• Mulai
  • Sebelumnya
  • 12 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 5055 / Download: 2314
Ukuran Ukuran Ukuran
Krititik Atas Kekhalifahan Abu Bakar

Krititik Atas Kekhalifahan Abu Bakar

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Title : Kritik Terhadap Kekhalifahan Abu Bakar

Author : Ayatullah Sayid Ali Husaini Milani

Translator : Ahmad Rafiq

Editor :

Publisher : Markaz-e Haqoyeq-e Eslomi

Publish date : 2012-05-09

Page count : 74

Prakata Penerbit

Agama Allah swt yang terakhir dan paling sempurna telah dipersembahkan dengan diutusnya nabi pamungkas, Nabi Muhammad Musthafa saw, kepada penduduk bumi.

Agama dan risalah para nabi telah berakhir dengan berakhirnya kenabian beliau saw.

Agama Islam bermula dari kota Makkah hingga menyebar ke seluruh pelosok Jazirah Arab setelah 23 tahun usaha tiada henti Rasulullah saw dan sekelompok sahabat setia beliau.

Keberlanjutan jalan Ilahi ini diembankan oleh Tuhan yang Maha Pengasih kepada seorang lelaki pemberani pertama dunia Islam setelah Nabi Muhammad saw, yaitu

Imam Ali as, pada tanggal 18 Dzilhijjah, di suatu tempat yang bernama Ghadir Khum.

Pada hari itu, dengan pengumuman kepemimpinan (wilayah) Imam Ali as, nikmat Ilahi dan agama Islam menjadi sempurna, lalu Islam menjadi satu-satunya agama

yang diridhai oleh Allah swt. Dengan demikian, sirnalah impian kaum kafir dan musyrik akan kehancuran Islam.

Tak lama setelah itu, sebagian orang di sekeliling Nabi saw –dengan isu-isu yang telah dipersiapkan sebelumnya- melencengkan jalan hidayah dan kepemimpinan

sepeninggal beliau saw; mereka menutup gerbang kota ilmu dan menjerumuskan Muslimin dalam kebingungan. Dari awal kekuasaan, mereka telah menenggelamkan

cahaya Islam –yang seharusnya bersinar selamanya – dalam awan kelam keraguan, yaitu dengan melarang penulisan hadits-hadits nabawi, penyebaran hadits-hadits

buatan dan sebagai gantinya memaparkan persoalan yang meragukan dan menyesatkan.

Namun meski demikian, hadits-hadits nabawi tetap mengalir sepanjang zaman melalui lisan Amir Al-Mukminin as, para washi beliau as serta sekelompok dari

sahabat setia dan menjelma dalam bentuk tertentu di setiap potongan fenomena zaman. Mereka terus menjawab pertanyaan musuh dan menghidupkan kebenaran.

Di antara mereka adalah ulama kita seperti Syaikh Mufid, Sayid Murtadha, Syaikh Thusi, Khajah Nasir, Allamah Hilli, Qadli Nurullah, Mir Hamid Husein, Sayid

Syarafuddin Amini dan lain sebagainya. Mereka seperti bintang karena terus menerus berusaha menjelaskan jalan kebenaran dengan lisan dan pena mereka.

Di antara ulama ternama kita saat ini yang berjasa dalam menjaga dan ajaran agama dan melindunginya dari serangan syubhat-syubhat serta terus menyerukan

wilayah Amir Al-Mukminin as adalah Ayatullah Sayid Ali Husaini Milani lewat karya-karyanya.

Markaz-e Haqoyeq-e Eslomi dengan bangga bertanggung jawab menghidupkan tulisan-tulisan berbobot dan bernilai milik beliau dan dengan cara mengkaji,

menterjemahkan, mencetak, serta berusaha mempersembahkan tulisan-tulisan tersebut kepada para pencari ilmu dan mereka yang haus akan hakikat.

