpendapat bahwa pernikahan dengan sekolah itu bisa disatukan, tentu saja dalam kasus ini orangtua laki-laki dan orangtua perempuan harus memiliki pengertian. Begitu juga dengan tempat kuliahnya. Jadi orangtua si perempuan dalam hal ini harus memiliki pengertian. Janganlah selalu mengharapkan bahwa suaminya itu harus seseorang yang memiliki penghasilan tetap dan sudah memiliki rumah. Tapi bisa saja ia berpikir untuk mengijinkan anaknya (walaupun sudah bersuami) selama beberapa tahun tinggal di rumahnya untuk bisa meneruskan kuliahnya dan dia akan membantu kehidupannya sampai mereka bisa mandiri. Sebaliknya pihak keluarga laki-laki harus mulai memikirkan untuk membantu kehidupan keluarga anaknya sampai mereka bisa menyelesaikan kuliahnya.

Sementara itu ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian anak-anak mereka, yaitu:

Karena mereka telah matang mereka sekarang benar-benar membutuhkan pasangan hidup untuk menjalani kehidupan ini

Cara yang terbaik untuk mengatasi gejolak-gejolak yang sekarang mereka rasakan adalah pernikahan

Namun karena mereka juga ingin menyelesaikan kuliahnya, sementara mereka belum memiliki penghasilan tetap maka mereka jelas sangat memerlukan bantuan finansial dari orangtua mereka

Meskipun mereka mengharapkan bantuan dari orangtua, tapi mereka juga jangan sepenuhnya bergantung

Jadi janganlah terlalu muluk-muluk memiliki tempat tinggal yang nyaman atau upacara pernikahan mereka dirayakan dalam pesta yang besar. Mereka juga harus memiliki gaya hidup yang sederhana, apakah dalam cara berpakaian atau memilih makanan. Kalau mereka bisa menyederhanakan gaya hidup mereka maka mungkin mereka bisa menjalani hidup dengan penuh rasa syukur. Dengan demikian anak-anak muda bisa melanjutkan kuliah namun juga tidak menunda-nunda perkawinan kalau seluruh keluarga ikut bekerja sama dan membantunya. Jadi pasangan muda akan memiliki dua kehidupan: kehidupan rumah tangga dan kehidupan sebagai pelajar. Setelah selesai studi mungkin mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak untuk membiayai seluruh hidup mereka secara mandiri.

Di lain pihak para pejabat negara atau juga pusat-pusat pendidikan dan yayasan-yayasan sosial dapat memberikan pinjaman kepada para pelajar yang ingin melangsungkan perkawinan, atau bantuan gratis, penyediaan fasilitas kamar dan sebagainya. Meskipun saya menduga bahwa saran-saran ini sangat tidak biasa dan tidak bisa dilaksanakan. Tapi menurut saya kalau kita benar-benar ingin menyelamatkan generasi muda, maka tidak ada cara lain selain ini. Maka agenda-agenda seperti itu bukan tidak mungkin dilaksanakan, meskipun agak sulit. Yang penting di sini adalah perubahan paradigma dan memasyarakatkan budaya seperti itu. Apalagi kalau orangtua bisa memahaminya maka jalan ke arah sana akan lebih mudah lagi.





32
Agar Tak Salah Mendidik

16. Ala Bisa Karena Biasa!
Aktivitas yang terus dikerjakan manusia dengan telaten dan penuh kesabaran akan menjadi kebiasaan dirinya yang tidak bisa dipisahkan lagi. Orang yang terbiasa dengan perbuatan-perbuatan tertentu tidak akan merasa terbebani lagi. Pada awalnya memang sulit untuk membiasakan perbuatan baik tetapi lama kelamaan kalau dilakoni dengan penuh ketekunan dan kesabaran ia akan dengan senang hati dan penuh kecintaan melakukan hal demikian.

Imam Ali as mengatakan, "Kebiasaan adalah tabiat yang kedua."[291]

Proses pembiasaan adalah metode yang strategis dalam mendidik seseorang. Pendidikan sebetulnya adalah proses pembiasaan.

Nashiruddin Thusi mengatakan, "Khulq adalah potensi (malakah) yang menuntut jiwa melakukan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tanpa memerlukan proses berpikir yang panjang. Dalam Filsafat Teori (Hikmah Nazhari), terbukti dengan jelas bahwa ada sejumlah kualitas psikis yang cepat hilang, disebut dengan hal, dan ada yang lamban disebut dengan malakah. Dengan demikian, malakah adalah kualitas yang merupakan bagian dari kualitas-kualitas psikis. Inilah esensi khulq. Adapun secara kuantitatif, yakni penyebabnya menjadikan jiwa itu dua bagian; alami/natural dan kebiasaan. Secara natural setiap orang memiliki potensi perasa dalam dirinya yang menuntut dirinya memiliki kesiapan untuk menerima salah satu dari sifat-sifat akhlak yang masih belum stabil, seperti misalnya ada orang yang dengan sedikit saja potensi untuk emosinya disentuh, maka ia menjadi marah atau ada orang yang hanya dengan sedikit suara yang terdengar di telinganya atau berita yang tidak menyenangkan yang ia dengar, maka perasaan takut menguasai dirinya. Sebagian orang yang lain dengan melihat sesuatu yang mengherankan, maka ia langsung tertawa tanpa kontrol sebaliknya sebagian orang dengan sedikit masalah yang tidak menyenangkan, maka ia langsung terlihat di wajahnya kesedihan besar. Kebiasaan adalah sesuatu yang pada awalnya dilakukan dengan susah payah, namun dengan berulang-ulang maka pekerjaan tersebut menjadi mudah dan akhirnya membentuk sebagai sebuah karakter (akhlak).[292]

Ghazali mengatakan, "Oleh karenanya setiap perbuatan baik yang sudah menjadi kebiasaan, maka akhlak baik itu akan terpatri dalam dirinya. Dari sini dapat dipahami rahasia yang ada di balik perintah syariat untuk melakukan kebaikan, yaitu dalam rangka mengubah hati dari bentuknya (karakter) yang jelek kepada yang baik, walaupun seseorang melakukannya dengan susah dan terpaksa, namun tetap akan membekas pada dirinya dan menjadi bagian dari jati dirinya. Coba perhatikan anak kecil yang pada hari-hari awal pergi ke sekolah secara terpaksa, namun karena terus dipaksa demikian hingga akhirnya belajar menjadi bagian dari dirinya dan akhirnya ia merasakan lezatnya belajar dan mencari ilmu. Sebaliknya orang-orang yang dibiasakan bermain-main dengan burung merpati atau dengan catur atau bermain judi maka dunia judi akan menjadi bagian dari gaya hidupnya."

John Locke mengatakan, "Perbuatan-perbuatan baik saja tidak cukup. Seorang pelajar harus terus menerus melakukan perbuatan baik itu secara berulang-ulang sehingga menjadi wataknya. Kebiasaan membuat segala sesuatu menjadi lebih memudahkan daripada kesadaran yang hanya digunakan dalam kondisi-kondisi darurat saja."[293]

Jadi praktik pembinaan diri itu lebih mudah diciptakan oleh kebiasaan. Dengan pembiasaan kita akan sukses membina seseorang. Kebiasaan adalah milik manusia. Dan kalau anak-anak sejak kecil dibiasakan melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka ia akan menyukai perbuatan tersebut dan tidak mungkin lagi meninggalkannya. Anak-anak sejak kecil belum terbiasa melakukan perbuatan apapun, tapi kalau dibiasakan melakukan perbuatan baik maka ia akan terbiasa dengan perbuatan baik itu dan begitu pula sebaliknya karena terus menerus melakukan perbuatan buruk maka akan terbiasa dengan perbuatan buruk tersebut.

Momentum ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh orangtua dan sang pendidik. Latihlah mereka untuk terus menerus melakukan aktivitas-aktivitas yang positif untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Orangtua jangan membebaskan anak sebebas-bebasnya untuk berbuat apa saja atau meninggalkan apa saja, karena dikhawatirkan anak-anak akan ketagihan dengan perbuatan-perbuatan tersebut. Dan itu akan dibawa terus sampai besar. Jika sejak kecil anak-anak tidak dibiasakan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, maka kelak ketika menjelang dewasa akan lebih sulit lagi.

Islam menuntut agar orangtua melatih anak-anaknya melakukan perbuatan yang baik secara disiplin.

Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Biasakanlah dirimu melakukan amalan-amalan yang baik, belajar menanggung beban hutang orang lain, maka jiwamu akan mulia, akhiratmu akan makmur dan banyak orang-orang yang akan memujimu."[294]

"Biasakanlah mengucapkan kata-kata yang baik, sebarkanlah salam sehingga engkau akan banyak mendapatkan orang-orang yang menyenangimu dan jarang yang membencimu!"[295]

"Biasa berbuat baik adalah sumber segala keberhasilan."[296]

"Pilihlah kebiasaan-kebiasaan yang terbaik karena kebaikan itu akan menjadi kebiasaan."[297]

"Untuk berbuat baik cukuplah dengan membiasakannya."[298]

"Kebiasaan itu mendorongmu melakukan sesuatu yang disukainya."[299]

"Siapa yang melakukan (suatu perbuatan baik atu buruk, peny.) maka akan menyukainya."[300]

Islam juga menyarankan kepada orangtua agar melatih anaknya membiasakan diri melakukan shalat sejak kecil.

Imam Ridha as mengatakan, "Suruhlah anak-anakmu melaksanakan shalat dalam usia tujuh tahun."[301]

Beliau juga menambahkan, "Kami menyuruh anak-anak kami untuk melaksanakan puasa ketika mereka berusia tujuh tahun, sesuai kemampuan mereka apakah itu sampai setengah hari atau lebih dari itu, jika mereka kehausan atau kelaparan maka mereka bisa berbuka memakan sesuatu, pembiasaan seperti sangat efektif kekuatan stamina mereka. Latihlah anak-anak yang sudah berusia sembilan tahun untuk berpuasa sesuai kemampuan mereka, tapi kalau mereka kehausan berilah mereka minuman."[302]

Imam Sajjad as juga mengatakan, "Puasa (berwawasan) pendidikan adalah doronglah anak-anakmu yang belum balig untuk berpuasa, sebagai pendidikan dan bukan sebagai kewajiban."[303]

Pengalaman membuktikan bahwa anak-anak yang biasa melakukan shalat dan puasa sejak kecil maka ketika sudah besar mereka tidak lagi kesulitan mengatasi rasa malasnya untuk mendirikan kewajiban-kewajiban tersebut. Dan ini berbeda dengan anak-anak yang tidak ditempa dalam kebiasaan-kebiasaan baik, mereka pasti akan kehabisan napas untuk melakukan hal-hal yang sebetulnya sangat mudah dilakukan. Memang orang yang sudah balig bisa memiliki kebiasaan-kebiasaan yang baik tapi itu setelah didisiplinkan secara ekstra ketat dan dengan monitoring orangtua mereka.

Orangtua yang bercita-cita memiliki anak yang manis, penurut biasakanlah mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik.

Pembiasaan tidak hanya manjur untuk anak-anak tapi juga sangat efektif untuk anak-anak muda dan orang-orang dewasa, semua manusia pada dasarnya bisa dibiasakan. Orang-orang dewasa kalau terus menerus dengan penuh ketelatenan melatih dirinya, maka lambat laun akan memiliki karakter seperti yang diinginkannya.

Karena itu Islam memberi nasihat agar selalu membiasakan diri dalam berbuat kebaikan. Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Kalian harus melanggengkan perbuatan baik saat sedang bersemangat atau ketika malas!"[304]

Ali bin Abi Thalib juga mengatakan, "Sedikit namun terus menerus lebih baik daripada banyak tapi terputus-putus."[305]

Dalam pandangan Islam nilai suatu amal itu karena pengaruhnya di dalam jiwa dan itu saja! Karena kalau jiwa menjadi terlibat, terkait dan terikat dengan suatu amal, maka jiwa itu akan mengalami peningkatan secara spiritualis. Amal-amal yang baik menyempurnakan jiwa. Dan betapa ruginya kalau jiwa ini ditunggangi untuk terus-menerus melakukan perbuatan yang buruk, karena jiwa yang suci ini kemudian akan terikat dengan keburukan.

Amirul Mukminin Ali as mengatakan, "Tugas yang tersulit adalah merubah watak (kebiasaan)."

"Melawan kebiasaan yang buruk itu adalah keutamaan."

"Kendalikan jiwamu agar meninggalkan kebiasaan dan tolaklah hasrat-hasrat burukmu maka kamu bisa menguasainya."


Tugas Praktis Orangtua atau Guru Pendidik
Anak-anak itu bak kertas putih kosong melayang-layang. Siapa pun bisa menggenggamnya dan menciptakannya menjadi anak baik atau buruk melalui pembiasaan. Potensi yang ada di dalam dirinya akan aktif dengan pembiasaan. Alam anak-anak adalah alam yang masih bisa dibentuk. Kebiasaan baik atau buruk itulah yang akan mencetak kepribadiannya. Karena tidak ada pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk maka semua perbuatan bagi anak-anak itu sama saja. Sangatlah tidak patut orangtua bersikap pasif apalagi pesimis terhadap anak-anaknya.

Seorang ayah dan ibu harus selalu aktif memantau perkembangan fisik dan psikologis anak-anaknya, mentalnya serta ibadahnya. Berikan mereka waktu dan kesempatan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya. Ada beberapa keterampilan yang harus dipelajari oleh anak-anak dalam usia-usia perkembangan seperti ini di antaranya:

Cara berbicara, cara mengunyah makanan, memakai pakaian, menjaga kebersihan dan kesehatan, cara bergaul, bertanggung jawab, menyelesaikan sebuah pekerjaan, mengadakan kerjasama, menampilkan perilaku yang baik, menjauhi hal-hal yang tidak baik, belajar tentang fikih Islam dan cara mengamalkannya seperti shalat, puasa, aktif di mesjid atau majelis-majelis agama. Aktivitas-aktivitas seperti ini harus dialami dan dilakukan oleh anak-anak dengan baik sehingga mereka tidak merasa malas lagi untuk melakukannya.


Kelemahan dari Metode Pembiasaan Diri
Meskipun metode pembiasaan adalah strategi yang sangat aktif dalam mengembangkan perilaku-perilaku yang positif. Tapi metode ini ada kelemahan-kelemahannya karena kebiasaan ini dipraktikkan oleh si anak tanpa pemahaman atas manfaatnya padahal kalau anak-anak kecil membiasakan perbuatan-keterampilan tersebut sambil benar-benar menghayatinya maka efektifitasnya akan sangat tinggi ketika beranjak dewasa. Orangtua memang sulit menjelaskan kegunaan dari praktik-praktik yang harus dilakoni anak-anak sejak kecil. Tapi orangtua juga memiliki kesempatan untuk menjelaskan dengan cara yang dapat dipahaminya.

Ketika mereka mulai memasuki usia sekolah, tanggung jawab penjelasan ini bisa diambil alih oleh guru-guru mereka di sekolah-sekolah.

Khoja Nashiruddin Thusi mengatakan:

"Ketika anak-anak sudah menginjak dewasa dan mereka bisa memahami perkataan orang-orang yang dewasa, maka ajarkanlah kepada mereka bahwa tujuan dari memiliki kekayaan dan sebagainya itu adalah untuk kekuatan dan kesehatan badan, agar mereka tidak jatuh sakit dan bisa mengumpulkan bekal untuk hari akhirat, jelaskan juga kepada mereka bahwa kelezatan badan itu tidak lain dari terlepas dari penderitaan."[306]

Ghazali juga mengatakan, "Ketika anak sudah mencapai usia tujuh tahun, maka mulailah ajarkan shalat dan bersuci dengan cara yang bijak, kalau sudah berusia 10 tahun belum mau juga melakukan shalat pukullah dan didiklah. Berikanlah pengertian tentang keburukan dan kejahatan mencuri dan ketika mereka sudah dewasa barulah jelaskan (hikmah) di balik semua aturan-aturan yang harus mereka kerjakan tersebut. Berikan keterangan pada mereka bahwa makanan yang dimakan mereka itu harus menjadi energi untuk taat kepada Allah Swt. Dunia adalah ladang untuk akhirat. Tidak ada yang bisa tinggal selamanya di dunia ini. Suatu saat ia harus mempersiapkan diri menuju akhirat. Kemalangan dan kebahagiaan di hari akhirat bergantung kepada amal-amal di dunia. Terangkan surga dengan pahalanya dan neraka dengan siksanya. Mengajarkan hal-hal seperti ini pada anak-anak tak ubahnya dengan memahat sebongkah batu, tapi kalau terlupakan maka apa yang kita sampaikan itu seperti tanah yang berjatuhan dari dinding."


Komentar dan Kritik Atas Metode Pembiasaan
Praktik pembiasaan (habituation) tidak begitu memiliki nilai karena dilakukan tanpa kesadaran si pelakunya. Aktivitas yang baik seperti ibadah memiliki nilai kalau dilakukan atas kesadaran. Sementara orang-orang yang sudah terbiasa melakukan sesuatu, dia melakukannya tanpa kesadaran tapi hanya karena sudah terbiasa saja. Orang-orang sudah keranjingan dengan aktivitas tertentu mirip dengan orang yang kecanduan.

Amalan-amalan agama atau urusan sosial juga jika dibiasakan akan menjadi kebiasaan hingga tidak ada lagi nilainya, sebab (di dalamnya) tidak ada kehendak dan kesadaran untuk mendapatkan pahala. Jika ingin mendidik karakter anak, maka ajarkan kepada mereka ketika mereka sudah matang tentang nilai-nilai yang baik dan buruk dengan logika dan argumentasi. Jika mereka sudah bisa memahaminya barulah mereka ditempa dengan nilai-nilai yang ingin kita kembangkan.





33
Agar Tak Salah Mendidik

Jawaban atas Komentar dan Kritikan Tersebut
Siapa bilang kebiasaan itu melemahkan kesadaran? Menurut saya motivasi kesadaran dan niat itu tetap eksis bahkan menguat. Kebiasaan berbuat baik menguatkan keinginan untuk berbuat baik dan kebiasaan meninggalkan kebiasaan buruk memperkuat hasrat untuk meninggalkannya. Dan orang yang terbiasa melakukan sesuatu itu tetap memiliki motivasi.

Orang yang melakukan perbuatan sesuatu dengan frekuensi tinggi sehingga menjadi kebiasaan juga menyadari perbuatan baiknya, ia tahu, sadar dan berniat untuk melaksanakan ajaran agama. Dan bukan karena hanya semata-mata kebutuhan jiwanya. Kebiasaan yang sering dilakukan memang memberikan pengaruh yaitu ia merasa perbuatan itu sudah menyatu dengan dirinya. Apalagi kalau pasca pembiasaan, orangtua atau gurunya menambahi dengan penjelasan-penjelasan logis, sehingga mereka memahami nilai dari apa yang mereka lakukan. Jadi apa yang mereka lakukan adalah amal yang bernilai karena dilakukan juga atas kesadaran dan ilmu, hanya saja lebih mudah lagi karena sudah menjadi watak.

Adapun usulan agar anak-anak tidak dibiasakan berbuat baik karena khawatir mereka akan kecanduan kecuali kalau sudah waktunya adalah saran yang tidak bisa diterima. Sebab tidak terbiasa berbuat baik itu akan menjadi kebiasaan barunya. Anak-anak jangan dibiarkan melakukan apa saja yang disukainya dan jangan begitu saja mengabaikan perilaku-perilaku yang tidak baik.


Mendidik dengan Teladan
Mendidik dengan memberi contoh adalah salah satu cara yang paling banyak meninggalkan kesan. Carilah sosok figur yang memiliki nilai-nilai yang ingin kita ajarkan di tengah-tengah mereka. Teladan itu seperti magnet yang menyedot anak murid untuk mengikuti apa yang mereka lihat dengan kepala mata sendiri. Tidak ada yang meragukan betapa efektifnya teladan itu karena di setiap jiwa manusia tersimpan semangat seperti itu.


Insting Meniru
Hasrat untuk meniru perbuatan orang lain tersimpan di setiap sanubari manusia. Sang anak adalah sang peniru dan terus akan menjadi peniru. Kecerdasan dan kedewasaannya tidak akan menurunkan semangat menirunya. Insting meniru-niru yang ada di dalam diri anak cukup membantunya dalam beradaptasi dengan lingkungan dan komunitas manusia. Karena adanya insting meniru inilah yang menjadikan manusia bisa dengan mudah mempelajari cara makan, minum, berpakaian, berbicara, menyatakan perasaannya, menyatakan rasa takut dan kekhawatirannya dan kebiasaan-kebiasaan yang hidup di tengah lingkungannya.

