Hawa Nafsu

Hawa Nafsu0%

Hawa Nafsu pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Shohib Aziz Zuhri
Kategori: Akhlak

Hawa Nafsu

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Shohib Aziz Zuhri
Kategori: Pengunjung: 16067
Download: 11133

Komentar:

Hawa Nafsu
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 11 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 16067 / Download: 11133
Ukuran Ukuran Ukuran
Hawa Nafsu

Hawa Nafsu

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

BAGIAN KELIMA

Perbandingan Dunia dan Akhirat

Dengan meninjau kembali Alquran, kita akan bisa membandingkan dunia dan akhirat dalam beberapa sifat yang disebutkannya. Pada kajian sebelumnya saya sudah sebutkan bahwa Alquran menganggap dunia sebagai harta benda yang semu, cepat hilang dan sebagai kesenangan yang sementara. Adapun akhirat merupakan tempat tinggal yang abadi.

Allah SWT berfirman: "Hai kauinku, sesungguhnya ke hidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara), sesung guhnya akhirat itulah negeri yang kekal" Q.S. Al-Mukmin:39.

Dunia adalah hiburan dan permainan. Sementara akhirat adalah tempat kehidupan yang sebenarnya.

Allah SWT Berfirman: "Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda-gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah ycing sebenarnya kehidupan, kalau mereka men getahui". Q.S. Al-‘Ankabût:64.

Dunia dalam berbagai Wacana lmam Ali as

Amirul Mukminin Ali as mengulas dunia dalam berbagai wacananya dengan panjang lebar. Beliau menyingkap isi dunia yang menipu manusia dengan menampakkan batin dan hakikatnya.

Wacana-wacana Imam Ali ini sarat dengan kesadaran. Berikut ini saya cantumkan beberapa di antaranya:

Imam Ali berkata:

"Demi Allah! Dunia kalian ini di sisiku, tak ubahnya kafilah yang singgah di oasis. Segera setelah kepala mereka memberi aba-aba, mereka beranjak meneruskan perjalanan.

"Demi Allah! Kelezatan-kelezatan dunia di hadapan ma taku tak ubahnya air sangat punas yang bernanah yang termi num olehku tumpahannya; buah pahit mematikan yang termakna kutelan, bisa ular yang sangat berbahaya dan jeratan api neraka".1

Menurut Imam Ali, dunia fenomenal seakan oasis yang indah. Manusia beradu memperebutkannya. Sedang dunia dari sudut pandang batinnya, tak lain adalah persinggahan yang buru-buru ditinggalkan. Oleh karena itu, menurut pandangan Imam Ali, beragam kelezatannya yang diperebutkan banyalah air sangat panas yang bernanah dan ular yang penuh dengan bisa.

Ketika diminta Muawiyah untuk menyifati Imam Ali as, Dharar bin Hamzah Asy-Syaibani berkata:

"Sungguh, aku telah melihat tingkahnya di waktu malam mulai melepaskan tabir kegelapannya; menghadap mihrabnya sembari memegang janggutnya. Bergeletar tubuhnya layaknya orang yang tersengat binatang berbisa dan menangis layaknya orang tertimpa musibah, lalu berkata: "Wahai dunia! Kau da tang padaku? Apakah kau mengejarku ataukah kau rindu padaku? Tidak, sungguh tidak! Pergilah dan rayu orang selainku! Aku tidak butuh padamu! "Sungguh kau telah aku talak tiga yang tidak mungkin ada rujuk kembali. Hidupmu pendek, bahayamu besar dan angan-anganmu hina. Ah, betapa sedikit nya bekal dan panjangnya jalan."2

Dalam riwayat itu Imam Ali menyingkap tiga realitas batin dunia kepada mereka yang tertipu olehnya:

1. Hidupmu pendek.

2. Bahayamu besar.

3. Dan angan-anganmu hina.

Imam Ali as berkata: "Camkanlah! Dunia adalah tempat yang menipu. Setiap hari ia berselingkuh dengan istri orang, setiap malam ia membunuh rumah tangga, dan setiap saat ia memecah perkumpulan."3

Imam Ali as berkata: "Dunia itu bila datang menipu, bila pergi membahayakan."4

Imam Ali as berkata: "Dunia bagaikan tipu-muslihat yang hilang, fatamorgana yang cepat lenyap dan punuk onta yang doyong."5

Tentang sifat lahir dan batin dunia, Imam Ali mengung kapkan: "Perurnparnan dunia itu bak seekor ular; lernbek tubuh nya, tapi mengandung bisa yang mematikan. Orang-orang yang berakal akan berhati-hati darinya, tapi anak-anak akan me megangnya dengan tangan mereka."6

Dalam mutiara hikmah di atas, Imam Ali ingin menjelaskan bahwa dimensi lahir dunia itu lunak bak seekor ular. Sedangkan dimensi batinnya penuh dengan tipu-muslihat dan kesementaraan mirip dengan rongga mulut ular yang penuh bisa yang mematikan.

Manusia di hadapan dunia ini terbagi menjadi dua kelompok:

Pertama, cerdik-pandai yang punya bashîrah yang akan memperlakukan dunia dengan penuh kehati-hatian. Seperti perlakuan seorang berakal terhadap seekor ular yang lunak.

Kedua, ialah orang yang tertipu oleh bentuk lahir dunia yang memperlakukan dunia seperti bocah memperlakukan se ekor ular yang halus dan lunak.

Dalam salah satu khutbahnya Imam Ali as berkata: "Dunia ini ialah kampung yang dilingkari bencana; dipenuhi pengkhianatan; tak pernah langgeng ihwalnya dan tak selamat penghuninya. Keadaannya selalu berganti dan masanya selalu berubah. Hidup di dalamnya tercela dan keamanan di dalamnya tak ada. Para penghuninya adalah sasaran lemparan panah-panahnya dan cengkeraman kematiannya.

"Ketahuilah, wahai hamba-hamba Allah, bahwa kamu sekalian serta segala yang kamu miliki dari dunia ini, berada di jalan orang-orang sebelurn kamu yang telah pergi mening galkannya. Mereka lebih panjang usianya daripada kamu; lebih makmur kediamannya dan lebih banyak bekas peninggalannya.

"Suara-suara mereka kini redup redam, kegiatan mereka hilang lenyap, tubuh-tubuh mereka hancur-lulur, rumah-ru mah mereka sunyi-senyap dan peninggalan-peninggalan me reka kini hanyalah reruntuhan.

"Istana-istana mereka yang dibangun megah dengan ham paran permadani-permadani yang rapi, kini berganti batu-batu sandaran yang keras dan liang-liang lahad yang terbelah dan dengan beranda yang dibuat dari debu kehancuran.

"Tempat-tempatnya berdekatan, namun para penghuninya saling berjauhan. Merasa sendiri kesepian di antara pen duduknya, dilanda kesibukan di antara para penganggur. Tiada terhibur dengan perasaan berada di tanah air dan tiada saling berkunjung di antara para tetangga, kendatipun ja raknya amat berdekatan.

"Betapa mungkin mereka saling berkunjung, sedangkan jasad-jasad mereka telah dihancur-luluhkan oleh kerapuhan dan diremuk-redamkan oleh tanah dan bebatuan.

"Kini, bayangkanlah seolah-olah kalian sendiri telah men jadi seperti mereka. Tertahan di atas tempat pembaringan seperti itu, terkungkung dalam ruangan persimpanan yang tertu tup rapat. Apa kiranya yang akan kalian lakukan apabila telah mencapai akhir perjalanan, saat tanah-tanah pekuburan di putar-balikkan dan kalian dibangkitkan kembali di padang Mahsyar?

"Di tempat itu, tiap-tiap diri merasakan pembalasan atas segala yang telah dikerjakannya dahulu, dan mereka dikem balikan kepada Allah Penguasa mereka yang sebenarnya, dan (pada saat itu) lenyaplah dari mereka segala yang mereka ada- adakan". Q.S. 10:30"7

Syarif Al-Rady dalam "Nahjul Balâghah" herkata bahwa Amirul Mukminin as pernah berkata pada Syuraih bin Al- Haris:

"Kudengar Anda telah membeli rurnah dengan harga 80 Dinar, dan telah Anda buat akta jual belinya, lengkap dengan saksi-saksinya?

"Benar, wahai Amirul Muminin." jawab Syuraih. Maka Imam Ali menatapnya dengan wajah yang penuh amarah, lalu berkata padanya:

"Hai Syuraih, suatu hari maut akan menjelangmu, dan ia tidak akan membaca akta jual-beli itu, dan tidak akan mena nyakan kepadamu tentang bukti-buktimu. la akan membawamu pergi sampai menyerahkan dirimu ke tempat kuburanmu dan meninggalkanmu sendirian di sana.

"Maka perhatikan baik-baik, wahai Syuraih, jangan sampai Anda membeli rumah itu dengan uang yang bukan milikmu. Atau membayar harganya dengan harta yang bukan menjadi hakmu yang halal. Sehingga berbuat begitu Anda telah merugi kehilangan rumah di dunia dan rumah di akhirat! "Ketahuilah, sekiranya Anda datang kepadaku ketika hen dak membeli rumah yang telah Anda beli itu, pasti kutuliskan bagi Anda sebuah akta yang akan membuat Anda kehilangan hasrat untuk membelinya, meski hanya dengan satu Dirham atau kurang dari itu! Inilah akta itu:

'lnilah rumah yang telah dibeli oleh seorang hamba yang hina-dina dari seorang harnba lainnya yang telah terpaksa pergi meninggalkannya; sebuah rumah di antara rumah-rumah ke angkuhan, yang dimiliki oleh kaum yang sedang menuju kefa naan dan dihuni oleh kaum yang akan diliputi kebinasaan.

'Rumah ini memiliki empat batas: (pertama) yang ber batasan dengan sumber segala penyakit; (kedua) berbatasan dengan pengundang segala musibah; (ketiga) berbatasan dengan hawa nafsu yang membinasakan; (keempat) berbatasan dengan setan yang menyesatkan..., dan di bagian inilah dibuat kan pintu rumah itu!

'Rumah ini dibeli oleh seorang yang terperdayakan oleh angan-angannya dari seorang yctng terperanjatkan oleh da tangnya ajal, dengan harga berupa keluar dari kejayaan hidup sederhana dan masuk ke dalam kesengsaraan mencari, ber- susah payah dan merengek.8

'Dan bila si pembeli ditimpa suatu kerugian yang berada dalam jaminan si penjual, maka kedua-duanya akan dihadap kan di tempat pengumpulan dan perhitungan - pusat segala pahala dan hukuman - di saat telah dikeluarkan perintah untuk menuntaskan segala urusan. la akan diantar ke sana oleh maut; pencerai-berai tubuh-tubuh para raja; pencabut nyawa kaum tiran yang bersimaharajala; penghancur kerajaan Fir'aun, Kisra dan Kaisar, juga para penguasa Tubba' dan Himyar, serta semua yang menumpuk-nurnpuk harta dalam jumlah besar. Mereka yang mendirikan bangunan-bangunan megah dan bermewah-mewah, mengukir dan melukis, menyembunyikan dan menyangka akan hidup untuk selama-lamanya. Atau yang - katanya- mempersiapkan bagi sang keturunan.... 'Maka pada hari itu akan merugilah orang-orang yang berbuat kebatilan.' (Q.S. 40 : 68).

'Demikianlah akta ini dibuat, disaksikan oleh akal di kala ia melepaskan diri dari kungkungan hawa nafsu dan selamat dari segala ikatan duniawai."9

Pada kesempatan lain ketika menyifati dunia, Imam Ali berkata: "Sesungguhnya dunia itu keruh airnya, berlumpur sumbernya, memikat pemandangannya dan memunah kebu tuhannya. Godaannya berubah-ubah, sinarnya tenggelam, bay angannya lenyap dan sandarannya doyong.

"Manakala buronnya mulai tenang dan pernbangkangnya mulai santai, ia segera injakkan kaki-kakinya, jeratkan tali- talinya dan lepaskan panah-panahnya kepada rnanusia. Setelah itu, ia tangkap manusia dengan laso angan-angan dan me nggeretnya ke pembaringan yang pengap, pengembalian yang seram, pembeberan tipu-muslihat dan pembalasan amal per buatan. Begitu seterusnya dari yang awal hingga yang akhir. (Di dalamnya), maut terus membabat dan durja terus rnerambah. (Satu demi satu penduduknya) mengikuti para pendahulu dan melewati para kawanan. (Sampai datang) titik pengha bisan dan puncak kefanaan."10

Imam Ali juga pernah berseru: "Apa yang hendak kukata tentang tempat yang awalnya kesukaran, akhirnya kefanaan, halalnya diperhitungkan dan haramnya diberi balasan. Orang yang berkecukupan di dalamnya akan difitnah dan yang ber kekurangan akan resah. Orang yang mengejarnya selalu luput, dan yang enggan terhadapnya, maka ia akan lulut. Orang yang bercermin padanya akan berpandangan dan yang memandang inya akan buta."11

Beberapa hari menjelang khilafahnya, kepada Salman Al-Farisi Imam Ali menulis demikian:

"Amma ba'du. Dunia seumpama ular yang lembek tubuhnya, (tapi) mematikan bisanya. Oleh sebab itu, tinggalkan apa yang menakjubkan kamu di dalamnya karena sedikitnya yang akan membarengimu darinya. Lupakan hasrat-hasratmu padanya, karena kamu yakin akan meninggalkannya. Waspadai ia di saat kau dekat padanya. "Setiap kali kawan dunia menik mati kesenangan, ia datang menyambarnya dan setiap kali dia merasa tenang, ia datang menghebohkannya. Wassalam."12

Imam Ali pernah menyifati dunia demikian: "Ketahuilah! (masa) dunia sudah berlalu; kepergiannya sudah dipersilahkan, kebaikannya sudah usang, dan ia sudah melesat jauh. la menggusah para penduduknya dengan kebinasaan dan meng giring para tetangganya dengan kematian. Pahit sudah apa yang pernah manis darinya dan keruh sudah apa yang pernah jernih darinya. Dunia bak sisa sedikit air kulah dan seteguk air maqlah. Tak akan kenyang orang kehausan bila menyeruput nya.

"Wahai hamba-hamba Allah! Berazamlah untuk mening galkan tempat ini; yang telah ditakdirkan baginya kemusna han. Janganlah kalian terkecoh oleh angan-angan dan berpan jang-panjangan usia.”13

Dalam khutbahnya yang lain Imarn Ali berseru:

"Amma ba'du, aku peringatkan kalian akan dunia! Sungguh ia panorama kehijauan yang indah, penuh dengan berane ka rnacam syahwat, cinta pada 'âjilah, suka pada yang sedikit, bersolek dengan angan-angan dan berdandan mengenakan tipu-niuslihat. Kenikmatannya tidak kekal dan kesengsaraannya tidak terhindar. Sesak dengan penipuan yang membahayakan, perubahan yang meraibkan, pemusnahan yang mengganaskan dan perampasan yang mematikan. "Sekalipun bila ia mewujudkan impian orang yang ber hasrat padanya dan melegakannya, maka itu tak lebih dari apa yang telah difirmankan Allah: "Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. 18 (Al-Kahfi) : 45).

"Tak seorangpun di dalamnya yang mendapat suka, ke cuali disertai duka. Tak seorangpun yang bergembira batinnya, kecuali disengsarakan lahirnya. Tak ada gerimis kemudahan bagi seorang, kecuali (setelahnya) meluap kepadanya banjir kesulitan.

"Jelasnya, jika ia di pagi hari menolongmu, maka di sore hari ia akan mempersulitmu. Jika satu sisi darinya sangat lezat dan manis, maka "pahitnya" sisi lainnya ialah infeksi. Tiada orang yang bisa meraih nikmat-nikmatnya dengan leluasa, kecuali akan menelan sisa-sisanya dengan lelah. Tak seorangpun bersore hari di bawah "sayap" ketenteramannya, kecuali akan berpagi hari di atas "tumpukan bulu" ketakutannya. Men cengangkan tipu-muslihat yang dimilikinya dan membinasa kan si fana yang melata di atasnya.

"Tiada yang baik dari bekal-bekalnya melebihi takwa. Siapa yang mempersedikit darinya akan memperbanyak apa yang akan menyelamatkannya dan siapa yang memperbanyak darinya maka akan juga memperbanyak apa yang mencelakakannya dan kehilangan apa yang sedikit darinya. Betapa banyak orang bergantung padanya, ia ganyang dan yang percaya padanya, ia hempaskan. Betapa banyak orang besaryang ia hinakan dan orang mulia yang ia rendahkan. Tahtanya bergantian, hidupnya kotor jernihnya bergaram, manisnya ber jadam, makanannya beracun dan sarana-sarananya berujung.

"Kehidupannya di ambang kematian dan kesehatannya di ambang kesakitan. Rajanya ditaklukkan, bangsawannya di tawan, hartawannya disiksa dan tetangganya dijarah.

"Bukankah kalian ini di tempat-tempat orang sebelum kalian yang lebih panjang usianya, lebih langgeng pening galannya, lebih jauh angan-angannya, lebih mantap persiapan nya dan lebih garang bala tentaranya. Mereka mengabdi kepada dunia dengan sebenar-benar pengabdian dan mengorbankan diri untuknya dengan sebenar-benar pengorbanan diri. Kemu dian mereka meninggalkannya tanpa bekal yang memadai dan kendaraan yang bisa menempuh jalan.

"Terdengarkah oleh kalian bahwa dunia mengorbankan dirinya untuk mereka atau membantu mereka dengan bantuan atau berlaku baik dalam persahabatannya dengan mereka. Jus tru, ia menggempur mereka dengan ulat tanah, menggasak mereka dengan bermacam bencana, menghinakan mereka de ngan kesialan, membenamkan batang hidung mereka ke tanah, rnenjejak mereka dengan tapal unta dan menghadang mereka dengan segala kesulitan hidup.

"Kalian semua telah tahu "keculasan" dunia kepada orang yang merunduk, mangabdi dan mencintainya sampai akhir hayat mereka. Tengoklah! Dunia hanya membekali mereka de ngan kelaparan, menghiasi mereka dengan kesempitan, menerangi mereka dengan kegelapan atau meninggalkan mereka dalam penyesalan.

"Apakah demi ini kalian berkorban dan kepada ini kalian berserah diri ? Atau memang sedemikian rupa kalian berhasrat kepadanya? la adalah tempat yang sangat buruk bagi yang tidak mencelanya dan tidak awas terhadapnya. "Ketahuilah -dan kalianpun mengetahuinya-, bahwa ka lian semua ini akan segera meninggalkannya dan menjauh darinya. Ambillah pelajaran dari orang-orang yang berkata: “ Siapa yang lebih dahsyat kekuatannya dari kami..' (Q.S. Fushshilat 15).

"Saat diusung ke pemakaman, mereka tak bisa memanggil tumpangan dan saat digelongsorkan ke liang lahad, mereka tak bisa memerintah kacung. Dari rnuka bumi ini digali kubur mereka, dari tanah dirancang kafan mereka dan dengan tulang belulang mereka bersahabat. Mereka bertetangga, tapi tak sa ling menanggapi undangan, tak tolong menolong melawan ke laliman atau tak saling menghadiri perjamuan. Bila hujan datang mereka tak gembira dan bila niusim kemarau berkepan jangan mereka tak putus asa. Mereka berkumpul, tapi sendiri- sendiri dan bertetangga, tapi jauh-jauh. Mereka berdekatan tapi tak saling mengunjungi dan mendekati. Mereka adalah orang- orang sopan yang takkan bisa naik pitarn dan orang-orang tolol yang takkan pernah dengki.

"Kalian tak perlu khawatir akan keberingasan rnereka dan kalian tak bisa mengharap pertolongan dari mereka. Mere ka telah menggantikan (bentuk) lahir bumi dengan batinnya, kelapangannya dengan kesempitannya, kekeluargaannya de ngan keasingannya dan kecemerlangannya dengan kegulitaan nya. Mereka meninggalkannya seperti ketika memasukinya; telanjang bulat. Mereka bergerak meninggalkannya menuju hidup yang abadi dan tempat yang kekal”.14

Dalam khutbah lain Imam Ali berkata: "Aku peringatkan kamu sekalian akan dunia. la adalah tempat yang goyah dan bukan pijakan yang kukuh. la berhias dengan tipu-muslihatnya dan tertipu dengan perhiasannya. la acuh tak acuh pada Tuhan nya, maka Dia campur-adukkan halalnya dengan haramnya, baiknya dengan buruknya, hidupnya dengan matinya dan ma-nisnya dengan pahitnya.

"Allah tidak menyucikannya buat para kekasih-Nya dan tidak juga mengotorinya buat para rnusuh-Nya. Kebaikannya terpencil, keburukannya terpampang, timbunan hartanya habis, kekuasaannya tercabut dan manusianya rusak. Apa baiknya tempat yang roboh karena berakhirnya pembangunan, usia yang usai karena terpakainya pembekalan dan waktu yang ha bis karena terputusnya perjalanan. Jadikanlah perintah Allah sebagai "mata pencaharian" kalian dan mintalah Dia (rnenolongmu) untuk memenuhi hak-Nya yang Dia minta dari ka lian. ''15

Imam Ali pernah berseru demikian dalam salah satu khutbahnya yang lain: "... Wahai hamba-hamba Allah, kuwasiatkan kepada kalian untuk menolak dunia yang akan me ninggalkan kalian, meski kalian ogah meninggalkannya, dan yang akan melumatkan tubuh-tubuh kalian, meski kalian ingin meremajakannya kembali.

"Kalian dan dunia itu seumpama kafilah yang menempuh jalan yang hampir sampai dan orang yang menuju ke pos yang hampir tiba. Sejauh apa jarak musafir dan tujuan yang hendak dicapainya? Serentang apa waktu sehari bagi orang yang meluangkannya? Dan (bayangkan) secepat apa "pencari gigih" me ninggalkan dunia?

"Jangan bersaing mencari kehormatan dan kebanggaan dunia, jangan terperangah akan perhiasan dan kenikmatannya dan jangan genta rakan kenestapaan dan kesulitannya. Karena, pada hakikatnya, kehormatan dan kebanggaannya terputus; perhiasan dan kenikmatannya lenyap; dan kenestapaan dan kesulitannya fana. Segenap saat yang ada padanya, akan berak hir, dan segenap yang hidup di dalamnya akan binasa.

"Tiadakah dari peninggalan-peninggalan orang terda hulu yang bisa kalian jadikan tempat berbenah dan dari nenek moyang kalian yang bisa kalian jadikan cermin dan ibrah, kalau memang kalian berakal. Tidakkah kalian melihat orang- orang yang telah lalu tidak ada yang kembali dan orang-orang yang tertinggal tidak adayang kekal. Tidakkah kalian menyak sikan hal ihwalpenghuni duniayang bercabang-cabang; mayat yang ditangisi dan dibelasungkawai, orang terkapar yang pe nuh luka, orang yang mudik, orang yang memperbaiki diri (karena mau mati), pencari dunia yang dikejar maut, lalai yang tidak dilalaikan (oleh Allah) dan orang tertinggal yang meniti jalan orang yang terdahulu.

"Hai manusia ingatlah pada pembasmi segala kelezatan, peredam segala syahwat dan pemupus segala angan-angan di saat-saat kalian meloncat ke berbagai kedurjaan. Mohonlah pertolongan dari Allah untuk dapat melaksanakan hak-Nya, nikmat- nikmat-Nya dan kebaikan-Nya yang tak terbilang."16

Inilah bentuk (dimensi) pertama bagi kehidupan duniawi. Sengaja kami perbanyak pemaparan nash-nash keislaman ini guna menyifati dimensi kedua dunia. Karena mayoritas manusia seringkali mengambil lahir dunia daripada mengambil batinnya.

Penglihatan mereka hanya sampai ke lahir dunia dan tidak pernah menembus batinnya. Maka semoga dalam nash- nash tersebut kita menemukan sesuatu yang bisa membantu kita untuk memandang dunia secara utuh; lahir-batinnya.

Sisi Lahir Dunia

Sisi lahir kehidupan dunia adalah tipu-daya (ighrâ'). Karena, ia menipu dan mempesona orang-orang yang tidak memi liki bashîrah.

Dunia selalu berupaya keras untuk merayu, menipu, me mikat dan menghibur mereka dengan al-lahwu (hiburan yang menyesatkan) dan al-la'ib (permainan).

Allah SWT berfirman: "Dan tiadalah kehidupan duma ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka...". Q.S. Al- An'âm:32. Pada ayat lain Allah berfirman: "Dan tiadalah ke hidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gu rau...." Q.S. Al-‘Ankabût:63)

Allah juga berfirman: "Bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu." Q.S. Al-Hadîd: 20.

Dalam firman-firman di atas, Allah menjelaskan bahwa kata bentuk lahir dari dunia adalah la'ibun dan lahwun (per mainan dan senda gurau). Jelas bahwa dua sifat itu bertentan gan dengan kesungguhan dan perhatian.

Bentuk lahir dunia benar-benar bisa menyibukkan manusia dengan hiburan dan permainan. la merusak sikap serius dan waspada manusia. Imam Ali menyatakan bahwa : "Dunia itu layaknya lumadhah."17

Imam Ali as berkata: "Siapa yang sudi membuang lu madhah?’18

Imam Ali as berkata: "Aku peringatkan kalian akan dunia. la seperti manisan. la diliputi berbagai syahwat."19

Perbandingan antara Sisi Lahir dan Batin Dunia

Dalam Alquran terdapat suatu perbandingan antara lahir dan batin dunia. Di bawah ini ada beberapa ayat yang perlu kiranya kita cermati.

1. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanaman-tanaman bumi, di antaranya ada yang di makan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasa nnya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman-tana mannya) laksana tanaman-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikian Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang- orang yang berfikir". Q.S. Yunus 24.

Ayat ini adalah sebuah contoh yang mengungkap tentang kehidupan, keindahan, hiasan, dan kebinasaan mendadak yang akan menjadi keberakhiran dunia.

Dalam ayat ini, dunia diperumpamakan seperti hujan yang turun dari langit ke bumi. Airnya menyirami tumbuh-tumbuhan yang segera menjadi subur karenanya. Sehingga tumbuh-tumbuhan itu bisa dimakan oleh manusia dan bina tang di samping menjadi hiasan bumi itu sendiri.

Namun, apabila bumi mulai indah mempesona, secara mendadak datanglah perintah Allah SWT berupa petir, badai dan lain-lain. Kemudian bumi itu centang-perenang dan ludes sama sekali. Seperti tak pernah ada pemandangan yang hijau royo-royo itu sebelumnya.

Beginilah gambaran yang jelas tentang dua dimensi ke hidupan dunia; lahir dan batinnya. Ayat tadi menyerupakan bentuk lahir dunia dengan kesuburan, keelokan, dan peman dangan panoramik yang memikat mata dan hati yang memandangnya. Namun, manakala jiwa mulai asyik dengannya, datanglah - secara tiba-tiba - perintah Allah yang mengakibatkan keporak-parikkan menyeluruh. Pada saat itu, hati akan ngeri melihatnya batin dunia.

Dan bagian pertama dari ayat tersebut menggambarkan penyebab penipuan dan keangkuhan karena dunia, yakni sisi lahir dunia. Sedangkan bagian kedua merupakan sumber nasi hat dan ibrah, dan ia adalah dimensi batin dunia.

2. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya kami telah men jadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya". Q.S. Al-Kahfi:7.

Tidak diragukan lagi bahwa dunia adalah perhiasan yang memikat hati-hati umat manusia. Akan tetapi, ia mengandung bencana, cobaan dan membawa dampak kehancuran bak um pan perburuan.

3. Allah SWT berfirman: "Ketahuilah, bahwa sesungguh nya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara karnu ser ta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhrat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan belaka." Q.S. Al-Hadîd 20.

Ayat ini juga memperlihatkan kedua sisi kehidupan dunia itu. Baik yang lahir maupun yang batin. la bagaikan curahan hujan yang turun dari langit menyirami bumi. Kemudian tumbuh tanaman-tanaman yang indah dan menarik perhatian para petani. Namun, setelah itu mengering, menguning dan akhir nya rusak.

Perbagai Cara Pandang terhadap Dunia

Pada hakikatnya, multidimensionalitas dunia terjadi aki bat beragamnya cara memandang dunia. Sebab, meski dunia itu satu, tapi sikap dan cara manusia memandangnya berbeda.

Ada manusia yang melihat dunia dengan pandangan yang terdistorsi hingga tertipu olehnya (ightirâ') dan ada manusia yang memandangnya dengan pandangan mengambil pelajaran (i'tibâr). Begitulah dua cara melihat dunia ini; yang satu dang kal dan terhenti pada posisi lahir dunia. Maka, baginya dunia ialah penjerumus dan penipu manusia. Sedangkan yang lainnya adalah pandangan yang menerawang jauh sampai ke batin kehidupannya dan orang ini akan zuhud terhadapnya. Kalau demikian, masalahnya sebenarnya berpulang pada cara pan dang dan bagaimana manusia mempersepsinya.

Jadi agar manusia memperbaiki perlakuannya terhadap dunia, maka sebelumnya, hendaknya mesti memperbaiki cara pandangnya terhadap dunia. Karena perlakuan manusia ter hadap sesuatu bergantung pada cara pandangnya terhadap hal itu.

Orang yang melihat dunia dengan pandangan yang terdis torsi, akan tersesat dan terperdaya. Kehidupan dunia bagi me reka adalah permainan dan pelalaian (lahwun wa la'ibun), sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Alquran di atas. Adapun orang-orang yang melihat dunia dengan pandangan i'tibâr, mereka akan berbuat di dunia dengan penuh kejujuran dan kesungguhan serta akan menyibukkan diri dengan akhirat daripada menjadikan dunia sebagai hiburan semata.

Dalam untaian kata Imam Ali as berikut ini, beliau men jelaskan tentang titik perbedaan manusia memandang dunia.

Imam Ali as bersabda: "Dahulu aku mempunyai saudara seagama, yang agung di depan mataku karena remehnya dunia di hadapan matanya".20

Amirul Mukminin Ali as menyifati dunia demikian: "Apa yang hendak kukata tentang tempat yang awalnya kesusahan dan akhirnya kehancuran? Halalnya diperhitungkan dan ha ramnya diberi balasan. Hartawannya celaka dan fakir miskin nya menderita".21

Dalam khutbah yang lain, beliau berseru: "Siapa yang mengejarnya, dunia akan luput darinya dan siapa yang enggan kepadanya dunia akan lulut di hadapannya".22

Inilah sunnatullah yang melandasi hubungan manusia dengan dunia yang tidak akan berubah. Orang yang mengekor di belakang dunia dan membuntutinya, hanya akan dibuat capek dunia. Setiap kali mendapat rizki yang dia dambakan, dia ingin yang lebih dari itu dan berusaha lagi untuk mencapai keinginannya yang ini dan demikian seterusnya. Sebaliknya, orang yang agak cuek terhadap dunia, maka ia akan datang dan orang itu akan meraih apa yang didambanya.

Berikut ini saya kutipkan ucapan Imam Ali as yang berkaitan secara langsung dengan pokok permasalahan kita, yaitu: "... Orang yang melihat melalui dunia, akan berpandangan dan yang melihat kepada dunia akan terbutakan."23

Syarif Al-Rady dalam menafsirkan perkataan ini berkata: "Orang yang merenungkan mutiara hikmah ini akan mendapat arti yang agung dan dalam."

Wacana itu ingin menjelaskan adanya dualitas panda ngan terhadap dunia:

Pertama, ibshâr biddunnyâ (memandang melalui dunia) yang penuh dengan pelajaran.

Kedua, ibshâr iladdunnyâ (memandang kepada dunia) pandangan yang terdistorsi oleh tipuan dan fitnah dunia.

Untuk lebih jelasnya, jika dunia dipakai sebagai cermin untuk melihat berbagai peradaban kuno, orang-orang zalim serta kesombongan mereka di bumi yang Allah siksa dengan sebenar-benar siksaan, maka pandangan semacam ini adalah pandangan yang mengambil pelajaraan dan mauizah.

Adapun jika dunia menjadi tujuan pandangannya dan mata pencahariannya, maka dunia akan memperdayainya, menjadi fitnah baginya dan, pada gilirannya, akan membutakannya. Dan manusia yang sudah terdistorsi pandangannya ini akan melihat dunia itu manis dan menawan.

Jadi, pandangan yang pertama itu adalah bahan pela jaran, kesadaran dan ketercerahan, sedang pandangan kedua adalah bahan fitnah, penipuan, pendistorsian dan pemanipu lasian.

Ibnu Abi Al-Hadîd dalam bukunya menjelaskan untaian kata ini dalam dua bait syairnya:

Dunia bagai mentan yang menyorotkan sinarnya yang menghancurkan.

Jika kau tatap pancaran cahayanya butalah matamu.

Namun, jika kamu melihat dengan cahayanya cerahlah peiiglihatanmu.

Tentang dua cara memandang ini, lebih khusus Imam pernah berkata:

"la (Allah) ciptakan pendengaran untuk menyimpan hal-hal yang penting, penglihatan untuk memperjelas kesamaran, sebagai pelajaran bagimu Mereka digelayuti angan-angan tanpa harapan Mereka sibuk memperhatikan kesehatan tubuh, tapi tidak sibuk memperhatikan kedekatan ajal. Apakah sanak- kerabat bisa menghalaunya (maut) atau raungan tangis bisa berguna baginya? Di pemakaman yang tertutup rapat dan pembaringan yang sempit mereka ditinggalkan sebatang kara. Ku lit-kulit tubuh mereka akan digerogoti ulat dan sisa-sisanya akan diterbangkan badai kemudian sedikit demi sedikit keduanya itu akan menghapuskan nisan mereka ..."24

Dalam konteks yang sama Imam Ali as berkata: "Dunia semata-mata titik pandang orang buta. la tidak dapat melihat apa yang berada di baliknya. Sementara orang yang berpandangan (tidak buta) bisa menernbus dunia dan mengetahui bahwa ada tempat dibaliknya. Maka orang yang melihat akan berang kat dari dunia, sedangkan orang buta berangkat menuju dunia. Orang yang melihat mencari bekal dari dunia, sedangkan orang buta mencari bekal untuk dunia".25

Sungguh orang yang buta adalah orang yang padangan nya tidak bisa menembus inti dunia. Dia sangat bergantung pada dunia karena ia adalah puncak tujuannya. Adapun orang yang melek, pandangannya mampu menembus inti dunia. Dia bisa melihat ada akhirat setelah dunia dan dia pun tidak bergantung padanya karena yakin pasti akan meninggalkannya.

Ibnu Abi Al-Hadîd - penyarah kitab Nahjul Balâghah - mempunyai penjelasan indah tentang masalah ini selain apa yang telah kami sebutkan di atas:

"Penyerupaan dunia dan apa yang terjadi setelahnya dengan orang buta dan kegelapan yang dikhayalkannya. Kegelapan, baginya, seperti benda inderawi. Padahal, kegelapan itu sebenarnya tidak bisa diindera. Kegelapan itu adalah ketidak beradaan cahaya atau tanpa cahaya. Misalnya, orang yang melihat lobang kecil yang gelap, dia akan segera mengkhayalkan wujud gelap di dalamnya. Padahal kegelapan itu tidak ada. Dan yang ada hanya ketidakadaan cahaya karena sedang meli hat kegelapan.

"Adapun orang yang melihat benda-benda inderawi de ngan menggunakan pancaran sinar, maka dia akan sepenuhnya bisa "menyaksikan" benda-benda inderawi itu dengan yakin.

"Begitu pula keadaan dunia dan akhirat. Penggemar du nia menjadikannya puncak tujuan semata-mata. Mereka meny angka dan rnengkhayalkan adanya benda inderawi yang me reka lihat, padahal sebenarnya rnereka tidak melihat apa-apa atau buta. Sedang penggemar akhirat pandangannya mampu melihat benda inderawi secara hakiki. Pandangan mereka tidak hanya terbatas pada dunia (yang khayali itu), tapi sesuatu setelahnya (yang hakiki). Dan mereka itulah sebenarnya yang berpenglihatan".26

Metode Memandang yang Benar

Melihat, seperti halnya tindakan-tindakan manusia yang lain mempunyai metode yang benar. Alquran sendiri telah men jelaskan kepada kita pelbagai metode berprilaku termasuk yang berkenaan dengan cara memandang.

Allah SWT berfirman: "Dan janganlah kamu tujukan (pandangkan) kedua matamu kepada apa yang telah Kami beri kan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal..." Q.S. Thâhâ:131.

Tamdîd adalah suatu cara melihat. Tamdîd berarti mel uaskan penglihatan terhadap rizki yang dianugrahkan pada orang lain. Dan kata mudda yang merupakan akar kata tamdîd itu mengacu pada arti tajâwuz (melampaui batas).

Ayat itu seakan ingin mengatakan bahwa ada sebagian orang yang melampaui dari rizkinya sendiri ke rizki yang dianugrahkan Allah pada hamba-hamba-Nya yang lain, berupa kemewahan kehidupan dunia.

Perluasan dalam melihat ini merupakan sumber ketersiksaan manusia. Karena dia mendamba yang tidak diberikan oleh Allah kepadanya. Dengan kata lain, ada sebagian orang mencari rizki dan ketika sudah mendapatkannya, dia mengharap rizki yang dimiliki orang-orang lain dan demikian seterusnya. Tentu saja, manusia model ini tidak akan henti-hentinya mengejar dunia dan berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkan nya.

Sebagaimana Amirul Mukminin bersabda: "... Dan berlari di belakang dunia, sampai berkepanjangan siksa yang dialaminya dari dunia. Dia tidak akan pernah mendapatkan tujuan nya."

Cara memandang dunia seperti ini berdampak kesedihan pada manusia dan kerakusan atas apayang ada di tangan orang lain. Berbeda dengan cara memandang yang ditegakkan atas dasar ta'affuf (menjaga harga diri) dari harta yang ada di tangan orang lain.

Jelas bahwa pandangan rasa cukup dan menjaga diri (istighnâ` wa ta'affuf) dari apa yang dimiliki orang lain atau tidak berkeinginan kepadanya, bukan berarti bertopang dagu dari usaha, kerja dan pergerakan di samudera kehidupan. Kare na, Muslim itu harus selalu berusaha dan bergerak, tapi tidak bertitik-tolak dari sikap rakus atas apayang ada di tangan orang lain.

Kalau demikian, cara pandang berperan cukup besar da lam keselamatan atau kekotoran jiwa. "Betapa banyak meman dang sekilas yang menyebabkan penyesalan."27

Akan tetapi, banyak juga pandangan mata yang bisa men jadi faktor istigâmah dan pembinaan prilaku manusia.

Islam tidak pernah melarang kita untuk melihat atau memandang sesuatu, tapi ia mengajarkan pada kita bagaimana melihat dan memandang pada sesuatu.

Berbagai Efek Psikologis dari Suatu Cara Pandang

Cinta Dunia dan Zuhud

Setiap cara melihat atau memandang mempuyai efek, baik positif maupun negatif, terhadap kehidupan manusia. Per lakuan manusia terhadap sesuatu menurut dan mengikuti pola pandangnya terhadap hal itu.

Setiap pola atau cara pandang akan meninggalkan pe ngaruh dan refleksi yangjelas pada prilaku manusia, pikiran dan jiwanya. Untuk melakukan suatu perubahan yang radikal pada kehidupan manusia, diperlukan perubahan pada cara pan dang seseorang pada dunia.

Masalah ini menduduki peringkat yang tinggi dalam me tode pedidikan keislaman. Atas dasar itu, saya akan mengkaji pengaruh-pengaruh kejiwaan dan prilaku (behavioral) bagi ma sing-masing dari kedua pola pandang itu. Yaitu pola pandang yang dangkal yang tidak mampu menembus dunia, yang diisti- lahkan Imam Ali as dengan al-ibshâr iladdunyâ (melihat pada dunia), maupun poJa pandang yang bisa menembus dunia yang diistilahkan dengan al-ibshâr biddunyâ.

