BELAJAR FIKIH

BELAJAR FIKIH 0%

BELAJAR FIKIH pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Fiqih
Halaman: 48

BELAJAR FIKIH

pengarang: Muhammad Husein Falah Zadeh
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori:

Halaman: 48
Pengunjung: 63742
Download: 278

Komentar:

BELAJAR FIKIH
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 48 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: 63742 / Download: 278
Ukuran Ukuran Ukuran
BELAJAR FIKIH

BELAJAR FIKIH

pengarang:
Indonesia
BELAJAR FIKIH BELAJAR FIKIH


Oleh: Muhammad Husein Falah Zadeh
Untuk tingkat Remaja

Sesuai dengan fatwa-fatwa para mujtahid besar Syi'ah

Penerjemah: Emi Nur Hayati

Majma' Jahani Ahlul Bait


1
BELAJAR FIKIH

DAFTAR ISI
Prakata Penerbit

Pengatar

Pelajaran 1: Peran Fikih Dalam Islam
Pembagian Hukum
Taklid
Keterangan Syarat-syarat Seorang Marja'
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 2: Ijtihad dan Taklid
Siapa Mukallaf
Usia Balig
Perbedaan antara Ihtiyath Wajib dan Ihtiyath Mustahab
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 3: Bersuci
Pendahuluan-pendahuluan Salat
Hal-hal yang najis
Hukumnya Bangkai
Bangkai Hewan
Hukum Bangkai Binatang
Hukum-hukum Darah
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 4: Bagaimana Sesuatu yang Suci Bisa Menjadi Najis
Benda-benda yang Bisa Menyucikan
Hukum-hukum Air Mudhaf
Macam-macam Air Mutlak
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 5: Hukum-hukum Air
Air Qalil (Sedikit)
Air kur, Air mengalir, Air sumur
Ciri-ciri Air Hujan
Hukum-hukum Keraguan tentang Air
Bagaimana Sesuatu yang Terkena Najis Menjadi Suci dengan Air
Penyucian Sesuatu yang Ternajisi
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 6: Cara Menyucikan Tanah Yang Najis
Menyucikan Tanah
Tanah
Sinar Matahari
Syarat-syarat Sinar Matahari sebagai Penyuci
Islam
Hilangnya Benda Najis
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 7: Wudu
Cara Berwudu
Amalan-amalan Wudu
Pembasuhan
Pengusapan
Mengusap Kepala
Mengusap Kaki
Masalah-masalah yang Sama dalam Mengusap Kepala dan Kaki
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 8: Syarat-syarat wudu
Syarat-syarat Air Wudu dan Tempatnya
Syarat-syarat Anggota Wudu
Syarat-syarat Cara Berwudu
Syarat-syarat Pelaku Wudu
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 9: Wudu Jabirah:
Definisi Jabirah
Cara-cara Wudu Jabirah
Hal-hal yang Harus Disertai dengan Wudu
Bagaimana Wudu Menjadi Batal
Kesimpulan pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 10: Mandi
Macam-macam Mandi Wajib
Mandi Janabah
Pekerjaan-pekerjaan yang Diharamkan bagi Orang Junub
Surat-surat Al-Quran yang Mengandung Sujud Wajib
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 11: Pelaksanaan Mandi
Cara melaksanakan mandi
Syarat Sahnya Mandi
Mandi Menyentuh Mayat
Mandi Mayat
Mandi yang Khususkan bagi Perempuan
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 12: Tayamum (pengganti wudu dan mandi)
Bagaimana Caranya Bertayamum
Hal-hal yang bisa Digunakan untuk Bertayamum
Syarat Sahnya Tayamum
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 13: Waktu Salat
Macam-macam salat
Waktu Salat Sehari-hari
Hukum-hukum Waktu Salat
Kesimpulan pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 14: Kiblat dan Pakaian Salat
Kiblat
Pakaian Salat
Ukuran Pakaian
Pada Kondisi-kondisi Seperti ini, Salat dengan Badan atau Pakaian Najis maka Hukumnya Batal
Pada Kondisi-kondisi Seperti ini Salat dengan Badan atau Pakaian Najis maka Hukumnya Sah
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 15: Tempat salat, Azan dan Iqomat
Syarat-syarat Tempat Salat
Hukum Tempat Salat
Persiapan Salat
Azan dan Iqomat
Hukum-hukum Azan dan Iqomat
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 16: Kewajiban-kewajiban Salat
Perbedaan Rukun dengan Bukan Rukun
Hukum Kewajiban-kewajiban Salat
Kewajiban-kewajiban Takbiratul ihram
Berdiri
Macam-macam Berdiri
Hukum-hukum Berdiri
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 17: Kewajiban-kewajiban Salat
Hukum-hukum Bacaan
Hal-hal yang Disunahkan dalam Bacaan
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 18: Kewajiban-kewajiban Salat
Ruku
Sujud
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 19: Kewajiban-kewajiban Sujud
Zikir
Ketenangan (Tuma'ninah)
Bangun dari Sujud
Keberadaan Tujuh Anggota Sujud di atas Tanah
Kesetaraan Tempat Sujud
Meletakkan Dahi di atas Sesuatu yang Sah Dipakai Sujud
Hukum-hukum Sujud
Tugas Orang yang tidak Bisa Sujud secara Normal
Sunah-sunah dalam Sujud
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 20: Hukum-hukum Kewajiban Salat
Sujud Wajib Al-Quran
Tasyahud
Salam
Tertib
Muwalat
Qunut
Ta'qib Salat
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 21: Hal-hal yang Membatalkan Salat
Hukum Hal-hal yang Membatalkan Salat
Berbicara
Tertawa dan Menangis
Membelakangi Kiblat
Merusak Cara Salat
Hal-hal yang Makruh dalam Salat
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 22: Terjemahan Azan, Iqomat dan Salat
Azan
Terjemahan Salat
Pertanyaan

Pelajaran 23 dan 24: Keraguan-keraguan dalam Salat
Macam-macam Keraguan dalam Salat
Keraguan yang Membatalkan Salat
Keraguan yang Tidak Perlu Diperhatikan
Keraguan Pada Salat Empat Rakaat
Catatan
Salat Ihtiyath
Sujud Sawi
Kesimpulan pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 25: Salat Musafir
Masalah-masalah yang Menjadikan Salat tetap Sempurna sekalipun dalam Bepergian
Tempat-tempat di mana Salat harus Dikerjakan secara Sempurna
Apa yang Dimaksud dengan Wathon (Tempat Tinggal)
Niat sepuluh hari
Kesimpulan pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 26: Salat Qadha
Salat Qadhanya Ayah
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 27: Salat Jamaah
Pentingnya Salat Jamaah
Syarat-syarat salat jamaah
Mengikuti salat jamaah
Beberapa kondisi untuk bisa mengikuti salat jamaah
Rakaat Pertama
Rakaat Kedua
Rakaat Ketiga
Rakaat Keempat
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 28: Hukum Salat Jamaah
Tugas Makmum dalam Salat Jamaah
Cara-cara Makmum Mengikuti Imam Jamaah
Jika Makmum Lupa Sebelum Gerakan Imam
Sunah-sunah dan Makruhnya Salat Jamaah
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 29: Salat Jumat - Salat Hari Raya
Pentingnya salat Jumat
Cara-cara Salat Berjamaah
Syarat-syarat Salat Jumat
Tugas Imam Salat Jumat ketika Mengutarakan Dua Khotbah
Tugas Jemaah Salat Jumat
Salat Hari Raya
Waktu Salat Hari Raya
Cara-cara Salat Hari Raya
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 30: Salat Ayat, Salat-salat Sunah
Cara-cara Mengerjakan Salat Ayat
Hukum-hukum Salat Ayat
Salat-salat Sunah
Salat Tahajud
Waktu Salat Tahajud
Nafilah Salat Sehari Semalam
Salat Ghufailah
Cara Mengerjakan Salat Ghufailah
Kesimpulan pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 31: Macam-macam Puasa
Puasa-puasa Wajib
Sebagian dari Puasa-puasa Haram
Puasa-puasa Sunah
Puasa-puasa Makruh
Niat Puasa
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 32: Sesuatu yang Membatalkan Puasa
Hukum-hukum Sesuatu yang Membatalkan Puasa
Makan dan Minum
Suntik
Sampainya Debu Tebal ke Tenggorokkan
Memasukkan Seluruh Kepala ke Dalam Air
Muntah
Istimna'(Onani)
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 33: Sesuatu yang Membatalkan Puasa
Tetap dalam Kondisi Junub sampai Subuh
Pekerjaan-pekerjaan yang Makruh untuk Pelaku Salat
Qadha dan Kaffarahnya Puasa
Puasa Qadha
Kaffarah Puasa
Hal-hal Menyebabkan Wajibnya Qadha Puasa akan tetapi Tidak Wajib Kaffarah
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 34: Hukum-hukum Qadha dan Kaffarahnya Puasa
Hal-hal yang Tidak Menyebabkan Wajibnya Qadha Puasa juga tidak ada Kaffarahnya
Puasa Qadha Ayah dan Ibu
Puasa Musafir
Hukum Puasa Musafir
Zakat Fitrah
Ukuran Zakat Fitrah
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 35: Khumus
Khumus Hukumnya Wajib pada Tujuh Sesuatu
Biaya Setahun
Tahun Membayar Khumus
Harta-harta yang Tidak Ada Khumusnya
Akibat Tidak Membayar Khumus
Hukum-hukum Khumus
Penyerahan Khumus
Syarat-syarat Sayyid yang Bisa Menerima Khumus
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 36: Zakat
Beberapa Hal yang Wajib Di Bayar Zakatnya
Ukuran Nisab (Batas Membayar Zakat)
Nisab Gandum, Juw, Kurma dan Kismis
Ukuran Zakat Gandum, Juw, Kurma dan Kismis
Nisabnya Binatang Ternak
Nisab Emas dan Perak
Hukum-hukum Zakat
Penggunaan Zakat
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 37: Amar makruf dan Nahi mungkar
Pentingnya amar makruf dan Nahi mungkar
Definisi Amar makruf dan Nahi mungkar
Syarat-syarat Amar makruf dan Nahi mungkar
Tahapan Amar makruf dan Nahi mungkar
Hukum-hukum Amar makruf dan Nahi mungkar
Adab Beramar makruf dan Nahi mungkar
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 38: Jihad dan Pertahanan
Macam-macam Pertahanan
Macam-macam Pertahanan Islam dan Negara Islam
Mempertahankan Jiwa dan Hak-hak Pribadi
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 39: Jual beli
Jual beli Wajib
Jual beli Sunah
Jual beli haram
Jual beli makruh
Adab Jual beli
Hukum-hukum Jual beli
Membatalkan Muamalah
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 40: Sewa menyewa, Hutang piutang dan Amanat
Sewa menyewa
Syarat-syarat Barang yang Disewakan
Hukum-hukum Sewa menyewa
Hutang piutang
Macam-macam Hutang piutang
Hukum-hukum Hutang piutang
Amanat
Hukum-hukum Amanat
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 41: Pinjam meminjam, Sedekah, Barang temuan
Pinjam meminjam
Sedekah
Hukum-hukum Sedekah
Barang-barang Temuan
Kehilangan Sepatu
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 42: Makan dan Minum
Macam-macam Makanan
Hukum-hukum Makanan
Makanan dari Jenis Tumbuhan
Makanan dari Jenis Binatang
Binatang Berkaki empat
Jenis Binatang yang Bersayap (Terbang)
Binatang yang Hidup Di Dalam Air
Adab Makan
Adab Minum
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 43: Melihat, Kawin
Mahram dan Bukan Mahram
Orang-orang yang Mahram bagi Laki-laki
Melihat Orang lain
Kawin
Istri yang Baik
Istri yang Tidak baik
Akad Nikah
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 44: Hukum-hukum Masjid, Al-Quran dan Mengucapkan Salam
Hukum-hukum Masjid
Hukum-hukum Al-Quran
Memegang Tulisan-tulisan Al-Quran
Hukum-hukum Mengucapkan Salam
Tata Krama Mengucapkan Salam
Kesimpulan Pelajaran
Pertanyaan

Pelajaran 45: Ghasab, Sumpah, Bohong dan Hibah
Definisi Ghasab
Macam-macam Ghasab
Hukum-hukum Ghasab
Bersumpah
Berbohong
Ghibah (Menggunjing)
Definisi Ghibah
Hukum-hukum Ghibah
Mencukur Jenggot
Kesimpulan pelajaran
Pertanyaan


2
BELAJAR FIKIH

PRAKATA PENERBIT
Sesungguhnya warisan Ahlul Bait - yang telah dipelihara oleh para pengikutnya dari kemusnahan - merupakan madrasah yang mencakup seluruh cabang-cabang ilmu Islam.

Madrasah ini telah mampu mendidik jiwa-jiwa yang telah siap menerima dan memanfaatkan anugerah ini. Dan ulama-ulama besar yang selalu berjalan di jalan Ahlul Bait telah memberikan kontribusi bagi umat Islam serta menanggapi isu-isu dan beraneka masalah mazhab serta golongan-golongan pemikiran dari dalam dan luar peradaban Islam, dengan mengetengahkan jawaban-jawaban yang kokoh dan solusinya sepanjang masa.

Lembaga internasional Ahlul Bait berangkat dari rasa tanggung jawab yang ada diemban, bergegas untuk mendukung atau mempertahankan kehormatan risalah dan realitas risalah yang telah di sembunyikan oleh tokoh-tokoh mazhab dan golongan yang menentang Islam, dengan terus mengikuti langkah Ahlul Bait a.s. dan para pengikut madrasahnya yang terus gigih menjawab berbagai tantangan yang terus menerus dan berupaya untuk senantiasa siap siaga dalam menghadapi tantangan tersebut, sesuai dengan tingkat yang diharapkan pada setiap zaman.

Pemikiran-pemikiran yang tersimpan dalam buku-buku ulama madrasah Ahlul Bait dalam pertarungan ini sangat unik dan jarang sekali, karena memiliki muatan ilmu yang dalam yang bersandar kepada akal dan argumen, serta jauh dari pada hawa nafsu, fanatisme dan mengajak bicara para ulama dan pemikir yang memiliki spesialisasi dengan bahasa yang bisa di terima oleh akal dan fitrah yang bersih.

Lembaga Internasional Ahlul Bait berupaya untuk mengupayakan tahapan baru dari beragam pemikiran untuk para pencari kebenaran lewat kumpulan pembahasan pembahasan dan karya-karya yang ditulis oleh para penulis kontemporer yang telah bermazhab Ahlul Bait atau dari kalangan penulis yang telah mendapatkan nikmat Allah untuk bisa bergabung dalam madrasah ini. Di samping itu, lembaga ini mencetak dan menyebarkan serta merealisasikan beberapa manfaat dari karya-karya ulama-ulama Syi'ah terdahulu yang diharapkan juga, agar karya-karya tersebut memberikan kepuasan dan kesejukan bagi jiwa-jiwa yang sedang haus mencari kebenaran.

Supaya realitas kebenaran yang dihidangkan madrasah Ahlul Bait terbuka di seantero alam ini, di mana akal-akal manusia sedang mencari kesempurnaannya dan jiwa-jiwa telah dapat berinteraksi secara cepat dan unik.

Maka kami sampaikan terimah kasih banyak kepada Syeikh Muhammad Husein Falah Zadeh yang telah menulis buku ini dan juga kepada Sdri. Emi Nur Hayati yang telah berusaha keras menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, serta kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam penerbitan buku ini.

Kami semua berharap bahwa apa-apa yang telah kami lakukan tercatat sebagai salah satu pelaksanaan sebagian tugas yang ada pada kami terhadap Tuhan Yang Maha Agung. Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segalah agama-agama. Dan hanya Allah sebagai saksi.

Divisi Kebudayaan

Majma' Jahani Ahlul Bait


3
BELAJAR FIKIH

PENGANTAR
Sepanjang sejarah, umat manusia senantiasa menyaksikan usaha orang-orang besar, para mujaddid serta cendekiawan dalam membangun sebuah masyarakat yang adil dan makmur dan membina sebuah umat yang unggul dan jauh dari keburukan. Dalam rangka ini, mereka selalu berfikir dan berupaya mengetengahkan sistem dan undang-undang yang dapat mengatur masyarakat agar dapat mencapai tujuannya. Sistem dan undang-undang tersebut ditata untuk dapat mengatur kehidupan mereka; mulai dari yang bersifat pribadi sampai yang berkaitan dengan sisi sosial, bahkan lebih luas dari sekedar itu, yakni mencakup alam semesta.

Sebagai agama terakhir yang menjamin kebahagiaan manusia, Islam juga turut menjadi salah satu peletak gagasan-gagasan pembangunan masyarakat yang adil dan makmur. Islam memulai gagasan-gagasan besarnya dengan keimanan. Sebuah keimanan dan keyakinan yang benar dapat menyelamatkan pemikiran manusia. Keimanan Islam memberikan kepada manusia sebuah kaca mata untuk melihat awal dan akhir dari sebuah kehidupan. Keimanan yang diinginkan Islam dapat membebaskan seseorang dari kekosongan dan keterasingan. Pada puncaknya, keimanan Islam menunjukkan kepada manusia bentuk kehidupan yang memiliki tujuan dan makna.

