Peri Kehidupan 14 Manusia Suci

Peri Kehidupan 14 Manusia Suci0%

Peri Kehidupan 14 Manusia Suci pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Rasulullah & Ahlulbait

Peri Kehidupan 14 Manusia Suci

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Penerjemah Ansariyan
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 14038
Download: 9084

Komentar:

Peri Kehidupan 14 Manusia Suci
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 17 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 14038 / Download: 9084
Ukuran Ukuran Ukuran
Peri Kehidupan 14 Manusia Suci

Peri Kehidupan 14 Manusia Suci

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Peri Kehidupan 14 Manusia Suci

Oleh

Penerjemah Ansariyan

Sekapur Sirih dari Allamah Thabathaba'i

Pesan Spritual Syiah

Pesan ruhani Syiah kepada dunia dapat diringkas dalam satu kalimat: “Ma‟rifat kepada Allah.” Atau dengan kata lain, memerintahkan manusia untuk mengikuti jalan Ilahi dan pengetahuan tentang Allah sehingga meraih kemenangan dan keselamatan. Pesan ini berisikan pesan yang sama sebagaimana yang diusung oleh Nabi Saw dalam memulai misi kenabiannya ketika ia berkata: “Ayyuhannas! Ketahuilah! bahwa tidak ada Tuhan selain Allah sehingga engkau meraih kemenangan.”

Karena pesan ini bersifat pesan ringkas, kami akan menambahkan bahwa manusia di alam semesta ini terkondisi oleh alam untuk meraih banyak tujuan dalam hidupnya dan untuk meraih kesenangan-kesenangan bendawi. Manusia menyenangi lezatnya makanan dan minuman, pakaian, istana-istana mewah dan segala sesuatu yang ada di sekelilingnya, istri yang cantik nan menawan, sahabat-sahabat yang tulus dan kekayaan yang melimpah. Di sisi lain manusia tertarik kepada kekuasaan politik, kedudukan, reputasi, perluasan kekuasaan, dominasi dan menyingkirkan segala sesuatu yang menghalangi tujuannya. Akan tetapi, dalam relung batin dan fitrinya, manusia mengetahui bahwa segala yang ada ini diciptakan untuk manusia. Dunia dan segala isinya seharusnya tunduk dan melayani manusia dan bukan sebaliknya.

Memandang perut dan bagian di bawahnya sebagai tujuan akhir hidup adalah ibarat menggunakan logika domba dan sapi. Menelikung, memotong dan membantai yang lain adalah logika seekor singa, srigala dan ruba. Sejatinya, logika yang melekat (inheren) dalam diri manusia tidak lain adalah untuk meraih ma‟rifat.

Logika ini berdasarkan ma‟rifat dengan kekuatan yang dimilikinya untuk membedakan antara realitas dan kepalsuan, membimbing kita kepada kebenaran dan tidak kepada tuntutan perasaan dan hawa nafsu, egoisme dan ananiyah kita. Logika ini memandang manusia sebagai bagian dari totalitas penciptaan tanpa kemerdekaan yang terpisah atau kemungkinan dari seorang pemberontak yang hanya mementingkan diri sendiri. Sebaliknya, dengan bekal keyakinan seperti ini bahwa manusia adalah penghulu penciptaan dan menjinakkan tabiat pembangkang dan menaklukkannya dengan paksa untuk menuruti keinginan dan hawa nafsunya, kita temukan bahwa hakikatnya manusia sendiri adalah sebuah alat (instrumen) di tangan hukum semesta dan diatur dan diperintah oleh-Nya.

Logika ini berdasarkan hikmah yang mengajak manusia untuk lebih berkonsentrasi kepada kerisauan yang dimilikinya tentang eksistensi semesta ini hingga menjadi jelas dan terang baginya bahwa eksistensi semesta beserta segala apa yang ada di dalamnya tidak muncul dengan sendirinya melainkan dari sebuah sumber yang Nir-Batas (infinite source). Oleh karena itu, ia akan mengetahui bahwa seluruh keindahan dan kedunguan, seluruh makhluk bumi dan langit, yang secara lahir merupakan sebuah hakikat yang mandiri, dapat meraih hakikat hanya melalui hakikat yang lain dan terwujud hanya dalam pancaran cahaya-Nya, tidak oleh mereka dan melalui mereka sendiri. Dengan cara yang sama, “hakikat” sebagaimana kekuasaan dan kemuliaan masa lalu tidak memiliki nilai lebih kecuali hikayat-hikayat dan legenda-legenda hari ini, sehingga “hakikat-hakikat” hari ini tidak lebih dari mimpi yang dikenang dengan buram, yang akan muncul sebagai “hakikat” hari esok. Dalam analisa terakhir, segala sesuatu dalam dirinya adalah tidak lain kecuali sebuah hikayat dan sebuah mimpi. Hanya Allah adalah Hakikat dalam makna yang mutlak, Dia Yang tidak akan binasa. Di bawah perlindungan Wujud-Nya, segala wujud mewujud dan termanisfestasi melalui Cahaya Dzat-Nya.

Jika manusia diberkati dengan visi dan kekuatan memahami, seperti ini, maka tenda eksistensinya yang terpisah akan jatuh di hadapan matanya laksana sebuah buih di atas permukaan air. Ia akan melihat dengan matanya bahwa dunia dan segala isinya bergantung kepada sebuah Wujud Nir-Batas yang memiliki kehidupan, kekuasaan, ilmu, dan segala kesempurnaan hingga derajat yang tak terbatas. Manusia dan seluruh makhluk di muka bumi adalah ibarat jendela-jendela yang hadir sesuai dengan kapasitasnya dunia abadi yang melampaui mereka dan berada di luar dimensi ruang dan waktu.

Kini adalah saatnya manusia mengambil dirinya dan dari seluruh makhluk, kualitas kemandirian dan keutamaan lalu mengembalikannya kepada Pemiliknya. Ia melepaskan dirinya dari segala sesuatu yang mengikat dirinya dan melekatkannya hanya kepada Allah Yang Satu. Di hadapan Keagungan dan Kebesaran-Nya, ia tidak memiliki apapun kecuali tunduk dengan rendah. Hanya dengan cara demikian, ia akan dibimbing dan dituntun oleh Allah sehingga apa pun yang diketahuinya, ia mengetahuinya dalam pancaran ilmu Tuhan. Melalui petunjuk Ilahi, manusia dihiasi dengan nilai spiritual dan moral serta ketulusan dalam perbuatan yang merupakan penjelmaan dari Islam itu sendiri, berserah diri kepada Allah Swt, agama yang merupakan fitrah azali manusia.

Derajat ini merupakan derajat tertinggi dari kesempurnaan manusia dan manusia sempurna (Insan Kamil) adalah Imam Maksum yang telah mencapai derajat dan kedudukan ini melalui rahmat Ilahi. Oleh karena itu, mereka yang telah mencapai derajat ini melalui jalan amalan-amalan ruhani, dengan derajat yang berbeda dan kedudukan yang mereka miliki, merupakan pengikut sejati Imam. Dengan demikian, jelas bahwa ilmu Tuhan dan ilmu Imam adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dan dengan jalan yang sama, ilmu Tuhan tidak bisa dilepaskan dengan ma‟rifat nafs.

Karena barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia telah mengetahui hakikat keberadaan yang berpulang sepenuhnya kepada Tuhan yang mandiri dan tidak berhajat kepada siapa pun. (at-Tabataba‟i, S.M.H., Shite Islam, London, 1975, hal-hal. 215-217).

Keagungan al-Qur’an

Al-Qur‟an al-Majid merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw.

Sejak zaman pewahyuannya hingga hari ini, orang-orang telah mencoba untuk melemparkan keraguan bahwa al-Qur‟an bukan merupakan firman Allah Swt, akan tetapi mereka tidak berhasil karena kandungan kebenaran yang dimiliki oleh al-Qur‟an. Kitab al-Qur‟an sendiri memberi petunjuk dan hikmah, serta memberikan kemaslahatan dan kebaikan kepada manusia. Setiap pembaca yang mencari kebenaran, dapat mengambil banyak manfaat dari al-Quran.

Kitabullah ini secara dawam menyeru kepada setiap orang untuk berpikir, merenung dan memahami; dan melarang mengikuti pikiran-pikiran orang lain atau bertaklid secara buta. Kurang lebih 600 juta kaum Muslim yang meyakininya, hingga mereka rela hidup dan mati untuknya.

Kepada setiap nabi, Allah memberikan mukjizat, akan tetapi mukjizat itu berlalu seiring dengan berlalunya mereka.

Nabi Muhammad Saw merupakan nabi terakhir. Allah Swt menganugerahkan kepadanya mukjizat yang abadi dan tidak akan punah. Dan mukjizat itu adalah al-Qur‟an.

Kalamullah, merupakan sebuah kumpulan syair dan sastra Arab yang menakjubkan, penuh hikmah dan petunjuk di dalamnya. Siapa saja yang membacanya, dengan segera akan percaya bahwa al-Quran ini merupakan firman Allah, karena tidak satu pun manusia yang dapat menulis bimbingan sesempurna itu dalam banyak topik.

Kitab Suci al-Quran berkata bahwa tidak satu pun manusia yang dapat memalsukannya bahkan satu bagian darinya dan tidak akan ada penyimpangan yang akan terjadi padanya. Hal ini merupakan mukjizat al-Quran yang tinggal tanpa perubahan dan pemalsuan selama 1400 tahun dan keadaan ini akan tetap berlaku hingga hari kiamat, karena Allah telah berjanji untuk menjaganya.

Kitabullah ibarat samudra. Orang yang menuntut ilmu darinya, seperti anak kecil, mengumpulkan kerang dan kerikil dari tepi pantainya. Para sarjana dan cendekiawan, laksana penyelam mutiara, mengeluarkan darinya filsafat yang tertinggi, hikmah dan aturan-aturan hidup yang sempurna.

