Dialog Ke-11
Mengapa Kita Memerlukan Nabi?
Wilson: Mengapa manusia memerlukan seorang nabi atau rasul Tuhan? Manusia dianugerahi dengan kemampuan mental yang dengannya ia dapat membedakan antara baik dan buruk. Seseorang dapat berkata bahwa tidak ada perlunya kita bimbingan langit untuk mengatakan kepada kita apa yang harus kita lakukan dan apa yang tidak boleh kita lakukan. Rata-rata orang mampu berlaku rasional untuk dirinya, sehingga ia bisa berhubungan dengan orang lain dan keluarganya secara rasional tanpa perlu adanya hukum Ilahi.
Chirri: Kenabian diperlukan karena beberapa alasan:
1. Adanya Kebutuhan untuk Mengingatkan Manusia Kepada Tuhan
Secara teoritis, manusia mampu berargumen secara deduktif (menggunakan silogisme) akan keberadaan Sang Pencipta melalui pengamatannya terhadap ciptaan-ciptaan Tuhan di muka bumi. Manusia yang berfikiran bebas mampu memahami hal-hal yang abstrak dan ide-ide universal. Lantaran nafsu atau kebutuhan, kita nyaris lekat dan terikat dengan dunia materi. Ketertarikan kepada materi dunia telah membuat kita berpaling. Kendatipun orang kebanyakan tidak mampu melepaskan pemahamannya ihwal penciptanya, namun kita juga tidak dapat berharap kepada orang kebanyakan menalak dirinya dari dunia materi untuk berpikir jelas dan jernih tentang Tuhan.
Tatanan yang menakjubkan yang terdapat pada alam semesta menandakan keberadaan Sang Penata, Tuhan Yang Mahakuasa. Namun manusia terpikat perhatiannya terhadap yang kecil dalam memperhatikan hukum-hukum natural. Manusia menjadi terbiasa mengapa matahari terbit di belahan timur bumi. Umat manusia kurang menaruh perhatian terhadap pentingnya pengenalan terhadap Sang Pencipta. Pengenalan universal manusia akan keberadaan-Nya bukan merupakan hasil pemikiran umum, namun berdasarkan kepada ajaran orang-orang yang dianugerahi yang berhasil membawa manusia kepada kesimpulan seperti ini.
2. Kebutuhan Terhadap Seseorang Yang Memiliki Otoritas Yang Tak Terbantahkan
Manusia berbeda dalam pendidikan, kemampuan, perasaan dan latar belakang; sehingga mereka berbeda dalam cara pandang. Banyak isu penting berkenaan dengan perbuatan manusia yang sangat kontroversial di kalangan setiap individu dan kelompok. Etika dan akhlak sangat diperdebatkan. Pembenaran filosofis dapat dijumpai pada hampir sudut pandang. Alih-alih menjelaskan isu-isu ini sehingga seseorang menemukannya untuk membuat sebuah pilihan rasional, pembenaran filosofis justru semakin menambah kebingungan. Akal dan filsafat telah gagal menjadi sebuah solusi bagi pertanyaan-pertanyaan moral dan etika. Pelbagai jawaban yang kita cari harus dicari dari seseorang yang memiliki otoritas yang tak terbantahkan, dimana kepadanyalah setiap individu dan kelompok harus berserah diri. Pemiliki otoritas itu adalah Tuhan.
3. Kebutuhan Ibadah Kepada Tuhan
Kendati seorang pemikir bebas boleh jadi mengenali Tuhan dan kebesaran-Nya, ia biasanya melalaikan pentingnya penyembahan dan pemujaan. Bahkan jika seseorang perlu kepada penyembahan, ia tidak tahu bagaimana melakukannya. Sebagian orang boleh jadi berpikir pentingnya berkorban dan membakar binatang dan hewan, sebagian lainnya memburu binatang atas nama Tuhan. Sebagian orang percaya hidup zuhud dan asketik dicintai oleh tuhan-tuhan, sementara sebagian lainnya meyakini bahwa kehidupan merupakan sesuatu yang sangat dibenci oleh Tuhan dan destruktif bagi umat manusia. Sebagian orang memuja Tuhan dengan bernyanyi dan memainkan alat-alat musikal, sementara yang lain meyakini kepada penyerahan diri dan bertekuk lutut sebagai bentuk pengabdian. Bentuk yang diterima harus sesuai dengan kehendak Tuhan, bukan berdasarkan kepada keinginan dan anggapan kita. Tuhan membuat kehendak-Nya jelas kepada kita melalui seorang nabi atau rasul.