Buku yang ada dihadapan anda ini adalah salah satu terjemahan dalam bahasa Indonesia dari tulisan-tulisan beliau. Kami berharap usaha ini dapat menjadi

keridhaan Allah swt dan mendapatkan restu Imam Mahdi as.

Markaz-e Haqoyeq-e Eslomi

Sambutan

Dengan menyebut nama Allah swt yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Puji syukur kepada Allah swt serta shalawat dan salam kepada junjungan nabi besar Muhammad saw dan keluarga sucinya as, serta laknat Allah untuk musuh-Nya dari awal sampai akhir.

Prakata

Dengan melihat silsilah pembahasan yang telah dipaparkan, kita telah menjelaskan dalil-dalil pilihan kepemimpinan Imam Ali as dalam pandangan Quran, sunah Nabi saw dan akal. Kita dalam semua pembahasan ini tidak keluar dari metode yang digunakan oleh Ahlu Sunah bahkan kita tetap menjaga syarat-syarat yang mereka anggap wajib dalam kepemimpinan.

Ahlu Sunah menganggap bahwa kepemimpinan berdasarkan pilihan umat dan masyarakat; maka dengan dasar ini mereka menetapkan beberapa syarat wajib sehingga atas dasar kepemilikan syarat tersebut siapapun dapat kelayakan menyandang kepemimpinan.

Kita dalam tulisan ini mencari dan menelaah kembali sesuai dengan syarat-syarat lazim dan berdasarkan pendapat-pendapat para pembesar ulama Ahlu Sunah dan menetapkan kepemimpinan Imam Ali as.

Sekarang untuk menyempurnakan pembahasan ini, kita akan membahas dalil-dalil Ahlu Sunah akan kepemimpinan Abu Bakar karena sebagaimana kita memiliki dalil-dalil kepemimpinan imam Ali as, mereka juga memiliki dalil-dalil akan kepemimpinan Abu Bakar oleh karena ini, kita akan menelaah dalil-dalil tersebut sehingga nilai keilmiahan dalil tersebut menjadi jelas.

Kita dalam tulisan ini juga menggunakan aturan dan metode pembahasan dan diskusi. Jelas bahwa asas dan dasar diskusi itu adalah, bisa jadi dalil-dalil yang dipaparkan dapat diterima oleh kedua pihak, atau dalil setiap kelompok diterima oleh pihak lawan sehingga diskusi dengan mereka dapat terealisasi serta menarik mereka untuk menerimanya.

Kita dalam tema ini, duduk berdiskusi berdasarkan buku-buku dan pendapat-pendapat para ulama Ahlu Sunah, menjaga adab dan aturan diskusi, mengeluarkan pendapat berisi, bernilai dan tanpa fanatik sehingga jelas bahwa dalil-dalil mereka tentang kepemimpinan Abu Bakar tidaklah sempurna menurut pendapat para ulama mereka sendiri. Kalau begini, bagaimana bisa mereka memaksa kita untuk menerima dalil-dalil mereka yang para pembesar mereka sendiri tidak menerima dalil bahkan sama sekali tidak berdalil dengan dalil tersebut.

Dalam pembahasan ini, kita bersandar pada paling penting dan paling terkenalnya buku-buku Ahlu Sunah, seperti, Al-Mawâqif Fi Ilm Al-Kalâm, Syarh Al-Mawâqif dan Syarh Al-Maqâshid.

Buku-buku ini ditulis di abad kedelapan dan Sembilan dan menjadi buku pelajaran di hauzah-hauzah ilmiah. Para guru dari Ahlu Sunah juga memiliki catatan-catatan pinggir tentang buku-buku ini.

Kalau anda merujuk pada buku Kasyf Al-Dzunûn, anda akan melihat pendapat penulis kitab terhadap tiga buku diatas, anda akan menemukan catatan-catatan pinggir dan penjelasan-penjelasan yang sangat banyak tentang buku tersebut.