Jadi insting meniru itu sangat bermanfaat dan kita tidak bisa melenyapkan insting tersebut, justru harus didayagunakan. Hidupkanlah potensi ini sambil tidak lupa menyuguhkan contoh-contoh yang baik.

John Locke menulis, "Jiwa sang anak akan mudah dididik dengan teladan, mengajarkan nilai-nilai yang baik akan sangat mudah kalau disertai dengan teladan."[307]


Idola-idola dalam Lingkungan Anak-anak Kita
Anak-anak, remaja banyak belajar dari orang-orang yang dekat dengan dirinya. Mereka akan menyerap segala kata, tindakan ayahnya, ibunya, kakek, nenek, saudara, paman, teman-teman, guru, teman satu kelas, tokoh idola, bintang olahragawan, bintang film, tokoh politik atau tokoh masyarakat. Ada beberapa orang yang memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap anak-anak.

Ayah dan ibu adalah pribadi yang paling dekat, dan akrab dengan anak-anak. Ayah dan ibu adalah manusia yang paling ikhlas menumpahkan seluruh cinta dan kasih sayangnya di saat anak-anak masih tidak berdaya dan lemah. Seluruh kebutuhan gizi, emosi anak-anak disediakan oleh ayah ibu mereka. Jadi sangatlah wajar kalau anak-anak begitu terikat dan tidak bisa melepaskan diri dari mereka. Anak-anak merasakan bahwa orangtuanya adalah figur sempurna untuk dirinya.

Orangtua pasti akan selalu dijadikan referensi hidupnya. Mata si anak itu seperti lensa hidup yang terus mengintip setiap inci dari aktivitas ayah dan ibunya baik itu yang negatif atau yang positif. Tidak ada satu pun yang lepas dari memori mereka. Rumah itu adalah sekolah awal bagi anak-anak. Senyum, kehangatan, kepercayaan diri dan sikap serta mental orangtua mereka akan diserap secara diam-diam. Di rumah itu, orangtua secara tidak sadar sebetulnya sedang mengajarkan cara berbicara, cara menyantap makanan, cara memakai baju, interaksi sosial, hidup teratur atau tidak teratur, menjaga kebersihan atau tidak, rasa takut atau keberanian, kesabaran atau kegelisahan, amanah atau khianat, jujur atau dusta, patuh pada aturan atau melanggar.

Si anak perempuan akan belajar menjadi istri yang baik, mengasuh anak dan ilmu praktis kerumahtanggaan dari ibunya. Komunikasi antara ayah-ibu juga memengaruhi psikologis anak-anak. Di rumahlah anak-anak itu belajar tentang cinta, kesetiaan atau juga pertengkaran dan konflik. Jika ingin menyimak perangai orangtua maka perhatikanlah anak-anak mereka.

Si ayah dan si ibu yang ingin mempersembahkan suka cita bahagia dunia dan akhirat kepada sang buah hatinya, maka tidak ada alternatif lain selain mempertontonkan adegan hidup yang baik, saleh, sabar, tekun, telaten, optimis, yakin dan sebagainya. Jadi kalau orangtua sendiri tidak bisa memberikan contoh yang baik janganlah terlalu mengharapkan anaknya bersikap sesempurna mungkin.

Orangtua Muslim harus lebih proaktif menyusun jurus-jurus yang baik agar anak-anak mereka juga bisa menyesuaikan gaya hidupnya dengan aturan-aturan Islam. Tentunya gaya hidup mereka terlebih dahulu yang harus dirombak. Mereka harus lebih banyak mengorbankan waktu untuk anak-anak mereka.

Lakukanlah shalat di depan atau bersama anak-anak. Disiplinlah dalam menjalankan secara taat ritual-ritual Islam harian. Tapi jika mereka tidak punya impian mendidik generasi yang saleh, maka hiduplah sesuka hati mereka dan tidak usah lagi memperhatikan perintah-perintah Islam secara ketat. Rasulullah saw sendiri mengatakan bahwa kalau kamu memperlihatkan sikap adil maka anak-anak juga akan merespon dengan adil kepadamu.


Sosok Guru
Setelah orangtua, marilah kita berbicara tentang peranan guru. Guru dan anak murid memiliki hubungan rutinitas yang sangat kental sehingga tak mengherankan kalau transfer kepribadian begitu mudah terjadi. Relasi antara guru dan anak, dari yang hubungannya bersifat formal bisa berubah menjadi emosional. Ketika di satu sisi si murid mempercayai gurunya sebagai figur kunci dalam membuka kepribadian dan karakter dan di sisi lain guru juga melihat muridnya seperti anaknya sendiri yang memerlukan didikan dan ilmu, maka guru akan menjadi idola yang kuat.

Anak-anak sebelumnya telah belajar dari orangtua mereka dan (melalui itu) kepribadian mereka juga lumayan terbentuk, hanya saja mereka masih labil dan mudah terbawa arus. Ibaratnya mereka itu baru keluar dari lingkungan rumah masuk ke lingkungan sosial baru yaitu ruangan kelas. Di ruang-ruang kelas itu anak-anak memiliki peluang baru untuk melakukan internalisasi atas nilai-nilai yang dianutnya dan mengembangkan diri semaksimal mungkin.

Guru adalah manusia yang sangat aktif dan dicintai yang akan membantu perkembangan kognitif, emosi dan motorik sang anak.

Murid akan mengidolakan guru-gurunya. Dan bahkan seluruh individu yang ada di lingkungan sekolah dari kepala sekolah, pembantu, guru dan sebagainya.

Mereka juga diam-diam memperhatikan sikap dan perilaku guru, cara mereka mengatur kelas, bersikap fair dalam memberikan penilaian, ketepatan waktu dan disiplin.

Salah kaprah kalau guru hanya dianggap pengajar saja. Ia juga person yang dominan di mata anak-anak. Guru yang baik akan bermanfaat bagi anak didiknya dan guru yang buruk akan mencetak generasi yang buruk pula. Guru kencing berdiri murid kencing berlari.

Profesi seorang guru sebetulnya sangat berat karena tidak cukup dengan mengajar di kelas saja, tapi juga harus menjadi panutan di dalam kehidupan sehari-harinya.

Dari paparan di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa reformasi sosial harus dimulai dari rumah dan sekolah. Mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah harus dipegang oleh guru-guru yang memiliki etos kerja dan karakter yang baik, dalam hal ini pusat-pusat pendidikan bagi guru-guru harus bisa menyeleksi calon guru yang layak dan profesional dan dibekali dengan iman dan akhlak sehingga mampu menjadi pelayan-pelayan kepentingan masyarakat luas.


Antara Kata-kata dan Tindakan
Kalau seorang pendidik mengamalkan apa yang dikatakannya, maka kata-katanya akan melekat di benak murid-muridnya. Mereka akan menjadikan kata-kata dan perbuatannya sebagai pedoman dalam hidup mereka. Namun kalau antara apa yang dikatakan dan diperbuat si pendidik terdapat jarak yang sangat jauh sekali, maka mereka akan merasa kebingungan. Mereka tidak tahu mana yang harus diikuti apakah kata-katanya atau perbuatannya.

Kalau si ayah berbohong, maka dia akan kesulitan menyuruh anaknya untuk berkata jujur, meskipun si ayah (pada dasarnya) memiliki alasan untuk berbohong.

Jika ingin mendidik anak maka berikan penjelasan yang dapat dipahami oleh mereka, misalnya kalau terpaksa si ayah tidak bisa berpuasa karena menderita suatu penyakit, jelaskan bahwa kalau pun berpuasa, puasanya tetap batal. Jadi lebih baik tidak berbohong, daripada menutup-nutupinya hanya demi mengajarkan puasa pada anak. Kalau seorang guru yang tidak bisa berpuasa karena menderita sakit, maka tidaklah perlu berbuka di depan murid-muridnya dan jika harus memberikan penjelasan kepada murid-muridnya mengapa tidak berpuasa, jelaskan dengan memperlihatkan perasaan yang sangat berat.

Tentang keselarasan antara kata-kata dan perbuatan Imam Shadiq as mengatakan, "Seorang alim itu jika tidak mengamalkan ilmunya maka nasihatnya tidak akan menembus hati seperti air hujan yang tidak menempel di tempat yang licin."[308]


Pentingnya Teladan dalam Pandangan Islam
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan pembentukan karakter manusia. Karena itu Islam memberikan pesan kepada tokoh-tokoh yang akan menjadi panutan di masyarakatnya untuk memperbaiki kualitas karakter terlebih dahulu sebelum mereka memegang jabatan penting. Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Siapa yang menyatakan kesiapan untuk menjadi pemimpin di tengah-tengah masyarakatnya maka mulailah membina karakter sendiri mereka sendiri sebelum mengurus orang lain. Dan didiklah perilakunya sebelum mendidik lisannya. Manusia yang mendidik dirinya lebih layak dihormati dari manusia yang mendidik orang lain."[309]

Nasihat yang akan masuk ke dalam telinga dan sangat bermanfaat adalah nasihat yang tidak diucapkan oleh kata-kata tapi dijelmakan dalam perbuatan.

Pendidikan yang paling utama adalah pendidikan terhadap diri sendiri.[310]

Imam Shadiq as juga mengatakan, "Jadilah kalian penyeru-penyeru manusia tanpa melalui lisan, biarkan mereka melihat kejujuran, warak dan kesungguhan kalian."[311]

"Kalau kalian bersemangat untuk memperbaiki kondisi masyarakat, maka mulailah dengan memperbaiki diri sendiri, karena kalau kamu ingin memperbaiki orang lain sementara kamu sendiri rusak, ini adalah keaiban yang sangat besar."[312]

"Bagi Islam kata-kata itu harus sesuai dengan perbuatannya. Seseorang yang mengajak orang lain kepada kebaikan tapi yang mengajaknya belum mengamalkannya, maka itu adalah sebuah dosa."

Allah Swt berfirman, Wahai orang-orang yang beriman mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian lakukan, sangat besarlah kemurkaan di sisi Allah kalau kalian mengatakan apa yang tidak kalian lakukan (QS. ash-Shaff:61).

Apakah kalian memerintahkan pada kebajikan dan melupakan diri kalian sendiri sementara kalian juga membaca kitab Allah apakah kalian tidak berpikir? (QS. al-Baqarah:44).

Para ulama dituntut oleh Islam untuk mengamalkan apa yang mereka katakan. Islam sangat mengecam para alim yang tidak mengamalkan apa yang mereka katakan, bahkan mereka diancam akan mendapatkan siksaan yang lebih keras dari siksaan yang akan diterima orang-orang jahiliyah. Karena umumnya orang-orang alim suka dijadikan standar oleh orang-orang awam. Kalau mereka itu saleh maka masyarakatnya juga akan saleh dan kalau mereka memiliki perilaku yang buruk maka mereka juga akan menjadi buruk. Jadi memang benar adagium bahwa kerusakan para ulama itu lebih berbahaya daripada kerusakan orang-orang awam.

Rasulullah saw mengatakan, "Ilmu itu adalah amanah Allah dan ulama adalah pengemban amanah tersebut. Seorang alim yang mengamalkan ilmunya berarti telah menunaikan amanah Allah dan seorang alim yang tidak menjalankan amanah Allah, ia akan dicatat dalam daftar orang-orang yang merugi (kâibîn)."[313]

Ali bin Abi Thalib juga mengatakan, "Ketergelinciran seorang alim seperti tenggelamnya sebuah kapal. Ia akan tenggelam dan orang lain juga akan ikut tenggelam."[314]

"Sesungguhnya keburukan yang terburuk adalah ulama yang buruk dan sebaik-baik kebaikan adalah ulama yang baik."[315]





34
Agar Tak Salah Mendidik

17. MEDIA PENDIDIKAN

Bercerita
Bercerita atau mendongeng adalah aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh siapa saja dan dari bangsa serta agama mana saja. Tidak ada yang tidak menggemari dongeng. Kelompok yang paling suka mendengarkan cerita adalah lapisan anak-anak. Kita bisa menyaksikan sendiri bagaimana cerianya anak-anak ketika mendengarkan dongeng dan mereka selalu mengharapkan ibu-bapaknya meluangkan waktu untuk menceritakan dongeng kepada mereka.

Dongeng adalah hiburan yang murah meriah sekaligus juga sarana untuk membangun karakter anak didik kita. Cerita-cerita dongeng itu sangat hidup di dalam batin. Mendongeng sebetulnya mirip dengan memberikan contoh nyata dalam imajinasi anak didik.

Sang penulis dongeng bisa membawa larut orang-orang yang mendengarnya kemana saja ia bawa. Ke tempat-tempat yang bersejarah, bertemu dengan manusia-manusia dari zaman kapan pun, melihat perilaku mereka dan secara otomatis juga menggiring untuk menjiplak karakter mereka. Efek dongeng memang sangat dramatis, tidak kentara tapi faktual. Sebetulnya, melalui dongeng mereka sedang dihujani nasihat demi nasihat, pesan demi pesan, memberi pencerahan, dan mendorong motivasi.

Islam memberikan tempat tersendiri bagi ragam kisah. Sebagian besar ayat-ayat al-Quran berbicara secara fasih tentang hikayat-hikayat klasik perjuangan nabi-nabi dalam memberikan pencerahan spiritual kepada bangsa dan masyarakatnya, usaha keras nabi-nabi dalam membendung aktivitas kaum kafir, melawan kaum aristokrat dan tiran-tiran di seluruh fase kehidupan manusia. Cerita al-Quran juga melebar berbicara tentang nasib-nasib sial yang ditemui umat-umat yang membangkang kepada rasul dan nabi, seperti yang terlukis dengan baik dalam perjalanan Nabi Musa as dan sang Fir'aun, Nabi Ibrahim as dengan Raja Namrud, Nabi Nuh dengan perahunya, kisah Habil-Qabil, Kaum Ad, Tsamud, Saleh, Hud, Luth, dan Yusuf serta saudara-saudaranya, Zulaikha, Sulaiman, Bilqis, Sayidah Maryam dan Isa as, cerita burung-burung Ababil dan prajurit gajah, Dzulqarnain, Ashabul Kahfi, Lukman, jihad, masyarakat Muslim, cerita peperangan antara kaum Muslim dan musuh-musuhnya dan ratusan dongeng yang terangkum dalam berbagai surah.

Al-Quran adalah kitab kisah sejarah terbesar, dan ini diakui olehnya. Dan kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala kebenaran), nasihat dan peringatan bagi orang yang beriman (QS. Hud:120).

Kisah-kisah di dalam al-Quran tidak ada yang fiktif, semuanya mengandung pesan yang jelas baik dan berkaitan dengan urusan sosial, prinsip keselamatan dan politik. Target cerita al-Quran juga semua orang, dan ini yang sangat menarik. Jadi bukan hanya khusus untuk anak-anak kecil saja. Semua kalangan bisa meminum lautan pesan dari al-Quran.

Jadi signifikansi aktivitas mendongeng harus dikembangkan, sebab ternyata ia sangat positif bagi perkembangan jiwa seseorang.


Kunci Praktis Bercerita
1. Ingatlah meskipun dongeng adalah media yang efektif untuk mengembangkan diri si anak, tapi dongeng juga dapat mengikis dan malah merusak pikiran si anak. Karena itu orangtua atau guru harus selektif dalam memilih buku-buku cerita. Ada sebagian bacaan-bacaan yang sebenarnya tidak baik dan tidak ada manfaatnya bahkan bisa merusak anak-anak kita tapi sangat menarik karena plot cerita, gaya bahasa dan aksesori-aksesori lainnya. Seorang ayah atau ibu yang baik harus menyeleksi buku-buku dongeng untuk anak-anak mereka, jangan biarkan anak-anak terbiasa membaca buku-buku yang tidak sesuai dengan nilai dan budaya Islam. Perhatikan juga perpustakaan-perpustakaan yang sering dikunjungi oleh anak-anak.

2. Saya ingin menyampaikan pesan kepada para penulis buku cerita agar tidak melupakan anak-anak. Tulislah buku-buku cerita yang dapat mencerdaskan jiwa dan akhlak anak-anak. Dan jangan sekali-kali merasa malu atau rendah diri. Banyak sekali inspirasi yang bisa diambil dari al-Quran dan hadis-hadis nabi, perjalanan para imam dan sebagainya. Kita memiliki khazanah kekayaan literatur cerita yang sangat melimpah dan tak terbatas. Sayangnya jarang sekali orang yang melirik sumber-sumber ini.

Komunitas para penulis anak-anak memang masih menjadi makhluk langka. Dan mereka juga masih belum profesional. Sebagian malah memandang sebelah mata atas profesi tersebut. Menulis cerita anak-anak adalah profesi para empu hebat dan talenta ini harus didapat dengan pendidikan secara khusus.

3. Dalam menulis cerita untuk anak-anak jangan diniatkan hanya untuk hiburan. Cerita juga harus mengandung pesan, sebaiknya pesan itu dikemas secara tersirat agar masuk ke hati si pendengar. Pilihlah kata-kata yang tepat dan baik dan susunlah dengan kalimat-kalimat yang efektif, sebab si pendengar bukan hanya mencari pesan tapi juga akan memelototi kata-kata.
4. Mendongeng itu hanyalah metode dan bukan tujuan. Nilai sebuah cerita itu terletak pada pesan. Semakin pesannya hebat maka nilai ceritanya juga akan terangkat.


Kiat Menulis Cerita
Cerita itu harus mengandung pesan khusus.

Cerita itu harus disesuaikan dengan usia, psikologi dan kebutuhan si pembaca.

Tokoh dalam cerita itu sebaiknya sebaya dengan usia si pembaca, supaya lebih dipahami oleh jiwa mereka dan jika yang diangkat dalam cerita itu adalah tokoh-tokoh dewasa, maka sebaiknya dilukiskan karakter mereka yang mirip dengan karakter anak-anak kecil dan remaja.

Selain isi dan gaya penulisan harus berkualitas, begitu juga kualitas cetakan, cover dan setting juga harus menarik anak-anak. Sayangnya buku-buku anak ditulis dan dicetak masih asal-asalan sehingga kurang begitu menarik.

Para penerjemah buku-buku cerita dari Barat harus bisa menyeleksi naskah-naskah yang tidak akan merusak ajaran-ajaran Islam. Berusaha dengan sengaja menerjemahkan buku-buku yang mengajarkan budaya-budaya yang merusak, berorientasi hedonis, kebebasan pergaulan tanpa batas, pelampiasan nafsu seksual, dan paham-paham anti Tuhan bisa dianggap sebagai tindakan pengkhianatan.


Film dan Teater
Sebetulnya film itu adalah media yang paling efektif dalam mentransfer nilai-nilai yang baik kepada anak didik. Tidak ada yang menyangkal bahwa film memang mampu menyedot pengunjung dalam jumlah yang sangat besar, apalagi bagi anak-anak. Film tidak hanya memberikan hiburan tapi juga mengandung pesan-pesan tertentu. Akhlak dan moral yang baik akan lebih efektif kalau disampaikan melalui film. Seperti halnya film yang buruk juga akan membawa dampak yang besar kepada penontonnya. Jadi film bisa digunakan untuk merusak moral dan juga bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki moral. Membuat film memang sebuah seni dan keahlian yang harus diapresiasi, tetapi nilai film itu sendiri terletak pada isi dan pesan.

Ukuran film yang baik tidak hanya pada pesan apa yang ingin disampaikan oleh film tersebut, namun visual dan para artisnya juga harus ikut mengajarkan nilai-nilai yang baik. Karena si penonton mungkin saja tidak memedulikan pesan film tersebut tapi hanya tertarik dengan seluruh penampilan, gaya bicara, cara berpakaian, warna pakaian, sepatu, topi dan juga cara menyantap makanan para artis yang memainkan peranan dalam film tersebut. Setiap peminat film memiliki selera tersendiri dalam menikmati sebuah film.

Ada film-film yang baik dan berkualitas tapi tercoreng oleh gerak-gerik sebagian artis dan itu biasanya yang memberikan pengaruh yang lebih besar kepada anak-anak. Gaya merokok yang ditampilkan seorang aktor untuk memperagakan perasaan stress, mungkin lebih menarik bagi anak-anak sehingga mereka akan menirunya. Fakta juga membuktikan bahwa anak-anak lebih menyukai adegan-adegan kejar-kejaran antara polisi dengan penjahat, adegan perkelahian, adegan kekerasan, menjadi penjahat, main pisau, berbohong dan kabur dari rumah.