Namun demikian, Islam menolak bila sekadar memiliki keyakinan yang benar dianggap sebagai satu-satunya penentu kebahagiaan manusia. Pada tataran teoretis, itu merupakan suatu kelaziman hidup seseorang yang tidak dapat dihindarkan. Namun, pada tataran praktis, pada akhirnya dia harus memilih dan memilah mana jalan yang benar, lalu mengamalkan kebenaran yang telah ditemukannya.

Di antara ajaran-ajaran Islam, fikih adalah bagian yang memikul tanggung jawab mulia ini. Fikih adalah kumpulan hukum dan sistem praktis Islam untuk menyelesaikan masalah di atas. Sistem praktis ini bersumber dari wahyu ilahi yang telah dijelaskan dan diuraikan oleh para imam maksum a.s.; sistem yang mencakup seluruh permasalahan yang sedang atau akan dihadapi manusia. Hukum dan undang-undang yang terkandung di dalamnya tidak dapat diubah-ubah sesuka hati. Cakupannya yang luas tidak lantas membuat prinsip-prinsipnya mengalami perubahan.

Mengenal sistem hukum praktis ini (baca: fikih) termasuk salah satu dari pelajaran-pelajaran vital dan menjadi fondasi Hawzah Ilmiyah (pusat pendidikan agama dalam masyarakat Syi'ah). Perkembangan studi-studi keislaman di sana berawal dari ilmu Fikih. Dengan sendirinya, para ahli fikih (fakih) merupakan kelompok ulama yang memiliki keistimewaan di atas sekalian ulama yang menekuni ilmu-ilmu keislaman lainnya. Sejarah juga mencatat nama-nama cemerlang mereka dengan tinta emas. Prestasi gemilang ini juga ditegaskan oleh Imam Khomeini dalam catatannya: "Selama ratusan tahun, kelompok ulama (fakih) menjadi tulang punggung kaum mustadh'afin. Masyarakat Syi'ah senantiasa mendapatkan pemahaman keagamaan mereka melalui para fakih".

Sejarah mencatat bagaimana para fakih yang sekaligus sebagai pengawal fikih dan syariat Islam menanggung berbagai kesulitan dengan tingkat kesabaran dan jerih payah yang luar biasa demi menyebarkan hukum-hukum suci agama seutuh mungkin.

Betapa banyak kitab-kitab yang ditulis oleh para fakih dalam kondisi taqiyah atau di dalam penjara. Betapa banyak perpustakaan yang dibangun berkat jerih payah dan usaha mereka selama ratusan tahun akan tetapi begitu saja hangus dibakar karena kedengkian musuh dan yang terkejam dari segalanya adalah tangan penguasa-penguasa yang mengatasnamakan Islam.

Para fakih mengorbankan jiwa dan raga mereka demi menjaga cita-cita luhur dan agama. Sering kali darah mereka harus membasahi kitab-kitab mereka sendiri, dan tidak jarang jasad mereka pun ikut dibakar hangus. Meski begitu, mereka tidak akan pernah putus asa atau menghentikan usaha, sekalipun harus terus berhadapan dengan segala kemungkinan bahaya dan kesulitan. Usaha yang telah mereka lakukan adalah menyimpulkan hukum-hukum fikih dari masalah-masalah yang muncul dan menatanya sedemikian apik dan sistematis. Ya, hidup mereka diinfakkan demi memenuhi kebutuhan masyarakat kepada agama.

Koleksium atau buku kumpulan hukum yang kini beredar di tengah masyarakat - yang umumnya dikenal dengan nama risalah amaliyah atau Risalah Taudhih Al-Masail - adalah karya para Marja' Taklid (Mujtahid). Usaha mereka dalam menyimpulkan sebuah hukum dari sumber-sumbernya terkadang memakan waktu yang cukup panjang. Namun, mengingat risalah-risalah amaliyah itu disusun dengan tujuan menjadi rujukan masyarakat, dan kondisi ini telah berjalan lebih dari lima puluh tahun sehingga buku-buku tersebut tidak dapat dijadikan materi pelajaran yang relevan bagi generasi muda, terutama kaum remaja. Kesulitan ini menjadi lebih mendesak tatkala buku-buku itu menggunakan istilah-istilah teknis fikih dan gaya penulisan yang rumit sehingga tidak mudah dipahami, meskipun amat berguna dalam kapasitasnya sebagai buku fikih dengan tujuan penyusunannya untuk memenuhi kebutuhan kalangan khusus. Bila diandaikan risalah amaliah yang ditulis selama ini, ia tak ubahnya dengan toko obat yang tidak dibuat khusus untuk kelompok usia tertentu yang dapat memanfaatkannya, tetapi dibuka untuk segala usia.

Dari dulu sampai sekarang pun di Hawzah Ilmiyah, sudah tertata secara baik kitab-kitab khusus untuk setiap tingkat pendidikan dari masing-masing jurusan dan bidang ilmu, termasuk jurusan fikih. Sejak dahulu tidak ada pemula yang hendak mendalami fikih akan diajarkan kepadanya kitab Makasib karya Syaikh Al-Anshari. Sebagaimana untuk mempelajari ilmu ushul fikih, seorang pelajar muda tidak langsung membaca kitab Kifayah Al-Ushul karya Al-Muhaqqiq Al-Khurasani. Atau, katakanlah mereka yang ingin mempelajari filsafat tidak akan memulainya dengan membaca kitab Al-Asfar Al-Arba'ah adikarya Mulla Shadra . Karena secara logis, setiap pelajar pemula akan mulai studi dengan menelaah kitab-kitab yang sederhana sehingga mendapatkan kerangka dasar dari ilmu yang akan ditekuninya untuk kemudian mempelajari kitab yang lebih spesifik dan detail.

Saat ini, materi pelajaran fikih di Hawzah Ilmiyah dibagi menjadi tiga macam:

1. Fikih nirargumentasi seperti; Risalah Taudhih Al-Masail dan Al-'Urwah Al-Wutsqa .

2. Fikih semi argumentatif seperti; Ar-Raudhah Al-Bahiyah dan Syarayi' Al-Islam .

3. Fikih murni argumentatif seperti; Jawahir Al-Kalam dan Al-Hadaiq An-Nadhirah .

Dengan demikian, sudah seharusnya risalah amaliyah diterbitkan sesuai dengan tingkat pemahaman masyarakat dan kebutuhan mereka sehingga proses belajar dan pelaksanaan tugas-tugas syariat dengan tanpa adanya kesulitan serta bisa menambah ilmu agama mereka dengan cara yang paling tepat.

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait dengan penjelasan hukum telah diusahakan penyebaran buku-buku yang dapat dimanfaatkan. Namun tetap saja masih dirasakan kekosongan terutama berkaitan dengan pengajaran fikih sesuai dengan tingkatan pendidikan dan untuk masyarakat umum. Kekosongan ini membuat kami berusaha untuk memenuhi kebutuhan untuk kelompok umur sekolah menengah umum. Tulisan ini diusahakan dengan tidak mengubah fatwa namun hanya dengan mengganti bahasa agar lebih sederhana dan mudah dipahami serta penjelasan contoh-contoh.

Dengan melihat adanya hukum-hukum yang khusus untuk wanita dan khusus untuk pria maka kami, selain memperhatikan kelompok umur, perbedaan jenis kelamin mendapat perhatian khusus. Oleh karenanya kami memisahkan masalah yang khusus berkaitan dengan pria dengan menuliskan buku terpisah. Sementara untuk wanita karena kekhususannya kami juga menuliskan buku terpisah.

Sangat mungkin sekali ada sebagian anggota masyarakat tidak mengenyam pendidikan yang semestinya namun dalam masalah keagamaan tidak kurang dari mereka yang berpendidikan. Namun pun demikian buku ini memang dikhususkan sesuai dengan kelompok umur berdasarkan pendidikannya.


Buku yang telah kami siapkan sebagai berikut:
1. Pelajaran fikih khusus anak-anak.

2. Pelajaran fikih tingkatan awal diperuntukkan bagi tingkatan sekolah menengah pertama (khusus perempuan - khusus laki-laki).

3. Pelajaran fikih tingkatan menengah diperuntukkan bagi tingkatan sekolah menengah atas (khusus perempuan - khusus laki-laki).

4. Pelajaran fikih tingkatan atas diperuntukkan bagi mahasiswa (khusus perempuan - khusus laki-laki).

5. Metode mengajar fikih khusus para guru dan pelajar ilmu agama


Peringatan:
1. Teks kitab sesuai dengan fatwa pendiri revolusi islam Ayatullah Imam Khomeini ra.

2. Di tambah dengan fatwa-fatwa tiga marja' besar; Ayatullah Araki, Ayatullah Gulpaigani, Ayatullah Khu'i, yang mana masalah perbedaan di halaman tersebut ditandai dengan tanda (*).

3. Pada teks kitab mayoritas masalah yang dikaji lebih bersifat global dan umum dan tidak banyak membahas detil masalah. Masalah-masalah yang dibahas adalah masalah yang tidak memiliki banyak perbedaan pendapat di dalamnya. Bila ada perbedaan fatwa itu tidak berati bahwa mukallid (orang yang bertaklid) tidak mengamalkan teks fatwa. Artinya, ia tidak mengamalkan sesuai dengan fatwa marja' yang diyakininya. Tidak demikian. Buku ini ditulis sedemikian rupa sehingga walaupun ditemukan perbedaan namun pengamalan teks yang ada tidak keluar dari fatwa marja' yang diyakininya walaupun berbeda. Karena perbedaannya pada ihtiyath wajib (tidak berfatwa). Sebagai permisalan, bila teks masalah adalah fatwa sementara marja' yang diyakini berbeda namun perbedaannya hanya berkisar pada ihtiyath wajib maka sebenarnya tidak terjadi perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan pengamalan fatwa yang ada pada teks artinya sama dengan mengamalkan fatwa marja'nya sendiri yang melakukan ihtiyath wajib. Karena ihtiyath wajib memiliki makna mukallid dalam masalah itu boleh memilih fatwa marja' lain.

4. Masalah-masalah yang dipilih di sini diusahakan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan utama para remaja tingkatan sekolah menengah. Detil dan cabang masalah sengaja tidak disebutkan. Topik masalah disusun sedemikian rupa sekiranya tidak mengubah fatwa yang ada. Sebagai contoh dalam pembahasan persucian, sekalipun sesuatu yang dapat menyucikan jumlahnya ada sepuluh sementara yang disebutkan hanya lima itu tidak berarti mengurangi. Sekalipun hanya lima yang disebutkan namun susunan penulisan disusun sedemikian rupa sehingga pada hakikatnya mencakup kesepuluhnya. Ibaratnya demikian, "segala sesuatu yang najis bisa suci dan secara umum, sesuatu yang menyucikan antara lain: ...".

5. Buku yang ada ini dapat dipakai untuk mengajar dan murid bisa belajar dengan gurunya. Metode penulisan buku ini selain untuk pengajaran, disusun sedemikian rupa sehingga bermanfaat untuk dibaca begitu saja guna memahami masalah-masalah syariat.

6. Seandainya pembaca ingin mengetahui masalah secara lebih detil atau ingin melihat teks masalah dari sumbernya, alamat masalah tercantum di garis bawah pada setiap halaman lagi pula keterangan marja' taklid juga dicantumkan sesuai dengan Risalahnya sendiri bersamaan dengan nomor masalah.

7. Kepada para marja' taklid sekali lagi dengan segala hormat, untuk mempersingkat keterangan, gelar mereka dihapus dan cukup dengan gelarnya yang telah dikenal.

8. Buku ini, sebelum dicetak sudah pernah diajarkan dan kekurangannya telah disempurnakan, semampunya. Pengoreksian isi buku telah dilakukan oleh guru sekaligus sahabat saya yang telah sudi meluangkan waktunya. Beberapa saran juga telah disampaikan kepada kami oleh beberapa siswa sekolah menengah atas yang telah membaca dan mempelajarinya. Dengan koreksian yang telah dilakukan diharapkan isinya sesuai dengan tujuan penulisan buku ini. Sekali lagi terima kasih kepada mereka yang telah membantu demi terwujudnya karya ini.

9. Penulisan buku ini merujuk kepada sumber-sumber di bawah ini:

" Tahrir Al-Wasilah, Imam Khomeini, Darul Anwar, Beirut.

" Risalah Taudhih Al-Masail, Imam Khomeini, Bunyad Pezhuhesha-ye Eslami-ye Ustane Qudse Razavi, Masyhad.

" Istifta'at, Imam Khomeini, Daftar Entisharat Eslami, Qum

" Al-'Urwah Al-Wutsqa, (2 jilid) dengan komentar para marja' taklid, Intisharat Ilmiah Islamiyah, Qum.

" Wasilat Al-Najah dengan komentar Ayatullah Al-'Uzma Gulpaigani, Dar At-Ta'aruf lil Mathbu'at, Beirut.

" Risalah Taudih Al-Masail, Ayatullah Al-'Uzma Gulpaigani, Dar Al-Quran Al-Karim, Qum.

" Risalah Taudhih Al-Masail, Ayatullah Al-'Uzma Araki, Daftare Tablighate Eslami-ye Hauzeye Elmiyeh, Qum.

" Risalah Taudhih Al-Masail, Ayatullah Al-'Uzma Khu'i, Chapkhaneye Elmi, Qum.


Beberapa Catatan untuk Para Guru yang Mulia
1. Berangkat dari pengalaman, isi dan kandungan setiap pelajaran disusun untuk waktu setengah jam sampai 45 menit. Itu telah ditambah dengan penjelasan guru. Akan tetapi, ada beberapa pelajaran yang memuat materi yang banyak seperti; pelajaran 35, 36, 39 dan 42. Sekiranya tidak tertuntaskan sesuai dengan waktu yang sudah diperkirakan, maka sisa pelajaran bisa diajarkan pada pertemuan yang akan datang. Ada sebagian pelajaran yang materinya sedikit dan bisa dituntaskan sebelum waktunya, maka waktu yang tersisa bisa digunakan untuk pelajaran berikutnya, seperti pelajaran 22, 26, 32 dan 33.

2. Untuk mengajarkan buku ini tidak cukup hanya membaca buku ini saja, akan tetapi sebelum mengajar, hendaknya para pendidik yang mulia membaca teks buku fikih tingkatan yang lebih tinggi atau Risalah Taudhih Al-Masail atau kitab fikih yang lebih rinci.

3. Di akhir setiap pelajaran, dibubuhkan kesimpulan pembahasan yang merangkum beberapa masalah. Ini dilakukan dengan pertimbangan sejumlah manfaat sebagai berikut:

a. Di akhir pelajaran, para guru dapat menyimpulkan pelajaran yang sudah diterangkan kepada para pelajar yang hadir dalam beberapa menit secara singkat.

b. Apabila siswa tidak punya waktu yang cukup untuk membaca pelajaran secara keseluruhan, dia bisa membaca kesimpulannya sehingga dapat mengingat poin-poin pembahasan dan mengulang pelajaran yang lalu.

c. Para guru bisa menggunakannya sebagai catatan yang cukup untuk mengajar di kelas sehingga tidak perlu membawa kitab ketika hendak mengajar.

4. Kesimpulan pelajaran diambil dari teks pelajaran dengan tanpa rincian masalah dan keterangan para marja' taklid.

5. Untuk setiap pelajaran ditulis beberapa soal dan mayoritas soalnya adalah wujud nyata dan contoh-contoh fikih; di mana para guru diminta supaya murid-murid menjawabnya dan membantu mereka untuk mendapatkan jawabannya.

6. Diharapkan para guru menyisihkan sebagian waktunya untuk menjawab pertanyaan para pelajar yang hadir.

7. Untuk memahamkan pembahasan kepada murid-muridnya, para guru hendaknya menggunakan contoh-contoh yang tepat dan mempraktekkan sebagian dari masalah-masalah seperti: wudu dan tayamum.

Dengan mengharap ridha Allah swt., semoga tulisan yang ada di hadapan pembaca dapat membantu para remaja dalam usaha mereka memahami hukum Islam. Semoga Allah membantu dan menolong para remaja kita agar sukses dalam semua jenjang kehidupan.

Akhir kata, terima kasih kepada seluruh sahabat-sahabat baik saya yang telah membaca dan memberikan saran. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah yang telah memberikan taufik-Nya demi terwujudnya karya ini. Kami menyambut pendapat dan saran-saran yang membangun dari para pembaca.

Wahai Tuhan kami terimalah dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.



4
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 1: Peran Fikih Dalam Islam
Islam adalah agama terakhir dan sempurna. Ajaran-ajarannya sesuai dengan fitrah dan maslahat manusia. Menjalankan ajaran Islam merupakan jalan yang menjamin kebahagiaan manusia. Sebuah lingkungan masyarakat-yang di dalamnya diterapkan undang-undang Islam-akan menjadi sebuah lingkungan yang ideal. Yang menjadi topik dari pelajaran-pelajaran ini adalah fikih. Fikih adalah salah satu dasar utama dari aturan dan undang-undang islami pembentuk manusia. Ajaran-ajaran penjamin keselamatan dalam Islam terdiri atas:

1. Ajaran-ajaran keyakinan yang disebut dengan ushuluddin.

2. Aturan-aturan praktis yang disebut dengan furu'uddin atau fikih.

3. Masalah-masalah yang berkaitan dengan kejiwaan dan perbuatan; yang bernama akhlak atau moral.

Bagian pertama: adalah ajaran yang berkaitan dengan penyelamatan pikiran dan keyakinan manusia. Ajaran ini harus diakui dan diterima berdasarkan argumentasi (sekalipun atas dasar dalil yang sederhana). Karena, ajaran ini berkaitan dengan masalah keyakinan dan memerlukan suatu kepercayaan. Maka, dalam ushuluddin tidak diperbolehkan taklid dan ikut-ikutan pandangan orang lain.