Dari satu sisi, buku-buku ini memiliki nilai legitimasi, buku-buku yang lain ditulis berdasarkan mereka, diterima oleh semua pihak dan Ahlu Sunah bersandar dan meyakininya.

Dalil terpenting Ahlu Sunah Atas Kekhalifahan Abu Bakar

Sekarang kita akan meneliti dalil-dalil yang dipaparkan oleh Ahlu Sunah akan kepemimpinan Abu Bakar.

Demikian isi buku Al-Mawâqif:

"Maqshad keempat: Tentang pemimpin yang benar setelah Rasulullah saw[1] . Sesuai dengan keyakinan kita, kepemimpinan khusus untuk Abu Bakar, tetapi menurut Syiah, pemimpin setelah Rasulullah saw adalah Ali.
Ada dua jalan untuk membuktikan keabsahan kekhalifahan Abu Bakar:

Hadits dan sabda yang jelas dari nabi tentang kekhalifahan;

Ijma' dan kesepakatan umat mengenai kekhalifahan.

Yang pertama, kami tidak menemukan sabda dan hadits nabawi tentang kepemimpinan sepeninggal Rasulullah saw.[2] Ijma' pun juga demikian, bahwa tidak ada ijma' sepeninggal Nabi saw selain untuk Abu Bakar.
Ijma' hanya dapat menjadi dalil keabsahan kekhalifahan tiga orang: Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib dan Abbas.[3] Karena Ali dan Abbas tidak menentang Abu Bakar (karena kalau Abu Bakar salah Ali dan Abbas pasti menentangnya), maka ijma' atas kekhalifahan Abu Bakar dapat dijadikan dalil yang kuat bagi keabsahannya."[4]

Dalam dalil ini telah diakui bahwa sabda secara terang-terangan dari pihak Rasulullah saw tentang kepemimpinan Abu Bakar tidak pernah ditemukan. Oleh karena itu, dalil pertama keabsahan kekhalifahan Abu Bakar adalah ijma' dan tidak adanya sabda secara terang-terangan dari Rasulullah saw.

Penulis Syarh Al-Mawâqif berpendapat dalam pembahasan ketiga tentang dalil penetapan kepemimpinan bahwa:

"Jalan penetapan kepemimpinan, bisa jadi sabda secara terang-terangan atau pemilihan umat (ijma').[5] Sabda secara terang-terangan tentang hak Abu Bakar tidak ada, tapi dia ditetapkan sebagai khalifah melalui kesepakatan dan ijma' umat."[6]

Maka jelaslah bahwa tidak ada sabda secara terang-terangan dari pihak rasulullah saw dan satu-satunya dalil tentang kepemimpinannya hanyalah ijma' dan kesepakatan umat.

Jalan ketiga yang dipaparkan oleh Ahlu Sunah adalah jalan keutamaan. Oleh karena itu, sebagaimana kita membahas perihal keutamaan (keafdhalan), mereka pun juga membahasnya. Tetapi dalam hal ini mereka memiliki pendapat yang berbeda-beda, sebagian berpendapat bahwa keutamaan adalah syarat wajib bagi pemilik posisi kepemimpinan dan sebagian yang lain mengingkarinya.

Mereka yang tidak meyakini keafdhalan sebagai syarat kehalifahan, tidak terlalu bersikeras dalam mengagungkan dan membuktikan keafdhalan Abu Bakar; seperti Fadhl bin Ruzbahan. Namun yang meyakini keafdhalan adalah syarat kekhalifahan, jelas mereka sangat mementingkan masalah itu dan mati-matian membuktikan bahwa Abu Bakar lebih afdhal dari lainnya.

Salah seorang yang berada di kelompok kedua adalah Ibnu Taimiyah. Oleh karenanya ia sangat memaksakan diri untuk membuktikan bahwa Abu Bakar adalah sahabat nabi yang paling utama. Selain itu ia juga sangat getol menolak dalil-dalil keafdhalan dan kekhalifahan Ali bin Abi Thalib as.