Cara berbusana seorang artis juga bisa ditiru oleh anak-anak perempuan. Kalau seorang artis sering mempertontonkan bagian-bagian yang tidak boleh terlihat maka itu akan menjadi mode bagi anak-anak perempuan yang melihatnya. Penampilan-penampilan yang tidak sopan juga dapat merusak orang-orang yang lemah iman.

Anak-anak muda yang belum menikah atau juga laki-laki yang sudah beristri pasti akan merasakan sesuatu ketika melihat wanita-wanita cantik atau wanita dengan pakaian setengah telanjang dalam sebuah film. Dan bisa jadi mereka ingin melampiaskannya dengan segala cara. Itu jelas film yang masuk dalam kategori tidak layak untuk ditonton. Melihat wanita non-Muslim yang bermain dalam sebuah film dengan tanpa syahwat tentu tidak bermasalah secara fikih, tapi tetap saja meninggalkan pengaruh buruk bagi sebagian penonton yang lain.

Orangtua, guru dan semua pihak yang memiliki perhatian terhadap perkembangan akhlak anak-anak tentu tidak bisa bersikap pasif terhadap pengaruh negatif yang ditimbulkan dari sebuah film. Membiarkan pemutaran film apa saja dan membebaskan anak-anak untuk menonton film apa saja adalah pengkhianatan besar kepada generasi muda dan kepada masyarakat.

Yang menyulitkan kita dalam menyeleksi film-film yang berkualitas karena kadang-kadang ada film yang diperuntukkan untuk semua kalangan, baik untuk anak-anak atau untuk orang dewasa. Mungkin saja film itu memang cocok untuk orang dewasa tapi sangat tidak cocok kalau ditonton oleh anak kecil.


Pesan untuk Industri Film
Seorang seniman film harus sadar dengan posisi mereka bahwa mereka sangat menentukan bagi masyarakatnya. Mereka mungkin dapat menyumbangkan sesuatu untuk mendidik masyarakat. Mereka dapat membuat film-film yang berkualitas, film-film yang baik bagi kemajuan masyarakat Islam. Atau mereka juga bisa berdiskusi dan belajar dari para pakar pendidikan Islam.

Lembaga-lembaga dakwah dan pendidikan demikian juga pusat-pusat pendidikan Islam harus membuka mata tentang industri film. Ini adalah sebuah realita besar. Masyarakat tidak bisa dilarang agar tidak menonton film. Jika tidak lahir film-film yang bermutu maka masyarakat akan memilih film-film lain yang mungkin tidak baik untuk mereka. Mereka sebaiknya harus memikirkan untuk menginvestasikan waktu dan modal demi mendidik seniman-seniman film yang religius dan profesional.

Untuk pemerintah dan departemen yang berurusan dengan kebudayaan yang secara syariat dan undang-undang ikut bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anak sebaiknya mereka memikirkan secara serius dan hati-hati dalam mengeluarkan film-film atau acara-acara di TV. Sebaiknya jangan membuat program-progam yang tidak efektif untuk anak-anak.

Orangtua juga sebaiknya jangan terlalu membebaskan anak menonton acara TV atau film apa saja.


Memilih Teman Pergaulan yang Baik
Setiap orang bisa berbagi rasa dan duka dengan sahabatnya. Sahabat adalah orang yang paling dekat sekaligus paling banyak mempengaruhi kita. Anak-anak dan remaja kita juga tidak berbeda dengan orang dewasa lain yang membutuhkan teman. Memiliki teman yang mengerti tentang dirinya adalah kebutuhan alamiah seorang manusia dan itu tidak boleh diabaikan oleh orangtua. Seseorang yang tidak memiliki teman akan merasa kesepian, seolah-olah ada yang hilang dalam hidupnya. Momen-momen yang paling menyenangkan untuk anak-anak dan remaja kita adalah saat-saat mereka bisa mengobrol bebas dengan teman-teman mereka. Dan kebutuhan alamiah ini diakui oleh Islam.

Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Manusia yang paling lemah adalah manusia yang tidak bisa mendapatkan kawan dan yang paling lemah lagi adalah yang tidak mampu menjaganya."[316]

Abul Hasan as ditanya, "Kehidupan apa yang paling utama di dunia?" Beliau menjawab, "Rumah yang luas dan banyak teman."[317]

Imam Ali as juga berkata, "Kehilangan sahabat artinya keterasingan."

Hasil dari persahabatan itu bukan sekedar berjumpa, saling berkunjung dan berbicara saja tapi yang lebih penting dari itu adalah pengaruhnya. Seseorang akan dengan senang hati menjadikan sahabat itu sebagai modelnya, ia suka mengikuti kata-katanya dan meniru-niru sikapnya. Bahkan seorang sahabat yang sejati akan menyerahkan kepercayaan kepadanya. Di kalangan anak-anak atau remaja terdapat hubungan persahabatan yang lebih kuat dibandingkan orang dewasa.
Anak-anak biasanya lebih mudah menjalin komunikasi dibandingkan orang dewasa.

Jangan sekali-kali menafikan pengaruh seorang sahabat. Memilih sahabat sebetulnya memilih pendidik dan guru bagi kita. Anak muda yang berteman dengan sahabat yang buruk, maka bersiap-siaplah untuk menjadi buruk dan demikian pula sebaliknya kalau memiliki teman yang baik, maka ia juga akan menjadi baik. Karena itu hati-hatilah dalam memilih teman.

Imam Jawad as mengatakan, "Jauhilah persahabatan dengan orang yang jahat, karena ia akan seperti pedang yang terhunus. Indah dilihat tapi bisa melukai."[318]

Imam Jawad as menambahkan, "Kebaikan dunia-akhirat terhimpun dalam dua hal: menyimpan rahasia dan bersahabat dengan orang baik. Dan keburukan dunia-akhirat terhimpun dalam dua hal: menyebarkan rahasia dan bersahabat dengan orang jahat."[319]

Rasulullah saw mengatakan, "Seorang manusia terbentuk oleh agama sahabatnya, maka perhatikanlah dengan siapa mereka bersahabat!"[320]

Amirul Mukminin Ali as mengatakan, "Hati-hatilah dalam bersahabat dengan si fasik, karena akan menularkan keburukan."[321]

Beliau juga mengatakan kepada anaknya, "Bersahabatlah dengan orang baik, maka kamu akan menjadi orang baik dan jauhilah orang buruk, maka kamu akan jauh dari mereka!"[322]

"Janganlah menjalin persahabatan dengan si fasik, karena kamu akan diajari kefasikan. Kemudian Imam mengatakan, 'Ayahku menyuruh aku melakukan tiga hal dan melarang aku tiga hal: yaitu 'Hai anakku, siapa saja yang berteman dengan orang buruk maka kamu tidak akan selamat dari keburukannya dan siapa saja yang masuk ke tempat yang buruk maka akan terkena getahnya, dan siapa saja yang tidak dapat mengendalikan lidahnya akan menyesal.'"[323]

Luar biasa, kita bahkan bisa menyimpulkan bahwa nasib anak-anak dan remaja kita ada di tangan sahabat-sahabatnya. Kalau mereka baik maka anak kita akan selamat, tapi kalau teman-temannya adalah orang-orang yang buruk, maka apa yang bisa kita lakukan?

Anak-anak umumnya mudah percaya, mudah terkecoh, terbujuk dan minim pengalaman. Orang-orang jahat dengan mudah memanfaatkan kelemahan-kelemahan mereka. Karena itu orangtua, atau guru harus berusaha menemukan teman yang baik untuk mereka. Tetapi orangtua juga tidak bisa mengekang mereka, karena memiliki sahabat adalah kebutuhan alamiah. Kalau mereka dikekang dan terlalu diatur, maka dikhawatirkan akan memberikan reaksi yang negatif.

Orangtua juga tidak bisa mengatakan bersahabatlah dengan si fulan dan jangan bersahabat dengan si fulan! Yang bisa dilakukan oleh orangtua adalah menciptakan kondisi dan lingkungan sehingga anak-anaknya bisa berteman dengan orang-orang yang baik. Temukanlah orang-orang yang baik, kemudian carilah strategi agar anak-anak Anda bisa akrab dengan mereka. Mungkin usaha Anda tidak cukup sekali dua kali, tapi memerlukan kesabaran dan kebiasaan yang berulang-ulang sehingga anak Anda akan membukakan hatinya kepada sahabat barunya yang baik.

Cara lain adalah mendiskusikannya dengan anak Anda. Biarkan mereka mencerna dan memahami kata-kata Anda, jelaskan kepada mereka apa manfaat memiliki sahabat yang baik dan apa saja kerugian yang akan menimpanya jika memiliki sahabat yang jelek. Kemudian Anda juga mengawasi secara tidak langsung pergaulan anak-anak Anda. Kalau Anda mengetahui bahwa anak Anda memiliki teman-teman yang baik maka dukunglah, dan sebaiknya jika mereka terjebak dalam pergaulan yang tidak sehat, maka dengan penuh kelembutan dan kasih sayang jelaskan dengan bahasa-bahasa yang dapat dipahami oleh jiwanya bahwa teman ini memiliki cacat dan perilaku yang buruk yang bisa merusak karakternya. Sekiranya anak Anda tidak mau mendengar kata-kata Anda, walaupun Anda sudah menggunakan bahasa yang lembut dan dengan cara apa saja, maka selamatkanlah anak Anda dari pergaulan yang buruk sesegera mungkin. Karena teman yang buruk itu akan menghancurkannya dan orangtua tidak boleh membiarkan persahabatan itu terjadi.


Berdialog Tentang Baik dan Buruk dengan Anak
Kalau anak Anda sudah cukup dewasa, maka ajarkanlah pengertian-pengertian yang baik dan yang buruk. Ajarkan kepada mereka pada saat-saat yang tepat agar anak memiliki konsep kebaikan dan keburukan. Berikanlah dorongan agar mereka mau melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Katakan kepada mereka bahwa si fulan itu melakukan perbuatan baik, maka teladanilah dan si fulan melakukan perbuatan buruk, maka jauhilah! Ajarkanlah kebaikan dan keburukan yang bisa dipahami oleh imajinasi mereka. Jangan dulu mengajarkan topik-topik yang masih abstrak di pikiran mereka. Biarkan anak secara bertahap memahami konsep-konsep kebaikan dan keburukan sekaligus belajar mempraktikkannya. Ketika masih belum dewasa mereka tidak akan banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Barulah setelah mereka matang mereka akan sering mencecar orangtua mereka dengan pertanyaan-pertanyaan.

Orangtua juga harus memberikan jawaban-jawaban yang jelas supaya mereka lebih bersemangat dalam melakukan kebaikan dan menjauhi hal-hal yang buruk.

Jean Soto mengatakan berbicaralah kepada anak-anak dengan bahasa-bahasa yang logis kalau itu sudah memungkinkan. Kalau si anak sudah bisa menyerap kata-kata ibunya maka itu artinya anak-anak tersebut sudah bisa memahami alasan-alasan rasional orangtua mereka. Kadang-kadang mereka juga ingin diperlakukan seperti layaknya orang-orang dewasa.[324]

Memberi keterangan yang bisa dicerna anak-anak tentang perkara-perkara yang harus dilakukan dan jangan dilakukan bisa mendorong semangat mereka.

Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Manusia yang tidak bisa memahami keburukan sesuatu sulit meninggalkan keburukan tersebut."[325]

Memahami keburukan secara logis akan mendorong seseorang untuk meninggalkannya.

Tafakur tentang nilai positif suatu perbuatan bisa memotivasi orang itu untuk mengamalkannya.

Jadi penjelasan rasional, logis dan masuk akal tentang suatu perbuatan baik atau buruk bisa juga dimasukkan sebagai bagian dari strategi pemberdayaan.
Allah Swt berfirman, Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (QS. an-Nahl:125).





35
Agar Tak Salah Mendidik

Efektifitas Nasihat
Salah satu metode yang masih efektif dalam pembinaan karakter adalah memberi nasihat. Ada perbedaan antara memberi nasihat dengan mengajar atau memberikan ceramah. Nasihat memiliki pengaruh yang besar. Nasihat itu masuk ke dalam hati walaupun tidak menggunakan penjelasan-penjelasan yang rasional.

Nasihat itu cukup ampuh dalam membangunkan kesadaran seseorang, bahkan lebih dari itu karena setiap orang secara alamiah memerlukan nasihat. Tidak semua orang memerlukan pengajaran tapi pasti setiap manusia butuh kepada nasihat, bahkan sekalipun orang-orang pintar dan orang-orang saleh.
Imam Ali as juga mengatakan, "Nasihat itu memberi cahaya kepada hati."[326]

Al-Quran mengatakan: Ini adalah penjelasan dan nasihat untuk orang-orang yang bertakwa (QS. Ali Imran:138).

Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat dari Tuhanmu dan penyembuh apa yang ada di dalam hati serta petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang beriman (QS. Yunus:57).

Dan sungguh, Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penjelasan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan sebagai pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa (QS. an-Nur:34).

Maka ingatkanlah dengan al-Quran mereka yang takut akan ancaman (QS. Qaf:35).

Dan berilah peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman (QS. adz-Dzariyat:55).

Berilah peringatan karena kamu adalah pemberi peringatan (QS. al-Ghasyiyah:21).

Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik (QS. an-Nahl:125).

Menurut ayat di atas, nasihat itu terbagi kepada dua kategori: nasihat yang baik dan nasihat yang tidak baik. Seluruh nasihat-nasihat Rasulullah itu baik karena berkesan di hati dan tidak menimbulkan dampak yang buruk.


Syarat-syarat Supaya Nasihat itu Menjadi Efektif
Si pemberi nasihat harus terlebih dahulu mengamalkannya. Kata-katanya harus menjadi cermin perbuatannya. Kalau apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan sama sekali tidak didukung oleh perbuatannya maka nasihatnya tidak akan ada yang mendengar. Imam Ali as mengatakan, "Sesungguhnya seorang alim jika tidak mengamalkan ilmunya, maka nasihatnya akan meleset dari hatinya seperti hujan yang meleset dari tempat yang licin."[327]

Ali as juga mengatakan, "Nasihat yang tidak akan dikeluarkan oleh telinga dan yang bermanfaat adalah nasihat yang tidak dikatakan oleh mulut tapi dijelmakan dalam perbuatan."[328]

Efektifitas nasihat tergantung pada kredibilitas si pemberi nasihat.

Berikan nasihat secara khusus jangan di depan orang ramai, supaya tidak merasa malu untuk menerima kenyataan dirinya. Jangan mempermalukan anak-anak dan remaja yang umumnya masih sangat peka dan emosional. Kecuali kalau isi nasihat itu adalah hal-hal yang umum. Imam Ali as mengatakan, "Memberi nasihat di depan orang-orang banyak sama saja dengan mengejeknya."[329]

Sampaikan nasihat secara singkat. Terlalu lama memberi nasihat akan membosankan.

Nasihat itu harus jelas dan disesuaikan dengan kebutuhan psikologis pendengar.

Berikan nasihat secara bertahap. Jelaskan terlebih dahulu hal-hal yang prinsip sebelum menjelaskan hal-hal yang tidak prinsip. Kalau si audiens mau menerima hal-hal yang prinsipal yang disampaikan maka barulah melangkah ke hal-hal yang lain. Karena kalau tidak demikian, maka hasilnya akan negatif. Seperti memberi nasihat seorang wanita yang imannya masih lemah dan tidak memakai jilbab, maka tindakan pertama adalah berupaya untuk memperkuat keyakinan wanita tersebut, sebelum menyuruhnya untuk memakai jilbab.

Berikan nasihat dengan penuh pengertian dan rasa cinta, jangan menggurui atau memarahinya.

Amirul Mukminin mengatakan, "Kelemah-lembutan itu kunci kesuksesan."[330]


Peranan Amar Makruf Nahi Mungkar
Amar makruf artinya memerintahkan kepada kebajikan dan nahi mungkar yaitu melarang hal-hal yang mungkar, dosa dan perbuatan-perbuatan tercela. Amar makruf dan nahi mungkar ini adalah salah satu pilar penting di dalam ajaran Islam yang harus dihidupkan oleh kaum Muslim. Dan lebih penting dari kewajiban-kewajiban lainnya karena dengan amar makruf dan nahi mungkar maka perintah-perintah agama yang lain akan mudah dilaksanakan dan larangan-larangan juga dengan mudah bisa dihindarkan.

Ayat-ayat al-Quran maupun hadis-hadis sering sekali membicarakan tema ini, Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik (QS. Ali Imran:110).

Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana (QS. at-Taubah:71).

Amirul Mukminin as mengatakan, "Semua amal-amal kebaikan dan bahkan jihad di jalan Allah bila dibandingkan amar makruf nahi mungkar seperti setitik air dengan lautan yang luas."[331]

Imam Baqir as juga mengatakan, "Amar makruf nahi mungkar itu adalah dua sifat dari sifat-sifat Allah Swt. Siapa yang membantunya maka Allah akan memuliakannya dan siapa yang merendahkannya maka Allah akan merendahkannya."[332]

Ali bin Abi Thalib as juga mengatakan, "Sendi syariat adalah amar makruf dan nahi mungkar."[333]

Imam Muhammad Baqir as mengatakan, "Amar makruf dan nahi mungkar itu adalah jalan para nabi, jalur orang-orang saleh dan kewajiban yang sangat agung yang akan menegakkan kewajiban-kewajiban lain."[334]

Amar makruf nahi mungkar itu tak ubah dengan agenda kontrol menyeluruh. Islam memberikan hak khusus (wilayat) kepada kaum Muslim untuk mengajak Muslim yang lain ke jalan kebaikan dan menjauhkan mereka dari keburukan. Setiap orang Muslim wajib mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan dan mencegah mereka dari hal-hal yang buruk.

Di dalam praktiknya amar makruf nahi mungkar dilakukan secara bertahap di antaranya:

Memberikan penjelasan tentang dampak buruk dari suatu perbuatan

Nasihat dengan kata-kata

Memberikan contoh dengan perbuatan

Memberikan perintah dengan kata-kata

Dan menutup jalan kemungkaran dengan ancaman hukuman

Amar makruf nahi mungkar adalah agenda yang sangat efektif dan akan membantu program-program pendidikan dan pembinaan karakter manusia. Di dalam kitab-kitab fikih sudah diatur tentang hukum-hukum serta aturan main amar makruf nahi mungkar secara lebih lengkap, saya hanya ingin mengutip sebagian kecil dari aturan tersebut.

Salah satu bab di dalam kitab fikih membicarakan amar makruf nahi mungkar bagi seorang ayah terhadap anaknya. Seperti yang diuraikan di dalam ayat-ayat al-Quran demikian juga dalam hadis-hadis nabi bahwa ada kewajiban berat yang ditanggung orangtua khususnya seorang ayah terhadap anaknya yaitu mendidik anak-anaknya.

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (QS. at-Tahrim:6)

Dan dia menyuruh keluarganya untuk (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat, dan dia seorang yang diridhai di sisi Tuhannya. (QS. Maryam:55)

Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (QS. Lukman:13)

Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting. (QS. Lukman:17)

Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh.

Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (QS. Lukman:18)

Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS. Lukman:19)

Imam Shadiq as juga menukil sebuah hadis dari ayahnya Imam Baqir as, "Kami menyuruh anak-anak kami yang sudah berusia lima tahun untuk melakukan shalat dan kalian perintahkan anak-anak kalian yang sudah berusia tujuh tahun untuk shalat."

Muawiyah bin Wahhab bertanya kepada Imam Shadiq as, "Dalam usia berapa seorang anak disuruh shalat?" Beliau menjawab, "Antara usia tujuh dan enam tahun."

Imam Shadiq as juga mengatakan, "Kami menyuruh anak-anak kami untuk berpuasa ketika mereka berusia tujuh tahun disesuaikan dengan kemampuan mereka apakah sampai Zuhur, kurang atau lebih dari waktu Zuhur. Jika anak-anak tidak tahan dengan rasa haus atau rasa lapar, maka biarkan mereka berbuka, ini untuk membiasakan agar mereka kuat berpuasa dan suruhlah mereka berpuasa dalam usia sembilan tahun sesuai kemampuan mereka dan jika mereka tidak tahan dengan rasa haus, biarkanlah mereka berbuka."