4. Kebutuhan untuk Mengendalikan Gejolak Nafsu
Manusia yang tak terbimbing dan terbina, mirip dengan binatang dalam bangunan instingnya. Akal akan tunduk dalam pelayanan memuaskan nafsu, kecuali diperkenalkan sebuah elemen yang mampu mengendalikan dan mencegahnya untuk tidak tunduk di bawah pengaruh nafsu. Filsafat tidak banyak membantu dalam mengendalikan hawa nafsu, ia hanya dapat sedikit membantu dalam hal ini; juga tidak terdapat konsistensi dalam filsafat yang menyerukan kita untuk mengontrol hawa nafsu. Beberapa orang mencari kesimpulan bahwa kita harus berjuang untuk memenuhi kepuasan instingtif. Kini kita berjuang melawan ideologi ultra-materialistik semacam ini, doktrin yang melemahkan kendali nafus dikarenakan alasan-alasan moral. Standar moral dan etika semuanya berada bersama Tuhan. Ketika para nabi-Nya menyampaikan firman-Nya, itu akan menjadi basis kuat untuk menghentikan pertikaian seputar masalah ini.
5. Kebutuhan Informasi akan Hari Kiamat
Bagi seseorang yang percaya kepada Tuhan, kemungkinan besar ia akan percaya bahwa hidupnya akan berlanjut setelah kematian dalam beberapa bentuk. Mungkin juga ia akan percaya bahwa akan ada sebuah hari perhitungan yang di dalamnya manusia akan diberi ganjaran dan balasan. Bilamana ada kehidupan semacam itu setelah kehidupan ini, manusia harus mempersiapkan dirinya untuk perhitungan tersebut. Hanya Tuhan yang dapat mengetahui kehidupan pada hari kiamat. Filsafat tidak dapat membantu dalam hal ini; juga manusia tidak akan mampu mendeduksi keberadaannya setelah kehidupan ini melalui observasi atau pengalaman di dunia ini. Hanya Tuhan yang memiliki ilmu tentang hal ini. Dia dapat menyampaikan kabar ini melalui seorang nabi sehingga manusia mengetahui masalah ini dan mendapatkan peringatan.
Jawaban atas pertanyaan di atas terletak di tangan Tuhan. Dia dapat membagi pengetahuan ini kepada manusia sesuai dengan yang Dia kehendaki. Salah satunya adalah mengutus seorang nabi yang menjawab dengan jelas setiap pertanyaan tersebut sebagai mediator antara Tuhan dan manusia. Ajaran-ajaran dari nabi samawi ini menyuguhkan beberapa tujuan berikut ini:
A. Untuk menarik perhatian manusia kepada signifikansi riil dari tatanan agung alam semesta, yang menjadi non-signifikan bagi manusia biasa, karena familiarnya mereka dengan masalah ini. Alam semesta yang penuh keajaiban dan tak-terbatas; dan jika direnungi secara seksama, akan menuntun kepada iman yang dalam dan kuat kepada Sang Pencipta. Perhatian manusia dapat ditarik kepada ayat-ayat natural ini melalui ajaran dan bimbingan nabi.
B. Mengekspresikan standar moral dan kode etik yang dapat dihadapi dan diselesaiakan oleh manusia dalam menghadapi isu-isu kontroversial dalam masalah etika.
C. Membuat perintah dan titah Tuhan untuk beribadah menjadi jelas dan mengajarkan kepada kita untuk menunaikan ibadah tersebut.
D. Menyampaikan aturan kepada kita yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kita dan menstimulir aspirasi kita untuk ketinggian dan kesucian yang bilamana meningkat secara progressif dapat mendudukkan kita setingkat dengan para malaikat.
E. Menginformasikan kepada kita secara jelas bahwa ada atau tiadanya kehidupan setelah mati. Informasi ini hanya dapat diperoleh dari Sang Pencipta melalui orang yang mengetahui bahwa Dia akan menciptakan dunia lain.
Wilson: Ajaran samawi ini sama sekali tidak menyuguhkan tujuan-tujuan ini, karena kita masih bercekcok dalam isu-isu moral dan etika. Ketidaksesuaian masih terdapat dalam masalah tata cara ibadah kepada Sang Pencipta, Keberadaan-Nya dan kehidupan setelah kematian.
Chirri: Tujuan-tujuan ini telah disajikan secara memuaskan, karena sebagian besar manusia telah bersepakat dalam isu-isu moral dan meyakini Sang Pencipta dan Hari Kiamat. Dengan penerimaan prinsip-prinsip samawi ini oleh sebagian besar umat manusia, manusia dapat membatasi gejolak nafsunya dan memoralisasi dunia hingga pada tingkatan tertentu.