Dalil Ahlu Sunah tentang keutamaan Abu Bakar

Dalil Pertama

Dalam buku Al-Mawâqif dan Syarh Al-Mawâqif diriwayatkan:

"Maqshad kelima: tentang paling utamanya sahabat setelah Rasulullah saw. Kita dan mayoritas Mu'tazilah menganggap Abu Bakar sebagai orang yang paling utama setelah Rasulullah saw, sedang menurut Syiah dan mayoritas ulama terakhir Mu'tazilah, Ali adalah orang yang paling utama setelah Rasulullah saw".[7]

Sesuai dengan apa yang telah kita bahas, jelas bahwa dalil Ahlu Sunah atas kepemimpinan Abu Bakar adalah ijma' dan keutamaannya, tetapi hal ini dapat diterima jika mereka mengakui keutamaan Abu Bakar dan mereka juga tidak mempunyai satu pun hadits tentang kepemimpinan Abu Bakar dari Rasulullah saw.

Kita bisa mencapai tujuan dalam hal penetapan kepemimpinan Imam Ali as dengan tiga jalan di atas (hadits secara terang-terangan dari Rasulullah saw, ijma' dan keutamaan), tetapi di sini kita tidak perlu menjelaskannya.
Mereka mengakui kalau mereka tidak punya satupun hadits tentang kepemimpinan Abu Bakar dari Rasulullah saw. Oleh karena itu, hanya ada dua jalan yang tersisa dalam menetapkan kepemimpinan Abu Bakar, yaitu ijma' dan keutamaannya.

Sekarang kita akan meneliti hadits-hadits tentang keutamaan Abu Bakar yang mereka paparkan.

Dalil kedua

Dalil kedua akan keutamaan Abu Bakar adalah sabda Rasulullah saw yang berbunyi:

"Setelahku, ikutilah dua orang ini: Abu Bakar dan Umar."[9]

Kata "ikutilah" adalah kata perintah; dari satu sisi, semua Muslimin adalah lawan bicara Rasulullah saw dalam sabda-sabda beliau, yang juga mencakup Ali bin Abi Thalib as. Maka Ali juga termasuk orang yang diperintahkan untuk mengikuti dua pembesar itu (Abu Bakar dan Umar). Oleh Karenanya, wajib bagi Ali as untuk mengikuti dua orang tersebut sebagai seorang pemimpin."

Ahlu Sunah meriwayatkan hadits ini dalam kitab-kitab mereka. Dari sini, riwayat dari Rasulullah saw ini menjadi dalil atas kepemimpinan Abu Bakar, dan kepemimpinan Umar adalah konsekwensi dari kepemimpinan Abu Bakar. Yakni kalau kepemimpinan Abu Bakar dapat ditetapkan, maka kepemimpinan Umar juga dapat ditetapkan; meskipun sekarang kita tidak ingin mengulas kepemimpinan Umar.

Dalil ketiga

Dalil ketiga akan keutamaan Abu Bakar, sebuah hadits yang dinukil dari Rasulullah saw. Beliau saw bersabda kepada Abu Al-Darda': "Demi Allah swt, setelah para nabi dan rasul, matahari tidak terbit dan terbenam kepada seorang yang lebih mulia dari Abu Bakar."[10]

Sesungguhnya hadits ini memiliki kelayakan untuk dikatakan sebuah hadits yang secara terang-terangan menunjukkan kepemimpinan Abu Bakar, dan dengan hadits ini Abu Bakar menjadi lebih mulia dari Ali as. Akal mengatakan, buruk kalau sesuatu yang biasa lebih didahulukan dari yang memiliki keutamaan atau mengedepankan pemilik keutamaan dari pemilik keutamaan yang lebih besar. Maka satu-satunya orang yang setelah Rasulullah saw berhak mencapai kedudukan sebagai khalifah adalah Abu Bakar.