Intinya, orangtua harus telaten dan berupaya keras dalam membimbing anak-anak. Mereka tidak boleh lengah sedikit pun apalagi terhadap hal-hal yang akan merusak moral anak-anak mereka. Orangtua tidak boleh kecolongan oleh anak-anak mereka. Pahami semua kebiasaan dan karakter anak-anak. Perhatikan kekuatan fisik dan jiwa mereka dan doronglah mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang positif dalam momen-momen yang tepat serta cegahlah mereka dari perilaku-perilaku yang negatif melalui nasihat dengan kata-kata atau tindakan. Dan dalam kasus-kasus tertentu orangtua juga bisa meminta nasihat para ahli pendidikan Islam.

Tentu saja, dalam prosesnya mesti dilakukan dengan sangat hati-hati. Karena sedikit saja kesalahan akan berdampak fatal sekali. Orangtua sebaiknya banyak belajar tentang perkembangan fisik dan mental anak-anaknya, untuk menyesuaikan strategi amar makruf nahi mungkar terhadap mereka. Tetapi jangan lupa untuk mengajari anak-anak dengan teladan dari diri sendiri (orangtua, peny.) karena itu lebih membekas di dalam hati mereka.


Semangati Anak-anak untuk Melakukan Hal-hal yang Positif
Setiap orang bahkan orang yang sudah dewasa memerlukan motivasi yang baik dalam melakukan segala sesuatu. Siapa saja akan memiliki antusiasme dahsyat kalau memiliki semangat yang terus menyala di dalam dadanya. Manusia yang bersemangat akan memiliki kepercayaan diri yang lebih besar. Semua kesulitan akan menjadi tantangan bagi dirinya. Sebaliknya mereka yang tidak memiliki semangat yang besar sulit untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

Dorongan membuat seseorang merasa berharga dan timbul hasrat untuk menyempurnakan aktivitasnya, sebaliknya celaan dan kritikan selain sangat menyakitkan juga melecehkan dirinya.

Dorongan dan hukuman itu penting dalam proses pendidikan manusia, karena orang yang patuh terhadap aturan dan yang tidak patuh patut mendapatkan balasan atas perbuatannya. Orang yang patuh patut menerima penghargaan dan orang yang tidak taat dengan aturan harus mendapatkan hukuman. Kedua kelompok ini tidak dapat disejajarkan. Dalam sistem pendidikan Islam kelompok orang yang baik dan kelompok yang buruk jangan diperlakukan dengan sama. Kelompok yang berbuat baik akan mendapatkan pujian, sementara kelompok orang yang melanggar perintah-perintah Islam pantas mendapatkan hukuman. Islam menjanjikan pahala untuk orang-orang yang berbuat kebajikan dan menjanjikan siksaan untuk orang-orang yang berbuat buruk.

Al-Quran sering menggunakan kalimat-kalimat ancaman atau kalimat-kalimat pemberi kabar gembira, tetapi untuk mendidik manusia, Islam menganjurkan agar lebih sering memanfaatkan motivasi-motivasi positif. Berita-berita kabar gembira di dalam al-Quran itu untuk memberi semangat manusia.

Maka sungguh Kami telah mudahkan itu dengan bahasamu agar dengan itu engkau dapat memberi kabar gembira kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar engkau dapat memberi peringatan kepada kaum yang membangkang. (QS. Maryam:97)

Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (QS. al-Baqarah:25)

Amirul Mukminin as juga mengatakan, "Janganlah kamu pandang sama antara orang yang baik dan orang yang buruk, karena itu akan melemahkan semangat orang-orang yang suka berbuat baik dan memicu keberanian orang-orang yang berbuat jahat."[335]

Tentang pengaruh penghargaan dan hukuman juga diakui oleh para pakar pendidikan. Melalui penelitian-penelitian di lapangan mereka telah membuktikan signifikansi pengaruhnya.

Penghargaan itu bisa berbentuk pujian, ucapan terimakasih, pemberian hadiah, memberikan baju dan sepatu baru, coklat, buku cerita, pensil berwarna atau berupa acara piknik, senyuman, pelukan, ciuman, mendongengkan sebuah cerita, memberikan nilai yang bagus, menyerahkan medali penghargaan, uang dan sebagainya. Dan jangan lupa penghargaan-penghargaan itu disesuaikan dengan faktor usia dan kesenangannya.

Pada taraf awal kehidupannya anak-anak sangat memerlukan dukungan dari orangtua mereka. Janganlah bakhil dengan pujian, senyuman, pelukan dan keceriaan wajah untuk anak-anak Anda! Seiring dengan perkembangan usianya maka mereka lebih senang lagi dengan hadiah-hadiah dan pujian. Begitu meningkat usianya mereka lebih suka kalau penghargaan itu dalam bentuk buku-buku cerita, sepatu, baju baru dan hadiah berupa paket wisata dan sejenisnya.
Untuk selanjutnya penghargaan yang layak bagi mereka adalah kepercayaan kita dan memberinya hak untuk mengeluarkan pendapat.

Orang-orang yang memiliki pengaruh besar terhadap semangat kinerja seseorang adalah ibu, ayah, guru, teman dan masyarakat lain. Orangtua dan pendidik sebaiknya dari sekarang mulai mengarahkan agar anak-anak mereka lebih memperhatikan Allah Swt. Ajari anak-anak agar mengerti bahwa mendapatkan keridhaan Allah itu jauh lebih penting dari segala hal.

Singkat kata, manfaatkan penghargaan itu untuk menumbuhkan nilai-nilai yang positif dalam diri anak-anak. Ketika si anak terus memiliki semangat untuk menumbuhkan nilai-nilai yang baik, maka ia juga akan terus berusaha untuk menyempurnakan performanya.

Meskipun penghargaan itu memang penting dalam pembinaan karakter, bukan berarti tidak mengandung hal-hal yang negatif. Kalau penghargaan itu dimaknai sebagai suap maka si anak akan selalu tergantung dengan penghargaan. Begitu si anak beranjak dewasa ia baru mau melakukan sesuatu kalau diiming-imingi dengan hadiah-hadiah. Di dalam dirinya tidak tumbuh perasaan bertanggung jawab atas perbuatannya. Bisanya cuma berharap dari orang lain. Bahkan ketika melaksanakan kewajiban-kewajiban sosial dan agama. Kalau ia tidak merubah sifatnya ia akan kehilangan teman-temannya karena siapa pun tidak akan suka dengan manusia seperti itu.

Orangtua atau guru mesti membenahi cara berpikir anak-anak yaitu bahwa mereka juga memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perbuatan tertentu, meskipun tidak mendapat pujian.

Agar penghargaan itu tepat kepada sasaran, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

Berikan penghargaan atau pujian atas perbuatan si anak dan bukan pribadi anak tersebut. Si anak harus mengerti bahwa penghargaan itu untuk perbuatannya.

Penghargaan juga harus proporsional dengan perbuatannya. Dengan kata lain pujian itu janganlah terlalu berlebihan. Sangatlah tidak tepat kalau kita mengatakan kepada anak-anak kita bahwa mereka semua sudah sempurna. Dan oleh karena itu, layak mendapat pujian atau kita katakan bahwa ia adalah anak yang tidak pernah berdusta, tetapi sebaiknya Anda katakan kepadanya bahwa ia layak mendapat pujian karena telah melakukan perbuatan yang baik atau kita katakan sampai sekarang ini kami belum pernah mendengar satu kebohongan pun darinya! Ketika kita memuji lukisan anak-anak, pujilah secara spesifik (jangan semua dikatakan indah-penerj.), demikian juga ketika kita mau memuji tulisan anak-anak, pujilah tulisan yang indahnya saja!

Sampaikan pujian, tapi jangan terlalu sering. Itu pun untuk hal-hal positif saja, sebab kalau terus-menerus memuji dan ditujukan untuk segala hal, nilai pujian itu akan kehilangan artinya.

Ketika memuji si anak, janganlah membanding-bandingkannya dengan orang lain. Misalnya seorang ayah tidak tepat kalau mengatakan, "Engkau anak yang baik karena rajin belajar tidak seperti si Hasan yang suka malas!" Kalau Anda memuji anak tapi dengan menjelekkan anak yang lain, maka itu akan menimbulkan kesan yang tidak baik pada diri anak (terhadap anak yang dibandingkan tersebut-peny .).

Jangan terlalu berlebihan dalam memberikan pujian karena itu akan membuat si anak menjadi sombong.

Amirul Mukminin Ali as mengatakan, "Seringkali seseorang menjadi takabur karena pujian-pujian."[336]

"Ketika memuji seseorang maka janganlah terlalu berlebihan!"

Jangan memuji anak-anak secara tidak realistis. Karena anak-anak juga mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya. Anak-anak kalau menyadari bahwa pujian itu tidak mengandung apa-apa akan merasa muak dengan orang yang memujinya itu. Amirul Mukminin Ali as mengatakan, "Pujian di luar batas itu adalah menjilat dan pujian yang setengah-setengah menunjukkan ketidakberdayaan si pemuji atau karena hasud."[337]

Penghargaan juga harus disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas anak-anak. Jangan memberikan pujian yang maksimal atas perbuatan yang kurang begitu penting. Hadiah-hadiah yang mahal harus diberikan atas pekerjaan-pekerjaan yang penting, dan disarankan hadiah-hadiah itu juga diberikan secara bertahap disesuaikan dengan keberhasilan anak. Jadi, jangan diberikan sekaligus.

Berikan penghargaan atau pujian untuk hal-hal yang telah mereka raih dengan kerja keras dan bukan karena talentanya. Seorang anak yang memiliki IQ biasa-biasa tapi karena rajin belajar sehingga memperoleh nilai yang tinggi dalam pelajarannya, maka anak itu pantas mendapatkan pujian.





36
Agar Tak Salah Mendidik

Peranan Hukuman dalam Proses Pendidikan
Hukuman itu untuk menakut-nakuti agar manusia meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak baik atau mencegahnya melakukan hal-hal yang buruk. Hukuman dan penghargaan sering dipraktikkan di masa lampau dan sebagian masih dipraktikkan di era sekarang ini. Para ahli pendidikan modern mengritik pendidikan anak dengan cara-cara seperti itu. Dalam kesempatan ini saya mencoba melakukan analisa atas tema hukuman dalam proses pendidikan, semoga bisa membuat Anda lebih memahaminya.


Jenis-jenis Hukuman
Secara umum ada dua jenis hukuman


Hukuman badan
Hukuman badan adalah hukuman yang dikenakan terhadap badan seperti pukulan, siksaan fisik, qishash, hukuman yang telah ditetapkan oleh syariat, atau memotong sebagian anggota badan dalam hukum kisas.


Hukuman non-fisik
Hukuman yang menyakitkan tapi tidak menimpa badan seperti cacian, kutukan, penjara, larangan makan dan minum, disuruh berdiri, atau bertahan di tempat yang sangat panas atau sangat dingin, teror, intimidasi, denda, diasingkan dan dengan pembunuhan karakter.

Sejak lama hukuman memang sudah diberlakukan untuk anak-anak, remaja bahkan orangtua yang melakukan pelanggaran-pelanggaran. Orangtua merasa bahwa hukuman fisik, apakah itu pemukulan dan sebagainya itu perlu untuk anak-anak. Para majikan merasa berhak untuk menghukum bawahan-bawahan mereka sekehendak hati mereka. Polisi dan aparat pengadilan adalah petugas-petugas yang melakukan hukuman atas mereka.

Di era sekarang ini meskipun hukuman fisik agak berkurang tetapi di sebagian wilayah masih tetap diberlakukan, khususnya bagi orang-orang bersalah yang meringkuk di penjara. Hal ini ditentang oleh para aktivis, meskipun di antara mereka sendiri masih terdapat pro-kontra. Secara singkat kita akan mencatat perbedaan pandangan tersebut.


Pandangan yang Pro Terhadap Hukuman
Sebagian pakar pendidikan menganggap hukuman untuk anak-anak dan remaja masih diperlukan dan masih bisa diandalkan.

Khoja Nashiruddin Thusi mengatakan, "Ajari ia (anak-anak) dengan keras agar tidak melakukan perbuatan buruk. Jangan sampai dari kecil sudah terbiasa melakukan perbuatan jelek.Mereka itu suka berdusta, memiliki sifat hasud, suka mencuri, suka mengadu domba, dan juga bandel, suka mencampuri urusan orang lain. Setelah memberikan pendidikan yang sangat keras maka didiklah agar mereka memiliki sikap sopan-santun. Jadi didiklah anak-anak sejak kecil dengan disiplin. Jangan lupa pula untuk memuji sikap-sikap yang baik darinya, waspadailah agar anak-anak tidak memiliki kebiasaan buruk karena seperti peribahasa Al-Insânu hârisun 'ala ma' muni'a (manusia itu penasaran dengan larangan). Manusia itu suka terhadap hal-hal yang menyenangkan dan tidak tahan dengan penderitaan. Seorang pendidik harus bisa membuat anak didiknya sadar dengan perbuatannya sehingga tidak berani lagi mengulangi perbuatan buruknya."[338]

Aristoteles mengatakan, "Rasa takut akan hukuman itu lebih efektif (untuk membina manusia-penerj.) dari ajakan-ajakan untuk berbuat baik. Dan ini diakui oleh orang-orang yang suka menggunakan nalarnya. Orang yang membuat peraturan berkewajiban mengajak manusia pada hal-hal yang utama dan juga memberikan hukuman kepada orang-orang yang suka melanggar."[339]

Powelson mengatakan, "Tanpa rasa takut alias rasa hormat atas wacana hukuman maka pendidikan tidak akan berjalan efektif."[340]

Kelompok yang pro dengan hukuman mendasarkan argumen-argumen mereka dengan dalil bahwa pendidikan itu sebenarnya adalah menghancurkan keinginan buruk anak-anak serta mengendalikan mereka.

Herbert seorang guru dari Jerman yang sangat populer mengatakan, "Kepatuhan itu lebih efektif dengan kedisiplinan dan hukuman yang keras itu harus proporsional dan terus berjalan sampai mencapai hasil yang diharapkan."[341]

Jadi menurut kesimpulan para pakar tersebut, hukuman dan penghargaan sama-sama diperlukan untuk mendidik manusia. Bahkan mereka meminta kepada para pendidik dan orangtua agar menerapkan hukuman baik fisik dan non-fisik dan penghargaan kepada anak didik mereka.

Selanjutnya mereka juga berusaha meyakinkan bahwa anak-anak selagi masih kecil sering melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Mereka itu memiliki bakat buruk, pendusta, pencuri, keras kepala dan tidak tahu berterima kasih. Jadi satu-satunya cara untuk merubah mereka adalah dengan hukuman fisik, tidak ada yang lain lagi. Dan karena mereka memang benar-benar suka melanggar, maka tidak ada jalan lain selain menghentikannya dengan hukuman, agar mereka menjadi anak yang baik. Intinya pendidikan adalah menghentikan keinginan buruk mereka.

Saya menolak pendapat itu karena ada hal yang terlalu dilebih-lebihkan, itu yang pertama. Yang kedua, apakah benar anak-anak itu memiliki tabiat buruk, nakal dan tidak bisa dikendalikan sehingga harus dihukum agar mereka menjadi anak yang baik? Anak-anak itu seperti kertas putih yang belum ditulisi apa-apa, anak-anak itu netral; tidak baik dan tidak buruk. Semua sifat-sifat baik itu bukan berasal dari dirinya. Jadi anak itu tidaklah sejahat perkiraan mereka sehingga harus turun hukuman yang keras. Kenakalan anak-anak itu pasti ada sebab-sebabnya. Kalau akar masalahnya dapat teratasi maka kenakalan mereka bisa dikendalikan.

Jadi hukuman bukan sesuatu yang urgen untuk diimplementasikan dalam mendidik anak, masih banyak cara lain yang dapat dijadikan solusi alternatif seperti ajari mereka tentang kebaikan lewat dialog, biarkan mereka bergaul dengan anak-anak yang baik, sebetulnya masih banyak alternatif lain yang harus digali oleh seorang guru yang kreatif.

Hukuman itu bisa dijalankan kalau seorang guru atau orangtua telah mengerahkan segala cara. Jadi hukuman adalah solusi terakhir. Dalam praktiknya hukuman juga harus mengikuti syarat-syarat yang akan dijelaskan dalam pembahasan yang akan datang.


Pandangan Kelompok yang Kontra dengan Hukuman
Sebagian pakar pendidikan menentang hukuman dalam bentuk apapun. Mereka mengingatkan agar siapa saja yang terlibat dalam proses pendidikan tidak menggunakan hukuman untuk anak didik mereka.

Jean Jacques Rousseau mengatakan, "Jangan sekali-kali memberikan hukuman kepada anak-anakmu! Karena mereka belum mengerti apa arti melakukan kesalahan. Jangan engkau memaksakan sesuatu sehingga keluar kata-kata memelas dari anak-anak tersebut. Anak-anak itu belum mengerti arti kebaikan dan keburukan. Jadi mereka tidak pantas diberi hukuman. Mereka tidak pantas mendapat kecaman. Biarkan mereka menemukan diri sendiri, jangan batasi mereka, mereka akan sadar sendiri apa yang sebaiknya mereka lakukan."[342]

Jadi menurut pakar ini biarkan mereka bebas dan jangan ditakut-takuti dengan hukuman atau kecaman. Lepaskan mereka agar bisa mengembangkan potensinya secara bebas dan memahami bagaimana kerasnya kehidupan. Doronglah agar mereka terus memupuk sifat-sifat baiknya, tapi sama sekali jangan biarkan mereka menderita karena hukuman-hukuman Anda. Biarkanlah lingkungan yang akan memberikan pelajaran kepada mereka. Karena setiap amal akan ada kalkulasinya di alam raya. Seorang anak yang bermain-main dengan menggunakan belati tajam akan menerima hukuman dengan mendapatkan cedera. Saat ia jatuh ke tanah, kakinya akan cedera.

Akhirnya anak-anak itu akan lebih hati-hati kalau berjalan. Itulah hukuman fisik dari alam, karenanya tidak usah ditambah lagi dengan hukuman buatan manusia.
Hukuman fisik dan non-fisik juga tidak memiliki nilai pendidikan karena tidak mengambil inspirasi dari alam. Hukuman itu lebih banyak mengandung hal-hal yang negatif dibanding hal-hal yang positif. Ia menyimpulkan proses pendidikan yang berusaha merampok kebebasan dari anak-anak dan memaksa mereka untuk melakukan sesuatu lewat paksaan dan hukuman pada akhirnya akan merugikan anak sendiri dan merusak karakter mereka.

Jean Soto mengatakan, "Seluruh penderitaan manusia seperti ketidakadilan, eksploitasi, ketidakteraturan, permusuhan, dan peperangan berakar dari kekerasan yang dirasakan oleh anak-anak, ketidakdisiplinan, egoisme dan aroganisme yang tumbuh subur dalam hati orang-orang dewasa itu karena faktor pendidikan yang tidak cerdas seperti ini."

Russel menulis, "Menurut pendapat saya hukum fisik sama sekali tidak bisa diterima. Hukuman fisik yang sangat ringan meskipun tidak begitu membahayakan, tapi tidak ada manfaatnya. Saya yakin sekali bahwa cara-cara yang keras malah akan melahirkan watak-watak pemberang."[343]


Pendapat Seorang Pakar Pendidikan
A.L Gary Gore (?) salah seorang tokoh yang kontra terhadap hukuman badan mengatakan, "Anak-anak tidak boleh dididik dengan ketakutan. Janganlah dibina dengan paksaan-paksaan yang tidak mereka pahami. Seorang pendidik yang ingin memaksakan kehendaknya kepada anak-anak, secara tidak sadar sedang mengajarkan bahwa kebenaran itu (harus dilakukan) dengan paksaan. Efek negatif lain dari kekerasan yang diterima anak-anak adalah anak-anak tidak melakukan pelanggaran karena takut akan pukulan (bukan lahir dari kesadaran mereka-peny.), sementara sifat buruknya tetap bersemayam di dalam dirinya. Pukulan tidak membawa kebaikan sama sekali bahkan merugikan. Rasa sakit itu akan masuk dalam memorinya. Masih ada orangtua yang sampai sekarang berpikiran bahwa anak-anak harus belajar sesuatu dengan pukulan, padahal anak-anak yang sering menerima kedisiplinan yang keras tersebut sebenarnya berusaha memerankan anak yang baik di depan mata orangtuanya, sementara jiwanya membelakangi mereka."