Bagian kedua: adalah ajaran-ajaran praktis yang menentukan tugas-tugas manusia sekaitan dengan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan atau yang harus ditinggalkan. Ajaran yang demikian ini disebut dengan fikih. Berkenaan dengan fikih, tidak ada larangan untuk bertaklid kepada seorang marja' atau mujtahid.


Pembagian Hukum
Dalam Islam, setiap pekerjaan yang dikerjakan oleh manusia memiliki hukum tertentu. Hukum-hukum tersebut antara lain:

1. Wajib: adalah pekerjaan yang harus dilakukan, dan jika seseorang meninggalkannya, ia akan mendapatkan siksa, seperti salat dan puasa.

2. Haram: adalah pekerjaan yang harus ditinggalkan, dan jika seseorang mengerjakannya, ia akan mendapatkan siksa, seperti bohong dan menzalimi orang lain.

3. Sunah: adalah pekerjaan yang jika seseorang dilakukannya, ia akan mendapatkan pahala, dan jika ia meninggalkannya, ia tidak mendapatkan siksa, seperti salat tahajud dan bersedekah.

4. Makruh: adalah pekerjaan yang jika seseorang meninggalkannya, ia akan mendapatkan pahala, dan jika ia melakukannya, ia tidak mendapatkan siksa, seperti meniup makanan dan memakan makanan panas.

5. Mubah: adalah pekerjaan yang hukumnya sama antara mengerjakannya dan meninggalkannya, pelakunya tidak mendapatkan siksa juga tidak mendapatkan pahala; seperti berjalan dan duduk.


Taklid
Taklid berarti mengikuti. Mengikuti dalam masalah fikih yaitu mengikuti seorang fakih (seorang ahli fikih). Artinya, seorang mukallaf (muslim) dalam melakukan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan fatwa-fatwa seorang atau mujtahid yang diyakininya.

1. Seseorang yang bukan mujtahid-dan tentunya dia tidak mampu menyimpulkan hukum-hukum dan aturan-aturan Allah swt. secara langsung dari sumber-sumbernya-kewajiban yang harus dilakukannya adalah bertaklid (mengikuti) pendapat dan fatwa seorang marja' atau mujtahid.

2. Tugas sebagian besar dari masyarakat dalam fikih islam adalah bertaklid, karena hanya sedikit orang yang mampu berijtihad di idang fikih.

3. Seorang mujtahid yang diikuti oleh orang lain disebut sebagai marja' taklid ; yakni tempat rujukan dalam bertaklid.

4. Seorang mujtahid yang diikuti oleh orang lain harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Adil.

b. Hidup.

c. Laki-laki.

d. Balig.

e. Syi'ah Imamiyah.

f. Berdasarkan ihtiyath wajib , hendaknya dia paling pandai (a'lam) di antara para mujtahid, dan tidak rakus akan dunia.


Keterangan Syarat-syarat Seorang Marja'
1. Adil adalah seseorang yang berada pada tingkatan takwa. Artinya dia selalu mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan dosa-dosa. Tanda-tanda seseorang yang memiliki sifat adil adalah tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak mengulangi dosa-dosa kecil.

2. Seseorang yang baru mencapai usia balig atau selama ini belum pernah bertaklid, dia harus menetapkan seorang mujtahid yang masih hidup sebagai marja'-nya. Dia tidak boleh menjadikan seorang mujtahid yang sudah meninggal dunia sebagai marja'-nya untuk memulai dalam bertaklid.

3. Seseorang yang bertaklid kepada seorang marja' yang kemudian meninggal dunia, sementara dia masih ingin bertaklid kepadanya, dia harus mendapat izin dari mujtahid yang masih hidup yang diikutinya. Bila mendapat izin untuk itu, maka dia dapat tetap bertaklid kepada marja' sebelumnya yang telah meninggal dunia itu.

4. Ada kondisi-kondisi di mana seseorang yang telah mendapat izin untuk tetap bertaklid kepada marja'-nya yang telah meninggal harus merujuk kepada marja' kedua (sekarang) yang masih hidup. Kondisi-kondisi tersebut antara lain; bila marja' sebelumnya (yang telah meninggal) dalam sebuah masalah tidak memiliki fatwa, sementara marja'nya yang sekarang memiliki fatwa. Dan dalam masalah-masalah baru yang tidak terdapat di masa marja' sebelumnya seperti; perang atau gencatan senjata dan lain-lainnya.

5. Seorang mujtahid yang diikuti fatwanya oleh orang lain harus sebagai penganut mazhab Syi'ah Imamiyah; yaitu mazhab Syi'ah yang meyakini dua belas imam. Oleh karenanya, seorang mukallaf yang bermazhab Syi'ah Imamiyah tidak boleh mengamalkan fatwa-fatwa ulama dan para mujtahid selain yang bermazhab Syi'ah Imamiyah.

6. Islam menetapkan tugas perempuan dan laki-laki sesuai dengan tabiat dan kodrat penciptaannya. Perempuan tidak dibebani tanggung jawab untuk menjadi marja'. Tanggung jawab menjadi marja' sangatlah berat; sebuah posisi yang benar-benar rawan dan begitu penting. Namun, itu tidak berarti menghapus kebebasan mereka. Tidak dibolehkannya perempuan menjadi marja' tidak serta merta berarti ketakbolehannya menjadi mujtahid. Islam memperbolehkan perempuan mencapai puncak keilmuan dengan menjadi mujtahid, namun tidak menjadi marja'. Perempuan yang mujtahid dapat menggali sendiri hukum-hukum Allah dari sumber-sumbernya (Al-Quran, Sunah, Akal dan Ijma'). Pada posisi ini, dia memang tidak perlu bertaklid kepada seseorang.

7. Yang dimaksudkan dari "paling pandai" ialah ihwal seorang mujtahid yang dalam menggali hukum-hukum fikih dari sumber-sumbernya lebih mahir dari mujtahid-mujtahid yang lain.

8. Wajib bagi seorang mukallaf untuk melakukan penelitian (tafahhush) dalam rangka menentukan mujtahid yang paling pandai.

9. Setiap pribadi memiliki kebebasan dalam bertaklid dan tidak harus sama dengan orang lain. Seorang istri, misalnya, dalam hal bertaklid tidak harus sama dengan suaminya. Bila dia telah menentukan seseorang sebagai mujtahid yang telah memiliki syarat-syarat untuk ditaklidi, maka dia bisa bertaklid kepadanya sekalipun suaminya telah bertaklid kepada mujtahid yang lain.


Kesimpulan Pelajaran
1. Ajaran-ajaran Islam terdiri dari: akidah, fikih dan akhlak.

2. Hukum praktis terdiri dari: wajib, haram, sunah, makruh dan mubah.

3. Taklid adalah: mengamalkan fatwa seorang marja'.

4. Tidak dilarang untuk tetap bertaklid pada mujtahid yang sudah meninggal dunia selagi ada izin dari mujtahid yang masih hidup.

5. Seseorang yang tetap bertaklid kepada mujtahid yang sudah meninggal dunia dalam masalah-masalah baru harus bertaklid kepada mujtahid yang masih hidup.

6. Dalam bertaklid, setiap orang bebas dan tidak harus sama dengan orang lain.


Pertanyaan:
1. Sebutkan ushuluddin!

2. Apa tugas seorang mukallaf dalam ushuluddin dan furu'uddin? Jelaskan!

3. Sebutkan lima hukum praktis dalam Islam!

4. Apakah seorang wanita yang telah mencapai derajat ijtihad boleh beramal atas dasar fatwanya sendiri? Atau juga harus bertaklid kepada orang lain?

5. Siapakah orang yang adil itu? Dan bagaimana dia bisa diketahui?

6. Apa tugas seorang yang tetap bertaklid kepada mujtahid yang sudah meninggal dunia dalam masalah-masalah baru; seperti perang dan jihad?


5
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 2: Ijtihad dan Taklid
1. Cara-cara Mengetahui Mujtahid dan Orang yang Paling Pandai

a. Seseorang dengan sendirinya merasa yakin dan tahu akan mujtahid yang paling pandai. Misalnya, dia termasuk orang yang berilmu dan bisa mengetahui bahwa si fulan adalah mujtahid, dan mengetahui bahwa si fulan adalah yang paling pandai di bidangnya.

b. Dua orang adil yang bisa menentukan dan membenarkan bahwa si fulan adalah mujtahid atau si fulan adalah orang yang paling pandai.

c. Sekelompok ilmuwan yang bisa menentukan bahwa si fulan adalah mujtahid dan orang yang paling pandai. Kesaksian-kesaksian mereka bisa dipercaya bahwa si fulan memang seorang mujtahid atau si fulan memang orang yang paling pandai.

2. Cara-cara untuk mendapatkan fatwa mujtahid:

a. Mendengar sendiri dari sang mujtahid.

b. Mendengar dari dua orang atau seorang yang adil.

c. Mendengar dari seorang yang bisa dipercaya dan jujur.

d. Membaca risalah amaliyah (kumpulan fatwa) mujtahid.

3. Jika mujtahid yang paling pandai dalam masalah tertentu tidak memberikan fatwa, maka seorang mukallid (yang bertaklid) bisa merujuk kepada mujtahid lain yang memiliki fatwa sekaitan dengan masalah tersebut. Dan berdasarkan ihtiyath wajib, mujtahid yang menjadi marja' (tempat rujukan) masalah tersebut harus paling pandai dari yang lain.

4. Jika fatwa mujtahid dalam masalah tertentu berubah, maka seorang mukallid harus mengamalkan fatwanya yang baru dan tidak boleh mengamalkan fatwa yang lama.

5. Manusia wajib belajar masalah-masalah yang selalu diperlukannya.


Siapakah Mukallaf?
Mukallaf adalah orang-orang yang berakal dan balig. Artinya, mereka adalah orang-orang yang memiliki tugas untuk menjalankan hukum-hukum fikih. Oleh karena itu, anak-anak yang belum balig dan orang-orang gila (tidak berakal) bukanlah mukallaf.


Usia balig
Usia balig anak laki-laki adalah setelah genap berusia lima belas tahun, dan usia balig anak perempuan setelah genap usia sembilan tahun. Bila telah memasuki usia itu, mereka termasuk orang-orang yang balig dan harus menjalankan seluruh tugas-tugas syariat. Jika usia seorang anak masih di bawah usia balig lalu mengerjakan amalan-amalan yang baik, seperti salat secara benar, dia akan mendapatkan pahala.

Perlu diperhatikan bahwa usia balig dihitung berdasarkan tahun hijriah qamariyah; yang jumlah setiap tahunnya adalah 354 hari 6 jam.


Perbedaan antara Ihtiyath Wajib dan Ihtiyath Mustahab
Ihtiyath mustahab selalu beriringan dengan fatwa. Artinya, berkenaan dengan sebuah masalah, pertama-tama seorang mujtahid memberikan fatwa kemudian memberikan ihtiyath . Ihtiyath ini dinamai sebagai ihtiyath mustahab. Sekaitan dengan ini, mukallid dapat mengamalkan fatwa atau mengamalkan ihtiyath mustahab, namun dia tidak boleh merujuk kepada mujtahid lain. Misalnya, jika seseorang mengerjakan salat dan dia tidak tahu pasti apakah badan atau bajunya itu najis ataukah tidak. Seusai salat, dia baru sadar bahwa ketika melakukan salat, badan atau bajunya najis, maka salatnya sah. Akan tetapi, atas dasar ihtiyath mustahab, jika waktu salat masih tersisa, dia hendaknya mengulangi salatnya.

Ihtiyath wajib tidak berdampingan dengan fatwa. Seorang mukallid harus beramal sesuai dengan ihtiyath tersebut atau bisa merujuk kepada mujtahid lain. Misalnya, menurut ihtiyath wajib, seorang mukallid tidak boleh bersujud di atas daun anggur yang masih baru dan basah.


Kesimpulan Pelajaran
1. Cara-cara untuk mengenal mujtahid dan orang yang paling pandai adalah sebagai berikut:

" Mukallid meyakini dan mengetahui dengan sendirinya.

" Dua orang adil yang menyatakan demikian.

" Sekelompok ilmuwan yang menyatakan demikian.

2. Cara-cara untuk mendapatkan fatwa mujtahid adalah sebagai berikut:

" Mendengar langsung dari mujtahid.

" Mendengar dari dua atau satu orang yang adil atau minimal satu orang yang bisa dipercaya dan jujur.

" Membaca risalah amaliyah mujtahid.

3. Orang-orang yang balig dan berakal harus menjalankan hukum-hukum Allah swt.

4. Anak laki-laki setelah genap berusia 15 tahun dan anak perempuan setelah genap berusia 9 tahun termasuk orang-orang yang sudah balig.

5. Dalam ihtiyath wajib, seorang mukallid bisa merujuk ke fatwa mujtahid lain. Akan tetapi dalam ihtiyath mustahab, dia tidak bisa merujuk demikian ini.


Pertanyaan:
1. Siapa saja orang-orang yang bisa menyatakan derajat kemujtahidan dan kepandaian seseorang?

2. Siapa saja orang-orang yang wajib melaksanakan hukum-hukum fikih?

3. Dalam sebuah masalah dinyatakan bahwa berdasarkan ihtiyath, seseorang tidak boleh mengambil upah dalam mengajarkan kewajiban-kewajiban salat, akan tetapi dalam mengajarkan sunah-sunahnya dia boleh mengambilnya. Tentukan jenis ihtiyath dalam masalah; apakah termasuk ihtiyath wajib atau ihtiyath mustahab?



6
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 3: Bersuci
Sebagaimana pada pelajaran ke-1, semua ajaran-ajaran Islam yang berkaitan dengan amalan disebut dengan fikih. Dalam fikih Islam, salah satu yang paling penting adalah menjalankan kewajiban-kewajiban. Salah satu dari kewajiban-kewajiban yang paling penting dan mendasar adalah salat.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan salat dapat dibagi menjadi tiga:

1. Pendahuluan-pendahuluan salat (muqaddamat).

2. Amalan-amalan salat (muqarinat).

3. Hal-hal yang membatalkan salat (mubthilat).

Maksud dari pendahuluan-pendahuluan salat yaitu bahwa seorang pelaku salat harus menjaganya sebelum melakukan salat.

Maksud dari amalan-amalan salat yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan bacaan salat; dari takbiratul ihram sampai pembacaan salam.

Dan maksud dari hal-hal yang membatalkan salat yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan segala sesuatu yang bisa membatalkan salat.


Pendahuluan-pendahuluan Salat
Dari sekian masalah yang harus diperhatikan oleh pelaku salat sebelum mengerjakan salat ialah bersuci dan kesucian. Pelaku salat harus menyucikan badan dan pakaiannya dari najis. Untuk bersuci dari najis dan cara menyucikan sesuatu yang najis diperlukan pengetahuan tentang najis. Oleh karena itu, kami akan menjelaskan ihwal najis

Sebelum mengenal hal-hal yang najis, perhatikan sebuah kaidah umum dalam fikih Islam:

"Apa saja yang ada di alam ini adalah suci, kecuali sebelas benda najis dan apa saja yang bersentuhan dengan mereka."


Hal-hal yang najis:
1. Kencing.

2. Kotoran.

3. Mani.

4. Bangkai.

5. Darah.

6. Anjing.

7. Babi.

8. Arak dan setiap cairan yang memabukkan.

9. Fuqqa'; yaitu minuman yang dibuat dari bulir (sejenis gandum).

10. Orang kafir.

11. Keringat unta pemakan kotoran manusia.


Keterangan:
Kencing dan tinja manusia dan hewan yang dagingnya haram dan darahnya mengalir adalah najis.

Hewan yang darahnya mengalir adalah hewan yang jika urat nadinya dipotong maka darahnya memancur seperti: kucing dan tikus.

Manusia dan hewan yang darahnya mengalir seperti: kambing, maka air sperma, bangkai dan darah mereka adalah najis.

Anjing dan babi yang hidup di darat adalah najis, tetapi anjing dan babi yang hidup di laut tidak najis.

Bersuci (thaharah) berbeda dengan kebersihan. Demikian juga najis tidak identik dengan kotoran. Boleh jadi sesuatu itu dianggap bersih, akan tetapi menurut hukum Islam, ia belum tentu dinyatakan suci. Yang diinginkan oleh Islam adalah kesucian dan kebersihan. Artinya, manusia harus memikirkan kesucian dan kebersihan dirinya, juga lingkungan serta kehidupannya. Dan kini, pembahasan kita sekaitan dengan kesucian.

1. Kencing dan tinja manusia dan seluruh hewan yang dagingnya haram dan darahnya mengalir adalah najis.

2. Kencing dan tinja seluruh hewan yang dagingnya halal seperti: sapi, kambing dan seluruh hewan yang darahnya tidak mengalir seperti: ular dan ikan adalah suci.

3. Kencing dan tinja seluruh hewan yang dagingnya makruh seperti: kuda dan keledai adalah suci.

4. Tinja seluruh burung yang dagingnya haram seperti; gagak, adalah najis.


Hukum Bangkai
Mayat manusia, walaupun baru meninggal dunia dan badannya belum dingin (selain anggotanya yang tidak bernyawa seperti: kuku, rambut dan gigi) seluruh badannya najis, kecuali:

" Meninggal dunia di medan perang (syahid).

" Sudah dimandikan (tiga kali mandi secara sempurna).


Bangkai Hewan
1. Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir seperti; ikan, adalah suci.

2. Bangkai hewan yang darahnya mengalir, maka anggota-anggota tubuhnya yang tidak memiliki ruh seperti: bulu dan tanduk, adalah suci, sementara anggota-anggota tubuhnya yang bernyawa seperti: daging dan kulit, adalah najis.


Hukum Bangkai Binatang

Bangkai Binatang:
1. Anjing dan babi; seluruh anggota badan mereka adalah najis.

2. Binatang-binatang selain anjing dan babi:

a. Yang darahnya memancur:

¢ Anggota badannya yang bernyawa adalah najis.

¢ Anggota badannya yang tidak bernyawa adalah suci.

b. Yang darahnya tidak memancur, seluruh anggota badan mereka adalah suci.


Hukum-hukum Darah
1. Darah manusia dan darah setiap hewan yang darahnya mengalir adalah najis seperti; ayam dan kambing.

2. Darah hewan yang darahnya tidak mengalir adalah suci seperti; ikan dan nyamuk.

3. Darah yang kadang-kadang ada pada telur adalah tidak najis. Akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya tidak memakannya. Jika darah sudah bercampur dengan kuning telur dan tidak kelihatan lagi, maka tidak ada larangan untuk memakan kuningnya.*

4. Darah yang keluar dari sela-sela gigi (gusi), jika sudah bercampur dengan air ludah dan tidak kelihatan lagi, maka hukumnya suci, dan dengan demikian tidak ada larangan untuk menelan ludah tersebut.


Kesimpulan Pelajaran
1. Untuk mengerjakan salat, badan dan pakaian pelaku salat harus suci.

2. Seluruh apa yang ada di alam ini hukumnya suci kecuali 11 benda najis.

3. Jenazah manusia, jika meninggalnya tidak di medan perang dan belum dimandikan, maka hukumnya najis kecuali anggota tubuhnya yang tak bernyawa.

4. Bangkai anjing, babi dan anggota-anggota yang bernyawa dari seluruh bangkai hewan yang darahnya mengalir adalah najis.

5. Bangkai seluruh hewan yang darahnya tidak mengalir, begitu juga anggota-anggota yang tidak bernyawa dari seluruh bangkai hewan yang darahnya mengalir adalah suci.

6. Seluruh hewan, yang darahnya mengalir, maka darah mereka adalah najis.

7. Darah yang berada pada telur tidaklah najis, akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya jangan memakannya kecuali jika sedikit sekali sehingga ketika dikocok tidak tampak lagi.

8. Darah yang keluar dari sela-sela gigi, jika bercampur dengan air ludah dan tidak tampak lagi, hukumnya suci dan tidak apa-apa menelannya.


Pertanyaan:
1. Apa hukumnya bangkai ular, kalajengking dan katak?

2. Apa hukumnya kotoran keledai dan kotoran burung gagak?

3. Apa hukumnya darah yang tampak di mulut ketika menyikat gigi?

4. Manusia yang bagaimana badannya suci tatkala meninggal dunia?

5. Apakah bulu kambing yang sudah mati bisa digunakan?



7
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 4: Bagaimana Sesuatu yang Suci Bisa Menjadi Najis?
Pada pelajaran yang lalu, telah dijelaskan bahwa semua yang ada di alam ini hukumnya suci kecuali sebagian kecil saja. Namun demikian, sesuatu yang suci bisa menjadi najis karena bersentuhan dengan benda najis. Ini terjadi dengan syarat; salah satu dari keduanya (benda yang suci atau benda yang najis) harus basah. Perlu ditambahkan, bahwa kebasahan salah satu dari kedua benda itu berpindah ke yang lain.

1. Jika benda yang suci bersentuhan dengan benda najis dan salah satu dari keduanya basah dan mempengaruhi yang lain dengan kebasahannya, maka benda yang suci itu menjadi najis.

2. Kasus-kasus di bawah ini dihukumi suci.

" Tidak tahu pasti; apakah benda yang suci telah bersentuhan atau tidak dengan benda najis.

" Tidak tahu pasti; benda yang suci dan benda najis itu basah atau tidak.

" Tidak tahu pasti; kebasahan salah satunya berpengaruh dan berpindah kepada yang lain atau tidak.


Beberapa Masalah
1. Jika seseorang tidak tahu; benda yang tadinya suci telah menjadi najis atau belum, maka hukumnya suci dan tidak wajib untuk memeriksanya, walaupun bisa diketahui kenajisannya atau kesuciannya.

2. Hukum memakan dan meminum sesuatu yang najis adalah haram.

3. Jika seseorang melihat orang lain memakan sesuatu yang najis atau salat dengan baju yang najis, dia tidak wajib untuk memberitahukannya.


Benda-benda yang Bisa Menyucikan
Bagaimana sesuatu yang terkena najis bisa menjadi suci?

Semua yang terkena najis bisa kembali menjadi suci. Benda-benda yang dapat menyucikan antara lain:

1. Air.

2. Tanah.

3. Sinar matahari.

4. Islam.

5. Hilangnya najis.

Air bisa menyucikan sesuatu yang terkena najis. Air banyak macamnya. Mengetahui macam-macam air akan sangat membantu kita untuk lebih mudah dalam mempelajari masalah-masalah yang berhubungan dengannya.


Macam-macam air:
1. Air mudhaf.

2. Air mutlak:

" Air sumur

" Air mengalir

" Air hujan

" Air diam:

1. Kur (banyak).

2. Qalil (sedikit).

Air mudhaf adalah air yang diambil dan diperas dari sesuatu seperti; air apel dan air semangka, atau air yang sudah bercampur sehingga tidak bisa dikatakan lagi bahwa itu air; seperti: sirup.

Air mutlak adalah air yang selain mudhaf.


Hukum-hukum Air Mudhaf
1. Tidak bisa menyucikan sesuatu yang najis (bukan termasuk benda yang bisa menyucikan).

2. Akan menjadi najis jika bersentuhan dengan najis, walaupun najisnya sedikit dan bau atau warna atau rasanya tidak berubah.

3. Hukum berwudu dan mandi dengannya adalah batal.


Macam-macam Air Mutlak
Yaitu air yang keluar dari bumi, atau turun dari langit, atau tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit. Air yang turun dari langit disebut air hujan, dan air yang keluar dari bumi, kalau dia bergerak disebut sebagai air mengalir, dan kalau dia tidak bergerak disebut sebagai air sumur. Air yang tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit disebut sebagai air diam. Air diam; kalau ukurannya banyak, maka disebut sebagai kur (banyak), dan kalau sedikit, dia disebut sebagai qalil (sedikit).


Ukuran Kur
1. yaitu air yang berada dalam bak mandi yang ukurannya tiga jengkal setengah. (lebih kurang 70 cm baik panjang, lebar dan tingginya).*

2. Beratnya sekitar 377 hingga 419 kilogram.


Ukuran air qalil (sedikit)
Air yang kurang dari kur disebut dengan qalil. Hanya air mutlak yang bisa menyucikan sesuatu yang terkena najis. Boleh jadi, air mudhaf bisa membersihkan kotoran, akan tetapi dia sama sekali tidak akan bisa menyucikan najis.

Pada pelajaran yang akan datang, kita akan mengenal hukum-hukum air mutlak dan cara-cara bersuci dengannya.


Kesimpulan Pelajaran
1. Sesuatu yang bisa menyucikan dapat menyucikan semua benda yang terkena najis. Artinya, tidak ada sesuatu yang terkena najis yang tidak bisa disucikan.

2. Sesuatu yang bisa menyucikan antara lain; air, tanah, sinar matahari, Islam dan hilangnya benda najis.

3. Di antara yang bisa menyucikan adalah air, itu pun air mutlak; bukan air mudhaf.

4. Air yang keluar dari bumi dan bergerak adalah air mengalir. Air yang keluar dari bumi dan tidak bergerak adalah air sumur. Air yang tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit adalah air diam. Lalu, jika air yang diam itu banyak, dia disebut kur (banyak), dan jika sedikit, dia disebut qalil (sedikit).

5. Jika berat air mencapai 377 hingga 419 kg, maka dia disebut air kur.


Pertanyaan:
1. Apa perbedaan antara air mutlak dan air mudhaf?

2. Apa perbedaan antara air sumur dan air mengalir.

3. Hitunglah bak air yang panjangnya 25 jengkal, lebarnya 5 jengkal dan dalamnya 1 jengkal; apakah mencapai kur atau tidak?

4. Seseorang yang kakinya basah dan menginjak karpet yang najis, akan tetapi dia tidak tahu apakah kebasahan kakinya sampai pada karpet atau tidak, apakah kakinya dihukumi najis?



8
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 5: Hukum-hukum Air

Air Qalil (Sedikit)
1. Jika air qalil bersentuhan dengan najis, maka ia menjadi najis (misalnya, disiramkan ke permukaan benda najis atau benda yang najis bertemu dengannya).

2. Jika air qalil yang najis dan bercampur bersambung dengan air kur atau air mengalir, maka ia menjadi suci. Misalnya, air qalil yang sudah najis diletakkan di bawah kran air yang bersambung dengan sumber air kur, lalu kran air tersebut dibuka sehingga bercampur dengan air qalil tersebut*.


Air kur, air mengalir, air sumur
1. Segala macam air mutlak selain air qalil, selama bau atau warna atau rasanya tidak terpengaruh najis maka, hukumnya suci. Dan jika bersentuhan dengan najis sehingga bau atau warna atau rasanya berubah maka hukumnya adalah najis. Air yang sama memiliki hukum di atas adalah air mengalir, air sumur, air kur begitu juga air hujan.

2. Hukum air ledeng yang bersambung dengan sumber air kur adalah seperti hukum air kur itu sendiri.


Ciri-ciri Air Hujan
1. Jika air hujan turun hanya sekali pada permukaan sesuatu yang najis yang tidak ada benda najis padanya,** maka sesuatu itu menjadi suci.

2. Jika air hujan turun pada permukaan karpet dan baju yang najis, maka karpet dan baju menjadi suci dan tidak perlu diperas.*

3. Jika hujan turun pada permukaan tanah yang najis, maka tanah ini menjadi suci.

4. Mencuci sesuatu yang najis di genangan air hujan yang kurang dari satu kur, maka selama hujan masih berlangsung dan air genangan itu tidak berubah bau, warna atau rasanya, hukum air itu adalah suci.


Hukum-hukum Keraguan tentang Air
1. Air yang ukurannya tidak jelas; apakah air kur atau bukan; jika tersentuh najis, maka ia tidak najis, akan tetapi tidak memiliki hukum-hukum air kur.

2. Air yang ukuran sebelumnya adalah kur, tetapi sekarang diragukan; apakah sudah menjadi air qalil atau belum, maka hukumnya adalah air kur.

3. Air yang tidak jelas; apakah suci atau najis, maka hukumnya adalah suci.

4. Air yang sebelumnya suci tetapi diragukan; apakah sekarang masih suci atau sudah najis, maka hukumnya adalah suci.

5. Air yang sebelumnya najis tetapi belum jelas; apakah sudah menjadi suci atau masih najis, maka hukumnya adalah najis.

6. Air yang sebelumnya mutlak akan tetapi tidak jelas; apakah sudah menjadi mudhaf atau masih mutlak, maka hukumnya adalah air mutlak.


Bagaimana Sesuatu yang Ternajisi Dapat Kembali Suci dengan Air
Air adalah sumber kehidupan dan penyuci kebanyakan hal-hal yang ternajisi. Air terhitung sebagai penyuci yang digunakan oleh semua manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang, mari kita belajar bagaimana sesuatu yang ternajisi bisa menjadi suci dengan air.


Penyucian Sesuatu yang Ternajisi:
1. Penyucian tempat - dengan air kur: cukup dengan sekali siraman.

- dengan air qalil: tiga kali siraman.

2. Penyucian selain tempat - najis karena terkena kencing - dengan air kur: sekali*

- dengan air qalil: dua kali

- terkena najis selain kencing - dengan air kur: sekali

- dengan air qalil: sekali


Keterangan:
a. Untuk menyucikan sesuatu yang (terkena) najis, pertama-tama hilangkan benda najisnya kemudian cucilah sesuai dengan penjelasan di atas. Misalnya, tempat yang najis dan setelah benda najisnya dihilangkan, lalu jika dicuci di air kur, maka sekali cucian saja sudah cukup.

b. Karpet, pakaian atau apa saja yang semacamnya yang bisa menyerap air dan bisa diperas, jika menyucikannya dengan air qalil, maka setiap kali disiram hendaknya diperas sehingga air yang ada di dalamnya keluar, atau dengan cara apa saja sehingga air itu keluar. Bila menyucikannya dengan air kur atau dengan air mengalir, maka berdasarkan ihtiyath wajib hendaknya diperas sampai airnya keluar.**

c. Hukum air mengalir dan air sumur untuk menyucikan sesuatu yang najis adalah seperti hukum air kur.


Masalah:
Cara menyucikan tempat atau wadah yang najis sebagai berikut:

Dengan air kur: masukkan ke dalamnya kemudian angkat.

Dengan air qalil: penuhilah tempat dengan air sebanyak tiga kali dan kosongkan. Atau siramkan air ke tempat sebanyak tiga kali, dan setiap siraman digoyangkan sedemikian rupa sehingga airnya sampai pada letak-letak yang terkena najis kemudian buanglah airnya.


Kesimpulan Pelajaran
1. Bila air qalil bersentuhan dengan najis, ia menjadi najis.

2. Tentang air kur, air mengalir, air sumur, dan air hujan; jika bau, warna dan rasa mereka berubah karena bersentuhan dengan najis, maka semua air ini menjadi najis.

3. Tentang seluruh air yang hukumnya sebagaimana hukum air kur; selama bau, warna dan rasa mereka tidak berubah karena najis, maka hukum mereka adalah suci.

4. Air hujan adalah menyucikan, dan untuk karpet dan baju tidak perlu diperas. Dan selama bau, warna dan rasanya tidak berubah karena najis, hukumnya adalah suci.

5. Tentang air yang tidak diketahui secara jelas; apakah air itu kur atau bukan; jika bersentuhan dengan najis, maka ia tidak menjadi najis.

6. Air yang tidak diketahui secara jelas; apakah suci atau tidak, hukumnya adalah suci.

7. Air tidak diketahui, apakah mutlak atau mudhaf? Maka hukumnya mutlak.

8. Seluruh barang yang najis (selain tempat) dengan sekali siraman menjadi suci, kecuali jika najisnya lantaran terkena kencing, maka jika menyucikannya dengan air qalil, hendaknya dicuci sebanyak dua kali.

9. Untuk menyucikan karpet dan pakaian dan semacamnya, maka dalam setiap siraman, hendaknya diperas atau dengan cara apa saja sehingga airnya keluar.


Pertanyaan:
1. Bagaimana air kur bisa menjadi najis?

2. Apakah hukum air hujan yang bergenang dalam sebuah genangan dan hujan itu sudah berhenti seperti hukum air hujan yang sedang berlangsung?

3. Jika sumber air kadarnya lebih dari satu kur, lalu kita ragu apakah air yang ada di dalamnya sebanyak satu kur atau tidak, apakah hukum air itu?

4. Bagaimana cara menyucikan pakaian najis karena terkena darah dengan memakai air qalil atau air parit?


9
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 6: Cara Menyucikan Tanah Yang Najis

Menyucikan Tanah:
1. Dengan air kur: pertama, buanglah tanah yang terkena najis kemudian siramkan air kur atau air mengalir ke permukaannya sehingga sampai ke seluruh letak najis.

2. Dengan air qalil:

a. Kalau sekiranya permukaan tanah menjadikan air tidak bisa mengalir di atasnya ( tanah tidak menyerap air), maka tanah tidak bisa suci dengan air qalil.*

b. Air bisa mengalir di atas permukaan tanah, tempat yang dialiri air menjadi suci.

Masalah 1: Dinding yang najis bisa suci seperti permukaan tanah.

Masalah 2: Dalam menyucikan permukaan tanah, jika air itu mengalir dan masuk ke dalam sumur, atau air itu mengalir ke tempat lain, maka seluruh permukaan tanah yang dialiri air tersebut menjadi suci.


Tanah
1. Jika telapak kaki atau bawah sepatu berjalan dalam keadaan najis dan karena bersentuhan dengan tanah sehingga benda najisnya hilang, maka menjadi suci. Dengan demikian, tanah adalah penyuci telapak kaki dan bawah sepatu, akan tetapi harus memenuhi beberapa syarat:

a. Hendaknya tanah itu suci.

b. Hendaknya tanah itu kering (tidak basah).

c. Tanah penyuci dapat berupa tanah, pasir, batu, trotoar dan sebagainya.

Masalah: bila sentuhan telapak kaki atau bawah sepatu dengan tanah dapat menghilangkan benda najisnya, maka dia menjadi suci. Akan tetapi, sebaiknya berjalan minimal sampai lima belas langkah.


Sinar Matahari
Sinar matahari dengan syarat-syaratnya yang akan disebutkan dapat menyucikan benda-benda seperti:

1. Tanah.

2. Bangunan dan bahan-bahannya, seperti pintu dan jendela.

3. Pohon dan tumbuhan.


Syarat-syarat Sinar Matahari sebagai Penyuci
1. Benda yang terkena najis hendaknya basah; sedemikian rupa sehingga benda lain akan basah seketika bersentuhan dengannya.

2. Benda yang terkena najis menjadi kering karena pancaran sinar matahari. Bila tetap basah atau lembab, maka dia belumlah suci.

3. Hendaknya tidak ada penghalang yang menghalangi pancaran sinar matahari seperti awan atau gorden, kecuali jika sangat tipis dan tidak sampai menghalangi pancaran sinar matahari.

4. Benda yang terkena najis itu menjadi kering semata-mata akibat sinar matahari. Artinya, tidak dibantu oleh, misalnya, angin kering.

5. Ketika sinar matahari memancar, hendaknya benda najis sudah tidak ada pada benda yang ternodainya.* Bila benda najis itu masih ada padanya, maka sebelum adanya pancaran sinar matahari, hendaknya ia dihilangkan terlebih dahulu dari benda yang ternodai tersebut.

6. Bagian luar dan dalam dinding atau tanah hendaknya kering sekaligus. Oleh karena itu, bila pada hari ini bagian luarnya kering dan pada esok hari, bagian dalamnya baru kering, maka yang suci pada hari ini adalah bagian luarnya saja.

Masalah: jika tanah dan sebagainya terkena najis, akan tetapi tidak basah, maka siramkanlah sedikit air atau sesuatu yang bisa membasahinya ke atasnya, kemudian sinar matahari memancar dan menyucikannya.


Islam
Jika orang kafir membaca dua kalimat syahadat, maka dia menjadi muslim, dan dengan keislamannya ini, seluruh badannya menjadi suci. Kalimat syahadat adalah seperti di bawah ini:

اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ


Hilangnya Benda Najis
Pada dua perkara, sesuatu yang terkena najis bisa menjadi suci dengan hilangnya benda najis dan tidak memerlukan siraman air, yaitu:

1. Anggota badan binatang. Misalnya, patuknya ayam tatkala memakan benda najis; patuk ayam menjadi suci seketika hilangnya benda najis darinya.

2. bagian-bagian dalam badan manusia seperti; bagian dalam mulut, hidung dan telinga. Misalnya, ketika menggosok gigi, darah keluar dari gusi. Bila air ludah tidak berwarna darah, maka mulut itu suci dan tidak perlu mencucinya


Kesimpulan pelajaran
1. Tanah yang permukaannya tidak bisa dialiri atau menyerap air, tidak dapat disucikan dengan air qalil.

2. Jika menyucikan tanah dengan air qalil, permukaan yang dialiri air, hukumnya suci dan permukaan yang digenangi air, hukumnya najis.

3. Telapak kaki dan bawah sepatu yang najis-dengan hanya berjalan di atas tanah lalu benda najisnya hilang-menjadi suci.

4. Sinar matahari dengan syarat-syaratnya bisa menyucikan tanah, bangunan, pohon dan tumbuhan.

5. Jika orang kafir menjadi muslim, maka dia menjadi suci.

6. Bagian dalam mulut dan hidung menjadi suci dan tidak perlu dicuci hanya dengan hilangnya najis dari bagian-bagian dalam tersebut


Pertanyaan:
1. Sebagian dari dinding rumah najis. Jelaskan bagaimana caranya sehingga ia menjadi suci!

2. Bawah sepatu terkena lumpur yang najis. Bagaimana ia bisa menjadi suci dengan hanya berjalan kaki?

3. Apakah sinar matahari bisa menyucikan kayu, gandum dan padi?

4. Bisakah menjadi suci; jika orang kafir membaca dua kalimat syahadat dengan bahasa Persia atau Inggris?



10
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 7: Wudu
Setelah belajar mukadimah salat yang paling awal, yaitu penyucian badan dan pakaian dari hal-hal najis, kita akan menjelaskan mukadimah kedua, yaitu wudu. Sebelum mengerjakan salat, pelaku salat hendaknya berwudu dan mempersiapkan dirinya untuk menunaikan ibadah yang agung ini.

Pada sebagian perkara bahkan wajib untuk mandi; artinya menyiram seluruh badan. Bila tidak bisa berwudu atau mandi, harus melakukan amalan pengganti yang disebut dengan tayamum yang akan diperkenalkan hukumnya masing-masing pada pelajaran ini dan pelajaran yang akan datang.


Cara Berwudu
Dalam berwudu, pertama-tama membasuh wajah, lalu membasuh tangan kanan kemudian tangan kiri. Setelah membasuh ketiga anggota ini, segera mengusap kepala dengan air dari basuhan yang tersisa di telapak tangan. Yakni, usapkan telapak tangan kanan pada kepala dan lanjutkan dengan mengusap kaki kanan, dan akhirnya usaplah kaki kiri dengan air yang tersisa di tangan kiri.

Untuk lebih detail, kini perhatikan penjelasan amalan-amalan wudu di bawah ini:


Amalan-amalan Wudu:

1. Pembasuhan:
a. Wajah: ukuran panjangnya dari tempat tumbuhnya rambut sampai dagu, dan ukuran lebarnya antara ujung ibu jari sampai ujung jari tengah. Ini bisa dilakukan dengan meletakkan telapak tangan di tengah-tengah muka.

b. Tangan kanan: dari siku sampai ujung jari.

c. Tangan kiri: dari siku sampai ujung jari.


2. Pengusapan:
a. Kepala: bagian depan di atas dahi.

b. Kaki kanan: atas kaki dari ujung jari sampai tonjolan kaki bagian atas.*

c. Kaki kiri: atas kaki dari ujung jari sampai tonjolan kaki bagian atas.


Keterangan Amalan-amalan Wudu

Pembasuhan
1. Ukuran wajib dalam membasuh wajah dan kedua tangan adalah sebagaimana di atas. Akan tetapi, untuk lebih yakin, basuhlah yang wajib dan basuhlah sedikit sekitarnya.

2. Berdasarkan ihtiyath wajib,** membasuh wajah hendaknya dari atas ke bawah. Bila membasuh wajah dilakukan sebaliknya, maka wudunya tidak sah.


Pengusapan

Mengusap kepala
1. Letak usapan: sebagian dari kepala yang berada di atas dahi (kepala bagian depan).

2. Ukuran wajibnya usapan: sekadarnya sudah cukup (yakni, sekadar orang dapat melihatnya dan mengatakan bahwa ia telah mengusap kepalanya).

3. Ukuran sunahnya usapan: selebar tiga jari rapat dan sepanjang satu jari.

4. Boleh mengusap dengan tangan kiri.***

5. Mengusap tidak harus pada kulit kepala, bahkan mengusap rambut di bagian depan kepala sudah sah, kecuali jika rambutnya begitu panjang sehingga ketika di sisir mengurai ke arah wajah, maka pada kondisi seperti ini hendaknya mengusap kulit kepala atau pangkal rambut.

6. Mengusap rambut di selain letak yang ditentukan itu tidak sah, sekalipun rambut itu dikumpulkan di atas letak pengusapan kepala.


Mengusap Kaki
1. Letak usapan: punggung kaki.

2. Ukuran wajibnya usapan: punggung kaki dari ujung jari sampai tonjolannya.* Lebarnya: sekedarnya sudah cukup walaupun selebar satu jari.

3. Ukuran sunahnya usapan: seluruh punggung kaki (dari ujung jari kaki sampai pergelangannya).

4. Usaplah kaki kanan terlebih dahulu sebelum mengusap kaki kiri.**Akan tetapi, tidak harus mengusap kaki kanan dengan tangan kanan dan kaki kiri dengan tangan kiri.


Masalah-masalah yang Sama dalam Mengusap Kepala dan Kaki.
1. Dalam mengusap kepala dan kaki, tanganlah yang harus bergerak. Bila tangan tidak bergerak dan kepala atau kaki yang bergerak, maka wudunya tidak sah. Namun, ketika tangan sedang membasuh namun kepala atau kaki sedikit bergerak, maka tidak apa-apa (tidak membatalkan wudu).

2. Jika untuk mengusap, tidak ada sisa air di telapak tangan, maka tidak boleh membasahi tangan dengan air lain, akan tetapi harus mengambil air yang tersisa dari anggota wudu lainnya.

3. Ukuran air di tangan adalah sekadar berpengaruh untuk mengusap basah kepala dan kaki.

4. Letak usapan (kepala dan punggung kaki) hendaknya kering. Oleh karenanya, bila letak usapan itu basah, hendaknya dikeringkan terlebih dahulu. Akan tetapi, jika basahnya sedikit sekali sehingga tidak sampai menghalangi pengaruh basahnya tangan pada letak usapan, maka tidak apa-apa.

5. Hendaknya antara tangan dan kepala atau kaki tidak ada penghalang seperti jilbab, topi atau kaos kaki dan sepatu, walaupun tipis sekali, sehingga air usapan bisa sampai pada kulit usapan (kecuali dalam keadaan terpaksa).

6. Letak usapan harus suci. Oleh karena itu, jika letak usapan najis dan tidak mungkin untuk disucikan, maka hendaknya bertayamum.


Kesimpulan Pelajaran
1. Wudu adalah membasuh wajah dan tangan dan mengusap kepala dan kaki dengan syarat-syarat yang akan datang.

2. Berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya wajah dan kedua tangan dibasuh dari atas ke bawah.

3. Dalam berwudu, setelah membasuh wajah dan kedua tangan, harus mengusap kepala bagian depan dan punggung kedua kaki.

4. Ukuran wajibnya mengusap kepala adalah sekadar dapat dikatakan bahwa pewudu telah mengusap kepala.

5. Mengusap kepala harus pada kepala bagian depan di atas dahi.

6. Mengusap punggung kedua kaki sekedarnya saja sudah cukup, walaupun lebarnya hanya satu jari, tetapi ukuran panjangnya yang harus diusap ialah dari ujung jari sampai tonjolan punggung kaki.

7. Dalam mengusap hendaknya:

a. Tangan yang ditarik bergerak.

b. Letak usapan suci.

c. Tidak ada penghalang di antara tangan dan letak usapan.


Pertanyaan:
1. Sebutkan cara-cara wudu!

2. Seseorang menyisir rambut sampingnya ke bagian depan kepala. Apakah kewajiban pelaku wudu ketika dia harus mengusap kepala?

3. Jelaskan empat dari masalah-masalah yang sama dalam mengusap kepala dan kaki!

4. Apakah boleh mengusap kepala dalam keadaan berjalan?

5. Apakah boleh mengusap kaos kaki atau sepatu jika udara dingin sekali?

6. Jelaskan ukuran wajib dan sunahnya mengusap kepala dan punggung kedua kaki!


11
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 8: Syarat-syarat Wudu
Wudu akan sah dengan syarat-syarat di bawah ini. Tentunya, dengan kurangnya salah satu dari mereka, wudu seseorang menjadi tidak sah.


Syarat-syarat Wudu

1. Syarat-syarat air dan tempat air:
a. Air wudu harus suci (tidak najis).

b. Air wudu harus mubah; bukan milik orang tanpa seizinnya (ghasab).*

c. Air wudu harus mutlak (bukan mudhaf).

d. Tempat air wudu harus mubah, bukan milik orang lain tanpa seizinnya (ghasab).

e. Tempat air wudu bukan dari emas dan perak.


2. Syarat-syarat Anggota Wudu:
a. Harus suci.

b. Tidak ada penghalang yang menghalangi sampainya air.


3. Syarat-syarat Cara Berwudu:
a. Menjaga tertib (keteraturan dan urutan amalan wudu sebagaimana telah kita simak dalam amalan-amalan wudu).

b. Menjaga muwalat (di antara amalan-amalan wudu tidak ada tenggat pemisah sehingga merusak keutuhan dan kesatuan wudu).

c. Mengerjakan wudu sendiri dan secara langsung (tidak meminta tolong orang lain).


4. Syarat-syarat Pelaku Wudu:
a. Baginya tidak ada larangan untuk menggunakan air.

b. Niat berwudu untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. (bukan niat riya).


Syarat-syarat Air Wudu dan Tempatnya
1. Hukum berwudu dengan air najis dan air mudhaf adalah tidak sah, baik pelaku tahu ataupun tidak, ataupun lupa bahwa air itu najis atau mudhaf.

2. Air wudu harus mubah. Oleh karena itu, pada perkara-perkara di bawah ini, wudu seseorang tidak sah:

a. Berwudu dengan air yang pemiliknya tidak rela (ketidakrelaannya jelas).

b. Air yang tidak jelas; apakah pemiliknya rela atau tidak.

c. Air yang diwakafkan secara khusus seperti; kolam di sebuah sekolah dan tempat wudu di sebagian hotel, losmen dan sebagainya.

3. Berwudu di sungai-sungai besar tidaklah apa-apa, walaupun pelaku wudu tidak tahu pasti; apakah pemiliknya rela atau tidak, akan tetapi jika pemiliknya melarang, berdasarkan ihtiyath wajib hendaknya ia tidak berwudu di sana.

4. Jika air wudu berada di tempat ghasab, lalu berwudu dengannya, maka hukum wudu demikian ini tidak sah.


Syarat-syarat Anggota Wudu
1. Anggota wudu harus suci ketika dibasuh dan diusap.

2. Jika ada satu penghalang pada anggota wudu (anggota yang dibasuh) sehingga menghalangi sampainya air kepadanya, atau pada anggota yang diusap, walaupun tidak menghalangi sampainya air, maka penghalang itu harus hilangkan terlebih dahulu.

3. Coretan pena, bercak warna, minyak dan krem, kalau hanya tinggal warnanya saja tanpa zatnya, maka tidak dianggap sebagai penghalang air wudu, akan tetapi jika masih ada zatnya (dan menghalangi kulit), maka harus dihilangkan.


Syarat-syarat Cara Berwudu

1. Tertib : amalan-amalan wudu harus dikerjakan berdasarkan urutan di bawah ini:
a. Membasuh wajah

b. Membasuh tangan kanan

c. Membasuh tangan kiri

d. Mengusap kepala

e. Mengusap kaki kanan

f. Mengusap kaki kiri

Jika tertib wudu dia atas ini tidak dijaga, maka wudunya tidak sah, sekalipun kaki kanan dan kaki kiri diusap secara bersamaan.*


2. Kesinambungan (muwalat)
a. Muwalat yaitu mengerjakan secara berurutan dan tidak ada tenggat waktu pemisah di antara amalan-amalan wudu.

b. Jika di antara amalan-amalan wudu terdapat tenggat waktu pemisah sehingga ketika hendak membasuh atau mengusap satu letak wudu, letak-letak yang sudah dibasuh atau diusap sebelumnya telah menjadi kering, maka wudu demikian ini tidak sah.


3. Tidak Boleh Minta Tolong Orang Lain
a. Seseorang yang mampu berwudu, maka tidak boleh minta tolong orang lain. Oleh karena itu, jika orang lain membasuh wajah dan kedua tangannya atau mengusap kepala dan kakinya, maka wudunya tidak sah.

b. Seseorang yang tidak mampu berwudu, hendaknya mencari pengganti agar berwudu untuknya. Jika pengganti minta upah dan dia mampu membayar, maka berikanlah upahnya, akan tetapi dia sendiri tetap harus niat berwudu.


Syarat-syarat Pelaku Wudu
1. Jika seseorang tahu bahwa berwudu akan membuatnya sakit atau takut sakit, maka dia harus bertayamum. Dan jika dia tetap saja berwudu, maka wudunya tidak sah. Akan tetapi, jika dia tidak tahu bahwa air berbahaya bagi dirinya lalu dia berwudu dengannya, kemudian dia tahu bahwa air itu berbahaya bagi dirinya, maka wudunya sah. *

2. Wudu harus dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah swt. Yakni, berwudu dengan niat mengerjakan perintah Allah swt.

3. Niat tidak harus diucapkan dengan kata-kata atau dilintaskan di dalam hati, bahkan sekedar tahu bahwa dirinya sedang berwudu sudah mencukupi. Yakni, sekiranya dia ditanya; "Kamu sedang mengerjakan apa?" dia akan menjawab: "Saya sedang berwudu".


Masalah:
Jika waktu salat sempit sehingga jika dia berwudu, seluruh atau sebagian dari salatnya dikerjakan di luar waktunya, maka dia harus bertayamum.


Kesimpulan Pelajaran
1. Air wudu harus suci, mutlak dan mubah. Maka, hukum berwudu dengan air najis dan air mudhaf dalam keadaan apapun adalah tidak sah, baik najisnya air atau mudhaf-nya air itu diketahui ataupun tidak.

2. Berwudu dengan air ghasab, jika diketahui bahwa air tersebut adalah air ghasab, maka wudunya tidak sah.

3. Jika anggota wudu najis, maka wudunya tidak sah. Begitu juga, jika terdapat penghalang yang menghalangi sampainya air ke anggota wudu.

4. Jika tertib dan muwalat wudu tidak dijaga, maka wudunya tidak sah.

5. Seseorang yang mampu berwudu, dia tidak boleh minta tolong orang lain dalam membasuh dan mengusap.

6. Wudu harus dilakukan dengan niat menunaikan perintah Allah swt.

7. Jika seseorang hendak berwudu dan akan mengakibatkan seluruh atau sebagian dari salat dikerjakan di luar waktunya, maka dia harus bertayamum.


Pertanyaan:
1. Apa hukum berwudu di tempat wudu kantor pemerintahan bagi selain pejabat kantor tersebut?

2. Apa hukum berwudu dengan air sumber atau air khusus untuk minum?

3. Apa tugas orang yang tidak mampu berwudu dengan sendirinya?

4. Terangkan niat mendekatkan diri kepada Allah dalam berwudu?

5. Apa perbedaan antara tertib dan muwalat dalam berwudu?



12
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 9: Wudu Jabirah

Definisi Jabirah
Obat yang dibubuhkan di atas luka, dan pembalut yang membalutnya disebut dengan jabirah.

1. Seseorang yang memiliki luka pada anggota wudunya, jika dia mampu berwudu secara normal, maka dia harus berwudu secara normal.

Misalnya:

a. Permukaan luka terbuka dan air tidak berbahaya baginya.

b. Permukaan luka tertutup akan tetapi bisa dibuka dan air tidak berbahaya baginya.

2. Jika luka berada pada wajah dan tangan, dan permukaan luka terbuka dan air berbahaya baginya,* maka membasuh sekitarnya sudah cukup.

3. Jika luka atau pecah di kepala bagian depan atau di punggung kaki (letak usapan) dan permukaannya terbuka; jika tidak bisa diusap, maka letakkan kain yang suci di atasnya dan usaplah permukaan kain tersebut dengan air wudu yang tersisa di tangan. **


Cara-cara Wudu Jabirah
Dalam wudu jabirah, basuhlah atau usaplah secara normal letak-letak basuhan dan usapan yang bisa dibasuh dan diusap. Jika tidak memungkinkan, maka usaplah jabirah dengan tangan yang basah.


Beberapa Masalah
1. Jika jabirah melebihi ukuran biasa sampai menutupi sekitar luka dan tidak mungkin untuk dibuka,* maka harus berwudu jabirah dan berdasarkan ihtiyath wajib, juga harus bertayamum.

2. Seseorang tidak tahu tugasnya; apakah berwudu jabirah atau bertayamum, maka berdasarkan ihtiyath wajib dia harus melakukan kedua-duanya.

3. Jika seluruh wajah dan seluruh salah satu dari dua tangan dibalut penuh dengan jabirah, maka berwudu jabirah sudah cukup. **

4. Jika telapak tangan dan jari-jarinya tertutup jabirah dan ketika berwudu, tangan yang basah telah mengusapnya, maka dia bisa*** mengusap kepala dan kaki dengan sisa basahan dari tangan tersebut atau mengambil basahan dari anggota wudu yang lain.

5. Jika pada wajah dan kedua tangan ada beberapa jabirah, maka sela-sela di antara mereka harus dibasuh. Jika terdapat beberapa jabirah di kepala dan punggung kedua kaki, maka sela-sela di antara mereka harus diusap. Sedangkan pada letak-letak yang jabirah berada di atas mereka, harus beramal sesuai dengan aturan jabirah.


Hal-hal yang Harus Disertai dengan Wudu
1. Mengerjakan salat.

2. Mengerjakan tawaf di Ka'bah.

3. Menyentuh tulisan Al-Quran dan nama-nama Allah swt. *


Beberapa masalah
1. Hukum salat atau tawaf tanpa wudu adalah tidak sah.

2. Anggota badan seseorang yang tidak memiliki wudu tidak boleh bersentuhan dengan tulisan-tulisan ini:

a. Tulisan Al-Quran, akan tetapi terjemahannya tidak apa-apa.

b. Nama Allah, ditulis dalam bahasa apapun; seperti: Allah, Khuda atau God.

c. Nama Nabi Muhammad saw. (berdasarkan ihtiyath wajib).

d. Nama-nama imam maksum a.s. (berdasarkan ihtiyath wajib).

e. Nama-nama Sayyidah Fathimah a.s. (berdasarkan ihtiyath wajib)

3. Untuk pekerjaan-pekerjaan di bawah ini disunahkan untuk berwudu.

a. Pergi ke masjid dan ke makam para imam maksum a.s.

b. Membaca Al-Quran.

c. Membawa Al-Quran.

d. Menyentuh sampul atau sekitar Al-Quran.

e. Berziarah ke pekuburan.


Bagaimana Wudu Menjadi Batal?
1. Keluarnya air kencing atau kotoran atau kentut dari manusia.

2. Tidur; selama tidak dapat mendengar dan tidak dapat melihat.

3. Sesuatu yang bisa menghilangkan (kesadaran) akal seperti: gila, mabuk, pingsan.

4. Keluarnya darah istihadhah bagi perempuan.**

5. Sesuatu yang mewajibkan mandi seperti: janabah dan memegang mayat.


Kesimpulan Pelajaran
1. Seseorang yang pada anggota wudunya terdapat luka, borok atau patah, akan tetapi bisa berwudu secara normal, dia harus berwudu secara normal.

2. Seseorang yang anggota wudunya tidak bisa dibasuh atau tidak bisa terkena air, maka jika sekitar lukanya dapat dibasuh, ini sudah cukup dan tidak perlu bertayamum.

3. Jika permukaan luka atau yang patah terbalut dengan jabirah, akan tetapi bisa dibuka (tidak menyulitkan), maka jabirah-nya harus dibuka dan berwudu secara normal.

4. Jika permukaan luka terbalut dan air berbahaya baginya, maka dia tidak perlu membukanya, walaupun dia bisa saja untuk membukanya.

5. Untuk mengerjakan salat dan tawaf dan untuk bersentuhan anggota badan dengan tulisan Al-Quran dan nama Allah diharuskan berwudu terlebih dahulu.

6. Berdasarkan ihtiyath wajib, anggota badan seseorang yang tak berwudu tidak boleh bersentuhan dengan nama Nabi Muhammad saw., nama para imam maksum dan nama Sayyidah Fathimah a.s.

7. Air kencing dan kotoran membatalkan wudu.

8. Tidur, gila, pingsan, mabuk, janabah, dan memegang mayat membatalkan wudu.


Pertanyaan:
1. Apa tugas orang yang tiga jari kakinya terbalut dengan jabirah sekaitan dengan cara wudunya?

2. Jelaskan cara mengerjakan wudu jabirah dengan menyebutkan contoh!

3. Apakah bisa mengusap dengan basahan yang ada pada jabirah?

4. Apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang jabirah pada lukanya najis dan tidak memungkinkan untuk dibuka?

5. Apakah mengantuk membatalkan wudu?

6. Apakah wudu seseorang menjadi batal selekas menyentuh mayat?



13
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 10: Mandi
Kadang-kadang untuk mengerjakan salat (dan seluruh pekerjaan yang harus disertai dengan wudu), diharuskan mandi. Artinya, untuk menunaikan perintah Allah swt., seluruh badan harus disucikan. Sekarang akan dijelaskan masalah-masalah mandi dan cara-caranya.


Macam-macam Mandi Wajib

1. Umum; bagi laki-laki dan perempuan:
a. Janabah

b. Menyentuh mayat

c. Mayat


2. Khusus perempuan:
a. Haid

b. Istihadhah

c. Nifas

Setelah definisi dan pembagian macam-macam mandi, segera kita menyimak masalah-masalah dari setiap mandi wajib.


Mandi Janabah
1. Bagaimana manusia menjadi junub (mengalami janabah)?

Sebab-sebab janabah:

a. Keluarnya cairan mani

- Sedikit ataupun banyak.

- Dalam keadaan tidur ataupun terjaga.

b. Jima' (bersetubuh)

- Dengan cara halal ataupun haram.

- Mani keluar ataupun tidak.

2. Jika cairan mani bergerak dari asalnya tetapi tidak sampai keluar, dia tidak menyebabkan janabah.

3. Seseorang tahu bahwa cairan mani telah keluar dari dirinya, atau tahu bahwa yang keluar adalah cairan mani, maka dia adalah orang yang junub dan harus mandi.

4. Seseorang tidak tahu apakah yang keluar dari dirinya cairan mani atau bukan, sementara ciri-cirinya adalah sebagaimana cairan mani, maka dia adalah orang yang junub. Namun, jika ciri-cirinya bukan sebagaimana cairan mani, dia tidak dihukumi sebagai junub.

5. Ciri-ciri cairan mani:

a. Keluar dengan syahwat.

b. Keluar dengan tekanan dan pancaran.

c. Setelah keluar, badan menjadi lemas.*

Dengan demikian, orang yang dari dirinya keluar cairan dan dia tidak tahu; apakah itu cairan mani atau bukan, sementara cairan itu memiliki seluruh ciri-ciri di atas, maka dia dihukumi sebagai junub. Namun, jika tidak memiliki ciri-ciri di atas, maka dia tidak dihukumi sebagai junub, bahkan sekalipun tidak terdapat satu dari ciri-ciri itu, kecuali perempuan dan orang yang sakit di mana dengan adanya satu ciri; yakni keluarnya cairan karena syahwat, mereka ini sudah cukup (untuk dihukumi sebagai junub).**

6. Setelah keluarnya mani, seseorang disunahkan untuk kencing. Jika dia tidak kencing lantas mandi dan setelah itu keluar cairan darinya yang dia sendiri tidak tahu; apakah itu mani atau cairan lain, maka cairan itu dihukumi sebagai mani.


Pekerjaan-pekerjaan yang Diharamkan bagi Orang Junub
1. Bersentuhannya anggota badan dengan tulisan Al-Quran, nama Allah dan-berdasarkan ihtiyath wajib-nama para nabi dan para imam maksum serta nama Sayyidah Fathimah a.s.*

2. Masuk Masjidil Haram (di Mekkah) dan Masjid Nabawi (di Madinah), sekalipun masuk dari suatu pintu dan keluar dari pintu yang lain.

3. Berdiam diri di dalam seluruh masjid.

4. Meletakkan sesuatu di dalam masjid, walaupun dari luar masjid.**

5. Membaca surat-surat Al-Quran yang mengandung sujud wajib, walaupun hanya satu huruf.***

6. Berhenti di makam-makam para imam maksum a.s. (berdasarkan ihtiyath wajib).****

7. Jika seorang junub masuk masjid dari suatu pintu dan keluar dari pintu yang lain (lewat tanpa berhenti) tidaklah apa-apa, kecuali Masjidil Haram dan Masjid Nabawi; untuk lewat saja dia tidak dibolehkan.

8. Jika seseorang menentukan sebuah kamar di rumahnya sebagai musalla (tempat salat) begitu juga di kantor, tempat tersebut hukumnya bukan sebagaimana hukum sebuah masjid.


Surat-surat Al-Quran yang Mengandung Sujud Wajib.
1. Surat ke-32: surat Sajadah.

2. Surat ke-41: surat Fussilat.

3. Surat ke-53: surat Najm.

4. Surat ke-96: surat 'Alaq.


Kesimpulan Pelajaran
1. Mandi wajib dibagi menjadi dua macam:

a. Umum; baik untuk laki-laki maupun perempuan.

b. Khusus untuk perempuan.

2. Jika dari seseorang keluar cairan mani atau dia melakukan persetubuhan, maka dia dihukumi sebagai orang junub.

3. Seseorang tahu bahwa dia telah junub, maka dia wajib mandi janabah. Dan seseorang yang tidak tahu; apakah junub atau tidak, maka dia tidak wajib mandi.

4. ciri-ciri cairan mani antara lain:

a. Keluar dengan syahwat.

b. Keluar dengan tekanan dan pancaran.

c. Setelah cairan mani keluar, badan menjadi lemas.

5. Amalan-amalan ini haram untuk orang yang junub:

a. Menyentuh tulisan Al-Quran, nama Allah swt., nama para Nabi dan imam maksum dan nama Sayyidah Fathimah a.sS.

b. Masuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, dan berhenti di seluruh masjid.

c. Membaca surat-surat Al-Quran yang mengandung sujud wajib.

6. Lewat ke dalam seluruh masjid; jika tidak sampai berhenti, bahkan masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain tidaklah apa-apa, kecuali Masjidil Haram dan Masjid Nabawi; yang sekalipun lewat saja tidak dibolehkan.


Pertanyaan:
1. Sebutkan macam-macam mandi yang umum; baik bagi laki-laki maupun perempuan!

2. Seseorang bangun dari tidur lalu dia melihat sesuatu pada pakaiannya, namun berulang kali dia memikirkannya, ingatannya masih juga tidak jatuh pada ciri-ciri cairan mani, lalu apa yang harus dia lakukan?

3. Apa hukum atas seorang junub yang masuk ke makam para anak cucu imam maksum?

4. Apakah orang junub bisa berhenti di dalam mushalla yayasan-yayasan dan kantor-kantor?



14
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 11: Pelaksanaan mandi
Dalam pelaksanaan mandi, seluruh badan dan kepala serta leher harus disiram, baik mandi wajib, seperti: mandi janabah, maupun mandi sunah, seperti mandi hari Jumat. Dengan kata lain, dalam melaksanakan semua macam mandi, tidak ada perbedaan kecuali pada niat.


Mandi bisa dilaksanakan sebagai berikut:

Cara melaksanakan mandi:

1. Mandi tartibi (secara berurutan) :
a. Pertama membasuh kepala dan leher.

b. Lalu membasuh setengah badan bagian kanan

c. Setelah itu membasuh setengah badan bagian kiri.


2. Mandi irtimasi (menyelam):
a. Dengan niat mandi, membenamkan diri secara sekaligus ke dalam air sehingga seluruh badan dan kepala berada di dalam air.

b. Atau membenamkan diri secara bertahap ke dalam air, sampai pada akhirnya seluruh badan dan kepala berada di dalam air.

c. Atau masuk ke dalam air, kemudian menggerakkan badan dengan niat mandi.


Keterangan:
Mandi bisa dikerjakan dengan dua cara; tartibi dan irtimasi. Pada mandi tartibi, pertama-tama membasuh kepala dan leher, kemudian setengah badan bagian kanan, dan setelah itu setengah badan bagian kiri.

Pada mandi irtimasi, seluruh badan dan kepala berada di dalam air secara sekaligus. Oleh karena itu, untuk melakukan mandi irtimasi, diperlukan air yang cukup supaya bisa memasukkan seluruh badan dan kepala ke dalamnya.


Syarat Sahnya Mandi
1. Seluruh syarat yang ditetapkan untuk sahnya wudu juga berlaku pada sahnya mandi, kecuali muwalat. Begitu juga, tidak perlu menyiram badan dari atas ke bawah.

2. Seseorang yang punya kewajiban beberapa mandi bisa melakukan satu mandi saja dengan beberapa niat mandi wajib.

3. Seseorang yang telah melaksanakan mandi janabah; jika hendak menunaikan salat, maka dia tidak perlu berwudu. Akan tetapi pada selain mandi janabah; untuk menunaikan salat dia harus berwudu terlebih dahulu. *

4. Dalam mandi irtimasi, seluruh badan harus suci. Akan tetapi dalam mandi tartibi, seluruh badan tidak harus suci. Dan jika setiap bagian dari badan yang hendak dibasuh itu disucikan terlebih dahulu, maka demikian ini sudah cukup. **

5. Mandi jabirah adalah seperti wudu jabirah. Hanya saja berdasarkan ihtiyath wajib,*** mandi ini harus dilakukan secara tartibi.

6. Seseorang yang sedang berpuasa wajib tidak boleh mandi irtimasi, karena orang yang berpuasa tidak boleh memasukkan seluruh kepalanya ke dalam air. Akan tetapi, jika dia mandi irtimasi karena lupa, maka puasanya tetap sah.

7. Dalam keadaan mandi, seluruh badan tidak perlu digosok dengan tangan. Hanya dengan niat mandi dan air sampai ke seluruh badan, maka ini sudah cukup.


Mandi Menyentuh Mayat
1. Jika sebagian dari anggota badan seseorang telah bersentuhan dengan badan mayat yang sudah dingin dan belum dimandikan, maka dia harus mandi menyentuh mayat.

2. Menyentuh badan mayat di bawah ini tidak menyebabkan mandi:

a. Mayatnya orang yang mati sebagai syahid di medan perang, yakni orang yang menghembuskan nafas terakhirnya di medan perang.*

b. Mayat yang badannya masih hangat dan belum dingin.

c. Mayat yang sudah dimandikan.

3. Mandi menyentuh mayat harus dilakukan seperti mandi janabah. Akan tetapi, orang yang menyelesaikan mandi menyentuh mayat harus berwudu jika dia hendak melakukan salat.


Mandi Mayat
1. Setiap orang mukmin** yang meninggal dunia; wajib atas para mukallaf supaya memandikan, mengkafani, menyalati, dan menguburkannya. Bila sebagian mukallaf telah melakukannya, maka gugurlah kewajiban dari yang lain.

2. Mayat harus dimandikan tiga kali:

a. Pertama, dengan air yang dicampur dengan air bidara.

b. Kedua, dengan air yang dicampur dengan kapur.

c. Ketiga, dengan air murni.

3. Mandi mayat adalah seperti mandi janabah, dan berdasarkan ihtiyath wajib; sebisa mungkin mayat dimandikan secara tartibi dan tidak secara irtimasi.


Mandi yang Khusus bagi Perempuan

Haid, Nifas, Istihadhah:
1. Darah yang keluar ketika perempuan melahirkan anak adalah darah nifas.

2. Darah yang keluar dari perempuan pada hari-hari menstruasi adalah darah haid.

3. Ketika perempuan sudah suci dari darah haid dan nifas harus mandi untuk salat dan ibadah-ibadah yang memerlukan kesucian.

4. Darah lain yang keluar dari perempuan adalah darah istihadhah. Dan pada sebagian macam dari darah istihadhah ini, dia harus mandi untuk melakukan salat dan ibadah-ibadah yang memerlukan kesucian.


Kesimpulan Pelajaran
1. Dalam mandi, seluruh badan harus disiram; secara tartibi atau irtimasi.

2. Syarat sahnya mandi adalah seperti syarat sahnya wudu, kecuali muwalat dan membasuh anggota dari atas ke bawah.

3. Orang yang telah mandi janabah tidak harus berwudu untuk salat, kecuali jika ketika atau sesudah mandi terjadi hal-hal yang membatalkan wudu.

4. Seseorang yang wajib melakukan beberapa mandi bisa mandi sekali saja dengan beberapa niat (mandi wajib), bahkan pada saat itu juga dia bisa niat mandi sunah; seperti mandi Jumat.

5. Persentuhan satu dari anggota badan seseorang dengan tubuh mayat adalah penyebab kewajibannya untuk mandi menyentuh mayat.

6. Jika satu dari anggota badan seseorang menyentuh tubuh mayat yang syahid, atau mayat yang belum dingin, atau mayat yang sudah dimandikan, maka dia tidak diwajibkan mandi menyentuh mayat.

7. Jika seorang mukmin meninggal dunia, dia harus dimandikan tiga kali kemudian dikafani lalu disalati, setelah itu dikuburkan.

8. Mandi mayat terdiri dari:

a. Mula-mula, mandi dengan air bidara.

b. Lalu, mandi dengan air kapur.

c. Lalu, mandi dengan air murni.

9. Mandi haid, mandi nifas dan mandi istihadhah adalah mandi yang diwajibkan khusus bagi perempuan.


Pertanyaan:
1. Bagaimana cara mandi tartibi?

2. Bisakah mandi irtimasi pada air yang kurang dari satu kur?

3. Seseorang junub pada hari Jumat, lalu dia mandi sekali dengan niat mandi janabah dan niat mandi Jumat; apakah dia bisa salat dengan mandi tersebut atau juga harus berwudu?

4. Berikan penjelasan seputar niat mandi!

5. Apakah perbedaan antara mandi mayat dan mandi menyentuh mayat?

6. Dalam keadaan apakah mayat yang syahid tidak seharusnya dimandikan?



15
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 12: Tayamum (Pengganti Wudu dan Mandi)

Tayamum diharuskan pada kondisi-kondisi di bawah ini:
1. Tidak ada air atau tidak menemukan air.

2. Air berbahaya bagi dirinya. Misalnya, karena menggunakan air, ia terjangkiti suatu penyakit.

3. Jika air digunakan untuk berwudu atau mandi, dia atau istrinya atau anak-anaknya atau temannya atau orang-orang yang ada hubungan dengannya akan mati atau sakit karena kehausan (begitu pula hewan-hewan peliharaannya).

4. Badan atau pakaiannya najis sedangkan air tidak cukup untuk menyucikannya dan juga dia tidak punya baju lain.

5. Tidak punya waktu untuk berwudu atau mandi.


Bagaimana Cara Bertayamum?

Amalan-amalan tayamum:
1. Meletakkan kedua telapak tangan secara bersamaan pada sesuatu yang sah untuk dipakai tayamum.

2. Mengusapkan kedua telapak tangan tadi ke seluruh dahi dan kedua sisinya; mulai dari tempat tumbuhnya rambut sampai ke permukaan kedua alis dan ke ujung bagian atas hidungnya.

3. Mengusapkan telapak tangan kiri ke seluruh punggung tangan kanan.

4. Mengusapkan telapak tangan kanan ke seluruh punggung tangan kiri.

Seluruh amalan tayamum harus dilakukan dengan niat tayamum dan untuk melaksanakan perintah ilahi, begitu juga harus dijelaskan bahwa tayamum sebagai ganti wudu atau mandi.


Hal-hal yang Bisa Digunakan untuk Bertayamum:
a. Tanah.

b. Kerikil

c. Batu-batuan seperti: batu koral, batu marmer, batu tahu (sebelum dimasak), batu gamping (sebelum dimasak).

d. Tanah yang sudah dimasak; seperti batu bata, kendi dari tanah liat. *


Beberapa Masalah
1. Tidak ada bedanya antara tayamum pengganti wudu dengan tayamum pengganti mandi, kecuali pada niatnya.

2. Jika seseorang melakukan tayamum sebagai pengganti wudu lalu mengalami sesuatu yang membatalkan wudu, maka tayamumnya batal.

3. Jika seseorang melakukan tayamum sebagai pengganti mandi lalu mengalami salah satu penyebab mandi wajib seperti: janabah atau menyentuh mayat, maka tayamumnya batal.

4. Tayamum seseorang itu sah jika dia tidak bisa berwudu atau mandi. Oleh karena itu, jika dia bertayamum tanpa uzur, maka tayamumnya tidak sah. Begitu pula, jika dia bertayamum karena ada uzur kemudian uzurnya ini hilang, misalnya; tidak ada air kemudian dia mendapatkan air, maka tayamumnya batal.

5. Seseorang yang melakukan tayamum sebagai pengganti mandi janabah tidak perlu berwudu untuk salat.** Akan tetapi, jika tayamumnya sebagai pengganti selain mandi janabah, maka dia tidak bisa salat dengan tayamum tersebut, bahkan dia juga harus berwudu. Dan jika dia tidak bisa juga berwudu, maka dia harus bertayamum untuk yang kedua kalinya sebagai pengganti wudu.


Syarat-syarat Sahnya Tayamum
a. Anggota tayamum harus suci, yakni dahi dan kedua tangan.

b. Usaplah dahi dan kedua punggung tangan dari atas ke bawah.

c. Sesuatu yang dipakai untuk bertayamum harus suci dan mubah.

d. Menjaga tertib.

e. Menjaga muwalat.

f. Ketika mengusap, tidak ada penghalang antara tangan dan dahi, begitu juga antara telapak tangan dengan punggung tangan.


Kesimpulan Pelajaran
1. Seseorang tidak punya air, atau tidak bisa mendapatkan air, atau punya uzur dalam menggunakan air, maka dia harus bertayamum sebagai pengganti wudu dan mandinya.

2. Dalam bertayamum, dahi dan kedua punggung tangan harus diusap dengan telapak tangan.

3. Bertayamum dengan tanah, kerikil, batu dan tanah yang sudah dimasak hukumnya sah.

4. Tayamum, baik sebagai pengganti mandi maupun pengganti wudu, tidak ada bedanya dengan mandi dan wudu kecuali pada niatnya.

5. Jika tayamum sebagai pengganti wudu, maka apa saja yang membatalkan wudu akan membatalkannya juga. Begitu pula, jika tayamum sebagai pengganti mandi, maka apa saja yang menyebabkan mandi akan membatalkannya juga.

6. Bertayamum tanpa uzur adalah tidak sah.

7. Dalam bertayamum, wajib menjaga tertib dan muwalat. Selain itu, anggota tayamum dan hal-hal yang digunakan untuk bertayamum haruslah suci.


Pertanyaan:
1. Dalam kondisi apakah seseorang harus bertayamum sebagai pengganti wudu dan mandi?

2. Apakah bisa bertayamum karena takut dengan binatang buas?

3. Apa hukumnya bertayamum dengan batu bata dan batu bata yang belum dimasak?

4. Apa hukumnya bertayamum dengan kayu dan daun-daunan?

5. Orang junub yang malu untuk bermandi janabah, apakah dia bisa bertayamum atau tidak sebagai pengganti mandi tersebut?



16
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 13: Waktu Salat
Setelah belajar masalah-masalah kesucian, sedikit demi sedikit kita siap untuk melaksanakan salat. Untuk mengenal masalah-masalah dan hukum salat, pertama-tama perlu kita ketahui bahwa salat ada yang wajib dan ada yang sunah.

Salat wajib ada dua macam; macam pertama adalah salat wajib sehari-hari, di mana setiap hari harus dikerjakan pada waktu-waktu tertentu, dan macam kedua adalah salat wajib yang terkadang hukum wajibnya ini lantaran sebab-sebab tertentu dan bukan termasuk kewajiban sehari-hari. Untuk mengenal salat-salat wajib perhatikan susunan di bawah ini:


Macam-macam salat:

1. Salat wajib:

a. Wajib sehari-hari:
1. Salat Subuh.

2. Salat Zuhur.

3. Salat Asar.

4. Salat Maghrib.

5. Salat Isya.


b. Wajib sewaktu-waktu:
1. Salat Ayat.

2. Salat Tawaf wajib.

3. Salat Jenazah (salat mayat).

4. Salat Qadha ayah yang terbebankan ke atas anak laki-laki terbesar.

5. Salat-salat wajib karena nazar.


2. Salat sunah: banyak sekali macamnya.

Waktu Salat Sehari-hari
Salat sehari-hari ada lima macam, dan jumlah keseluruhan mereka adalah tujuh belas rakaat:

1. Salat Subuh: dua rakaat.

2. Salat Zuhur: empat rakaat.

3. Salat Asar: empat rakaat.

4. Salat Maghrib: tiga rakaat.

5. Salat Isya: empat rakaat.

Sekaitan dengan salat sehari-hari ini, pertanyaan yang paling awal muncul adalah kapan salat-salat ini harus dilaksanakan?

Jawab:
- Waktu salat Subuh: dari azan Subuh sampai terbitnya matahari.

- Waktu salat Zuhur dan salat Asar: dari waktu zuhur syar'i sampai Maghrib.

- Waktu salat Maghrib dan salat Isya: dari Maghrib sampai pertengahan malam.

Di bawah ini gambar waktu-waktu salat sehari-hari:


Keterangan
Waktu Subuh:

Menjelang azan Subuh, terdapat cahaya putih dari arah timur dan bergerak ke atas, ia disebut dengan fajar awal. Dan tatkala cahaya putih itu melebar disebut dengan fajar kedua, dan ketika itulah tiba waktu salat Subuh.

Waktu Zuhur:

Jika kita tancapkan sebatang kayu atau sejenisnya di atas tanah secara tegak, dan bayangan kayu itu sampai pada ukuran yang paling pendek lalu mulai bertambah panjang, ketika itulah mulai waktu zuhur syar'i dan telah tiba waktu salat Zuhur.

Waktu Maghrib:

Maghrib adalah ketika hilangnya mega merah di langit bagian timur, dan biasanya muncul setelah terbenamnya matahari. *

Waktu pertengahan malam:

Jika kita membagi dua rentangan waktu antara terbenamnya matahari dan azan Subuh,** maka titik tengahnya adalah waktu pertengahan malam sekaligus sebagai akhir waktu salat Isya. ***


Hukum-hukum Waktu Salat:
1. Selain salat sehari-hari atau salat sewaktu-waktu tidak memiliki waktu tertentu, tetapi waktu pelaksanaannya tergantung pada sebab wajibnya salat tersebut. Misalnya: salat Ayat tergantung pada terjadinya gempa, atau gerhana matahari, atau gerhana bulan, atau suatu peristiwa alam yang masih berlangsung. Atau salat Jenazah menjadi wajib ketika ada seorang muslim yang meninggal dunia, dan penjelasannya akan tiba secara terinci pada saatnya nanti.

2. Jika seluruh salat (dari rakaat pertama sampai terakhir) dikerjakan sebelum waktunya atau sengaja dimulai sebelum waktunya maka hukumnya batal.

"Jika salat dikerjakan pada waktunya, maka dalam istilah Fikih dinyatakan bahwa salat tersebut dikerjakan secara ada'an. Dan jika suatu salat dikerjakan di luar waktunya, maka dalam istilah Fikih dinyatakan bahwa salat tersebut dikerjakan secara qodhoan".

3. Adalah sunah bila seseorang mengerjakan salat di awal waktunya; semakin dekat dengan awal waktu semakin lebih baik, kecuali jika mengakhirkannya karena sebab yang lebih utama seperti: menunggu sejenak karena hendak mengerjakan salat secara berjamaah.

4. Jika waktu salat sempit sehingga dengan mengerjakan sunah-sunah salat, sebagian dari salat dikerjakan di luar waktunya, maka tidak usah mengerjakan sunah-sunah salat. Misalnya, jika membaca qunut akan menghabiskan waktu salatnya, maka tidak usah membaca qunut.


Kesimpulan Pelajaran
1. Salat wajib ada dua macam:

a. Salat wajib sehari-hari.

b. Salat wajib sewaktu-waktu.

2. Salat wajib sehari-hari yaitu salat Subuh, salat Zuhur, salat Asar, salat Maghrib, dan salat Isya.

3. Salat wajib sewaktu-waktu yaitu salat Ayat, salat Tawaf, salat Jenazah, salat Qodho ayah yang telah meninggal dan menjadi kewajiban anak laki-laki yang paling besar, dan salat Nazar.

4. Waktu salat sehari-hari adalah sebagai berikut:

- Waktu salat Subuh: mulai dari azan Subuh sampai terbitnya matahari.

- Waktu salat Zuhur dan Asar: mulai dari zuhur syar'i sampai Maghrib.

- Waktu salat Maghrib dan Isya: mulai dari Maghrib sampai pertengahan malam.

5. Waktu azan Subuh dan permulaan waktu salat Subuh adalah saat munculnya fajar kedua.

6. Tatkala bayangan suatu benda lurus yang ditegakkan di atas tanah sampai pada ukuran yang paling pendek lalu mulai bertambah panjang, maka ketika itulah waktu zuhur syar'i tiba.

7. Setelah terbenamnya matahari lalu megah merah di langit bagian timur menghilang, ketika itulah waktu Maghrib tiba.

8. Jika renggang waktu antara terbenamnya matahari dan azan subuh dibagi dua, maka titik tengah pembagian ini adalah pertengahan malam dan habisnya waktu salat Isya.

9. Salat yang dikerjakan secara keseluruhan sebelum waktunya adalah batal.

10. Salat ada'an adalah salat yang dikerjakan pada waktunya, dan salat qadha adalah salat yang dikerjakan selepas waktunya.


Pertanyaan:
1. Jelaskan perbedaan antara salat wajib dan salat sunah!

2. Sebutkan nama-nama salat yang harus dikerjakan pada malam hari!

3. Sebutkan dua contoh sebab wajibnya salat Ayat!

4. Tentukan waktu zuhur syar'i untuk hari ini dengan menancapkan kayu di atas tanah!

5. Jika terbenamnya matahari jatuh pada pukul 6:15 dan azan subuh jatuh pada pukul 4:15, lalu pukul berapakah pertengahan malam pada malam ini?

6. Untuk menentukan Maghrib (permulaan waktu Maghrib), apakah kita harus melihat ke timur atau ke barat?




17
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 14: Kiblat dan Pakaian Salat

Kiblat
1. Ka'bah yang berada di kota Mekkah dan di dalam Masjidil Haram adalah kiblat, dan pelaku salat harus melaksanakan salat dengan menghadap ke sana.

2. Orang yang berada di luar kota Mekkah dan berada jauh darinya; sekiranya berdiri dan bisa dikatakan bahwa salatnya menghadap kiblat, maka demikian ini sudah cukup.


Pakaian Salat
Salah satu masalah yang harus diperhatikan sebelum salat adalah masalah pakaian. Nah, kini mari kita menyimak ukuran pakaian dan syarat-syaratnya.


Ukuran Pakaian
1. Laki-laki; harus menutup aurat , dan akan lebih baik bila menutupnya mulai dari pusar sampai lutut.

2. Perempuan; harus menutupi seluruh badan kecuali:

a. Tangan sampai pergelangan.

b. Kaki sampai pergelangan.

c. Wajah sebatas yang harus dibasuh dalam wudu.

3. Perempuan tidak diwajibkan dalam salatnya untuk menutup kedua tangan dan kedua kaki serta wajah sebatas yang tersebut di atas tadi, walaupun menutupinya juga tidak apa-apa.

4. Syarat-syarat pakaian salat adalah sebagai berikut:

a. Suci (tidak najis).

b. Mubah (bukan barang ghasab).

c. Bukan bagian dari anggota bangkai,* misalnya bukan dari kulit hewan yang disembelih tidak atas dasar syariat islam, walaupun sekadar ikat pinggang dan topi.

d. Bukan dari hewan yang dagingnya haram, misalnya dari kulit macan atau babi.

e. Jika pelaku salat adalah laki-laki, dia tidak boleh memakai pakaian yang terbuat dari tenunan emas dan sutera asli.

Di antara syarat-syarat di atas, syarat pertama (pakaian harus suci dan tidak najis) mungkin sekali menjadi masalah bagi siapa saja, karena jarang ada orang melakukan salat dengan pakaian ghasab atau pakaian dari bagian tubuh bangkai. Oleh karena itu, berikutnya kami akan menerangkan syarat pertama. Hanya saja perlu ditegaskan di sini bahwa selain pakaian, badan pelaku salat juga harus suci.


Pada kondisi-kondisi di bawah ini, hukum salat seseorang dengan badan atau pakaian najis adalah batal:
1. Sengaja salat dengan badan atau pakaian najis. Artinya, sekalipun tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, dia tetap salat dalam kondisi demikian.

2. Memandang remeh belajar masalah-masalah atau hukum-hukum fikih,* sehingga dia salat dengan badan atau pakaian najis karena tidak tahu hukumnya.

3. Dia tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, lalu lupa sehingga melakukan salat dengan badan atau pakaian najis.


Pada kondisi-kondisi di bawah ini, hukum salat seseorang dengan badan atau pakaian najis adalah sah:
1. Dia tidak tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, seusai salat dia baru tahu kalau badan atau pakaiannya itu najis.

2. Badan atau pakaiannya najis karena luka yang ada pada badannya dan sulit untuk membasuh atau menggantinya.

3. Badan atau pakaiannya najis karena darah, akan tetapi ukuran bercak darah di pakaian itu kurang dari uang logam satu dirham.*

4. Dia terpaksa melakukan salat dengan badan atau pakaian najis, misalnya tidak ada air untuk bersuci.


Beberapa Masalah
1. Jika pakaian-pakaian kecil pelaku salat najis seperti: sarung tangan, kaos kaki atau sapu tangan kecil yang najis di sakunya; maka selama bukan dari anggota bangkai atau binatang yang haram dagingnya tidaklah apa-apa.

2. Memakai jubah, baju putih dan pakaian yang paling bersih dan memakai wangi-wangian serta cincin 'aqiq dalam salat adalah sunah.

3. Memakai pakaian hitam, kotor, ketat dan pakaian yang bergambar wajah serta terbukanya kancing-kancing pakaian adalah makruh.


Kesimpulan Pelajaran
1. Ka'bah yang berada di dalam Masjidil Haram di kota Mekkah adalah kiblat, dan pelaku salat harus melakukan salat dengan menghadap ke sana.

2. Sekiranya pelaku salat berdiri dan bisa dikatakan bahwa dia sedang melakukan salat dengan menghadap kiblat, demikian ini sudah cukup.

3. Laki-laki dalam salatnya harus menutup aurat, dan akan lebih baik bila dia menutupnya mulai dari pusar sampai lutut.

4. Perempuan dalam salat harus menutup seluruh badan kecuali wajah dan kedua tangan sampai pergelangan dan kedua kaki sampai pergelangan.

5. Badan dan pakaian pelaku salat harus suci.

6. Pakaian pelaku salat harus mubah dan bukan dari anggota bangkai dan hewan yang haram dagingnya.

7. Jika seseroang sebelumnya tidak tahu kalau badan atau pakaiannya najis, lalu seusai salat dia baru tahu demikian, maka salatnya sah.

8. Jika dia sebelumnya tahu bahwa badan atau pakaiannya najis kemudian lupa sehingga dia melakukan salat dengan badan atau pakaian najis tersebut, maka salatnya batal.


Pertanyaan:
1. Apa syarat-syarat bagi pakaian pelaku salat?

2. Apa hukum salat seseorang yang baru tahu-seusai salat-bahwa pakaiannya najis?

3. Dalam kondisi apakah seseorang bisa melakukan salat secara sah sekalipun dia tahu bahwa pakaiannya najis?

4. Apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang di tengah-tengah salatnya tahu bahwa pakaiannya najis?

5. Berikan tiga contoh untuk keadaan terpaksa yang karenanya salat tetap sah meskipun dengan badan atau pakaian najis!



18
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 15: Tempat Salat, Azan dan Iqomah

Syarat-syarat Tempat Salat adalah Sebagai Berikut:
1. Harus mubah (tidak ghasab).

2. Tidak bergerak (seperti: di dalam kendaraan, maka tidak boleh dalam keadaan bergerak).

3. Tidak sempit dan atapnya tidak pendek sehingga bisa berdiri dan ruku serta sujud dengan sempurna.

4. Tempat dahi (ketika sujud) harus suci.

5. Jika tempat salat najis, kadar basahnya tidak sampai berpengaruh pada badan atau pakaian pelaku salat.

6. Tempat dahi (ketika sujud) tidak boleh lebih rendah atau lebih tinggi-selebar empat jari rapat-dari tempat kedua lutut, dan berdasarkan ihtiyath wajib dari tempat jari-jari kaki.


Hukum Tempat Salat
1. Salat di tempat ghasab (seperti: masuk rumah orang lain tanpa izin pemiliknya) adalah tidak sah.

2. Terpaksa salat di tempat yang bergerak-seperti: kereta api dan pesawat-begitu juga di tempat yang atapnya pendek atau ruangnya sempit-seperti: parit pertahanan dan tempat yang tidak rata-tidaklah apa-apa.

3. Seseorang harus menjaga tata krama dan jangan melakukan salat lebih depan dari makam Rasulullah saw. **

4. adalah sunah bila seseorang mengerjakan salatnya di masjid. Dalam Islam, banyak anjuran sekaitan dengan masalah ini.

5. Dari masalah-masalah yang tercantum di bawah ini, kita akan memahami pentingnya hadir di masjid dan salat di dalamnya:

a. Sering pergi ke masjid adalah sunah.

b. Pergi ke masjid yang tidak ada jemaahnya adalah sunah.

c. Tetangga masjid yang tidak punya uzur; jika dia melakukan salat di selain masjid tersebut, maka hukum salatnya adalah makruh.

d. Adalah sunah bila seseorang tidak melakukan hal-hal di bawah ini dengan orang yang tidak mau hadir di masjid:

- Makan bersama.

- Memusyawarahkan urusan-urusan dengannya.

- Bertetangga dengannya.

- Menikah dengan anggota keluarganya.

- Menerimanya sebagai menantu. *


Persiapan Salat
Setelah belajar masalah-masalah wudu, mandi, tayamum, waktu salat, pakaian dan tempat salat, kini tiba saatnya persiapan kita untuk memulai salat.


Azan dan Iqomah
1. Sebelum mengerjakan salat sehari-hari, sunah bagi seseorang untuk mengumandangkan azan kemudian membaca iqomah, setelah itu dia memulai salat.


Azan
Allahu Akbar ( اَللهُ اَكْبَرْ ) ..............................................................................empat kali

Asyhadu alla ilaha illallah ( اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ ) .........................................dua kali

Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah ( اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلَ اللهِ ) ..........dua kali

Hayya 'alash sholah ( حَيَّ عَلَي الصَلاَة ) .......................................................dua kali

Hayya 'alal falah ( حَيَّ عَلَي الْفَلَاحِ ) .............................................................dua kali

Hayya 'ala khoiril 'amal ( حَيَّ عَلَي خَيْرِ الْعَمَلِ ) ...........................................dua kali

Allahu akbar (اَللهُ اَكْبَرْ ) ................................................................................dua kali

La ilaha illallah (لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ ) .......................................................................dua kali



Iqomah
Allahu Akbar ( اَللهُ اَكْبَرْ ) ..............................................................................dua kali

Asyhadu alla ilaha illallah ( اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ ) .........................................dua kali

Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah ( اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلَ اللهِ ) ..........dua kali

Hayya 'alash sholah ( حَيَّ عَلَي الصَلاَة ) .......................................................dua kali

Hayya 'alal falah ( حَيَّ عَلَي الْفَلَاحِ ) .............................................................dua kali

Hayya 'ala khoiril 'amal ( حَيَّ عَلَي خَيْرِ الْعَمَلِ ) ...........................................dua kali

Allahu akbar (اَللهُ اَكْبَرْ ) ................................................................................dua kali

La ilaha illallah (لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ ) .......................................................................satu kali

2. Kalimat "Asyhadu anna 'Aliyyah waliyyullah" ( اَشْهَدُ اَنَّ عَلِيًا وَلِيُّ اللهِ ) bukanlah bagian dari azan, akan tetapi kalimat ini menjadi baik jika dibaca dengan niat mendekatkan diri kepada Allah swt., yaitu tepatnya setelah kalimat "Asyahadu anna Muhammadar Rosulullah ( اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ).


Hukum-hukum Azan dan Iqomah
1. Azan dan iqomah harus dibaca setelah tibanya waktu salat. Jika azan dan iqomah dibaca sebelum waktunya, maka tidak sah.

2. Iqomah harus dibaca setelah pembacaan azan, dan tidak sah jika dibaca sebelumnya.

3. Tidak boleh ada tenggat waktu yang lama di antara satu kalimat dengan kalimat berikutnya pada azan dan iqomah. Jika tenggat waktu di antara mereka lebih dari yang sewajarnya, maka harus diulang pembacaannya.

4. Jika azan telah dibacakan untuk salat berjamaah, maka orang yang mau ikut salat berjamaah dengan jamaah ini tidak boleh membaca azan dan iqomah untuk salatnya sendiri.

5. Tidak ada azan dan iqomah untuk salat sunah.

6. Pada hari pertama kelahiran bayi, disunahkan untuk membaca azan di telinga kanannya dan iqomah di telinga kirinya.

7. Adalah sunah memilih muazin dari orang yang saleh, tahu waktu dan bersuara keras.


Kesimpulan Pelajaran
1. Tempat salat hendaknya memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Mubah.

b. Tidak bergerak.

c. Ruangnya tidak sempit dan atapnya tidak pendek.

d. Tempat sujud untuk dahi harus suci.

e. Tidak rendah, juga tidak tinggi.

f. Jika tempat salat najis, jangan sampai basahannya berpengaruh pada badan atau pakaian pelaku salat.

2. Hukum salat di tempat ghasab adalah tidak sah.

3. Dalam keadaan terpaksa, boleh melakukan salat di tempat yang bergerak, di raung yang atapnya pendek dan di dataran yang tinggi atau yang rendah.

4. Adalah sunah bila seseorang mengerjakan salatnya di masjid.

5. Adalah sunah bila seseorang tidak melakukan hal-hal berikut ini dengan orang yang tidak mau hadir di masjid; makan bersama dengannya, bertetangga dengannya, memusyawarahkan urusan kerja dengannya, menikah dengan salah satu keluarganya, dan menerimanya sebagai menantu.

6. Adalah sunah bila sebelum salat, membaca azan kemudian iqomah, setelah itu memulai salat.

7. Iqomah harus dibaca setelah azan.

8. Seseorang yang mau ikut salat berjamaah; jika azan dan iqomah sudah dibacakan, maka dia tidak perlu membaca azan dan iqomah untuk salatnya sendiri.

9. Adalah sunah bila membaca azan pada telinga kanan dan iqomah pada telinga kiri bayi yang baru lahir di hari pertama.


Pertanyaan
1. Apa hukum salat di atas karpet yang najis?

2. Apakah kita boleh melakukan salat di atas sejadah yang digelar oleh orang lain untuk dirinya sendiri? Mengapa?

3. Apa perbedaan antara azan dan iqomah?

4. hal-hal apa saja yang disunahkan untuk kita lakukan terhadap orang yang tidak mau hadir di masjid?



19
BELAJAR FIKIH

Pelajaran 16: Kewajiban-kewajiban Salat
1. Salat dimulai dengan bacaan "Allahu Akbar" (اَللهُ اَكْبَرْ) dan diakhiri dengan salam.

2. Apa-apa yang dilakukan dalam salat ada yang wajib ada pula yang sunah.

3. Kewajiban-kewajiban dalam salat ada sebelas; sebagiannya rukun salat, dan sebagian lainnya bukan rukun salat.


Kewajiban-kewajiban salat:

1. Rukun salat:
a. Niat.

b. Berdiri.

c. Takbiratul ihram.

d. Ruku.

e. Sujud.


2. Bukan rukun salat:
a. Bacaan.

b. Zikir.

c. Tasyahud.

d. Salam.

e. Tertib.

f. Muwalat.


Perbedaan Rukun dengan Bukan Rukun
Rukun-rukun salat termasuk bagian utama dari salat, yang jika dikerjakan secara kurang atau lebih, walaupun karena lupa, maka salatnya batal. Kewajiban-kewajiban salat yang bukan rukun, walaupun harus dikerjakan, namun jika terjadi kekurangan atau kelebihan di dalamnya karena lupa, salatnya tidak batal.


Hukum Kewajiban-kewajiban Salat

A. Niat:
1. Dari awal sampai akhir salat, seseorang harus tahu salat apa yang sedang dikerjakannya, dan dia mengerjakannya dalam rangka menunaikan perintah Allah swt.

2. Niat tidak harus diucapkan dengan kata-kata. Akan tetapi kalaupun diucapkan, tidaklah apa-apa.

3. Salat harus jauh dari segala bentuk riya dan unjuk diri. Yakni, salat dikerjakan hanya untuk menunaikan perintah ilahi. Jika seluruh atau sebagian dari salat dikerjakan karena selain Allah, maka salatnya batal. *


B.Takbirotul ihrom:
Sebagaimana yang telah diterangkan, salat dimulai dengan bacaan 'Allahu akbar" (اَللهُ اَكْبَر ). Bacaan ini disebut dengan takbirotul ihrom. Karena dengan takbir inilah banyak pekerjaan yang sebelumnya boleh dikerjakan menjadi haram bagi pelaku salat seperti: makan, minum, tertawa dan menangis.

Kewajiban-kewajiban Takbirotul ihrom:

1. Dibaca dengan bahasa Arab secara benar.

2. Ketika membacanya, badan harus tenang.

3. Tidak boleh dibaca pelan sekali. Yakni, sekiranya tidak ada kendala, pelaku salat dapat mendengarnya sendiri.

4. Berdasarkan ihtiyath wajib, tidak boleh disambung dengan bacaan sebelumnya.

" Berdiri

Berdiri adalah bagian dari rukun salat. Jika ditinggalkan, salat menjadi batal. Akan tetapi bagi orang-orang yang tidak mampu berdiri, tugas mereka akan diterangkan pada masalah-masalah yang akan datang.

Macam-macam Berdiri:

1. Rukun:

a. Berdiri ketika takbirotul ihrom.

b. Berdiri sebelum ruku.

2. Bukan rukun:

a. Berdiri ketika membaca surat.

b. Berdiri setelah ruku.

Hukum-hukum Berdiri

1. Sebelum dan sesudah membaca takbiratul ihram, pelaku salat wajib berdiri, supaya yakin bahwa takbir tersebut dibaca dalam keadaan berdiri.

2. Berdiri sebelum ruku artinya pelaku salat harus dalam keadaan berdiri ketika hendak rukuk. Dengan demikian, jika dia lupa rukuk-yakni setelah membaca surat, langsung saja bergerak untuk sujud namun ingat sebelum sampai bersujud-maka dia harus kembali tegap secara sempurna kemudian barulah rukuk, setelah itu sujud.

3. Hal-hal yang harus dihindari ketika berdiri:

a. Menggerakkan badan.

b. Membungkuk.

c. Bersandar pada sesuatu.

d. Melebarkan kedua kaki (tidak rapat).

e. Mengangkat kaki.

4. Dalam keadaan salat, pelaku salat harus meletakkan kedua kakinya di tanah.* Namun, tidak perlu berat badan bertumpu pada kedua kaki; jika terpusat pada satu kaki saja tidaklah apa-apa.

5. jika seseorang sama sekali tidak bisa melakukan salat dengan berdiri, maka dia harus melakukannya dengan duduk sambil menghadap kiblat. Jika dia tidak bisa juga duduk, maka harus melakukan salat dengan berbaring.

6. Setelah rukuk, harus berdiri secara sempurna untuk kemudian bersujud. Jika setelahnya sengaja tidak berdiri, maka salatnya batal.

Kesimpulan Pelajaran

1. Kewajiban salat ada sebelas; yang lima sebagai rukun dan selainnya bukan rukun.

2. Perbedaan kewajiban rukun dengan kewajiban bukan rukun adalah jika salah satu kewajiban rukun dikurangi atau ditambahi-sekalipun karena lupa-maka salatnya batal, akan tetapi jika kelebihan atau kekurangan itu terjadi pada kewajiban bukan rukun karena lupa, maka salatnya tidaklah batal.

3. Niat salat harus bersih dari segala bentuk riya dan unjuk diri.

4. Takbirotul ihrom harus dibaca dengan bahasa Arab secara benar.

5. Berdiri dalam membaca takbiroatul ihrom dan berdiri yang bersambung dengan ruku adalah rukun salat. Dan, berdiri dalam membaca surat dan berdiri setelah ruku bukanlah rukun salat, akan tetapi kewajiban salat dan jika sengaja tidak dikerjakan maka salatnya batal.

6. Selama berdiri, tidak boleh menggerakkan badan atau bersandar pada sesuatu, dan kedua kaki harus diletakkan pada tanah dan tidak terlalu merenggangkan keduanya. Akan tetapi, semua ini tidak apa-apa jika dalam keadaan terpaksa.

7. Seseorang yang tidak mampu berdiri harus melakukan salat dengan duduk, dan seseorang yang tidak mampu duduk harus melakukan salat dengan berbaring.

Pertanyaan:

1. Sebutkan rukun-rukun salat dan jelaskan perbedaannya dengan bukan rukun!

2. Mengapa "Allahu akbar" (اَللهُ اَكْبَر) yang pertama dalam salat disebut sebagai takbirotul ihrom?

3. Berilah penjelasan tentang niat!

4. Berilah penjelasan tentang berdiri dan sebutkan macam-macamnya!

5. Berilah penjelasan tentang berdiri sebelum dan setelah rukuk serta jelaskan perbedaan antara keduanya!



20