Dalil keempat

Yaitu hadits Rasulullah saw yang menjelaskan keutamaan Abu Bakar dan Umar. Beliau saw bersabda:

"Abu Bakar dan Umar adalah pemimpin orang tua penghuni surga kecuali bagi para nabi dan rasul."[11]

Seseorang yang menjadi penghulu sebuah kaum, maka dia juga akan menjadi pemimpin mereka, yaitu orang lain haruslah mengikuti dia. Karena Ali bin Abi Thalib as adalah salah satu dari kaum itu, maka dia harus mengikuti Abu Bakar dan Umar karena mereka berdua adalah penghulu para orang tua penghuni surga.

Dalil kelima

Dalil kelima, hadits dari Rasulullah saw yang mana beliau saw bersabda:
"Sebuah kelompok yang didalamnya ada Abu Bakar, tidak sepatutnya mendahulukan yang lain selain dia."[12]

Oleh karena ini, tidak boleh bagi seseorang mendahulukan dirinya dari Abu Bakar dan ini juga berlaku bagi Ali bin Abi Thalib as.
Maka Ali as tidak boleh mengedepankan dirinya dari Abu Bakar, dan tidak ada satu orangpun yang berhak mengklaim Ali as lebih tinggi dari Abu Bakar karena pendapat ini bertentangan dengan sabda Rasulullah saw di atas.

Dalil keenam

Dalil keenam adalah perlakuan Rasulullah saw terhadap Abu Bakar. Beliau saw mengedepankan Abu Bakar dalam shalat jama'ah (paling mulianya shalat) Ketika Rasulullah saw sakit, Abu Bakar shalat bersama dengan yang lain di mihrab beliau saw dan shalat yang dilakukan Abu Bakar ketika itu (sesuai dengan yang diriwayatkan) adalah shalat atas perintah Rasulullah saw.


Kalau seorang shalat di tempat Rasulullah saw dan dia menjadi imam atas perintah beliau saw, maka dia layak untuk menjadi imam dan pemimpin umat setelah Rasulullah saw.

Dalil ketujuh

Dalil ketujuh adalah sebuah sabda Rasulullah saw tentang Abu Bakar dan Umar, yang berbunyi:

"Paling mulianya umatku adalah Abu Bakar kemudian Umar."[13]
Ini adalah hadits yang diriwayatkan Ahlu Sunah dalam kitab-kitab mereka.

Dalil kedelapan

Dalil kedelapan adalah sebuah sabda Rasulullah saw yang menjelaskan tentang persahabatan dengan Abu Bakar. Beliau saw bersabda:
"Kalau aku ingin memilih seorang teman selain Tuhanku swt maka aku akan memilih Abu Bakar sebagai temanku."[14]

Dalil kesembilan

Dalil kesembilan adalah sebuah riwayat Rasulullah saw tentang Abu Bakar, yang berbunyi:

"Mana orang yang seperti Abu Bakar? Ketika orang-orang tidak mempercayai aku, dia mempercayaiku, mengimaniku, mengawinkanku dengan putrinya, menolongku dengan jiwa dan hartanya dan berjihad bersamaku di saat sendiri dan ketakutan di medan perang."[15]

Dalil kesepuluh

Dalil kesepuluh adalah riwayat Ali bin Abi Thalib as yang berbunyi:
"Orang yang paling mulia setelah para nabi adalah Abu Bakar kemudian Umar setelahnya Allah swt yang maha tahu." (!!)[16],[17]

Apa yang telah dijelaskan adalah dalil-dalil yang diutarakan oleh Ahlu Sunah tentang keutamaan Abu Bakar. Dalil-dalil ini tertulis dalam kitab-kitab yang terpercaya mereka seperti kitab milik Fakhr Razi, Al-Shawâiq Al-Muhriqah, Syarh Al-Mawâqif, Syarh Maqâshid.