Orangtua harus paham bahwa secara lahiriah hukuman fisik itu memang berhasil tapi pada hakikatnya orangtua akan merasakan berbagai kegagalan. Di depan orangtua anak-anak yang nakal itu bisa diselesaikan dengan hukuman fisik, tapi karena mereka memiliki tabiat yang buruk maka kenakalan mereka tetap tidak bisa dihentikan. Jika seorang anak menghentikan kebiasaan buruknya karena mendapatkan hukuman fisik, berarti si orangtua berhasil menanamkan rasa jera kepada si anak, namun keberhasilan ini harus ditebus dengan efek negatif lain yang tidak kurang buruknya, yaitu anak-anak yang dihukum secara fisik tersebut akan menderita ketakutan, atau memiliki sifat pengecut. Selain itu perlu dicamkan dalam benak orangtua bahwa hukuman fisik itu bisa mengganggu sistem saraf anak-anak. Dalam kebanyakan kasus hukuman fisik itu selalu merusak saraf. Hukuman fisik juga kalau terus-terusan akan menimbulkan gejala mental yang tidak sehat.

Mendisiplinkan anak dengan hukuman fisik memang akan membuat anak tersebut menjadi patuh tapi bagaimana dewasanya kelak? Anak-anak yang lemah akan berubah menjadi anak-anak pemurung, apatis, minder dan penakut sementara anak-anak yang bengal akan tumbuh menjadi anak yang keras kepala. Di samping itu, efek buruk lain bagi kedua jenis anak tersebut adalah mereka menjadi terlatih untuk menjadi pendendam, pembohong dan penipu, hingga lenyaplah dunia anak-anak mereka yang polos, lucu dan ceria.

Sang pakar tersebut menambahkan, "Semenjak kecil anak-anak ingin mengetahui segala hal yang ada di sekelilingnya. Kalau bisa mereka ingin melihat segala hal dan menyentuh benda-benda yang dilihatnya. Anak-anak yang sehat biasanya sangat aktif dan suka merusak benda-benda yang dipegangnya. Dan kadang-kadang anak-anak itu suka melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya dan orang lain. Tapi meskipun dengan segala macam kenakalannya itu, orangtua tidak menganggap anak itu memiliki tabiat yang buruk. Anak-anak itu aktif karena ingin melakukan sesuatu atau untuk menunjukkan jati diri. Sikap si anak ini bukan hanya tidak boleh ditekan, tetapi harus dibantu agar semakin aktif. Karena kalau ditekan, otak si anak akan menjadi lambat dan perkembangan mental serta motorik si anak akan terhambat. Anak-anak harus dibiarkan mengekspresikan keinginan-keinginannya tapi bukan berarti dibiarkan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya. Jika anak balita ingin menyentuh sesuatu yang berbahaya kita bisa menggantikannya dengan benda yang lebih aman bagi dirinya.[344]

Anak-anak yang menerima hukuman fisik biasanya akan diam sambil menangis dan berjanji akan mematuhi orangtuanya dan orangtua biasanya akan merasa senang karena (dia menyangka) anaknya berhasil dididik dengan cara demikian. Namun dalam kebanyakan kasus keberhasilan itu harus ditebus dengan kegagalan yang pahit. Sangat jarang sekali hukuman itu berhasil menanamkan kesadaran kepada diri anak. Meskipun hukuman fisik itu diterapkan secara bertahap, tetap saja di dalam diri si anak akan muncul sikap-sikap negatif terhadap suasana dan lingkungannya. Ia akan menunjukkan sikap tidak suka dan tidak lagi berselera untuk mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dan pada sebagian besar anak berkembang sifat-sifat negatif seperti penakut, pemurung dan minder, memang tidak kelihatan secara langsung karena ia menyimpannya di dalam dirinya."[345]

Untuk mendidik anak-anak yang masih kecil, usahakanlah terlebih dahulu agar anak-anak itu memahami keinginan orang dewasa, mempercayainya dan tidak keberatan mematuhi perintah-perintahnya. Kalau tidak demikian jangan menyuruh mereka secara paksa. Artinya orangtua atau guru pendidik sangat diharapkan untuk menghargai perasaan dan pikiran anak-anak.

Hukuman model ini sebagai bagian dari proses pembinaan anak-anak ditolak secara mutlak oleh pakar ini. Hukuman apapun, menurutnya, tidak efektif dan juga sangat beresiko apalagi hukuman fisik.


Argumentasi yang Diajukan oleh Kelompok yang Kontra dan Kritik atas Mereka
Di antara argumentasi yang disodorkan oleh kelompok yang kontra adalah bahwa anak-anak kecil itu tidak memahami konsep salah dan benar dan juga tidak bermaksud melakukan hal yang salah, tetapi ini bisa dijawab bahwa,

Hukuman itu baru diberikan kalau anak sudah diberi penjelasan dan pada saat metode lain untuk menghentikan perbuatan buruk si anak tidak efektif lagi.

Anak-anak juga pada akhirnya harus diajarkan mana perbuatan yang baik dan yang buruk. Mereka harus mengerti perilaku apa saja yang bisa diterima oleh orangtuanya dan orang lain sebab ia akan berinteraksi kelak dengan mereka. Dan hukuman itu membuat mereka mengetahui apa saja yang bisa mereka lakukan dan apa yang tidak boleh ketika ada di tengah-tengah masyarakat.

Hukuman itu untuk menyadarkan bukan untuk melakukan pembalasan. Hukuman itu agar anak-anak menyadari kekeliruan mereka dan agar tidak mengulangi perbuatan jeleknya, bukan untuk melakukan balas dendam. Hukuman dalam pendidikan jangan dikelirukan dengan balas dendam.

Jean Soto menulis, "Semua penderitaan manusia, ketidakadilan, dan sebagainya berakar dari hukuman-hukuman dan kekerasan-kekerasan yang diterima oleh anak-anak dari orangtua mereka. Karena itu hukuman-hukuman itu harus dihapus sama sekali agar penderitaan umat manusia ini bisa sirna."

Tetapi argumentasi beliau ini bisa dijawab dengan; pertama-tama , itu hanyalah klaim dan belum tentu bisa dibuktikan secara ilmiah. Yang kedua , seandainya kita terima pernyataan seperti itu bahwa penderitaan manusia itu berakar dari hukuman-hukuman keras yang diterima dari orangtuanya, maka akarnya adalah terlalu kerasnya hukuman tersebut dan bukan hukuman itu. Hukuman ekstrim itulah yang menjadi sumber penderitaan umat manusia.

Russel menambahkan, "Hukuman fisik yang ringan memang tidak begitu berbahaya, tapi tetap saja tidak ada gunanya dalam pendidikan. Hukuman seperti itu baru efektif kalau bisa menyadarkan si anak. Sementara hukuman fisik seperti itu biasanya tidak bisa membuat jera. Hukuman fisik itu membuat si anak merasa terpaksa memperbaiki diri dan bukan atas niatnya sendiri."

Jawabannya bahwa anak-anak akan menyadari kekeliruannya melalui hukuman itu, dan kemudian dia akan lebih mengerti bahwa perbuatannya tidak disenangi orang lain dan karena ia ingin diterima oleh orang lain, ia akan berusaha menyesuaikan keinginannya dengan keinginan orang lain, supaya bisa mendapatkan bantuan atau memperoleh apa yang diinginkannya dari orang lain. Dengan demikian, hukuman fisik yang ringan pun masih ada gunanya jika diberikan dengan kadar dan waktu yang tepat.

Argumen lain yang disodorkan oleh kelompok penentang adalah bahwa pendidikan yang dijalankan dengan menanamkan rasa takut kepada si anak, akan membuat si anak seperti robot yang harus mengikuti suatu perintah. Proses pendidikan seperti itu sangat membahayakan perkembangan jiwa si anak, karena akan melahirkan anak-anak yang bermental budak yang harus tunduk terhadap segala perintah.

Hal ini masih bisa dibantah dengan kenyataan bahwa memang anak-anak tidak boleh dididik dengan sistem perbudakan, tapi tidak semua hukuman itu akan melahirkan kondisi demikian. Kalau hukuman itu dijalankan dengan benar dan dengan memperhatikan seluruh syarat-syaratnya maka tidak akan lahir anak-anak seperti itu.

Seorang anak yang terus-menerus melakukan perbuatan yang buruk padahal sudah sering kali diperingatkan agar tidak melakukan perbuatan tersebut mau tidak mau harus dihentikan dengan hukuman, sebab kalau kebiasaan buruknya tidak segera dihentikan, maka sang anak malah akan semakin berani. Tentunya hukuman itu harus ringan dan mengena kepada sasaran.

Dalih lain menurut kelompok tersebut bahwa hukuman itu sama sekali tidak mendidik, sebab hukuman itu tidak menghilangkan motivasi buruknya. Memang ia akan mengurungkan niatnya karena perasaan takut, tapi di dalam batinnya keinginan itu tetap ada. Ketika rasa takut itu hilang si anak akan kembali mengulangi perbuatan buruknya. Pukulan itu mungkin dihadapi oleh si anak dengan pura-pura berjanji akan menghentikan kebiasaan buruknya. Karena itu patut diingat statemen mereka bahwa hukuman juga akan melahirkan anak-anak yang asosial, penakut serta pasif.

Jawabannya: kami pun menerima pernyataan Anda bahwa hukuman itu tidak menghentikan apa yang bergetar di dalam batin. Untuk menghentikan kenakalan-kenakalannya kita harus mempelajari apa sebetulnya yang menjadi latar belakang kenakalan-kenakalannya dan kita cari solusinya sehingga anak-anak itu tidak mengulangi perbuatan buruknya. Tetapi jika si anak tetap saja mengulangi perilaku jeleknya, maka tidak ada cara lain selain memberinya hukuman. Rasa takut akan hukuman itu dapat menghentikan keinginan atau minimal mengurangi minatnya untuk berbuat buruk. Kalau hukuman itu diberikan secara proporsional, tidak akan melahirkan hal-hal yang tidak diharapkan. Memang benar seorang anak harus tumbuh dalam keceriaan dan kebebasan tapi pada saat yang sama anak-anak juga harus diajari bahwa di dunia ini tidak semua orang bisa hidup dengan kebebasan mutlak, apalagi kalau kebebasan itu dapat merugikan orang lain.


Hukuman adalah Instrumen Sekunder
Sebagian pakar menerima hukuman sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan, tapi tidak secara mutlak. Hukuman adalah instrumen sekunder dan diberikan dalam kondisi serta syarat tertentu. Jadi, menurut mereka, kalau guru atau orangtua masih bisa menangani anak didiknya dengan nasihat-nasihat atau dengan penjelasan rasional, maka tidak perlu lagi memberikan hukuman. Hukuman itu boleh diberikan setelah nasihat-nasihat verbal atau apa saja tidak lagi dapat mengusik kesadarannya.

Dalam kaitan ini, Russel menulis, "Saya sendiri secara pribadi ingin mengatakan bahwa hukuman dalam proses pendidikan sangat tidak berarti, bahkan mungkin hanya masuk sebagai alternatif kedua."[346]

John Locke menulis, "Benar bahwa hukuman fisik kadang-kadang diperlukan. Tetapi harus disadari bahwa tujuan sebuah pendidikan adalah mendidik moral. Yang harus kita lakukan adalah membuat si anak tersebut merasa malu berbuat nakal dan bukan malah takut akan hukuman. Hukuman yang terlalu keras melatih anak-anak menjadi patuh secara lahiriahnya saja."[347]

A.L Gary Gore (?) menulis, "Ada kalanya orang dewasa harus memberikan hukuman kepada anak-anak. Misalnya jika anak-anak usia sekolah atau sudah agak dewasa mengganggu ayah dan ibu mereka yang sedang tidur. Sebelumnya mereka sudah diperingatkan tapi tetap saja meneruskan kenakalannya, maka anak-anak itu harus diberi hukuman. Hukuman dalam kasus seperti ini ditujukan untuk melatih anak-anak memiliki kepekaan terhadap lingkungan, memiliki rasa tanggung jawab dan kemampuan mengendalikan diri."

Sebaliknya orangtua selayaknya menggunakan hukuman ini dengan cara dan strategi yang tepat. Kalau hukuman itu dilaksanakan ketika orangtua dalam puncak kemarahan dan tanpa pertimbangan terhadap kondisi dan psikologi anak-anak, maka bisa-bisa hukuman itu akan merusakkan hubungan orangtua dan anak. Si anak akan kehilangan kepercayaan dan juga akan mendendam. Hukuman asal-asalan terhadap anak karena tidak mematuhi keinginan orangtua malah akan melukai hatinya. Sehingga timbul dalam diri si anak keinginan untuk membalas rasa sakit hatinya itu. Sebelum menjatuhkan hukuman terhadap anak-anak sebaiknya pertimbangkanlah secara baik-baik dan pelajari manfaat dan mudaratnya secara seksama. Hukuman apa dan dalam kondisi bagaimana hukuman itu patut diberikan dan tidak patut diberikan terhadap anak-anak.[348]

Pakar pendidikan ini ingin mengatakan bahwa hukuman memang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam membina anak-anak, malahan dalam situasi tertentu mutlak diperlukan sekali. Tetapi pada saat yang sama ia sama sekali tidak setuju secara mutlak dengan hukuman fisik. Ia tidak keberatan dengan hukuman-hukuman non-fisik tapi bukan hukuman non-fisik yang berat.

Ia menambahkan, "Perlu diingat bahwa jangan sekali-kali memberikan hukuman yang akan merendahkan harga diri anak, seperti hukuman badan, ancaman dengan siksaan atau apa saja demi menghancurkan keinginan buruknya. Hindarilah hukuman-hukuman seperti memukul, atau menyekap anak di ruangan yang gelap dan sempit."[349]


Hukuman dalam Pandangan Islam
Islam menerima hukuman sebagai bagian dari sistem pendidikan. Ada beberapa kategori hukuman dalam Islam:

Hukuman non-fisik seperti ancaman, peringatan atas orang-orang yang berdosa dengan siksaan di hari akhirat, denda, dan diat. Ayat-ayat al-Quran mengilustrasikan dalam berbagai kesempatan tentang kabar gembira untuk orang-orang yang beriman dan ancaman akhirat untuk orang-orang yang berdosa. Bahkan nabi sendiri diperkenalkan sebagai pembawa kabar gembira dan pembawa peringatan.

Hukuman jenis kedua yaitu hukuman fisik yang bersyarat, seperti hukuman penjara, pengasingan, kisas, pukulan, hukuman potong yang aturannya telah ditetapkan oleh syariat.

Dalam pembunuhan yang disengaja si wali yang dibunuh bisa meminta hukuman kisas terhadap hakim. Dalam pembunuhan yang tidak disengaja si pembunuh wajib menyerahkan denda (diat) kepada wali yang dibunuh. Perempuan dan laki-laki yang berzina akan mendapatkan hukuman cambuk sebanyak seratus kali deraan. Perilaku homo seksualitas (liwâth) yang disengaja dalam kondisi tertentu akan mendapatkan hukuman mati. Peminum khamar dalam kondisi tertentu akan mendapatkan hukuman cambuk seratus kali, mencuri dalam kondisi tertentu akan mendapatkan hukuman potong tangan. Siapa saja yang dengan sengaja mengakibatkan anggota badan orang lain terpotong akan dikisas oleh hakim syar'i, yaitu dipotong anggota badan yang sama, tapi kalau secara tidak sengaja maka ia harus membayar denda dalam jumlah tertentu. Untuk mengetahui lebih lengkap tentang aturan-aturan hukuman Islam, Anda bisa merujuk kitab-kitab fikih.

Hukuman jenis ketiga yaitu ta'zîr. Ta'zîr[350] adalah hukuman fisik yang ketentuannya diatur oleh seorang hakim tetapi tentunya lebih ringan dari had. [351] Dalam kasus pelanggaran yang hukumannya tidak ditentukan oleh syariat, sang hakim tidak bisa memberikan hukuman yang sesuai dengan pelanggaran itu hanya demi kemaslahatan umum, tapi ia bisa memberikan hukuman yang kurang dari had. Contohnya kalau seorang laki-laki mencium anak atau perempuan yang bukan istrinya dengan penuh nafsu, sang hakim syar'i dapat menjatuhkan hukuman ta'zîr . Demikian juga terhadap seorang laki-laki dan perempuan (bukan muhrim) yang tidur terlentang di atas ranjang. Secara umum siapa saja yang melakukan dosa besar maka ia bisa dijatuhi hukuman ta'zîr dari sang hakim.

Seperti yang Anda simak, bahwa Islam memberi tempat bagi hukuman fisik dan non-fisik dan itu bagian dari pendidikan yang penting dan demi memelihara keadilan dan ketenteraman masyarakat. Islam melegalkan hukuman-hukuman itu bukan sebagai bentuk balas dendam kepada orang-orang yang berdosa, namun untuk menjaga stabilitas sosial dan hak-hak manusia.

Hukuman yang diterapkan Islam juga sebagai peringatan atas yang lain agar berpikir dua kali untuk melakukan kejahatan.





37
Agar Tak Salah Mendidik

Target Pemberlakuan Hukuman dalam Islam

Target pertama
Supaya yang melanggar tidak mau mengulangi lagi perbuatan buruknya, juga untuk melindungi masyarakat, harta, jiwa dan kehormatan. Hukum Islam seperti kisas, hudûd (bentuk jamak dari had-peny .), ta'zîr dan sebagainya seperti payung yang akan melindungi anggota masyarakat dan menciptakan keamanan yang stabil. Hukuman pidana Islam itu akan menyelamatkan orang-orang yang tidak berdosa. Hukuman kisas misalnya bisa memberangus kenekadan calon-calon pembunuh.

Al-Quran sendiri mengatakan, Dan dalam kisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa (QS. al-Baqarah:179).

Ali bin Abi Thalib sendiri menafsirkan ayat walakum fil qishâshi hayâtun, demikian, "Wahai umat Muhammad! Dalam kisas itu ada kehidupan, sebab ketika seseorang ingin membunuh orang lain tetapi ia menyadari bahwa ia juga akan dibunuh (dikisas), maka pasti akan mengurungkan niat jahatnya. Jadi orang yang akan membunuh terselamatkan, demikian juga calon korbannya. Begitu pula yang lain menjadi selamat, sebab ketika mereka melihat si pembunuh dikisas, maka mereka juga tidak akan berani membunuh orang lain."[352]


Target kedua
Hukum juga untuk menakut-nakuti yang tidak melakukan dosa agar jangan sekali-kali berani berbuat dosa. Bagaimana mereka tidak akan takut kalau melihat hukuman-hukuman setimpal ditimpakan kepada orang-orang yang nekad tersebut. Jadi hukuman itu ada korelasinya dengan yang lain, yang sama sekali tidak ikut terlibat di dalamnya. Muhammad Ibnu Sinan meriwayatkan dari Imam Ridha as, "Alasan di balik pemotongan tangan kanan dari si pencuri karena biasanya ia mencuri dengan tanan kanannya.dan ia adalah anggota badan yang paling penting. Pemotongan tangan kanan itu untuk mengancam manusia lain supaya mereka tidak mengharapkan harta orang lain dengan cara yang haram!"

Dan memang sebaiknya pelaksanaan hukuman juga disaksikan oleh banyak mata. Al-Quran mengatakan, Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman (QS. al-Baqarah:2).


Target ketiga
Hukuman juga diperlukan untuk mendidik, menyemaikan sifat takwa atau pengendalian diri dalam hati manusia. Kengerian akan hukuman melatih manusia untuk menahan diri, memperkuat ketabahan dan kesabaran. Sehingga lama kelamaan sifat-sifat positif itu menjadi bagian dari wataknya.

Dalam pandangan Islam, ancaman dan peringatan yang bertaburan di dalam ayat-ayat al-Quran tidak ditujukan untuk kemaslahatan umum saja tapi juga untuk kepentingan jiwa manusia agar memiliki sifat-sifat takwa.

Dalam semua lingkungan sosial, hukuman terhadap orang yang berdosa adalah hal yang diterima, hanya saja caranya yang berbeda-beda.

Sebagian orang mengritik hukuman mati dan potong tangan karena dianggap biadab, primitif dan tidak berperikemanusiaan. Kritikan itu akan saya jawab di lain kesempatan saja.