Terlebih, warta samawi ini tetap diperlukan meskipun jika tidak untuk melayan tujuan-tujuan ini. Hal ini benar adanya lantaran Sang Pencipta seyogyanya menyediakan kesempatan ini demi membuat kita mampu untuk mengenal-Nya dan membantu untuk meninggikan moralitas kita, yang menarik garis aktual antara manusia dan hewan.
Tatkala Tuhan menciptakan dunia lain atau berencana untuk menciptakannya, Dia harus membuatnya masyhur bagi manusia melalui warta samawi-Nya ini, yang merupakan satu-satunya jalan yang dapat membuat kita mengenalnya. Jika Sang Pencipta tidak mengutus nabi-Nya untuk menyampaikan warta ini kepada manusia, kita dapat dimaafkan ketika kita tidak mengetahuinya, dan kita tidak akan memiliki kesempatan untuk menggapai kesempurnaan. Terlebih, jika Dia mencipta dunia lain, dan membuatnya misterius bagi kita, ciptaan-Nya dapat disebut sebagai sesuatu yang sia-sia. Tuhan tidak melalaikan manusia karena mereka berada pada tingkatan yang sangat sederhana. Oleh karena itu, banyak orang-orang pilihan yang dipilih oleh Sang Pencipta untuk menunaikan tugas agung dan mulia ini, mengadakan perbaikan dan mengajarkan manusia ajaran samawi.
Wilson: Dari kata "nabi" kita mengetahui bahwa seorang nabi harus berkomunikasi dengan Tuhan dan menerima firman-Nya. Corak komunikasi manusia adalah fisikal, baik melalui audio atau membaca beberapa kata yang tertulis. Seorang nabi seperti manusia sebagaimana kita. Ia dapat mendengar suara melalui indra pendengaran dan melihat tulisan melalui indra penglihatan. Tapi Tuhan tidak bersifat fisikal. Dia tidak berfirman dengan suara, juga tidak menulis dengan tangan. Bagaimana seorang nabi berkomunikasi dengan Tuhan?
Chirri: Seorang nabi dapat berkomunikasi dengan Tuhan melalui salah satu jalan di bawah ini:
1. Ia menerima wahyu secara mental. Tuhan menunjukkan kepadanya secara ruhani kebenaran, dengan menciptakan pengetahuan tentang kebenaran itu dalam benaknya.
2. Tuhan menciptakan beberapa firman yang dapat didengar oleh nabi, dalam objek yang tak-terkatakan. Wahyu pertama yang diterima oleh Musa melalui jalan ini. Ia mendengar firman Tuhan yang datang dari sebuah pohon.
3. Seorang nabi dapat menerima sebuah pesan jelas dari Tuhan melalui malaikat utusan. Nabi Muhammad menerima al-Qur'an melalui Malaikat Jibril. Dari al-Qur'an kita membaca:
"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu seorang ruh dengan perintah Kami (sebagaimana Kami juga telah mengutus seorang ruh kepada para nabi sebelummu). Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu. Tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Qs. asy-Syura [42]:51)
Tidak satu pun dari jalan ini yang digunakan oleh seorang nabi dalam berkomunikasi dengan Tuhan merupakan sesuatu yang biasa bagi manusia selainnya. Dan tiada satu pun dari hal ini mustahil adanya bagi orang lain. Sang Pencipta dapat berkomunikasi dengan hamba-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Betapapun, penerima wahyu harus memiliki kualifikasi tertentu yang menempatkannya lebih qualified secara spiritual dari manusia lainnya.
Wilson: Sejarah menyaksikan betapa banyak orang yang mengklaim dirinya sebagai nabi. Orang-orang ini tampil di pelataran sejarah dalam masa yang berbeda, dan beberapa dari mereka masih hidup. Kita tahu bahwa beberapa dari mereka merupakan nabi yang sebenarnya, dan sebagian lainnya adalah palsu. Bagaimana kita dapat membedakan antara nabi yang benar dan nabi palsu?
Chirri: Seorang nabi merupakan utusan Tuhan. Ia merupakan duta Tuhan bagi manusia. Seorang duta harus memiliki surat-surat kredensial, beberapa tanda-tanda yang membuktikan kebenarannya.
Tidak seorang pun yang diterima sebagai seorang duta berdasarkan klaimnya sendiri. Terlebih, kita jumpai bahwa orang-orang tersebut yang diyakini sebagai para nabi dibekali dengan beberapa kekuatan luar biasa yang tidak dapat dijumpai pada orang-orang selainnya.