Yang jelas, dalil-dalil yang telah disebutkan ada dalam kitab-kitab Ahlu Sunah baik yang dahulu maupun yang sekarang. Mu'tazilah juga sama seperti Asya'irah dalam berdalil dengan dalil-dalil ini, kecuali ulama Mu'tazilah akhir-akhir ini mengakui bahwa banyak sahabat yang lebih mulia dan utama dari pada Abu Bakar, namun kemaslahatan menuntut agar yang biasa (Abu Bakar) didahulukan atas yang lebih utama (Ali bin Abi Thalib as) dalam perkara kekhalifahan.

Kritikan terhadap dalil-dalil keutamaan Abu Bakar

Kritikan terhadap dalil-dalil Ahlu Sunah

Kita telah menyebutkan dalil-dalil Ahlu Sunah tentang keutamaan Abu Bakar. Sekarang kalau ada orang yang bertanya dalil manakah yang paling penting di antara dalil-dalil yang telah disebutkan tadi? Dalam menjawabnya mereka katakan: Dari dalil-dalil yang telah disebutkan, dalil yang paling penting adalah dalil tentang shalat jamaahnya Abu Bakar sebagai imam dan hadits yang berbunyi: "Setelahku, ikutilah dua orang ini: Abu Bakar dan Umar."

Tapi sekarang kita akan membahas dan mengkaji satu-persatu dari semua dalil yang telah disebutkan di bagian kedua.

Kritikan untuk dalil pertama 

Dalil pertama yang dipaparkan adalah firman Allah swt

"Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya." (QS. Al-Lail [92]:17-19)

Ini hanyalah satu ayat Quran. Dalam pembahasan ayat-ayat yang berkenaan dengan kepemimpinan Imam Ali as telah kita ingatkan bahwa penetapan kalau ayat itu berkaitan dengan kepemimpinan Imam Ali as tergantung pada beberapa hal, salah satunya; kita harus tetapkan terlebih dahulu kalau ayat itu turun perihal kedudukan Imam Ali as, kalau tidak, maka seperti ayat-ayat Quran lainnya yang sama sekali tidak mengutip nama Ali as.

Oleh karenanya, kita perlu beberapa pendahuluan dalam pembahasan ini:

Pertama:

Untuk menjadikan ayat itu sebagai dalil kekhalifahan Abu Bakar, kita memerlukan dalil-dalil lain yang membuktikan bahwa semua dalil tentang kemaksuman Ali as tidak bernilai, karena orang yang suci disisi Allah swt lebih mulia dari orang yang hanya menghamburkan hartanya di jalan Allah swt.
Dengan demikian, kalau ayat turun perihal Abu Bakar, berdalil dengannya butuh pada pembatalan dalil Imamiyah akan kemaksuman Ali as, kalau tidak maka kedudukan beliau as disisi Allah swt akan lebih tinggi dan pembuktian kepemimpinan lewat ayat ini menjadi gugur.

Kedua:

Berdalil dengan ayat ini menuntut digugurkannya dalil-dalil Syiah tentang kemuliaan Ali as di sisi Allah swt. Karena jika hal ini terbukti, dalil ini akan bertentangan dengan dalil ayat kepemimpinan Abu Bakar. Setelah pertentangan ini, keduanya akan gugur dan ayat itu tidak akan membuktikan kepemimpinan Abu Bakar (yang jelas dalil ini haruslah benar).

Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah:

Ali as sama sekali tidak pernah sujud pada berhala tapi Abu Bakar pernah sujud pada berhala. Dengan bukti ini, Ahlu Sunah ketika menyebut nama Ali as, mereka menyebutkan kata Karramallahu Wajhahu, yaitu Allah swt memuliakan wajahnya. Hal ini menjadi bukti kemuliaan Imam Ali as disisi Allah swt lebih dari yang lain.

Ketiga:

Berdalil dengan ayat ini bergantung pada kepastian ayat turun berkaitan dengan Abu Bakar. Namun nyatanya para mufassir berbeda pendapat dalam hal itu. Mereka menyebutkan tiga pendapat: