50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan

50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan50%

50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Akhlak

50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 56 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 7309 / Download: 3577
Ukuran Ukuran Ukuran
50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan

50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Pelajaran Ke-43

Bahaya Lisan

Tidak disangkal lagi mengenai banyaknya bahaya akibat dari melakukan ghibah, fitnah, bohong, mencemooh, berdebat, riya, melawak, ikut campur dalam percakapan, kata-kata kasar dan sebagainya. Dan semua itu merupakan kerusakan dan keburukan yang bersumber dari lisan. Bahaya yang timbul dari anggota badan yang satu ini bagi seluruh anggota badan seseorang, sangat banyak dan bermacam-macam.

Lisan merupakan media dan sarana yang paling ampuh bagi setan untuk menyesatkan Bani Adam dan umat manusia. Setan tidak tinggal diam dan senantiasa berusaha menyeret manusia ke dalam kesesatan dan kehancuran dengan berbagai usaha dan sarana, di antaranya adalah dengan jalan lisan manusia.

Dalam hadis Nabawi Saw telah diriwayatkan bahwa satu alat yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka jahanam adalah lisan dan kemaluannya. [97] Dalam riwayat lainnya beliau bersabda bahwa barang siapa yang terjaga dari keburukan perut, kemaluan dan lisannya, maka sesungguhnya dia telah terjaga dari seluruh keburukan. [98]

Dalam sebuah riwayat Hadhrat Imam Ja’far As bersabda bahwa tidak ada satu haripun kecuali pada hari itu setiap anggota badan mampu bercakap dan berkata kepada manusia: aku bersumpah kepada Allah, janganlah engkau jatuhkan kami ke dalam azab. [99]

Dalam riwayat lainnya setiap anggota badan itu berkata: Takutlah kepada Allah dalam hak kami, karena apabila kamu benar mengatakannya, maka kamipun akan mengatakannya dengan benar, dan apabila kamu menyimpang, maka kami semua akan menyimpang. [100]

Ketahuilah bahwa kebanyakan dari kesulitan-kesulitan dan kerusakan duniawi itu bersumber dari lisan. Sedangkan lawan dari keburukan lisan adalah diam dan tidak bercakap apa-apa. Diam merupakan hiasan bagi para alim dan tirai bagi para jahil. Karena diam merupakan sebuah pintu dari pintu-pintu hikmah. Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis: Barang siapa yang diam, maka sesungguhnya dia telah terselamatkan. [101] Dalam sebuah wasiat, Lukman al-Hakim berkata kepada putranya: "Apabila engkau banyak memberi nasihat, maka ucapanmu itu adalah perak. Ketahuilah bahwa diam adalah emas." [102]

Hadhrat Imam Baqir As dalam sebuah hadisnya bersabda bahwa "Syi’ah kami dan sahabat-sahabat kami adalah orang-orang yang lisannya bisu." [103]

Oleh karena itu, Saudaraku, biasakanlah dirimu sedapat mungkin untuk senantiasa diam. Janganlah engklau meremehkan faedah yang terkandung di dalamnya. Ketahuilah bahwa orang-orang yang dungu itu bukanlah mereka yang diam. Apabila engkau diam dan mengetahui maslahat darinya, maka engkau bukan termasuk orang yang dungu. Justru di sinilah letak kebijaksanaanmu.[]

Pelajaran Ke-44

Hubburriyâsah

(Cinta Kekuasaan)

Saudaraku, hakikat kekuasaan adalah memegang tampuk kepemimpinan kalbu rakyat dan menjadikan dirinya sebagai pemilik hati mereka. Hal ini tidak kosong dari berbagai bahaya yang sangat fatal.

Persoalan kekuasaan dapat menyebabkan keburukan dan kerusakan yang teramat besar serta akan menghasilkan kerugian duniawi dan ukhrawi. Hal itu akan terjadi apabila pemilik kekuasaan dan pangkat mengarahkan sasarannya untuk memaksa orang-orang yang keras kepala dan senantiasa takut terhadap hina dan kemuliaan dirinya, setiap saat pikirannya akan senantiasa berada dalam cengkeraman pikiran yang batil.

Penguasa semacam itu dari satu sisi, otak dan pikirannya disibukkan dengan berbagai aturan, undang-undang dan kewajiban-kewajiban yang harus dia susun untuk para budak dan pengikutnya, dan pada saat yang lain pikirannya disibukkan bagaimana cara menumpuk kekayaan materi sebanyak-banyaknya dan memperoleh reputasi di mata masyarakat setinggi-tingginya. Waktu-waktunya senantiasa diisi dan dihiasi dengan basa-basi dan penyambutan yang tanpa henti, dan umurnya dihabiskan untuk melakukan nifak di sana-sini. Dia tidak dapat tidur pada malam hari dan tidak pula beristirahat dan tenang pada siang hari. Wal ‘iyadzu Billah []

Pelajaran Ke-45

Khumul

(Tak Ingin Dikenal)

Khumul -salah satu cabang dari sifat zuhud- merupakan sifat terpuji para muqarrabin dan orang-orang Mukmin serta merupakan petunjuk calon-calon penghuni surga. Dan Allah Swt mencintai orang-orang yang memiliki sifat seperti ini. Bahkan pada sebagian riwayat (dalam hadis Qudsi) dikatakan bahwa Allah Swt berfirman: “Tidakkah Aku telah memberikan nikmat kepadamu, tidakkah Aku telah menutupimu di antara manusia dan tidakkah namamu telah Ku hilangkan dari kalangan manusia?” [104]

Adakah kedudukan yang lebih tinggi dari seseorang yang telah mengenal Tuhannya dengan baik, mencukupkan dirinya di dunia ini dengan sesuatu yang sedikit, sementara tidak seorangpun yang mengenalnya. Begitu malam tiba setelah selesai melakukan ibadahnya, dia beristirahat dengan perasaan yang tenang dan damai, dan begitu matahari telah menyembulkan dirinya, dengan konsentrasi penuh dia menyibukkan diri dalam aktifitasnya. Karena inilah, maka sebagian para pembesar agama dan salafus-shalihin membuat kamar khusus untuk dirinya. Di sudut kamar itulah mereka sibuk mendekatkan diri dan bermunajat kepada Sang Kekasih Sejati, sibuk menghitung-hitung aib diri mereka dan menyembunyikan namanya dari pandangan masyarakatnya. Mereka sama sekali tidak mengharapkan acungan jempol dari siapa pun selain kekasihnya itu.[]

Pelajaran Ke-46

Riya’

(Pamer)

Riya’ merupakan salah satu akhlak yang buruk dan merupakan tempat kematian yang sangat besar bagi seseorang. Dalam begitu banyak kitab, ayat-ayat, sunnah dan riwayat terdapat begitu banyak celaan untuk sifat yang satu ini. Dalam sebuah hadis Nabi Saw dikatakan bahwa sifat yang paling dekat kepada riya’ adalah syirik. [105] Dalam riwayat lain Nabi Saw bersabda bahwa pelaku riya’ pada hari kiamat akan diseru dengan tiga panggilan: wahai kafir, wahai fâjir (yang bermoral bejat), wahai ghâdir (pengkhianat), wahai khâsir (yang merugi), amalanmu rusak dan pahalamu batal. Hari ini kamu tidak mempunyai ganjaran lagi di sisi Kami, karena itu ambillah pahalamu dari orang-orang dimana kamu melakukan amalan ibadah tersebut untuk dipuji oleh mereka, hai penipu. [106] Dalam hadis lain disebutkan bahwa surga akan berbicara dan mengatakan bahwa "sesungguhnya aku diharamkan untuk orang-orang yang bakhil dan riya’". [107]

Hadis yang mencela perbuatan riya’ ini begitu banyak, dan cukuplah dalam keburukannya bahwa dalam segala amalan yang dimasukinya berdasarkan fatwa para fuqaha, amal tersebut akan menjadi batal dan akan jatuh dari derajat keterkabulannya.

Sebagian dari ulama mengatakan, jangan sampai orang-orang yang jahil karena ketidakfahamannya menisbatkan kebohongan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan mengambil kesimpulan bahwa riya’ dalam duka cita terhadap Hadhrat Sayyidus Syuhada itu diperbolehkan dan bukan merupakan syarat bagi keikhlasan. Secara dharuri, menangis untuk Hadhrat Husain As adalah ibadah, dan riya dalam ibadah sebagaimana riba dan maksiat lainnya sama sekali tidak diperbolehkan.