Untuk dapat mengerti keagungan al-Quran, maka dituntut untuk memahami kehidupan Nabi Muhammad, „Ali, Fatimah, Hasan dan Husain, yang telah menerjemahkan setiap dustur dan aturan Allah Swt ke dalam bentuk perbuatan. Nabi Muhammad adalah teladan sempurna bagi setiap manusia, Ali teladan sempurna bagi kaum muda, Fatimah teladan sempurna bagi kaum wanita, dan Hasan serta Husain merupakan teladan bagi anak-anak.

Tidak perlu merujuk atau mengutip kepada para cendekiawan, penerjemah, mufassir dan perawi untuk membuktikan keberadaan Allah Swt dan Rasul-Nya. Allah Swt adalah pencipta, dan Dia ada, apakah orang mau percaya atau tidak. Bukti keberadaan-Nya adalah ciptaan-Nya. Bukti kenabian adalah al-Quran.

Bagi mereka yang ingin meyakini, bukti-bukti ini telah memadai, dan bagi mereka yang tidak ingin meyakininya, tidak akan pernah yakin, bukti atau argumen apa pun yang disodorkan dan disuguhkan kepadanya, betapa pun kuatnya argumen itu, tetap tidak akan memberi pengaruh terhadapnya.

Untuk memudahkan membacanya setiap hari, al-Quran terbagi menjadi tiga puluh bagian yang seimbang. Satu bagian hanya meminta dua puluh empat menit untuk membacanya, dan keseluruhan Kitab meminta dua puluh empat jam untuk membacanya. Bagian-bagian al-Quran itu adalah sebagai berikut, 114 surah, dan 6.226 ayat, 99.464 kalimat yang terangkai dari 330.113 kata.

Jutaan kaum Muslimin membaca al-Quran setiap hari. Imam Ja‟far Shadiq bersabda bahwa, minimal membaca al-Quran setiap hari lima puluh ayat atau seperempat bagian, akan menghabiskan waktu kurang lebih lima menit.

Bagi mereka yang tertarik ingin mendalami kajian-kajian ini, seyogyanya merujuk kepada sumber-sumbernya yang berada di beberapa perpustakaan. (Syakir, M.A., Islamic History).

Islam dan Muslim

Kalimat islâm bermakna, ketundukan kepada kehendak Allah, dan seorang muslim, adalah orang yang tunduk kepada kehendak Allah.

Islam adalah sebuah agama, yang dapat diikuti oleh setiap orang, di mana pun dia berada, dalam kehidupan sehari-hari.

Islam merupakan agama para nabi Allah semenjak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad Saw, perjalanan usia Islam sama dengan perjalanan usia kemanusiaan. Hakikatnya, setiap bayi yang lahir, terlahir sebagai seorang Muslim. Orang tuanyalah yang menjadikan dia seorang Yahudi, Nasrani atau Hindu.

Allah mengutus ribuan nabi kepada seluruh bangsa dan ras. Sebagaimana umat manusia mengalami kemajuan, para nabi diutus dengan hukum yang sesuai dengan tuntutan zaman pada saat itu. Setiap nabi baru, membawa sebuah dustur Ilahi yang baru (syari'ah), yang me-nasakh atau membatalkan hukum yang sebelumnya.

Muhammad adalah Nabi terakhir dan ia membawa hukum yang terakhir dan yang paling sempurna dalam Kitab Suci al-Qur'an. Sejarah menunjukkan kepada kita, bahwa hukum ini sesuai dengan tuntutan orang-orang selama 1400 tahun terakhir dan akan berlanjut seperti ini, hingga hari kiamat.

Islam adalah sebuah jalan hidup (way of life). Islam merupakan agama yang sederhana dan bukan agama yang sulit. Islam memberikan kebebasan maksimal tanpa melanggar kebebasan orang lain. Ia menyeru kepada setiap orang untuk meyakini Tuhan Yang Esa, dan melakukan kebaikan, menunaikan shalat dan membayar zakat, menjalankan puasa selama bulan Ramadan, menunaikan haji dan berjihad di jalan Allah bila perlu, meyakini Keadilan Allah, kehidupan pasca mati, kenabian Muhammad, dan ajaran-ajaran dua belas Imam. Islam mencegah perbuatan maksiat dan tirani, melarang mengkonsumsi minuman keras (khamr) dan bermain judi, berzina dan, makan darah dan daging babi, bangkai.

"Tidak ada paksaan dalam beragama." (Qs. al-Baqarah [2]:256); tidak ada ritual-ritual yang keras dan sukar atau dogma-dogma irasional dalam Islam.

Di antara perbaikan-perbaikan yang diberikan oleh Nabi kepada dunia, ia mengajarkan, bahwa seluruh umat manusia apakah ia berkulit coklat, hitam, merah, putih atau kuning merupakan keturunan Nabi Adam, dan tidak ada yang memiliki keutamaan dari yang lainnya karena warna kulit, kedudukan atau kekayaan. Ia mengajarkan bahwa insan yang paling mulia di sisi Allah, adalah insan yang memperhatikan kewajibannya kepada Allah dan bahwa manusia hanya memiliki hak untuk menunaikan kewajiban dan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. (Syakir, M.A. Islamic History).