Institusi yang memiliki wewenang dalam menjalankan hukum-hukum Islam adalah hakim syar'i dan bukan sembarangan orang dan yang dihukum juga adalah orang yang sudah balig.


Pandangan Islam tentang Hukuman Fisik untuk Anak-anak
Secara umum Islam memberikan aturan tentang menghukum anak-anak yang sudah balig, dan pada saat yang sama melarang sama sekali hukuman terhadap anak-anak yang belum balig. Anak kecil yang membunuh tidak dihukum mati. Sementara denda atau tebusan untuk yang dibunuh harus dibayar oleh orang yang sudah dewasa. Begitu juga anak kecil yang mencuri tidak bisa dipotong tangannya.

Namun pada saat yang sama hakim syar'i dan kadi bisa memberikan hukuman terhadap anak-anak kecil yang belum balig jika dipandang mengandung maslahat, namun hukuman itu jangan berlebihan tapi disesuaikan dengan kekuatan fisiknya.

Abu Bashir meriwayatkan dari Imam Shadiq as tentang seorang anak yang belum mencapai usia sepuluh tahun tetapi sudah melakukan zina dengan seorang wanita. Imam Ja'far Shadiq as mengatakan, "Si anak itu dicambuk tapi kurang dari hukuman had dan si wanitanya dicambuk penuh."
Imam ditanya, "Bagaimana jika wanita itu muhshonah (bersuami)?" Imam mengatakan, "Jangan dirajam karena yang berzina dengannya masih anak-anak, tapi kalau (berzina) dengan yang sudah dewasa maka (wanita) itu dirajam."[353]

Abu Maryam mengatakan, "Aku bertanya kepada Abu Abdillah as di akhir pertemuanku dengannya mengenai seorang anak yang belum dewasa yang melakukan zina dengan seorang perempuan. 'Apa yang yang harus aku lakukan kepada mereka?' Imam menjawab, 'Anak kecil dicambuk tapi dengan cambukan yang kurang dari hukuman had, sedangkan perempuannya dicambuk penuh.'Kemudian aku bertanya jika seorang anak perempuan yang belum balig berzina dengan seorang laki-laki dewasa? Beliau menjawab, 'Anak perempuan itu dicambuk kurang dari had dan laki-laki itu dicambuk sepenuhnya.'"[354]

Yazid Kanasi meriwayatkan dari Imam Muhammad Baqir as yang mengatakan, "Ketika anak perempuan sudah mencapai usia sembilan tahun, maka ia bukan anak yatim lagi. Ia bisa dijadikan istri atau (jika ia berzina-penerj.) maka akan mendapatkan hukuman maksimal." Aku bertanya, "Jika seorang anak sudah dinikahkan oleh ayahnya apa yang akan berlaku untuknya?" Beliau menjawab, "Ia belum bisa menerima hukuman penuh tapi bisa mendapatkan hukuman cambuk sesuai dengan usianya dan hukuman Allah tidak boleh dihentikan atas makhluknya. Demikian juga hak-hak Muslim tidak boleh dibatalkan."[355]

Imam Ja'far Shadiq as mengatakan tentang anak-anak yang belum balig dan melakukan zina dengan perempuan yang sudah dewasa dan orang dewasa yang berzina dengan anak perempuan yang belum balig, "Yang sudah balig mendapatkan hukuman maksimal (had) sedang anak kecil tidak. Tidak ada hukuman had untuk anak-anak kecil tapi mereka dihukum agar merasakan sakit."[356]

Imam Shadiq mengatakan, "Seorang anak yang belum balig di bawa ke hadapan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib karena melakukan pencurian. Beliau memotong sebagian daging dari ujung-ujung jari-jarinya kemudian berkata, 'Jika kamu ulangi lagi aku akan potong tanganmu!'"

Anak perempuan yang belum balig dibawa ke hadapan Amirul Mukminin as karena telah melakukan pencurian. Imam mencambuknya dan tidak memotong tangannya"[357] ianjutnya .

Dalam kitab ali termaktub bahwa beliau kadang-kadang menghukum dengan satu cambukan, atau setengah cambukan atau memberikan hukuman yang kurang dari had. Jika dihadapkan kepada beliau anak-anak kecil yang belum balig beliau tidak menafikan hukum-hukum Allah. Seseorang bertanya tentang bagaimana beliau melakukan hukuman cambuk? Dijawab bahwa beliau memegang bagian tengah cambuk itu atau sepertiganya kemudian memukulnya disesuaikan dengan umur si anak. Jadi beliau tidak menahan hukum-hukum Allah Swt.[358]

Menurut hadis-hadis tersebut anak-anak kecil yang melakukan zina atau mencuri tidak mendapatkan hukuman yang maksimal (hukuman had). Namun pada saat yang sama Islam juga mengizinkan hakim syar'i, jika memandang maslahat untuk memberikan hukuman terhadap anak-anak tersebut dengan cara memukulnya supaya hukuman Allah tetap ditegakkan dan anak-anak juga belajar bahwa setiap pelanggaran akan mendapatkan hukuman, sehingga ia tidak lagi melakukan pelanggaran di masa yang akan datang.


Hukuman Fisik di Luar Pelanggaran Had
Kami ingin menukil hadis-hadis lain yang berbicara tentang hukuman untuk anak-anak.

Imam Shadiq as mengatakan, "Didiklah anak-anak yatim seperti engkau mendidik anak-anakmu dan pukullah mereka seperti engkau memukul anak-anakmu!"[359]

"Perintahkanlah anak-anakmu untuk melakukan shalat jika sudah berusia tujuh tahun dan jika sudah mencapai usia sembilan tahun tidak melaksanakan shalat maka pukullah. Dan jika sudah mencapai usia sepuluh tahun berikan hukuman yang lebih keras lagi."[360]

Seseorang berkata kepada Rasulullah saw bahwa dalam mengurus anak-anak yatim apakah perlu ia memberikan hukuman fisik terhadapnya? Beliau menjawab, "Kalau kamu bisa memukul anakmu, maka kamu bisa memukul anak yatim tersebut."[361]

Imam Shadiq as mengatakan, "Bebaskan anak-anakmu sampai usia tujuh tahun, kemudian didiklah selama tujuh tahun dan tujuh tahun setelah itu jadikan orang yang suka membantumu. Jika berhasil maka itu keberuntungan bagimu, tetapi jika gagal, maka tidak ada kebaikan untukmu."[362]

"Pukullah pembantumu jika melakukan maksiat terhadap Allah dan maafkanlah jika melawan perintahmu!"[363]

"Biarkan anakmu bebas sampai mencapai usia sembilan tahun. Ketika sudah genap berusia sembilan tahun ajarkanlah wudhu dan pukullah jika meninggalkan wudhu dan ajarkan juga shalat dan pukullah kalau meninggalkan shalat. Jika anak-anak sudah belajar tentang wudhu dan shalat maka Allah akan mengampuni dosa-dosa orangtuanya."[364]

Diriwayatkan dari Imam Shadiq dan Imam Baqir, "Kalau ada anak muda pecinta Ahlulbait yang datang ke tempat kami dan belum mempelajari masalah-masalah agamanya maka aku akan mendidiknya."[365]

Rasulullah saw juga mengatakan, "Ajarkanlah anak-anak shalat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah jika meninggalkannya sewaktu mencapai usia sepuluh tahun!"[366]

Berdasarkan riwayat-riwayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam membenarkan hukuman fisik terhadap orang-orang yang sudah balig dalam rangka mendidik mereka. Bahkan dalam sebagian kasus, Islam menghendaki keharusan hukuman tersebut dijalankan, tidak bisa ditawar lagi. Karena itu pula Islam melahirkan hukum-hukum syariat seperti diat, kisas, ta'zîr, yang harus dilaksanakan oleh hakim syar'i atau kadi. Hakim syar'i atau kadi juga memiliki wewenang untuk memberikan hukuman khusus (ta'zîr) terhadap anak-anak yang belum balig agar mereka menjadi jera. Orangtua atau pendidik anak juga diizinkan untuk memberikan hukuman fisik terhadap anak kalau memang mengandung maslahat.


Akibat Buruk dari Hukuman Fisik
Hukuman fisik memang cukup efektif untuk mengurangi minat seseorang berbuat dosa tapi hukuman fisik juga mengandung resiko lain di antaranya:

Anak-anak yang mendapatkan pukulan mungkin menjadi terbiasa untuk tunduk terhadap kezaliman

Anak-anak juga akan menggunakan jalan kekerasan sebagai bagian dari strategi mereka untuk meraih impiannya karena ia juga diajari kekerasan oleh orangtua mereka

Anak-anak yang mendapat pukulan tidak akan melupakan orang-orang yang telah memukulnya. Mungkin saja ia akan kabur dari rumahnya atau melakukan perbuatan yang lebih buruk sebagai pelampiasan balas dendam

Hukuman fisik juga bisa menjatuhkan pribadi dan mental sang anak

Karena sering diintimidasi anak itu akan menjadi pengecut

Anak akan merasa terkekang dan tidak kreatif lagi. Ia merasa tidak bisa mandiri

Ia memandang dunia dengan pandangan negatif, semua berusaha untuk melawannya. Ia menjadi benci terhadap dirinya

Orangtua atau guru pendidik sebaiknya tidak menggunakan hukuman secara sembarangan dan asal-asalan. Mereka juga harus mempertimbangkan pengaruh negatif dari hukuman tersebut. Jalankan hukuman dalam kondisi-kondisi darurat saja, itu pun dengan penuh kehati-hatian.


Catatan Tambahan tentang Hukuman
Hukuman itu bisa dilaksanakan jika cara lain sudah tidak mempan lagi untuk anak-anak. Seorang periwayat hadis meriwayatkan, "Aku mengeluhkan anakku kepada Musa bin Ja'far as, Imam menasihati, 'Anakmu tidak boleh dipukul. Lebih baik jauhilah, tapi jangan terlalu lama!'"[367]

"Jangan engkau angkat tongkat di atas kepala keluargamu dan takutlah kepada Allah Swt."[368]

Jadi dalam mendidik anak harus mengutamakan pendekatan-pendekatan yang lain sebelum menggunakan hukuman fisik.

Gunakanlah nasihat-nasihat, tamsil, atau strategi lain sebelum menggunakan hukuman fisik. Hukuman fisik itu adalah alternatif terakhir setelah melalui berbagai proses yang lain.

Dan jika memang hukuman fisik harus diberlakukan maka lakukanlah secara tidak serampangan.

Hamad bin Utsman mengatakan, "Aku bertanya kepada Abu Abdillah as tentang cara mendidik anak dan budak berapa kalikah aku boleh memukulnya? Beliau menjawab, 'Lima atau enam, dan lakukanlah dengan lembut!'"[369]

Imam Shadiq as mengatakan, "Suatu hari anak-anak mendatangi Amirul Mukminin sambil memperlihatkan papan tulis untuk dinilai oleh beliau mana yang paling baik. Amirul Mukminin as kemudian mengatakan, 'Penilaian adalah instrumen kekuasaan. Kesewenang-wenangan dalam penilaian sama (dosanya-penerj.) dengan kesewenang-wenangan dalam kekuasaan. Beritahukan kepada guru-guru kalian kalau mereka memukulmu lebih dari tiga kali maka aku akan menjalankan kisas terhadap mereka.'"[370]

Jika memang hukuman fisik itu harus diberikan kepada anak-anak berikanlah sehati-hati mungkin. Jika cukup jera dengan tangan, janganlah gunakan kayu, dan kalau dengan kayu sudah memadai hindarilah cambukan.

Hukuman fisik juga jangan sampai mendatangkan hukuman lain terhadap yang memberikan hukuman seperti kisas atau diat. Jika si anak yang dipukul sampai meninggal maka yang memukul harus dikisas atau membayar diat. Kalau akibat pukulan mengakibatkan salah satu anggota badan si anak menjadi rusak, maka si pelaku harus membayar dendanya.

Jangan menjatuhkan hukuman terhadap anak-anak ketika sedang emosi, karena mungkin saja akan melewati batas. Di mata anak-anak, sikap tersebut dianggapnya sebagai pelampiasan amarah atau dendam. Rasulullah sendiri melarang memberikan hukuman ketika sedang marah.[371]

Jatuhkan hukuman secara tepat, jangan melewati ambang batas, jangan lebih keras dari hukuman terhadap dosa. Kalau lebih keras dari hukuman dosa, efek negatifnya adalah anak-anak akan mengalami kerusakan mental, memberontak dan putus asa. Seseorang datang menemui Rasulullah saw, "Wahai Rasulullah keluargaku menentang perintahku, dengan apa aku hukum mereka?" Rasulullah menjawab, "Maafkanlah mereka." Orang itu mengulangi pertanyaannya sampai yang ketiga kalinya lantas Rasulullah saw menjawab, "Kalau memang harus dihukum berikan sekadar dosanya dan hindari (memukul-penerj.) wajah!"

Hukuman fisik juga jangan terlalu ringan sehingga anak-anak semakin berani melakukan pelanggaran.

Hukuman itu diberikan untuk anak-anak yang melanggar dan mereka mengetahui itu salah. Menjatuhkan hukuman terhadap anak-anak yang belum mengerti sangatlah tidak fair dan salah kaprah.

Jelaskan kepada anak-anak mengapa mereka mendapatkan hukuman seperti itu, adalah supaya mereka mengambil pelajaran dan kemudian meninggalkan perbuatan buruk tersebut. Dan lebih baik dilakukan langsung begitu mereka selesai melakukan perbuatan buruk.

Hukuman juga sebisa mungkin dipandang oleh anak-anak sebagai sebuah cara untuk memperbaiki diri mereka. Jangan sampai anak-anak mempersepsinya sebagai pembalasan dendam dari orangtua mereka.

Jangan terlalu sering memberikan hukuman karena nanti akan dianggap biasa oleh anak-anak.


Hukuman di Luar Pemukulan
Hukuman di luar pemukulan contohnya adalah dimasukkan ke penjara, diasingkan, denda, larangan mengonsumsi makanan atau minuman, larangan bepergian, intimidasi atau dimusuhi, dicela, dikata-katai, disimpan di tempat yang menakutkan, dibandingkan dengan anak-anak yang lebih baik darinya, atau dijuluki si pemalas di depan anak-anak yang lain.

Pengaruh negatif dari hukuman seperti di atas tidak lebih ringan dari hukuman pemukulan atas anggota badan. Anak-anak yang dimasukkan ke tempat yang seram mungkin saja akan menderita rasa takut yang tak berkesudahan, sarafnya bisa rusak dan juga mungkin jantungnya bisa terganggu. Orangtua atau guru jangan sekali-kali melakukan hal seperti ini terhadap anak-anak. Pengurungan anak-anak dalam waktu yang lama juga bisa menghancurkan masa depan anak.

Tetapi mungkin saja mengurung anak selama satu jam atau paling lamanya dua hari di tempat yang tidak menyeramkan tidak begitu berbahaya bagi anak-anak dan orangtua dalam kondisi yang darurat dengan terpaksa harus menghukum anak dengan cara demikian.

Omongan kasar adalah bentuk hukuman yang sangat buruk. Anak-anak malah akan mengingat-ingat kata-kata yang buruk tersebut. Rasulullah saw mengatakan, "Allah Swt tidak menyukai manusia yang jelek akhlaknya serta suka mengeluarkan kata-kata yang kotor terhadap manusia lain."[372]

Memperlihatkan sikap benci terhadap anak-anak juga jika dilakukan dalam waktu yang sangat lama akan merusak perkembangan psikologis anak-anak.

Anak-anak yang mendapatkan perlakuan demikian akan melampiaskan kekesalannya terhadap orang lain dengan menunjukkan sikap permusuhan seperti yang diperlihatkan orangtua atau guru terhadap dirinya.

Seorang perawi menceritakan mengenai seseorang yang mengadukan anaknya kepada Imam Musa bin Ja'far as. Imam menasihatinya, "Jangan memukulnya, tapi jauhilah dalam waktu yang tidak terlalu lama!"[373]

Anak-anak yang melakukan tindakan tak terpuji juga bisa saja diberi hukuman dengan omongan tapi harus seringan mungkin. Amirul Mukminin as mengatakan, "Siapa saja yang mengucapkan kata-kata buruk secara berlebihan akan menyalakan api pembangkangan."[374]

Menghukumi anak-anak dengan omongan boleh dilakukan dalam kondisi-kondisi yang darurat sekali dan jangan lebih dari satu kali. Kalau lebih dari satu kali maka itu adalah penyiksaan terhadap anak-anak. Amirul Mukminin as mengatakan, "Mengulang-ulang kecaman lebih berbahaya dari pukulan fisik."[375]

Kesimpulannya adalah bahwa hukuman-hukuman di luar pemukulan badan sekalipun yang ringan tetap meninggalkan efek yang tidak baik, jadi hindarilah mengeluarkan kata-kata kecaman kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa sekali.


Catatan Akhir
Ada beberapa catatan penting yang ingin saya sampaikan di sini berkenaan dengan hukuman fisik,

1. Usahakan agar jenis hukuman fisik itu disesuaikan dengan kategori pelanggaran si anak,

Kalau si anak tidak mengikuti kelas matematika maka berikan hukuman untuk menyelesaikan soal-soal matematika

Kalau mereka mengobrak-abrik baju atau tas maka hukumannya adalah merapikan kembali pakaian atau tas tersebut, atau ditambah dengan perintah merapikan kamar tidur mereka

Kalau mereka tidak mau membantu menyiapkan makanan maka anak-anak tersebut jangan diberi makanan tersebut
kalau anak-anak menunjukkan sikap yang tidak sopan di depan tamu maka jangan dibawa bertamu ke rumah orang lain

Kalau si anak menghabiskan uang begitu saja maka jangan memberinya uang

Kalau si anak menumpahkan susu ke lantai karena kurang hati-hati, maka berilah hukuman dengan menyuruhnya membersihkan lantai tersebut.

2. Ketika memberikan hukuman jangan dibandingkan dengan orang lain.

3. Kritiklah perilaku anak dan bukan pribadinya.

Katakan kepadanya bahwa perilakumu salah dan jangan mengatakan bahwa kamu anak yang tidak baik.

4. Jangan mengecam anak-anak di depan orang lain karena itu akan merusak harga dirinya.

5. Hukuman juga diberikan langsung setelah anak itu melakukan kesalahan supaya si anak bisa mengambil pelajaran dan jangan memberikan hukuman sekaligus setelah anak-anak Anda melakukan berbagai kesalahan.

6. Jangan menghukum anak-anak hanya karena mereka tidak menyukai Anda. Karena kalau anak-anak sudah tidak menyukai Anda maka ini adalah masalah yang gawat. Cinta dan kasih sayang orangtua harus tetap dirasakan oleh anak-anak dan bahkan ketika menjatuhkan hukuman apa pun. Jangan sampai anak-anak merasa kehilangan cinta tersebut.

7. Ancaman terhadap anak-anak juga harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Jadi lakukanlah ancaman yang sekiranya efektif untuk anak-anak, juga jangan sampai menimbulkan rasa takut yang berlebihan.

8. Laksanakan janji Anda untuk menghukum pelanggaran tertentu, kalau tidak, anak-anak akan menganggapnya permainan belaka.

9. Setelah si anak mendapatkan hukuman lupakanlah kesalahannya. Jadi jangan diingat kesalahan dan hukuman itu.

10. Jangan menjatuhkan hukuman karena anak tidak mampu melakukan sesuatu. Kalau Anda melakukan demikian berarti Anda manusia yang tidak berperikemanusiaan dan si anak akan mengingat kelaliman Anda.

11. Ajarkanlah dahulu perbuatan-perbuatan yang baik sebelum menjatuhkan hukuman. Kalau Anda menjatuhkan hukuman sebelum Anda mengajarkan tentang perbuatan baik maka Anda tidak berhak menjatuhkan hukuman tersebut. Misalnya kalau suatu hari anak-anak Anda mengobrak-abrik pakaian dan kemudian Anda sendiri membereskannya. Dan itu kemudian menjadi kebiasaan anak Anda dan Anda di rumah sampai bertahun-tahun dengan kebiasaan tersebut hingga sampai besar pun, anak Anda masih melakukan hal yang sama, maka Anda tidak berhak untuk menghukumnya dengan alasan tidak bisa diatur. Sebaiknya sejak awal Anda biarkan pakaian itu berantakan dan si anak sendiri yang harus merapikannya. Dengan demikian Anda telah mengajarkan kerapian kepada anak-anak Anda.

12. Jangan langsung memberikan hukuman hanya karena melihat anak Anda melakukan kesalahan. Ceklah dahulu apa motivasi anak melakukan demikian. Karena kalau si anak melakukannya dengan tujuan yang positif, sangatlah tidak baik kalau Anda menjatuhkan hukuman terhadapnya. Contohnya jika anak Anda merusak boneka yang bisa bicara agar bisa mengetahui sebabnya maka anak Anda harus diberikan dorongan bukan hukuman.

13. Jangan memberikan hukuman tanpa bukti yang pasti. Jangan langsung mencela anak Anda yang sedang memecahkan piring. Tanyakanlah apakah disengaja memecahkannya atau tidak. Kalau sengaja maka patut diberi peringatan. Tapi kalau niat anak Anda adalah membersihkannya tapi kemudian pecah, maka Anda harus memberikan pujian terhadapnya dan jangan memarahinya. Begitu juga seorang guru tidak boleh langsung memberikan reaksi yang keras karena melihat murid

Anda tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya. Perhatikanlah apakah ia sakit, atau kehilangan alat-alat tulisnya atau karena ikut memikirkan kesusahan keluarga sehingga kehilangan semangat belajar atau karena kurang tidur. Kalau itu memang beralasan maka sangatlah tidak benar jika si guru menjatuhkan hukuman terhadapnya.

14. Semua pihak harus memiliki sikap yang sama terhadap hukuman. Jika sang anak menerima suatu hukuman karena suatu kesalahan maka hukuman itu juga akan diberikan jika mengulangi kesalahan yang sama. Seorang ayah yang memberikan hukuman terhadap sang anak karena melakukan kesalahan, maka ibu dan saudaranya juga harus ikut mendukung. Suatu kesalahan kalau si ayah memberikan hukuman tertentu kepada sang anak, kemudian ketika si anak itu mengulangi kesalahan yang sama si ayah tidak memberikan reaksi apapun. Atau si ayah memberikan hukuman tapi kemudian ditentang oleh sang ibu.
Perlakuan yang sama dan sikap yang sama dari guru atau orangtua tidak akan membuat anak bingung dan si anak terdorong untuk memperbaiki dirinya.

15. Hukuman fisik dan non-fisik adalah jenis hukuman yang sangat sensitif. Dalam pelaksanaannya memerlukan tingkat kehati-hatian yang sangat ketat. Kalau salah menerapkan akan melahirkan dampak yang sangat buruk.





38
Agar Tak Salah Mendidik

18. Apresiasi, Penghormatan, Sikap Pemaaf dan Kebaikan dalam Pendidikan
Semua anak-anak suka dengan penghormatan. Mereka ingin pribadi mereka diperlakukan secara terhormat. Anak-anak itu cinta dengan dirinya dan ia ingin orang lain juga memperlakukannya seperti ia memperlakukan dirinya. Kalau kebutuhan seperti ini bisa terpenuhi dalam keluarganya anak itu akan merasa lega dan percaya diri, sehingga ia akan mampu memaksimalkan potensinya untuk meraih apa yang menjadi cita-citanya. Anak itu juga akan tumbuh menjadi anak yang optimis, mandiri dan punya harga diri. Ia akan menyambut setiap orang yang mau bersahabat dengannya apalagi kalau orang itu memperlakukannya secara khusus.

Anak-anak yang dihormati di dalam keluarganya akan belajar menghormati orang lain. Dengan kata lain anak-anak dididik lewat penghormatan atas dirinya.

Menghormati anak-anak merupakan strategi untuk menerapkan nilai-nilai kebaikan di dalam dirinya. Anak-anak yang selalu mendapat perlakuan terhormat akan merasa bangga dan termotivasi untuk mempertahankan sifat-sifat baiknya tersebut. Manusia untuk menjaga kehormatannya bahkan berani mengabaikan hasrat-hasrat liarnya.

Amirul Mukminin as mengatakan, "Siapa yang menghargai kemuliaan dirinya maka akan selamat dari hasratnya yang rendah."[376]

"Siapa yang menghormati dirinya tidak akan dihinakan dengan kemaksiatan."[377]

"Siapa yang memiliki jiwa yang mulia maka terhinalah syahwatnya."[378]

Anak-anak yang tidak mengalami pengalaman yang menyenangkan di tengah-tengah keluarganya, selalu menerima kecaman dan penghinaan, akan tumbuh menjadi anak yang lemah dan tidak bisa menghargai orang lain. Ia akan memandang rendah terhadap dirinya. Dan tidak ragu-ragu melakukan hal-hal yang beresiko negatif. Ketika keluarganya sendiri memperlakukannya secara buruk, maka ia akan kehilangan martabatnya. Kalau Anda meluangkan waktu untuk meneliti orang-orang yang terjebak dalam dunia kejahatan maka Anda akan mengetahui bahwa sebagian besar dari mereka dibesarkan dalam penghinaan orang lain.

Hadis-hadis juga menyinggung tentang hal tersebut di antaranya:

Amirul Mukminin as mengatakan, "Siapa yang memiliki jiwa yang rendah maka tidak bisa diharapkan kebaikannya."
"Siapa yang memandang buruk terhadap dirinya, maka tidak ada yang aman dari kejahatannya."[379]

Imam Shadiq as juga mengatakan, "Seseorang merasa sombong karena ia memandang rendah terhadap dirinya."


Hormatilah Anak-anakmu!
Menghormati anak-anak sebetulnya adalah memberikan pendidikan terhadapnya dan Islam menganjurkan agar orangtua, guru atau siapa saja yang terlibat dalam urusan pendidikan memberikan perhatian terhadap hal tersebut. Rasulullah saw mengatakan, "Hormatilah anak-anakmu dan didiklah dengan cara yang baik, maka Allah akan mengampuni dosamu."[380]

"Ketika anakmu kamu namai dengan Muhammad maka hormatilah dan berilah tempat duduk dalam majelis dan jangan memandanginya dengan mimik yang tidak menyenangkan."[381]

Tentu saja Rasulullah saw sendiri mempraktikkan sikap seperti itu terhadap anak-anak dan cucunya. Ibnu Abbas meriwayatkan, "Rasulullah menaikkan Hasan ke atas pundaknya dan dilihat oleh seseorang, orang itu mengatakan, 'Alangkah mulia yang memangkumu itu!' Rasulullah langsung mengatakan juga 'Dan alangkah mulianya yang dipangkunya.'"

Ya'la bin Marrah mengatakan, "Kami berangkat bersama Rasulullah ke suatu undangan. Ketika itu Hasan sedang bermain-main di jalan. Rasulullah segera menyerbunya dan membukakan tangannya untuk memeluknya tapi Hasan kemudian lari ke sana dan kemari. Rasulullah sendiri kemudian bermain-main dengan Hasan untuk menangkapnya. Rasulullah kemudian memegang Hasan, memeluknya dan menciuminya sambil mengatakan, 'Hasan (bagian) dariku dan aku (bagian) dari Hasan. Siapa yang mencintai Allah akan mencintai Hasan. Hasan dan Husain adalah dua pemuda ahli surga.'"

Syabih juga meriwayatkan sebuah hadis yang bercerita tentang Rasulullah saw dan Husain as. Ketika itu Rasulullah saw sedang duduk tiba-tiba datang Hasan dan Husain as. Begitu melihat kedua (cucunya) Rasulullah berdiri untuk menghormatinya dan berjalan dengan perlahan-lahan untuk menyambut keduanya.

Kemudian keduanya diletakkan di atas kedua pundaknya sambil berkata, "Akulah yang terbaik untuk menjadi tungganganmu dan kalianlah yang terbaik untuk menjadi penunggangnya. Ayah kalian itu lebih baik dari kalian."[382]

Rasulullah memperlakukan semua anak-anak lain sama dengan perlakuannya terhadap anak-cucunya sendiri. Dan Rasulullah saw dikenal memiliki sifat penyayang dan hangat terhadap anak-anak.[383]

Rasulullah sering memanggil para sahabat dengan panggilan khusus untuk menyenangkan mereka dan sahabat-sahabat yang tidak memiliki gelar khusus akan dipanggil oleh Rasulullah dengan gelar baru. Kebiasaan ini juga dilakukan terhadap anak-anak untuk memberikan kebahagiaan kepada mereka.[384] Setiap pulang Rasulullah selalu disambut oleh anak-anak kecil. Setiap kali melihat mereka Rasulullah berdiri untuk melayani mereka dengan penuh penghormatan.

Rasulullah juga menyuruh para sahabat untuk meletakkan anak-anak itu berjejer ke belakang dan kemudian menyuruh mereka menaiki punggungnya.

Anak-anak kadang-kadang saling membanggakan satu sama lain bahwa Rasulullah menaikkan di atas punggungnya di bagian depan dan kawannya di bagian belakang dan sebagian mengatakan bahwa Rasulullah bahkan menyuruh sahabatnya untuk menaikkannya ke atas punggungnya.[385]

Menghormati kepribadian anak-anak dari keluarga sendiri dan juga anak-anak orang lain adalah bagian dari gaya hidup Rasulullah saw sendiri. Rasulullah sengaja melakukan itu untuk menanam perasaan bangga di dalam diri mereka, sehingga mereka terpicu untuk meningkatkan kualitas dirinya. Rasulullah memang selalu ingin memuliakan kepribadian manusia siapa saja orangnya. Dengan begitu mereka menjadi tertarik dengan apa yang akan disampaikan oleh beliau.


Kiat-kiat Mengapresiasi Anak-anak
Ada beberapa kiat agar si anak merasa mendapat tempat yang terhormat:

Namai dengan nama yang baik. Dengan nama yang baik, siapa pun akan merasa bangga, tersanjung, terangkat harga dirinya. Sebaliknya nama yang tidak baik dapat menyurutkan harga dirinya. Karena itu Islam menyarankan kepada orangtua agar memberikan nama-nama yang baik. Nama yang baik itu adalah nama yang baik secara tradisi dan mungkin berbeda persepsi setiap zamannya tentang nama yang baik tersebut. Selain memilih nama yang baik juga jangan lupa mengandung makna yang baik pula. Sebagai seorang Muslim sebaiknya kita memakai nama-nama Islam seperti nama-nama nabi, para imam atau tokoh-tokoh agama lainnya. Abu Hasan as mengatakan, "Kebaikan orangtua yang pertama adalah memberikan nama yang baik. Namailah anak-anak kalian dengan nama yang baik."[386]

Dalam salah satu wasiatnya Rasulullah saw mengatakan, "Hai Ali, hak anak atas orangtuanya adalah mendapatkan nama yang baik, mendapatkan pendidikan dan meletakkan di tempat yang baik (menikahkannya)."[387]

Sebutkan nama yang baik itu secara terhormat, misalnya Anda bisa memanggil namanya dengan kata-kata anakku atau putriku. Atau panggil dengan menggunakan nama keluarganya dan panggillah dengan menggunakan kata-kata yang lebih sopan.

Ucapkan salam kepada anak-anak. Umumnya anak-anak yang harus mengucapkan salam kepada orangtuanya tapi orangtua juga sebaiknya mendahului anak-anak dalam mengucapkan salam. Apalagi anak-anak terkadang lupa mengucapkan salam. Rasulullah saw mengatakan, "Ada lima hal yang tidak akan aku tinggalkan sampai aku mati..."[388] Di antara yang lima itu adalah mengucapkan salam kepada anak-anak.

Ketika bertemu dengan anak-anak, perlakukan mereka layaknya orang dewasa, jabat tangannya dan ajaklah berbicara.

Siapkan tempat khusus untuk anak-anak ketika mau menyantap makanan di rumah.

Kalau mau mengundang tamu atau mau hadir dalam acara-acara ajaklah anak-anak untuk ikut hadir.

Alat-alat seperti sikat gigi, pasta gigi, handuk, lemari pakaian, piring dan sendok makan, dan tempat tidur harus dimiliki anak secara pribadi tidak boleh dicampur dengan yang lain.

Sewaktu bepergian berikan anak tempat duduk sendiri.

Ada baiknya hari ulang tahun anak-anak juga dirayakan.

Hargailah kelebihan anak-anak di depan orang lain.

Kalau orangtua bepergian jauh dengan tidak membawa anak-anak, maka kirimlah surat atau hubungilah pertelepon anak-anak untuk mengecek keadaan mereka.

Dengarkan baik-baik suara anak Anda dan berilah jawaban yang sesuai dengan tingkat kecerdasan mereka.

Libatkan anak-anak Anda dalam mengambil keputusan.

Berikan kepercayaan kepada anak-anak, serahi tanggung jawab dengan pengawasan yang baik.


Catatan Penting
Sejumlah catatan patut saya sertakan di sini:

Berikan penghormatan yang sewajarnya kepada anak Anda, jangan berlebihan karena akan menumbuhkan sikap sombong dan dikhawatirkan kalau dewasa ia ingin terus diperlakukan istimewa oleh orang lain.

Usahakan anak Anda memahami bahwa berkat amal-amalnyalah ia layak mendapatkan kemuliaan.


Memaafkan untuk Mendidik Anak
Dalam kasus-kasus tertentu hukuman memang efektif untuk mendidik karakter anak, namun ternyata memaafkan kesalahan yang dilakukan anak juga dapat menjadi alat untuk membina karakter baiknya.

Ada dua pengaruh penting dari pemberian maaf, yaitu pertama timbul simpati di dalam diri anak terhadap orang yang memaafkannya dan kedua karena pemberian maaf itu sendiri adalah sifat yang positif, sehingga akan menimbulkan reaksi positif dalam diri anak yang lantas ia akan menyesali kesalahan-kesalahannya. Sebetulnya pemberian maaf juga bisa dipersepsikan sebagai hukuman.

Pemberian maaf bisa masuk dalam kategori mendidik jika:

Yang dimaafkan menyadari kesalahannya dan berniat untuk meninggalkannya.

Yang dimaafkan adalah seorang tokoh yang melakukan kesalahan karena ketidaktahuan dan tampaknya tidak mungkin mengulanginya lagi.

Yang dimaafkan adalah orang yang mengerti, jujur dan bersih serta diprediksi kalau dimaafkan jiwanya akan tersentuh.

Kalau seorang guru atau orangtua dapat membaca psikologi orang-orang seperti itu, maka memaafkan adalah strategi yang paling pas.

Islam sangat menganjurkan untuk memaafkan kesalahan orang lain. Al-Quran dan hadis-hadis sangat memuji manusia-manusia yang memiliki sifat pemaaf.

Pemaaf juga merupakan salah satu sifat nabi dan para imam.

Amirul Mukminin as mengatakan, "Jika salah seorang pembantumu melakukan kesalahan dan patut menerima sanksi, maka memberi maaf dengan tidak mengurangi sifat adil adalah lebih baik dari memukulnya."[389]

Seseorang mengeluhkan pembantunya kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw menasihatinya, "Maafkanlah agar engkau bisa menyembuhkan perasaannya!"
Orang itu berkata lagi, "Orang itu sulit untuk diperbaiki" Rasulullah tetap mengatakan, "Maafkanlah!"[390]

Melupakan kesalahan orang lain dianggap strategi ampuh untuk memperbaiki karakternya, tetapi tidak untuk orang-orang tertentu.

Amirul Mukminin as mengatakan, "Memaafkan si lalim akan merusaknya dan memaafkan orang baik akan memperbaikinya."[391]

Ini adalah tantangan bagi seorang pendidik yang baik untuk menyelami jiwa masing-masing anak didiknya sehingga tahu mana yang harus dididik dengan cara memaafkannya dan mana yang tidak layak diberi maaf.


Didiklah dengan Berbuat Baik Kepadanya!
Secara tradisional yang berlaku dalam pendidikan adalah menghukum orang yang melakukan kesalahan dan memberi semangat orang yang berbuat baik dan Islam pun mengakui hal tersebut. Hukuman dan memberi semangat memang cukup efektif untuk digunakan pada tempatnya. Tetapi memberi motivasi lebih diutamakan dari hukuman, jadi selama dapat diperbaiki dengan motivasi maka hukuman jangan digunakan. Kita sudah membahas masalah hukuman dan memberi motivasi ini.

Ada pertanyaan yang cukup menggelitik yaitu apakah untuk memperbaiki seseorang yang melakukan kesalahan harus selalu menggunakan bentuk-bentuk hukuman? Apakah tidak bisa dengan sebaliknya yaitu dengan melakukan kebaikan terhadapnya? Yaitu keburukan dibalas dengan kebaikan. Al-Quran mengatakan, Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) itu dengan cara yang lebih baik, sehingga orang-orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia (QS. Fushilat:34).

Amirul Mukminin as mengatakan, "Kritiklah kawanmu dengan berbuat baik kepadanya dan tolaklah kejahatannya dengan melayaninya."[392]

"Berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk akan memperbaikinya."[393]

"Perbaikilah orang salah dengan berbuat baik kepadanya dan ajaklah kepada kebaikan dengan kata-kata yang baik!"[394]

Rasulullah saw mengatakan, "Maukah kalian kuberitahukan tentang kebaikan dunia dan kebaikan akhirat: maafkanlah orang yang menzalimimu, sambungkan silaturahmi dengan orang yang memutuskanmu dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu dan memberi kepada orang yang tidak pernah memberimu!"

Rasulullah saw dan juga para imam memanfaatkan akhlak yang baik untuk mendidik seseorang. Diriwayatkan Imam Shadiq as menyuruh pembantunya untuk melakukan suatu pekerjaan tapi terlambat. Kemudian Imam berangkat mencarinya dan menemukannya dalam keadaan tertidur. Beliau lalu duduk di atas tempat tidurnya dan mengipasinya agar bangun. Begitu bangun, Imam mengatakan, "Demi Allah mengapa di malam hari kamu tidur dan siang hari juga kamu tidur? Tidur di malam hari memang hak Anda tapi di siang hari kewajiban Anda untuk bekerja pada kami."[395]

Diriwayatkan bahwa ketika Imam Musa bin Ja'far sibuk memetik buah kurma di kebun, saya melihat hamba sahayanya mengambil wadah kurma itu kemudian membuangnya ke belakang dinding. Saya segera beranjak memunguti kurma-kurma tersebut dan menyerahkan kepada Imam Musa bin Ja'far, sambil saya laporkan perbuatan hamba sahaya tersebut. Imam kemudian bertanya kepada si hamba, "Apakah kamu lapar?" Ia menjawab, "Tidak!" Lalu beliau bertanya lagi, "Mengapa kamu melakukan hal itu?" Si budak menjawab, "Saya suka melakukan hal tersebut!" Imam mengatakan, "Kamu ambil kurma itu dan kamu juga merdeka!"[396]

Diceritakan bahwa di Madinah, Imam Musa bin Ja'far selalu mendapat gangguan dari seorang anak khalifah dan dikata-katai dengan kata-kata yang tidak baik dan menunjukkan sikap permusuhannya. Salah seorang sahabat Imam meminta izin untuk membunuhnya, namun dilarang oleh Imam. Suatu hari Imam bertanya kemana orang (yang suka menyakitinya tersebut). Dijawab bahwa ia sedang ada di kebun. Imam pun segera menaiki kudanya menuju kebun tersebut.

Begitu sampai di dekat orang tersebut, Imam duduk di sampingnya setelah mengucapkan salam. Beliau bertanya tentang keadaannya sambil menampilkan wajah yang sejuk. Kemudian Imam juga bertanya, "Berapa biaya yang engkau keluarkan untuk menanam ini?"

"Seratus asyraf!"

"Berapa banyak keuntungan yang akan kamu dapatkan?"

"Saya tidak tahu hal-hal yang gaib?"

"Kira-kira berapa banyak keuntungan yang akan kamu raih?"

"Saya berharap dapat meraih laba kira-kira 200 dinar!"

Kemudian Imam mengeluarkan kantong yang berisi 300 asyraf dan diberikan kepada orang itu.

"Ambillah itu menjadi milikmu!"

"Semoga Allah Swt memberikan rezeki seperti yang kamu harapkan!"

Laki-laki yang sadar dengan kekurangajarannya segera bergerak mencium kepala Imam dan meminta maaf atas kekurangajarannya. Imam tersenyum lantas berangkat ke Madinah.

Malam itu atau di hari ketika Imam berangkat menuju mesjid. Laki-laki itu pun datang ke mesjid. Ketika melihat wajah Imam ia mengatakan, "Allah lebih tahu kepada siapa menurunkan risalah-Nya."

Teman-temannya berkata dengan penuh ketakjuban, "Kamu ini sekarang berubah, apa yang telah terjadi?"