Sungguh mengherankan, bagaimana bisa orang-orang yang berakal sehat itu memberikan asumsi bahwa wujud mulia Imam Husain As yang menanggung semua musibah demi menegakkan hukum-hukum dasar tauhid Allah Swt dan demi mengibarkan kalimat hak guna menguatkan pondasi agama penerang, lalu untuk mempertahankannya harus dengan melalui bid’ah-bid’ah para pengingkar, kemudian menjadikannya sebagai sebab untuk memperbolehkan kemaksiatan dan penjara yang lebih besar, yaitu riya dan syirik kecil ?! “Ini tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan.” (Qs. Shaad [38]:7) []

Pelajaran Ke-47

Panjang Angan-Angan

Dalam salah satu hadis mulia, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda: “Ada dua hal yang aku takutkan atas diri kalian, pertama: mengikuti hawa nafsu dan kedua: panjang angan-angan.” [108]

Yang dimaksud dengan panjang angan-angan adalah banyak berangan-angan, berkeinginan terlampau jauh serta terlalu berharap pada kehidupan dunia. Penyebab hal tersebut adalah dua hal, yaitu:

Pertama: Jahil dan angkuh. Orang yang jahil senantiasa meyakini kemudaan dan kesehatan tubuhnya, ia tidak merasa yakin bahwa sebenarnya kematian itu bisa menjemputnya pada masa muda dan dalam keadaan sehat. Ketahuilah bahwa orang seperti ini telah lalai terhadap kematian kanak-kanak serta para remaja yang tak terhitung banyaknya, serta lalai dengan adanya berbagai macam penyakit yang muncul secara mendadak dan menimbulkan kematian yang tiba-tiba.

Kedua: Cinta dunia. Cinta kepada dunia dan materi itu dekat kepada kenikmatan dan kelezatan yang fana. Ketika manusia telah terjebak dalam kecintaan dan kedekatan seperti ini, maka perpisahan dengannya akan menjadi sesuatu yang mahal harganya, sehingga karena hal ini dia tidak pernah berpikir lagi tentang kematian. Dan terkadang, apabila pikirannya secara selintas menuju ke arah kematian, maka dia akan segera mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang lainnya. Apabila sekali waktu ingatannya terpaku pada kehidupan akhirat, maka setan dan nafsu amarahnya akan menjanjikan sesuatu yang palsu kepadanya dengan mengatakan bahwa sekarang kamu masih berada pada awal umurmu. Oleh karena itu pergunakanlah hal ini untuk bersuka ria, berfoya-foya dan sibukkanlah dirimu dengan mengumpulkan perlengkapan duniamu, ketika telah besar nanti, bertaubatlah serta persiapkanlah amalan-amalan untuk akhiratmu. Ketika telah menginjak usia dewasa, dia akan mengatakan: usiamu masih cukup muda, kamu masih mempunyai banyak waktu untuk sampai ke masa tuamu. Kemudian masa tuapun tiba. Kali ini dia akan mengatakan: insya Allah aku akan memperbaiki lahan ini terlebih dahulu atau mengatakan aku akan persiapkan anak gadisku ini untuk mengumpulkan peralatan rumah tangganya, atau aku akan memperindah rumahku, setelah itu baru aku akan melupakan dunia ini. Dengan demikian aku akan bisa dengan bebas mengepakkan sayap dan menyibukkan diri dengan beribadah. Tetapi setiap kali pekerjaannya yang satu selesai, maka dengan segera dia akan menemukan pekerjaan yang baru. Dia hanya terhenti pada perkataan hari ini dan esok, hingga secara tiba-tiba sebuah seruan datang menghampirinya. Tuan fulan yang malang ini telah lalai bahwa janji yang akan diberikan untuk keesokan harinya tetap bersamanya dan apa yang dinamakan dengan terbebas dan mendapatkan waktu luang dari segala khayalan dan aktifitas dunia, tidak akan pernah ada hasilnya.

Yang dimaksud dengan pemilik waktu luang adalah orang yang sekaligus dalam satu waktu meninggalkan kesemua hal tersebut. Oleh karena itu, orang yang usianya telah sampai sekitar empat puluh tahun, apabila mereka masih berpikir tentang dunia, maka hal ini merupakan kelalaiannya dan merupakan tipuan setan, karena sebenarnya hari-hari penuh keindahan dan masa mudanya telah lewat dan hari-hari bahagia dan sukarianya telah terlampaui. Sedangkan sekarang, setiap hari satu persatu anggota badannya mengalami kelumpuhan. Tetapi si malang ini masih saja lalai terhadap semuanya dan menyibukkan diri dalam fikiran-fikiran yang batil. “Wahai generasi yang telah mencapai usia empat puluh tahun, berhati-hatilah kalian, karena sesungguhnya ladang telah dekat pada masa panennya.” [109]

Tak ada obat penyembuh dari panjang angan-angan ini selain dari kematian. Karena membayangkan kematian, akan menyebabkan seseorang merasa sedih terhadap dunia dan akan membuat hati merasa kenyang terhadapnya. Oleh karena itulah Hadhrat Rasul Saw bersabda: “Perbanyaklah dalam mengingat pencabut kelezatan.” [110]

Pada riwayat yang lain, beliau bersabda bahwa tidak ada sebuah keluarga pun kecuali malaikat maut sebanyak lima kali dalam sehari semalam memeriksa waktu-waktu shalat mereka. [111]

Oleh karena itu Saudaraku, pergilah sejenak ke pekuburan serta makam para sahabat, dan ambillah pelajaran serta ibrah pada apa yang dihamparkan di pekuburan. Dan berpikirlah tentang peristiwa dan perbincangan apa yang tengah terjadi di bawah tanah yang hanya berjarak dua jengkal dari kakimu.

Setelah itu berpikirlah sejenak tentang keadaan dirimu, karena bagaimanapun juga engkau pun pasti akan seperti mereka. Umurmu pun pasti akan habis dan kode kematian akan mendatangimu dari arah manapun, sementara para tabib tidak sanggup lagi menyembuhkanmu. Anggota badanmu akan berhenti dari aktifitasnya, keringat kematian akan muncul di dahimu dan malaikat maut dengan perintah dari Tuhan telah datang, mau ataupun tidak mau, cengkeraman kematian akan menancap pada tubuhmu yang telah lemah, lalu membuat jarak antara jasad dengan ruhmu. Setelah itu sahabat-sahabat serta saudara-saudaramu akan membuat pekik sesal dan kesedihan, sehingga tangisan para saudara dan teman-temanmu pun dimulai. Tak lama setelah itu, mereka akan menaikkanmu pada sebuah keranda serta memenjarakanmu pada sebuah lobang dan meninggalkanmu di sana sendirian tanpa teman dengan segala kengerian. Pada saat itulah engkau akan menyesali hari-hari kehidupanmu, kemudaan dan kesehatan serta waktu luangmu di dunia, karena apa yang telah engkau peroleh, kini telah hilang dari tanganmu dan engkau tidak menyimpannya sedikit pun untuk akhiratmu.[]

Pelajaran Ke-48

Ridha

(Rela)

Yang dimaksud dengan ridha dan rela adalah meninggalkan kecaman dan tidak memprotes takdir Ilahy, baik secara lahir maupun batin, secara lisan maupun perbuatan. Orang yang telah mencapai peringkat ini akan senantiasa bahagia, nikmat, mulia dan tenang. Baginya tidak ada perbedaan sama sekali antara fakir dan kaya, senang ataupun susah, mulia ataupun hina dan sehat ataupun sakit. Karena dia mengetahui bahwa segala sesuatunya berasal dari Allah Swt. Dan dengan kecintaan dan kasih saying-Nya yang telah tercerap dalam hatinya telah menyebabkannya begitu mencintai segala perbuatan-Nya, dan dia merasa senang dengan segala apa yang sampai padanya sebagaimana kehendak-Nya.

Ketahuilah bahwa sabar dan ridha merupakan pemimpin semua ketaatan. Telah dinukilkan dari Hadhrat Shadiq As. Beliau bersabda:

“Aku heran terhadap apa yang dilakukan oleh seorang muslim, karena esungguhnya Allah tidak akan mentakdirkan sebuah persoalan pun baginya melainkan untuk kebaikannya (apabila badannya telah terpotong-potong karena penyakit yang dideritanya, hal inipun adalah untuk kebaikannya dan) apabila malaikat barat dan timur telah diberikan keadaannya, inipun untuk kebaikannya.” [112]

Dalam sebuah hadis qudsi Allah Swt berfirman:

“Akulah Tuhan yang tidak ada Tuhan selain-Ku. Barang siapa yang tidak sabar dengan musibah-Ku dan tidak ridha dengan qadha-Ku serta tidak bersyukur dengan nikmat-nikmat-Ku, maka silahkan mencari tuhan yang seperti-Ku.” [113]

Ketahuilah bahwa buah dari ridha adalah kecintaan dan kasih sayang. Hal itu dapat diperoleh dengan berusaha meraih kecintaan dan kasih sayang Allah, senantiasa berfikir, berdzikir dan melakukan segala sesuatu yang menyebabkan tercurahnya kasih sayang Ilahy. Selain dari itu, hendaklah dia memikirkan apa yang akan terjadi dengan ketidakridhaannya dan apa manfaat dari ketidaksukaan serta kemarahannya. Karena sesungguhnya hal semacam ini tidak akan pernah mengubah qada dan takdir untuknya. Di samping itu tidak akan terjadi perubahan atas apa yang telah terjadi dengan alasan untuk kebahagiaan hatinya. Ketidaktenangannya tidak akan pernah memberikan manfaat yang lain selain akan melemahkan dan menghancurkan kehidupannya dan mengambil berkahnya waktu.

Para pencari derajat ridha itu senantiasa memperhatikan ayat-ayat dan hadis-hadis yang berada dalam ketinggian maqam para pemilik bencana. Ketahuilah bahwa segala kesulitan pada masa lalu merupakan harta karun untuk masa kini, dan setiap kesedihan merupakan ketenangan untuk masa selanjutnya. Oleh karena itu Saudaraku, berharaplah dengan pahala dari Allah Swt, karena kesejatian seorang lelaki itu dengan menapaki perjalanan musibah dan bencana dengan langkah ketenangan dan kesabaran sehingga kesulitan yang didapatkan pada perjalanan ini akan menjadi mudah dan ringan baginya. Sebagaimana orang yang sakit mampu menahan sakitnya ketika dilakukan hijâmat (bekam) dan rasa pahit obat.

Hendaklah diketahui bahwa tidak terdapat kontradiksi antara ridha dengan do’a, karena kita telah diperintahkan untuk berdo’a oleh syari’at. Sedangkan Allah Yang Maha Tahu menghendaki do’a dari kita dan Dia membuatnya menjadi sebuah kunci kebahagiaan dan hajat.[]

Pelajaran Ke-49

Sabar

Sabar ialah tidak panik dalam menghadapi petaka dan musibah. Kebalikan dari keadaan ini adalah tidak mempunyai kesabaran dalam menghadapi musibah. Dengan ungkapan lain: melepaskan diri dari tali kekang musibah dan petaka yang menimpanya dengan berteriak, mengeluh, meratap, merobek pakaian, memukul-mukul diri bahkan dengan berburuk muka dan seterusnya yang kesemuanya ini akan menjadi penyebab bagi lemahnya jiwa.

Sabar terdiri dari beberapa pembagian, seperti sabar dalam perang yang muncul dari orang-orang pemberani, sabar dalam kemarahan yang hal ini merupakan hilm, sabar menghadapi sulitnya ketaatan, sabar atas tuntutan syahwat dan selainnya. Pada hakikatnya kebanyakan dari akhlak yang mulia senantiasa berada dalam ujian kesabaran.

Posisi sabar berada dalam derajat yang tinggi. Allah Swt akan memberikan kebaikan lebih banyak kepada orang-orang yang sabar, dan kebanyakan dari derajat-derajat surga berkaitan dengan mereka.

Lebih dari tujuh puluh pembahasan telah disebutkan dan telah dibuktikan tentang begitu banyaknya sifat-sifat para shabirin (orang-orang yang bersabar) di mana telah diletakkan bagi mereka salawat, rahmat dan hidayat serta pahala yang besar itu telah sampai kepada mereka. [114]

Telah disinggung dalam hadis-hadis tentang begitu banyaknya keutamaan bagi orang-orang yang sabar. Telah diriwayatkan bahwa posisi sabar di dalam iman seseorang itu sebagaimana posisi kepala terhadap badan manusia. Seseorang yang tidak mempunyai kepala pasti tidak mempunyai badan. Demikian juga orang yang tidak memiliki kesabaran, berarti dia tidak mempunyai iman. [115]

Metode untuk memperoleh jenjang-jenjang kesabaran adalah dengan memperhatikan beberapa persoalan di bawah ini:

Pertama: Perbanyaklah mempelajari hadis-hadis yang membahas tentang keutamaan-keutamaan bala dan musibah dunia, dan perhatikanlah bahwa berhadapan dengan setiap musibah akan menaikkan derajat atau menghilangkan kejahatan dalam diri seseorang. Yakinlah bahwa tidak akan ada kebaikan pada seseorang yang mendapatkan musibah tanpa adanya kesusahan.

Kedua: Berfikirlah bahwa masa musibah sangatlah pendek, hanya sekejap dan segera setelah itu akan terbebas, lalu kembali ke rumah yang damai untuk beristirahat.

Ketiga: Berfikirlah terhadap manfaat dari ketidaksabaran dan panik, meskipun apapun yang menjadi takdir akhirnya akan terjadi. Ketahuilah bahwa ketidaksabaran tidak akan memberikan keuntungan sama sekali, dan apa yang telah terjadi tidak akan bisa dirubah meskipun mereka telah menentukannya. Bahkan, ketahuilah bahwa ketidaksabaran dan panik justru akan menghancurkan pahala seseorang dan akan menjatuhkan sifat kesabaran yang dimilikinya.

Keempat: Perhatikanlah keadaan orang-orang yang telah tertimpa bala dan musibah yang lebih berat dan lebih pahit dari dirimu.

Kelima: Ketahuilah bahwa bala dan musibah merupakan dalil dari keutamaan dan kebahagiaan seseorang.

Keenam: Ketahuilah bahwa orang-orang yang ridha terhadap musibah akan mendapatkan kesempurnaan.

Ketujuh: Berfikirlah bahwa musibah yang terjadi itu berasal dari Haq Ta’ala dimana Dia merupakan paling dekatnya sahabat yang tidak menginginkan sesuatu dari engkau selain kebaikan dan kebenaranmu.

Kedelapan: Ikutilah prilaku para muqarrabin dan perhatikanlah musibah yang menimpa mereka serta lihatlah kesabaran mereka dalam menghadapi musibah tersebut, sehingga hal ini akan memunculkan kesabaran dan potensi ruh dalam dirimu.

Dan ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan sabar adalah sebagaimana yang telah disebutkan pada awal pembahasan. Tetapi sedihnya hati serta keluarnya air mata merupakan tuntutan insan, dan hal ini tidak akan mengeluarkannya dari batas kesabaran. Contoh dari hal ini adalah orang yang sakit rela untuk di-hijamat, tetapi dia tetap terpengaruh oleh rasa sakit yang ditimbulkan oleh hijamat tersebut.[]

Pelajaran Ke-50

Syukur

Syukur atas nikmat ialah mengenali si mun’im-nya (pemberi nikmat), dan merasa bahagia terhadap nikmat tersebut serta menggunakannya dalam hal-hal yang diridhai oleh sang pemberi nikmat.

Posisi syukur lebih mulia dari posisi orang-orang yang beruntung, dan merupakan faktor pemberangus musibah serta akan menyebabkan bertambahnya kenikmatan. Oleh karena itu syukur merupakan suatu hal yang diperintahkan dan sangat ditekankan. Allah Swt berfirman:

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat Ku) maka sesungguhnya azab Ku sangat pedih.” (Qs. Ibrahim 14:7)

Dari ayat ini dan dari hadis-hadis muktabar diketahui bahwa para pengingkar nikmat yang menolak untuk bersyukur akan menyebabkan mereka mendapatkan kemalangan pada hari pembalasan dan akan menyebabkan tidak tercurahnya rizki serta akan menjadikan kelambatan turunnya nikmat di dunia.

Makna syukur adalah menggunakan nikmat dimana dalam menggunakannya terdapat keridhaan Mun’im. Oleh karenanya, merupakan hal yang urgen bagi para pensyukur nikmat untuk mengenali segala sesuatu dimana keridhaan Ilahi terdapat di dalamnya serta terdapatnya pengetahuan terhadap persoalan-persoalan yang makruh dan melanggar keridhaan Ilahi, sehingga dengan hal ini mereka mampu untuk mensyukuri serta meninggalkan pengingkaran terhadapanya.

Metode yang bisa dipergunakan untuk menemukan rangkaian dari segala yang dicintai oleh Allah, dan segala yang dimakruhkan-Nya adalah dengan mengenal agama suci, dimana segala sesuatu yang menyebabkan keridhaan-Nya atau yang melanggar keridhaan-Nya terangkum secara keseluruhan di dalamnya. Posisi pertama adalah hal-hal yang wajib dan mustahab dan pada posisi kedua adalah hal-hal yang makruh dan haram. Oleh karena itu barang siapa yang tidak mempunyai informasi terhadap serangkaian hukum-hukum syari’at suci ini di dalam amalan dan perbuatan-perbuatannya, berarti dia tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan hak syukur kepada Allah Swt.

Ketahuilah bahwa cara untuk bersyukur kepada Allah terpaku pada beberapa hal:

Pertama: Melihat kepada yang lebih rendah darinya dalam persoalan-persoalan yang berhubungan dengan keduniaan, dan melihat kepada yang lebih tinggi dalam persoalan-persoalan agama.

Kedua: Memperhatikan keadaan orang-orang yang telah meninggal, serta berfikir bahwa akhir yang sesuai buat mereka adalah dikembalikannya mereka ke dunia ini sehingga mereka bisa melakukan amal yang baik di dunia. Oleh karena itu, misalkan dirimu pada posisi mereka dan bayangkan bahwa hal ini bisa terjadi dan bisa kembali lagi ke dunia.

Ketiga: Ingatlah apa yang telah terjadi pada dirimu dengan melihat musibah-musibah dan penyakit-penyakit yang mematikan yang tidak ada lagi harapan untuk sembuh. Oleh karena itu, hargailah sebaik mungkin terlepasnya dirimu dari semua hal ini.

Keempat: Syukurilah segala musibah yang terjadi pada dirimu, karena sebenarnya engkau tidak mengalami musibah yang lebih berat dari itu, atau bersyukurlah karena musibah tidak sampai pada agamamu.

Kelima: Perdalamlah pengenalan terhadap Tuhanmu, dan bertafakkurlah dalam ciptaan Ilahi serta segala keragaman nikmat lahir maupun batin dimana kesemuanya itu lebih banyak dari apa yang telah engkau dapatkan. Allah Swt berfirman: “Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, maka tidaklah kamu dapat menghitungnya.” (Qs. Ibrahim [14]:34)[]

Penutup

Ketahuilah bahwa untuk mensucikan jiwa dari sifat-sifat yang rendah dan tercela serta menghiasinya dengan sifat-sifat yang indah dan terpuji, terdapat beberapa hal urgen yang perlu untuk dilakukan:

Pertama: Senantiasa mempertahankan serta mengaplikasikan diri dengan amalan-amalan yang merupakan pengaruh dari sifat-sifat terpuji, dan mau tidak mau memacu jiwa kepada aktifitas-aktifitas yang melahirkan sebuah sifat yang merupakan tuntutan pendidikannya serta senantiasa menjaganya.

Kedua: Senantiasa melakukan perenungan terhadap kondisi dan memberikan perhatian terhadap amalan serta aktifitas diri. Pada setiap amalan yang hendak dilakukan, terlebih dahulu harus merenungkannya sehingga tidak terjadi kontradiksi dengan keharusan melakukan kebaikan, dan tidak lalai dari keadaan dirinya dalam segala kondisi. Bahkan setiap hari dan malam hendaknya membuka buku amalannya serta melakukan perhitungan dari kepala hingga kakinya dan meneliti serta mengamati apa yang telah dia lakukan. Apabila merupakan suatu amalan yang baik dan terpuji, maka hendaklah bersyukur. Dan apabila merupakan amalan yang berada dalam keburukan, maka hendaknya bertaubat serta melakukan kontemplasi tentangnya.