Adapun paling besarnya pengaruh dari ke dua pola pan dang ini adalah hubbud-dunyâ (cinta dunia) dan zuhud. Yang pertama merupakan akibat alami bagi penglihatan yang dangkal dan tidak menembus batin dunia, sedangkan zuhud meru pakan akibat alami bagi penglihatan (pola pandang) yang men dalam dan menembus batin dunia. Berikut ini, analisis kedua keadaan ini dalam kehidupan manusia.

Hubbud-dunyâ

Hubbud-dunyâ atau cinta dunia ialah akibat alami bagi suatu penglihatan yang dangkal terhadap dunia. Penglihatan ini, sebagaimana yang pernah saya jelaskan, tidak bisa menguak lahir kehidupan dunia. Oleh sebab itu, orang dengan penglihatan seperti itu pasti akan terpikat dan terkungkung oleh gemerlapan dan keelokan duniawi. Sebaliknya, zuhud me rupakan akibat alami/pasti bagi pandangan yang sadar dan tajam terhadap dunia.

Cinta Dunia Sumber Segala Kejahatan Manusia

Tak ada satu kejahatan atau petaka yang terjadi melain kan sebagian atau seluruh akarnya tertancap pada cinta dunia.

Rasul bersabda: "Cinta dunia adalah pangkal segala ke maksiatan dan awal segala perbuatan dosa."28

Ali as berkata: "Cinta duniapangkal segala fitnah dan induk segala petaka."29

Ash-Shâdiq as berkata: "Pangkal segala kesalahan ada lah cinta dunia."30

Cinta Dunia Membawa Kepada Kekafiran

Kekufuran adalah pengaruh terbesar cinta dunia. Alqur an menyebutkan hubungan antara cinta dunia dan kekufuran dan akibat dari cinta dunia dalam banyak ayat.

1. Allah berfirman: "... kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesung guhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhi rat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum kafir". Q.S. An-Nahl : 106-107.

Bukan hanya kekufuran akibat dari cinta dunia yang terdapat dalam ayat yang mulia tersebut. Bahkan ia men jelaskan sesuatu yang jauh lebih daripada itu. Yaitu bahwa cinta dunia akan melapangkan dada manusia, sehingga dia merasa tenteram, bahagia dan patuh setia kepada kekufuran tersebut. Tentu saja, yang demikian itu lebih berbahaya daripada kekafiran itu sendiri. Mereka akan dimurkai Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya.

2. Allah SWT berfirman: ".... dan kecelakaan bagi orang- orang kafir karena siksaan yang sangat pedih. (yaitu) orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) darijalan Allah dan me nginginkan jalan yang bengkok " Q.S. Ibrahim 2-3.

Ayat ini jelas sekali hubungan antara cinta dunia dan kekafiran yang menghalangi jalan Allah.

Berbagai Pengaruh Psikologis Cinta Dunia

Cinta dunia mempunyai banyak pengaruh psikologis dan behavioral pada diri manusia. Berikut ini akan saya jelaskan sejumlah pengaruh tersebut.

1. Panjang Angan-angan pada Dunia

Tak diragukan lagi bahwa panjang angan-angan adalah pengaruh psikologis cinta dunia. Karena apabila seorang men cintai dunia akan selalu bergantung padanya. Dan dengan demikian dia akan terus mengangan-angankannya. Inilah pre mis pertama dalam masalah ini. Premis keduanya ialah bahwa orang yang panjang angan-angannya kepada dunia, akan lupa pada kematian. Konklusinya, persiapan amal salehnya buat akhirat semakin berkurang. Silogisme ini telah disinggung dalam beberapa nash keislaman.

Imam Ali as berkata: ''Tidaklah panjang angan-angan seorang hamba, kecuali jelek perbuatannya". [31]

Imam Ali as berkata: "Orang yang paling banyak beran gan-angan, paling jarang mengingat kematian". [32]

Imam Ali as berkata: "Manusia yang paling panjang angan-angannya adalah yang paling jelek perbuatannya". [33]

2. Merasa Tentram dengan Dunia dan Condong Padanya

Ini, sebagaimana yang telah saya jelaskan, adalah akibat dari panjangnya angan-angan pada dunia dan cinta dunia atau rela kepada dunia.

Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Karni, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidapan itu dan orang-orang yang melalai kan ayat-ayat Kami. Mereka itu ternpatnya ialah neraka, dise babkan apa yang selalu mereka kerjakan..." Q.S. Yunus:7-8.

Keadaan tenteram seperti itu bersifat palsu dan tidak hakiki. Dengan ketenteraman itu, manusia akan merasa bahwa dunia adalah tempat abadi baginya. Padahal dunia bukan tempat abadi. Kesenangannya cepat sirna, rusak dan hancur. Dan sesungguhnya tempat yang abadi hanyalah surga.

Allah berfirman: "Mereka bergembira dengan kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit)..." Q.S. Ar-Ra'd 26.

Allah berfirman: "Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal Q.S. Al-Mukmin:39.

Dunia hanya merupakan kesenangan yang lenyap semen tara alam akhirat tempat yang kekal berlawanan dengan sangkaan orang yang condong kepada dunia. Kecintaan dan ke relaan terhadap dunialah yang menyebabkan manusia memi liki waham yang demikian itu.

Imam Ali as pernah meriwayatkan sebuah hadis qudsi yang demikian bunyinya: "Aku heran pada orang yang melihat dunia dan menyaksikan perubahannya dari satu keadaan ke keadaan yang lain, tapi dia bisa merasa tenang dan tenteram padanya".34

Dalam hadis qudsi lain Allah berfirman kepada kalimul lah, Musa as: "Wahai Musa! Jangan condong pada dunia seper ti kecondongan orang-orang zalim dan kecondongan orang- orang yang menjadikannya sebagai ibu dan ayahnya. Cukup-cukupkanlah dirimu darinya".3 5

Ungkapari hadis tersebut sangat jernih dan dalam. Se bagian manusia ada yang condong pada dunia, padahal dunia itu hanyalah kumpulan keadaan-keadaan yang terus-menerus berubah, seperti kecondongan bocah pada ibu dan bapaknya. Sementara sebagian lain ada yang melihat dunia hanya sebagai gelimang lahwu dan permainan yang diperlombakan manusia secara batil. Kemudian, dia mengetahuinya dan tidak tertipu olehnya. Bahkan dia menggantikan dunia dengan kehidupan hakiki yang indah, yaitu kehidupan ukhrawi.

Allah berfirman: "Dan tiadalah kehidupan dunia ini me lainkan senda-gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhir nya itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui..." Q.S. Al-‘Ankabût:64.

3. Mengutamakan Kehidupan Dunia daripada Akhirat

Bila manusia sangat cinta dunia, dia pasti akan memen tingkan urusan duniawi daripada urusan ukhrawi. Allah telah menyebutkan dalam Alquran tentang perihal pengutamaan urusan duniawi di atas urusan ukhrawi.

Allah berfirman: "Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tenipat tinggal (nya)" Q.S. Al-Nâzi'ât:40-41.

Dan Allah juga berfirman: "Tetapi karnu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi padahal kehidupan akhirat lebih baik dan kekal." Q.S. Al-A'lâ:16-17. Pada hakikatnya, mereka menginginkan dunia belaka. Sikap mengutamakan dunia atas akhirat itu muncul jika terjadi benturan antara dunia dan akhirat. Yakni ketika manusia di tuntut memilih 'dunia tanpa akhirat' atau 'dunia - akhirat', maka mereka akan memilih dunia tanpa akhirat. Kalau begitu, sebetulnya mereka semata-mata ingin kehidupan dunia.

Allah SWT berfirman: "Maka berpalinglah (hai Muham mad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak menginginkan kecuali kehidupan duniawi..." Q.S. An- Najm 29.

Bahkan, lebih dari itu mereka tidak segan-segan menjual akhirat demi mendapat dunia.

Allah SWT berfirman: "Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat ". Q.S. Al-Ba qarah:86.

Berkenaan dengan masalah ini Rasulullah SAW bersab da: "Barangsiapa dihadapkan dua pilihan; dunia dan akhirat, lalu ia memilih dunia daripada akhirat, maka ia akan bertemu Allah SWT tanpa membawa kebaikan yang bisa mencegahnya dari neraka. Dan barangsiapa yang mengambil akhirat dan menolak dunia ia akan menemui Allah di hari kiamat dalam keadaan diridhai-Nya".36

Imam Ali as berkata: "Barangsiapa yang menyembah dunia dan mengutamakannya di atas akhirat, akan mendapat akibat yang buruk".37

Imam Ali as juga berkata: "Tidaklah manusia mening galkan urusan agamanya untuk memperbaiki urusan duni anya, kecuali Allah bukakan mereka sesuatu yang lebih mem bahayakan dirinya."38

Imam Ali as berkata pula: "Orang yang tidak peduli terhadap bencana yang menimpa urusan akhiratnya, asal saja urusan dunianya selamat, maka orang itu akan benar-benar celaka".39

4. Tergesa-gesa Ingin Beroleh Kesenangan Akhirat di Dunia

Tergesa-gesa ingin mendapat kesenangan akhirat di dunia ialah akibat lain dari cinta dunia. Allah mencipta manusia agar menikmati keindahan-keindahan surga. Tetapi, pecinta dunia yang bergantung dan merasa tenteram padanya, ingin merengkuh kesenangan-kesenangan akhriat itu di dunia. Dia tak ubahnya petani yang tergesa-gesa ingin menuai sebelum waktunya, lalu dia memetik buah-buahan yang masih mentah. Atau tak ubahnya anak kecil yang tergesa-gesa meminta ke senangan usia setengah baya atau usia tua, lalu dia habis waktunya untuk bermain dan mengabaikan sekolahnya. Orang itu tak lain hanya mengorbankan kepenatannya yang sebentar demi kesengsaraan usia senjanya.

Ayat berikut sangat tepat menggambarkan pengertian tersebut di atas, Allah berfirman: "Kamu telah menghabiskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu." Q.S. Al-Ahqâf:20.

Seakan-akan Allah benar-benar telah menyimpan kesena ngan-kesenangan ini untuk diberikan pada manusia di akhirat yang merupakan tempat yang abadi. Namun, pada galibnya, manusia tergesa-gesa mengambilnya di dunia sebelum tiba waktunya. Lalu, dia menikmatinya dalam keadaan mentah dan mudah rusak.

Al-'Âjilah

Oleh sebab itu, Alquran menamakan dunia dengan al- 'âjilah yang berarti bahwa dunia adalah tempat manusia ter gesa-gesa mendapatkan kesenangan-kesenangan akhirat sebe lum tiba waktunya. Allah berfirman: "Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki terhadap orang yang kami kehen daki..." Q.S. Al-Isrâ`:18. Kita butuh untuk banyak merenungkan dan memikirkan bagian akhir ayat tersebut, yaitu (Apa yang Kami kehendaki untuk orang yang Kami kehendaki). Karena ketergesa-gesaan manusia untuk memperoleh kesenangan-kesenangan akhirat di dunia ini bukan berarti bahwa manusia pasti akan menda patkan seluruh kesenangan duniawi yang ia kehendaki. Tetapi, manusia akan mendapatkannya sekehendak Allah yang mem beri manusia secara segera (cepat) jika manusia minta segera. Begitu juga sedikit-banyaknya yang diperolehpun ditentukan Allah.

Perkara rizki tetap ada di tangan Allah bukan di tangan manusia. Semakin tergesa-gesa manusia untuk mendapat rizki dunia ini, semakin terhalang dia meraih kesenangan-kesena ngan akhirat.

Dalam konteks ini, Allah SWT berfirman: "Dan rnereka berkata: "Ya Tuhan karni, cepatkanlah azab yaiig diperuntukkan bagi kami sebelum hari hisab..." Q.S. Shâd:16.

Maksudnya segerakanlah bagian (harta kekayaan) kami agar kami merasakannya di dunia sebelum hari Perhitungan (yaumul hisâb).

Kemudian Allah juga berfirman: "Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidu pan dunia" Q.S. Al-Qiyâmah:20.

Firman Allah yang lain: "Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak rnemper dulikan hari yang berat (hari akhirat).." Q.S. Al-Insân:27.

Ketika kita perhatikan secara seksama nash-nash ini, kita akan dapatkan bahwa masalah benturan antara dunia dan akhirat tidak selalu terjadi pada ruang lingkup yang haram saja, tapi terjadi pula pada yang halal. Inilah letak keindahan cakrawala pemikiran keislaman.

Sejumlah nash menjelaskan bahwa Rasulullah SAWW, Ah lul Baitnya as dan hamba-hamba Allah yang saleh membenci sikap berlebihan (ifrâth) dalam menikmati dunia. Barangkali penyebabnya adalah bahwa ifrâth dalam menikmati kesenangan-kesenangan duniawi akan menyebabkan kecintaan manusia terhadap dunia dan akan menambah ketergantungan manusia pada dunia. Karena, hubungan antara cinta dunia dan isti'jâl (keinginan untuk cepat-cepat mendapat kesenangan du nia) adalah hubungan timbal balik yang sangat erat. Jadi ma nusia yang mencintai dunia, akan tergesa-gesa ingin menikmati kesenangan-kesenangannya. Sedikitpun saya tidak ragu bahwa sebagian benturan antara kesenangan-kesenangan duniawi dan ukhrawi terjadi dalam ruang lingkup yang halal. Saya tidak perlu menjelaskan kembali bahwa benturan ini tidak berarti keharaman perhi asaan dan rizki yang bagus yang telah dianugrahkan Allah pada hamba-hamba-Nya, sebab ia bukan benturan antara yang halal dan yang haram. Dan ini sebagaimana yang telah saya sebutkan di atas adalah merupakan keunikan pemikiran keislaman.Sebaiknya terlebih dahulu saya nukilkan nash-nash keis laman yang berkaitan dengan masalah ini, kemudian saya uraikan dan terangkan.

Beberapa Contoh Nash Keislaman

Umar bin Khatab mengkisahkan: "Aku berkata pada Rasullah SAW: "Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia melapangkan (rizki) pada umatmu. Sungguh Allah telah mela pangkan rizki pada bangsa Persia dan Romawi, padahal mereka tidak menyembah Allah. Kemudian Rasulullah bangun (tempat tidurnya) dan duduk lalu bersabda: 'Hai Ibnu Khatab, apakah kamu masih ragu? Mereka adalah kaum yang disegerakan untuk mendapatkan kemewahan-kemewahan (ukhrawi) di da lam kehidupan duniawi."40

Suatu ketika Rasulullah dihidangi sepotong roti, namun beliau enggan memakannya. Lalu sahabatnya bertanya: 'Apa kah Anda mengaharamkannya? Beliau menjawab: 'Tidak! Tapi aku tidak suka jiwaku menampakkan keinginannya pada roti itu. Kemudian beliau membaca ayat: 'Kamu telah mengha biskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniamu'. Q.S. Al-Ahqâf:20.41

Umar bin Khatab meriwayatkan: "Aku minta izin untuk bertemu Rasulullah SAW, di kebun Ummu Ibrahim. Ketika itu beliau dalam keadaan berbaring dan meletakkan sebagian anggota badannya di atas tanah. Di bawah kepalanya ada sebuah bantal yang terbuat dari daun pohon gandum. Kemudian aku mengucapkan salam pada beliau, setelah itu aku duduk dan mulai bertanya: 'Wahai Rasulullah, engkau adalah Nabi Allah, kekasih-Nya dan makhluk terbaik-Nya. Kisra dan Kaisar duduk di singgasana emas yang beralaskan permadani dan sutera. Kemudian Rasulullah bersabda: 'Mereka adalah kaurn yang disegerakan kesenangan-kesenangan yang tidak bertahan lama untuk mereka. Sedangkan kesenangan-kesenangan kita akan diberikan di akhirat nanti".42

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah mendata ngi Ahlu Suffah sementara mereka seclang menambal pakaian- pakaiannya dengan kulit, lalu mereka tidak mendapatkan tambalan lagi. Kepada mereka Rasulullah bersabda: “Apakah kalian hari ini dalam keadaan baik? Atau hari kalian di pagi harl mengeluarkan pakaian lalu sore harinya ganti dengan yang lain; hari dihidangkan buat kalian. semangkok makanan dan di sore hari dihidangkan semangkok lain; dan rumah kalian tertutup rapat seperti Ka'bah?” Mereka menjawab: "Hari itu keadaan kami tentu lebih baik!" Salah! Tapi keadaan kalian hari ono lebih baik daripada hari itu." Kata Rasul.43

Nabi SAW pernah melihat Fathimah as berkerudung kain dari kulit onta, sedang menumbuk gandum dengan tangannya dan menyusui putranya.

Dengan air mata yang mengalir, beliau bersabda: "Duhai putriku, kau segerakan kepahitan dunia demi memperoleh kemanisan akhirat. Kemudian Fatimah menjawab: "Ya Rasu lullah, Alhamdulillah atas segala kenikmatan-Nya dan teri ma kasih atas segala kebaikan-Nya." Lalu Allah menurunkan ayat: "Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas”. Q.S. Adh-Dhuhaa:5.44

Imam Ash-Shâdiq as berkata: "Kita sangat mencintai dunia tanpa bisa meraih lebih banyak daripada yang telah diberikan-Nya. Tidaklah seorang anak Adam mendapat sepeng gal dari dunia, kecuali berkurang bagiannya kelak di akhirat”.45

Imam Ash-Shâdiq as berkata: "Nabi terakhir yang akan masuk surga adalah Nabi Sulaiman bin Daud karena kenikma tan-kenikmatan yang sudah diberikan kepadanya di dunia".46

Imam Ali as berkata: "Setiap bagian dunia yang hilang darimu, akan menjadi harta rampasan".47

Imam Ali as berkata: "Getirnya dunia adalah manisnya akhirat dan manisnya dunia adalah getirnya akhirat dan se jelek-jeleknya kesudahan”.48

Imam Ali as berkata: "Siapa yang mencari sesuatu dari dunia akan kehilangan yang lebih banyak dari yang dicarinya di akhirat."49

Imam Ali as berkata: "Sesuatu yang bertambah di dunia akan berkurang di akhirat dan sesuatu yang berkurang dari dunia akan bertambah di akhirat."50

Abi Abdillah as meriwayatkan dari Ali bin Husein as: "Tidak pernah disodorkan padaku dua hal, yang satu untuk dunia dan yang lain untuk akhirat, kemudian aku memilih dunia melainkan akan tampak padaku sebelum waktu sore tiba apa yang tidak kusukai." Kemudian Abu Abdillah bertutur: "Bani Umayiyah lebih mengutamakan dunia daripada akhirat sejak 80 tahun yang lalu, dan mereka tidak pernah melihat sesuata yang tidak mereka sukai."51

Imam Ali as mensyarahi pengertian di atas, beliau ber kata:

"Ketahuilah bahwa kekurangan di dunia dan pertamba han di akhirat lebih baik daripada kekurangan di akhirat dan pertambahan di dunia. Betapa banyak 'yang kurang', tapi men guntungkan dan 'yang banyak', tapi merugikan. Sesungguh nya, yang kuperintahkan lebih luas daripada yang kularang dan yang dihalalkan lebih banyak daripada yang diharamkan. Maka, tinggalkanlah 'yang sedikit' demi mendapatkan 'yang lebih banyak' dan 'yang sempit' demi mendapatkan 'yang lebih luas'. Sungguh rizki kalian telah dijamin, sementara (kemu dian) kalian disuruh berbuat".52

Jangan (abaikan) sesuatu yang diwajibkan untuk men cari sesuatu yang 'sudah dijamin'. Demi Allah, kilang sudah keraguan dan tinggallah keyakinan, sehingga yang dijamin itidah yang diwajibkan. Seakan-akan, 'yang dijamin' adalah mempersiapkan kalian untuk sesuatu 'yang ditentukan'.

Maka, bersegeralah untuk beramal dan takutlahpada ajal yaiig datang tiba-tiba. Tak seorangpun mengharap kembalinya usia sebagaiinana mengharap kembalinya rizki. Rizki yang hilang hari ini, masih bisa diharapkan bertambah banyak esok hari. Sedangkan usia yang hilang kemarln tldak bisa diharap kembali hari ini. Pengharapan hanya berlaku pada yang akau datang dan penyesalan berlaku pada sesuatu yang telah lewat.

Allah berfirman: 'Hai orang-orangyang beriman, bertak- walah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam kea daan Muslim.' Q.S. Âlu ‘Imrân:102".53

CATATAN KAKI :

[1] Bihârul Anwâr, 77:352.

[2] Nahjul Balaghah , hikmah 77; Bihârul Anwâr, 73:129.

[3] Bihârul Anwâr ,77:374.

[4] Bihârul Anwâr ,78:23.

[5] Ghurarul Hikam, karya Al-Âmudî, 1:109.

[6] Bihârul Anwâr ,78: 311.

[7] Nahjul Balâghah , khutbah 226.

[8] Orang yang hidupnya lebih mudah menjaga kehormatan diri, sedangkan yang hanyak keperluannya terpaksa bersusah-payah dan seringkali meren dahkan diri atau merengek di hadapan penguasa. pejahat, hartawan dsb.

[9] Nahjul Balâghah , Kitab ke-3.

[10] Nahjul Balâghah , Khutbah ke-83.

[11] Nahjul Balâghah , Khutbah ke-82.

[12] Nahjul Balâghah , Surat ke-83.

[13] Nahjul Balâghah , Khutbah ke-52.

[14] Nahjul Balâghah , khutbah 111.

[15] Nahjul Balâghah , khutbah 113.

[16] Nahjul Balâghah , khutbah 99.

[17] Lumadhah adalah sisa makanan yang ada di mulut. Blhârul Anwar, 73:133.

[18] Blhârul Anwar, 73:133.

[19] Blhârul Anwar, 73:99.

[20] Nahjul Balâghah , Al-hikmah 289.

[21] Nahjul Balâghah , Al-hikmah 82.

[22] Nahjul Balâghah , Al-hikmah 82.

[23] Nahjul Balâghah , Khutbah 289:1:106, cet. Subhi Saleh.

[24] Nahjul Balâghah , Khutbah 83.

[25] Nahjul Balâghah , Khutbah 133.

[26] Syarah Nahjul Balâghah , karya Ibnu Abil Hadîd, 8:276.

[27] Wasâ`il Asy-Syi'ah, 14:130; Furû' Al-Kâfî, 5:559; Mîzânul Hikmah, jilid 10.

[28] Ghuraul Hikam, karya Al-Âmudî, 1:134.

[29] Biharul Anwâr , 73:7.

[30] Biharul Anwâr , 73:7.

[31] Biharul Anwâr , 72:166.

[32] Ghurarul Hikam , karya Al-Âmudî, 1:190.

[33] Ghurarul Hikam , karya Al-Âmudî, 1:190.

[34] Biharul Anwâr, 73:97.

[35] Biharul Anwâr, 13:354 dan 73:67-73.

[36] Biharul Anwâr, 76:364 dan 73:103.

[37] Biharul Anwâr, 73:104.

[38] Biharul Anwâr, 70:107.

[39] Biharul Anwâr, 77:177.

[40] Kanzul ‘Ummâl : 4664.

[41] Nur Ats-Tsaqalain , 5 : 15.

[42] Kanzul ‘Ummâl : 4444.

[43] Nur Ats-Tsaqalain , 5:594; Mîzânul Hikmah, 3:326-327.

[44] Nur Ats-Tsaqalain , 5 : 594; Mîzânul Hikmah, 3:326-327.

[45] Bihârul Anwâr , 71:81.

[46] Bihârul Anwâr , 4:73.

[47] Bihârul Anwâr , 14:74.

[48] Ghurarul Hikam :243; Nahjul Balâghah, 2: 282, Al-Hikmah, 2:343.

[49] Ghurarul Hikam, 2:221.

[50] Ghurarul Hikam, 3:326.

[51] Bihârul Anwâr , 73:127.

[52] Nahjul Balâghah, 2: 282, Khutbah ke-113.

[53] Nahjul Balâghah, 2: 282, Khutbah ke-113.