Si laki-laki itu menjawab, "Dulu aku tidak begini. Dulu aku sering menyakiti orang suci tersebut, sekarang saya sadar bahwa saya salah!" Kemudian ia mulai memuji-muji imam dan mendoakan imam.

Imam sampai di rumah dan kemudian menemui sahabat-sahabatnya, "Mana yang lebih baik? Apakah yang kalian inginkan atau yang seperti telah aku lakukan? Aku telah meluruskan orang itu dan melenyapkan sifat buruknya dengan hadiah uang."

Pelajaran penting dari hadis ini adalah bahwa untuk mengubah watak buruk seseorang, perlakukanlah orang itu dengan terhormat. Berbuat baiklah dengan sepenuh hati. Kebaikan bisa membuka mata hati seseorang. Si pelaku buruk kalau dibalas dengan kebaikan hatinya bisa tersadarkan dan bahkan akan tertarik dengan perilaku baik lawannya tersebut.

Tentu saja memperlakukan orang buruk dengan berbuat baik kepadanya harus disesuaikan dengan kondisi dan situasinya. Kadang-kadang bisa saja karena salah memperlakukan orang, maka yang akan timbul adalah hal-hal yang tidak diharapkan.





39
Agar Tak Salah Mendidik

19. Katakan dengan Bahasa Kasih Sayang!
Kasih sayang itu memiliki daya untuk menghidupkan semangat anak-anak. Saya ingin meringkaskan tema kasih sayang dalam kehidupan manusia.
Kasih sayang adalah kebutuhan alami manusia. Manusia tidak bisa hidup tanpa makanan dan minuman, demikian juga manusia tidak bisa hidup tanpa kasih sayang. Manusia mencintai dirinya dan ingin dicintai oleh orang lain. Anak-anak lebih membutuhkan kasih sayang daripada orang dewasa. Seorang anak tidak begitu peka apakah ia tinggal di gunung atau di istana, jenis pakaian apa yang dikenakan atau menu makanan apa yang dimakan. Anak tidak begitu peka tapi ia sangat peka dengan perasaan orang lain terhadapnya.

Karena kasih sayang adalah kebutuhan asasi setiap orang, maka kasih sayang sedemikian dahsyat mempengaruhi kehidupan anak manusia. Anak-anak yang dibesarkan dalam limpahan kasih sayang akan tumbuh menjadi anak yang mandiri dan kuat.

Kasih sayang juga mempengaruhi kesehatan fisik. Memiliki hati yang selalu berbunga-bunga karena limpahan kasih sayang akan menyehatkan saraf dan fisik. Anak-anak yang kenyang dengan kasih sayang orangtuanya akan memiliki tubuh yang lebih sehat dari anak-anak yang tidak dipenuhi kebutuhan cintanya.

Anak-anak yang besar dalam limpahan kasih sayang orangtua akan menjadi anak-anak yang memiliki hati yang hangat. Karena sudah merasakan kebahagiaan kasih sayang dari orangtuanya maka ia juga akan memperlakukan orang lain dengan penuh kecintaan. Ketika dewasa ia akan belajar mencintai istrinya, anak-anaknya, sahabat dan masyarakatnya di sekitarnya dengan maksimal.

Manusia yang dicintai akan membalas kasih sayang orang yang mencintainya. Karena manusia itu pada dasarnya sangat mencintai dirinya, maka ia juga akan mencintai orang yang mencintai dirinya dan memandang orang itu dengan pandangan yang positif. Begitu pula anak-anak yang tumbuh dalam lautan kasih sayang orangtuanya akan memandang orangtuanya sebagai manusia yang baik, bisa dipercaya dan patut didengar. Orangtua yang mencintai anaknya akan lebih banyak menuai sukses dalam mendidik anak-anaknya.

Kasih sayang juga akan menyelamatkan anak-anak dari sifat-sifat kerdil. Anak-anak yang kurang mendapatkan kasih sayang atau sama sekali tidak mendapatkan kasih sayang orangtua akan tumbuh sebagai anak yang merasa terkucilkan. Ia akan membenci orangtua dan orang lain dan besar kemungkinan akan menjadi anak-anak yang suka melakukan hal-hal yang berbahaya.


Peranan Kasih Sayang Menurut Analisa Para Ilmuwan
Sebagian besar ilmuwan sepakat bahwa perilaku menyimpang dari anak-anak seperti kebrutalan, kecanduan narkoba, pemurung, apatis dan sebagainya dikarenakan mereka tumbuh dalam keluarga yang tidak memberikan kepuasan kasih sayang terhadap dirinya. Dengan kepribadian yang terkoyak-koyak itu mereka bisa melakukan tindakan-tindakan kriminal seperti mencuri, bunuh diri, atau kejahatan lainnya untuk membalas sakit hati atas kehilangan cintanya dari orangtua atau siapa saja. Anak-anak yang melakukan bunuh diri itu karena ingin menyelamatkan diri dari kepahitan diri akibat kehilangan kasih sayang.

Anak-anak yang kabur dari rumah-rumah mereka akibat tidak menemukan kasih sayang di rumahnya. Anak-anak gadis yang haus dengan kasih sayang orangtua dan tidak memperolehnya dari mereka akan jatuh dalam pelukan laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Karena merasa memperoleh apa yang dicarinya (di luar) maka tidak sedikit anak-anak gadis itu yang menjadi korban laki-laki hidung belang. Orangtua harus melakukan antisipasi lebih jangan sampai anak-anaknya merasa kekurangan kasih sayang mereka.

Allah akan memberi rahmat kepada seorang bapak yang sangat mencintai anak-anaknya (Imam Shadiq as).

Nabi Musa as bertanya kepada Allah Swt, "Amalan apakah yang paling utama?"

"Kasih sayang kepada anak-anak! Karena fitrah mereka itu atas tauhid dan kalau Aku wafatkan anak-anak tersebut maka mereka akan Ku-masukkan ke surga!"

"Cintailah anak-anak dan sayangilah mereka dan jika berjanji penuhilah janjimu karena menurut mereka engkau adalah sumber rezeki bagi mereka!"[397]

"Seringlah mencium anakmu karena engkau akan meraih derajat kemuliaan atas setiap ciuman tersebut di surga, yang jarak satu derajat dengan derajat yang lain itu selama 500 tahun."[398]

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa seseorang laki-laki datang menghadap Rasulullah saw dan mengatakan, "Aku tidak pernah mencium anak-anak!" Ketika orang itu pergi Rasulullah saw mengatakan, "Orang ini, dalam pandangan kami, akan masuk ke neraka!"[399]

"Bukan dari golongan kami orang yang tidak menyayangi anak-anak kecil dan tidak menghormati orang tua."[400]

Salah satu wasiat Amirul Mukminin as adalah, "Sayangilah anak-anakmu dan hormatilah orang-orang yang sudah tua!"[401]

Rasulullah saw terkenal sangat mencintai anak-anak terutama terhadap dua cucunya Hasan dan Husain.

Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah saw sedang mencium Hasan ketika suatu hari Aqra' mengatakan, "Aku mempunyai sepuluh anak tapi tidak ada satu pun yang pernah kucium." Rasulullah kemudian mengatakan, "Siapa saja yang tidak pernah menyayangi orang lain tidak akan memperoleh rahmat-Nya."[402]

Bara bin Azib mengatakan, "Aku melihat Rasulullah memangku Imam Hasan sambil berkata, 'Ya Allah, aku ini sangat mencintai Hasan dan cintailah ia.'"[403]

Ibnu Abbas berkata, "Aku bersama Rasulullah saw. Saat itu putranya, Ibrahim, sedang duduk di atas paha kirinya. Dan di atas pahanya yang sebelah kanan duduk Husain as. Kadang-kadang beliau mencium anaknya dan kadang-kadang mencium cucunya. Pada saat itu Jibril turun menyampaikan wahyu kepadanya."[404]


Ekspresikan Kasih Sayang Kalian, Wahai Orangtua!
Hampir semua orangtua pasti mencintai anak-anak mereka. Tetapi kasih sayang saja tidak cukup untuk memenuhi tuntutan psikologis anak-anak. Kasih sayang itu harus tergambarkan dalam perilaku ayah-ibu mereka. Kasih sayang itu harus terlihat dalam pelukan, senyuman, bahkan dalam nada bicara orangtua mereka.

Untuk membuktikan hal itu, cobalah Anda perhatikan:

Anak-anak itu senang berbicara dengan ayah-ibu mereka

Anak-anak itu ingin mencurahkan isi hatinya terhadap ayah-ibu mereka

Anak-anak itu paling suka pergi ke pasar dengan ayah-ibu mereka

Anak-anak itu paling suka bepergian piknik dengan ayah-ibu mereka

Anak-anak itu suka kalau isi hati mereka diperhatikan oleh ayah-ibu mereka

Anak-anak itu senang kalau ayah-ibu mereka memberikan respon atas keinginan mereka

Anak-anak itu bahkan senang kalau bermain-main dengan ayah-ibu mereka

Anak-anak itu bahagia kalau ia dihargai di dalam rumahnya

Anak-anak itu paling senang kalau dilibatkan dalam mengatur urusan rumah mereka

Ini semua konon untuk melacak kasih sayang ayah-ibu mereka.

Jangan lupa remaja dan anak muda juga memerlukan kasih sayang orangtua bahkan dengan kadar yang lebih besar lagi. Anak-anak muda hidup dalam lautan kebimbangan dan masa-masa yang sangat kritis. Sebab itu mereka sangat haus dengan kasih sayang untuk menstabilkan perasaan dan keguncangan hidup mereka. Mungkin akan sulit dipercaya bahwa anak-anak muda itu sangat rindu dengan belaian, pelukan dan ciuman dari ayah dan ibu mereka.


Jangan Sampai Kasih Sayang Terkoyak!
Kasih sayang orangtua sampai kapan pun harus tetap menyala karena anak-anaknya sangat membutuhkannya! Jika melihat anak-anak Anda melakukan sesuatu yang tidak Anda sukai, maka Anda harus melakukan sesuatu tetapi dengan tidak mengorbankan ruh kasih sayang Anda. Jadi sekalipun Anda memberikan hukuman terhadap anak-anak Anda tetapi mereka tetap merasakan kasih sayang Anda.

Ayah dan ibu jangan memperlakukan kasih sayang seperti sebuah barang jualan. Perhatikanlah jangan sampai Anda mengatakan kalimat-kalimat seperti ini,

Awas jangan lakukan ini, nanti ibu tidak akan menyayangimu!

Awas kalau kamu melakukan perbuatan itu, maka ayahmu tidak akan menyayangimu lagi!

Karena kamu sudah melakukan ini maka aku tidak akan menyayangimu lagi!


Apa Dampaknya Kalau Anda Sebagai Orangtua Mengeluarkan Kata-kata Seperti Itu?
1. Akan merusak jalinan kasih sayang di antara mereka. Anak-anak mulai meragukan dan bahkan mungkin menganggap orangtuanya tidak menyayanginya lagi. Dan kalau anak-anak merasakan demikian maka akan merugikan kedua belah pihak. Kasih sayang tidak boleh putus dalam keadaan apapun.

2. Anak-anak akan belajar hanya untuk menyenangkan orangtua dan yang lainnya. Itu yang dikejar oleh mereka. Mereka tidak tumbuh untuk belajar melakukan sesuatu yang bermanfaat dan merasa tidak memiliki tanggung jawab atas perbuatan tersebut.

3.Anak-anak dilatih untuk memiliki mental seperti penjilat, munafik, dan penipu. Anak-anak juga akan sering berdusta demi menenteramkan hati orangtua mereka.

Karena itu, ayah dan ibu jangan sekali-kali mengorbankan kasih sayang mereka hanya karena kenakalan mereka yang mungkin sudah keterlaluan.


Jangan Terlalu Memanjakan Anak-anak
Sebagian ayah dan ibu karena saking sayangnya kepada anak-anak, mereka tidak mau memperbaiki karakter buruk anak-anaknya sendiri. Mereka membiarkan kenakalan anak-anaknya tanpa sedikit pun ditanggapi dengan sikap serius. Orangtua seperti ini tidak ingin memberi peringatan kepada anak-anak karena takut tersinggung. Sering sekali orangtua yang melihat dengan mata sendiri kenakalan anak-anaknya, mengganggu anak-anak lain, mengganggu orang, merusak dan mengotori dinding rumah orang lain, melempari kaca, mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dan bahkan mencuri uang orang lain namun orangtuanya malah terkekeh-kekeh tertawa kesenangan melihatnya seperti memberi semangat dan bukan menegur mereka! Orangtua seperti itu sebetulnya telah melakukan pengkhianatan besar terhadap anak-anak mereka. Pengkhianatan itu tidak kelihatan karena ditutupi kasih sayang semu! Dan di hari kiamat mereka harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah Swt. Ayah dan ibu harus diberi tahu bahwa arti kasih sayang itu bukan berarti membiarkan kesalahan-kesalahan anak-anak. Semua orangtua harus mengekspresikan kasih sayang, tetapi jangan sampai tidak mendidiknya.

Orangtua yang baik adalah yang bisa menempatkan kasih sayang dan mendidik anak pada tempatnya yang tepat. Meskipun semua orangtua sangat menyayangi anak-anak setulusnya, namun mereka juga harus sadar dengan realita anak-anaknya. Mereka harus waspada dengan perilaku negatif anak-anak dan jangan mencampakkan perannya sebagai pendidik. Anak-anak tidak boleh kehilangan kasih sayang orangtuanya tapi juga jangan dibiarkan bebas begitu saja. Anak-anak harus menyadari bahwa karena kasih sayang orangtua ingin mendidik anak-anaknya.

Imam Muhammad Baqir as mengatakan, "Ayah yang paling buruk adalah yang berlebih-lebihan dalam memanjakan anak-anaknya dan anak-anak yang buruk adalah yang berani mendurhakai orangtuanya."[405]

Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Siapa yang dididik dengan akhlak maka akan kuranglah keburukan-keburukannya."[406]

Imam Muhammad Baqir as meriwayatkan, "Ayahku melihat seorang laki-laki yang sedang berjalan bersama anaknya. Anak itu sedang bergelayut di tangan ayahnya. (mungkin di zaman itu dianggap kurang ajar. Initnya anak tersebut melakukan perbuatan yang kurang ajar, peny.) Ayahku sangat benci dengan anak itu sehingga tidak pernah berbicara lagi dengannya sampai wafatnya."[407]


Akibat Buruk dari Kasih Sayang yang Berlebihan
Kasih sayang orangtua memang penting tapi kalau terlalu berlebihan akan mendatangkan akibat yang tidak diharapkan. Kasih sayang itu seperti air atau makanan kalau diberikan dengan ukuran yang tepat dan dengan jumlah yang tepat maka akan memberikan hasil yang maksimal, tapi kalau tidak demikian akan berubah menjadi sesuatu yang tidak baik. Kasih sayang yang terlalu berlebihan untuk anak-anak adalah pengkhianatan seorang ayah terhadap anaknya.

Anak-anak itu bukan mainan orangtua, tapi ia adalah manusia yang masih kecil yang harus dididik untuk menyongsong masa depannya. Ayah dan ibu harus sadar bahwa suatu hari mereka akan lepas dari mereka. Anak-anak juga tidak selamanya anak-anak. Mereka akan tumbuh menjadi dewasa dan harus bergaul dalam kehidupan sosial. Hidup adalah seni yang sangat sulit. Dalam kehidupan itu seseorang akan mengalami hal-hal yang menyenangkan, menyedihkan, menyengsarakan dan membahagiakan.

Sebagai orangtua yang baik, mereka harus mempersiapkan sesuatu untuk masa depan anak-anak mereka. Mereka harus dididik supaya menjadi manusia yang tangguh di hari esok. Jangan membiarkan mereka menjadi anak-anak yang tidak berdaya, lemah dan selalu mengiba-iba uluran tangan orang lain.

Akibat negatif dari anak-anak yang dibesarkan dengan segala kemewahan dan kesenangan:

1. Mereka akan tumbuh menjadi anak-anak yang ingin selalu diperlakukan secara istimewa. Sifat-sifat seorang otoriter dalam diri sang anak semakin mekar ketika orangtua selalu memenuhi segala keinginan-keinginannya. Benih-benih kediktatoran semakin bersemi di dalam dirinya. Ketika hidup di tengah-tengah masyarakat, ia ingin semua orang memperlakukan dirinya seperti orangtuanya dulu melayani dirinya. Manusia seperti itu akan mudah patah arang kalau keinginannya tidak ada yang memperhatikan dan tidak memperoleh simpati dari orang lain.

Anak-anak yang selalu dimanjakan biasanya akan banyak mengalami masalah dalam kehidupan rumah tangganya. Ketika dewasa ia ingin dilayani oleh istrinya secara sempurna, ia suka memperlakukan istrinya seperti seorang pembantu rumah tangga yang harus tunduk dengan segala perintahnya. Dan sebagian besar perempuan tentu saja tidak mau melayani segala perintah suaminya yang bersifat memaksa. Jadi apa yang akan terjadi dalam rumah tangga mereka sudah bisa diprediksikan.

Seorang istri yang dulunya dibesarkan dalam keluarga yang selalu menyambut segala tuntutannya, akan menjadi seorang istri yang ingin diperlakukan secara istimewa oleh suaminya. Ia mengharapkan si suami bisa memenuhi segala keinginan istrinya dan biasanya jarang sekali suami yang dapat memenuhi segala keinginannya.

2. Anak-anak yang dibesarkan dalam asuhan seperti itu akan menjadi anak yang sangat rentan dengan masalah, kehilangan kepercayaan diri, tidak berani mengambil resiko, tidak mau melakukan pekerjaan-pekerjaan yang penting dan selalu mengharapkan uluran tangan orang lain.

3.Anak-anak itu tidak mau lagi mengembangkan diri karena merasa cukup dengan apa yang diterimanya. Orangtuanya telah memenuhi segala keinginannya, pujian dan segalanya menjadi gambaran semu dirinya. Si anak jadi kehilangan realitas tentang dirinya. Ia merasa sudah sempurna.

Amirul Mukminin as mengatakan, "Menganggap diri sempurna adalah suatu kecacatan."[408]

"Siapa saja yang merasa bangga dengan dirinya ia akan melihat banyak kekurangan."[409]

Anak-anak yang manja ingin orang lain itu menghargai sifat-sifat semunya. Ia akan sukses mengumpulkan para penjilat di samping dirinya. Orang-orang yang sering membangga-banggakan dirinya tidak mungkin berhasil menarik simpati orang lain bahkan akan meraih kebencian dari orang lain.

Amirul Mukminin as mengatakan, "Siapa yang merasa bangga dengan dirinya akan menuai kebencian."[410]

4. Anak-anak yang selalu dimanjakan dengan segala kesenangan dan segala keinginannya selalu dipenuhi oleh orangtua mereka, kelak kalau sudah besar akan tumbuh menjadi manusia yang sombong, suka memaksakan kehendak. Ia tidak akan pernah membuat ayah-ibunya tenang. Selalu merengek-rengek agar mereka memenuhi segala keinginannya.


Kiat-kiat Penting untuk Diingat
Hati-hatilah jangan sampai anak-anak Anda menyalahgunakan kasih sayang anda. Kalau melihat anak-anak Anda tiba-tiba menangis, atau marah-marah, atau memukulkan kepalanya ke dinding agar Anda memenuhi keinginannya, jangan langsung mempercayainya begitu saja. Janganlah terlalu panik, sabarlah sampai anak Anda tenang kembali.

Jika anak Anda jatuh ke tanah, segeralah bangunkan. Berikan perhatian agar ia tidak merasa kesakitan dan jangan lupa juga berikan nasihat supaya hati-hati dalam berjalan. Hati-hati dengan gaya anak-anak yang ingin menguji kasih sayang Anda. Jangan terpengaruh oleh atraksi-atraksi mereka.

Kalau ada anak Anda yang sakit segera bawa ke dokter. Beli resep obat yang disuruh dokter, rawatlah dan layanilah dengan baik. Tapi Anda juga jangan sampai harus melakukan segala sesuatu demi menyenangkan anak Anda. Ambillah sikap yang wajar. Lakukan aktivitas Anda seperti biasanya tapi Anda juga harus tetap mengawasi anak-anak Anda.

Ketika anak Anda sakit Anda tidak perlu selalu menghentikan segala aktivitas Anda atau meraung-raung menangisi anak-anak Anda.





40