Musa dibekali kekuatan oleh Tuhan untuk merubah tongkatnya menjadi seekor ular, mengganti air menjadi darah, dan memecah lautan dengan sebuah pukulan tongkatnya. Isa dimodali kekuatan untuk menyembuhkan tanpa obat, dan menurut al-Qur'an, berbicara kepada orang-orang selagi ia masih dalam buaian. Muhammad dibekali dengan bahasa yang agung, Kitab Suci al-Qur'an, yang menantang manusia untuk memproduksi yang serupa dengan yang dimiliki al-Qur'an.
Wilson: Haruskah seorang nabi dalam bentuk seorang manusia atau dapatkah Tuhan mengutus seorang nabi yang bukan manusia (seperti malaikat) kepada manusia?
Chirri: Seorang nabi merupakan sebuah teladan bagi umat manusia. Ia harus memiliki tabiat yang sama seperti dengan mereka, kemampuan yang sama, dan keterbatasan yang sama. Keteladanan yang menarik bagi manusia harus dapat dicapai. Ia harus memiliki kemampuan menarik manusia untuk mengikutinya. Jika seorang nabi berbeda tabiatnya dengan manusia, manusia tidak akan berupaya mengikutinya dan menjadikannya sebagai teladan. Kesempurnaan relativ ditunjukkan oleh seorang nabi harus menjadi mungkin bagi seluruh pengikutnya. Jika seorang manusia menunjukkan kepadaku sebuah derajat kemuliaan hidup, saya boleh jadi tergoda untuk mencapai derajat tersebut. Ia dan aku adalah sama sebagai manusia. Apa yang menjadi mungkin baginya adalah menjadi mungkin bagiku. Tapi jika seorang malaikat menunjukkan kepadaku sebuah kemuliaan moral, saya barangkali tidak tergoda untuk mengikutinya sebagai teladan. Apa yang menjadi mungkin baginya boleh jadi mustahil bagiku. Lantaran ia tidak berasal dari tabiat yang sama denganku.
Ada alasan lain yang diyakini bahwa umat manusia harus menerima nabi manusia: Kita telah mengemukakan bahwa seorang nabi diharapkan membenarkan kejujurannya dengan menunjukkan sebuah perbuatan yang tidak biasa. Dengan melakukan hal itu manusia akan tahu bahwa ia dibekali oleh Tuhan, lantaran apa yang ia lakukan adalah di luar kemampuan naturalnya. Hal ini tidak akan berfungsi jika seorang nabi adalah bukan manusia -katakanlah seorang malaikat-. Seorang nabi manusia boleh jadi, sebagai contoh, menunjukkan kebenarannya dengan terbang tanpa ada alat bantuan. Jika seorang malaikat melakukan hal yang sama, hal itu tidak akan menunjukkan kebenarannya. Terbangnya tidak mesti di luar kemampuan naturalnya, lantaran ia boleh jadi tidak terpengaruh secara natural oleh gaya gravitasi.
Wilson: Keyakinan kepada kenabian termasuk apa saja dalam pandangan Islam?
Chirri: Keyakinan kepada kenabian, dari sudut pandang Islam, termasuk beberapa poin berikut ini:
1. Kepada kenabian Muhammad. Muhamamd adalah nabi agung yang tidak diutus hanya kepada bangsa tertentu, tapi diutus kepada seluruh umat manusia. Dari al-Qur'an kita membaca ayat yang menegaskan poin ini. Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-Nya, nabi ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” (Qs. al-A'raf [7]:158)
2.Keyakinan kepada kenabian dari seluruh nabi yang datang sebelum Nabi Muhamad lantaran mereka dikenali oleh al-Qur'an:
"Katakanlah (hai orang-orang mukmin), “Kami beriman kepada Allah dan apa yang telah diturunkan kepada kami dan apa yang telah diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub dan (para nabi dari) anak cucunya, serta kepada apa yang telah diberikan kepada Musa, Isa, dan kepada nabi-nabi (lain) dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (Qs. al-Baqarah [2]:136)
3. Keyakinan kepada Muhammad sebagai Nabi terakhir yang kematiannya menutup pintu kenabian. Kita membaca dari al-Qur'an demikian:
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah ayah dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Qs. al-Ahzab [33]:40)
Redaksi khatam (pamungkas, terakhir) bermakna segel yang menutup sebuah kontainer atau segel yang stampnya menegaskan otensisitas kandungan dari sebuah dokumen tertulis atau sebuah pesan. Menyegel untuk menutup atau menegaskan diletakkan pada akhir dari apa yang ditutup atau ditegaskan.
Nabi Muhammad bersabda kepada saudaranya Ali:
"Kedudukanmu bagiku adalah seperti kedudukan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada nabi selepasku."