Ketiga: Menghindarkan hal-hal yang membuat semakin bangkitnya potensi syahwat atau kemarahan, misalnya: menghindarkan mata, telinga dan hati dari melihat, mendengar dan membayangkan segala sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan kemarahannya. Berusahalah untuk semakin banyak menjaga hati dari khayalan terhadapnya.

Keempat: Jangan tertipu dengan nafsu sendiri, dan sama sekali janganlah menganggap apa yang dilakukannya itu benar, dan berusahalah untuk semakin banyak mencari aib dan cacat diri, serta berusaha dengan pandangan yang cermat untuk mencari keburukan diri yang tersembunyi. Ketika berhadapan dengan sesuatu darinya, maka berusahalah untuk menghilangkannya. Ketahuilah bahwa setiap nafsu dan jiwa adalah pecinta dari sifat dan aktifitasnya sendiri. Oleh karena itu amalan serta aktifitasnya senantiasa benar dalam pandangannya. Orang semacam ini tidak akan pernah bangkit tanpa terlebih dahulu berfikir dan meneliti kekurangan dirinya. Dan sebaiknya meminta bantuan dari orang-orang yang bisa dipercaya dan para sahabatnya untuk meneliti kekurangan dan aib dirinya. Hendaknya senantiasa menunggu apa yang ditampakkan oleh para musuh serta lawannya dalam mengungkap kekurangannya. Setelah itu berusaha untuk meredam dan menghilangkannya. Dan sebaiknya menjadikan apa yang dikatakan oleh orang lain sebagai refleksi dari penampakan aib dirinya. Oleh karena itu, hendaklah berfikir positif terhadap apa yang keluar dari mereka serta menganggap buruk amalnya tersebut. Dan ketika berhadapan dengan keburukan segala sesuatu, dia tetap mengetahui meskipun amalan tersebut keluar darinya, amalan tersebut tetap merupakan amalan yang buruk. Dan ketika berhadapan dengan kebaikan dimana amalan tersebut pun berasal darinya, maka tetap pula menganggapnya sebagai sebuah amalan kebaikan. Oleh karena itu berusahalah untuk memberangus keburukan diri dan bertekadlah untuk mencari etika yang hasanah.

Kelima: Menganggap penting untuk menghindarkan diri dari percakapan-percakapan yang buruk serta jahat. Dan menganggap bahwa menjauhkan diri dari teman sebangku yang berakhlak buruk adalah sebagai suatu kewajiban, dan sebaliknya hendaklah senantiasa melakukan percakapan dengan para orang-orang yang memiliki akhlak terpuji serta para petinggi agama, karena majelis serta percakapan dengan setiap orang akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap dirinya. Sebagaimana karakter seorang pencuri yang senantiasa mengambil secara paksa apa saja yang dia lihat dari orang lain. Dalam sebuah sya’ir dikatakan:

Karena duduk dengan orang-orang tercela,

Putra Nuh telah kehilangan keturunan nubuwwahnya.

Tetapi, hanya karena beberapa hari bersama orang-orang mulia, anjing Ashabul Kahfi telah berubah menjadi manusia.

Selain itu, barang siapa yang berkumpul dengan para pelaku maksiat, berarti dia telah bersama dalam azab mereka dan terbakar bersama api mereka. Allah Swt. berfirman:

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh oleh api neraka.” (Qs. Huud [11]113)

Untuk menegaskan betapa besarnya pengaruh yang akan ditimbulkan oleh berkumpul dengan para pelaku maksiat, kami akan menukilkan sebuah hadis mulia yang di dalamnya terangkum serangkaian manfaat agung, dan dengan ini pula kami akan menutup risalah ini.

Syaikh Kulaini Ra telah meriwayatkan sebuah hadis dari Imam Shadiq As, beliau bersabda:

“Suatu hari Hadhrat Isa al-Masih As melewati sebuah perkampungan dimana penghuninya, burung-burung dan hewan-hewan, seluruhnya telah mati. Nabi Isa melihat pemandangan semacam ini bersabda kepada para Khawariyyun: “Lihatlah, penghuni perkampungan ini telah mati karena azab Allah Swt.

Seadainya mereka mati pada waktu yang berbeda pasti di antara mereka akan saling menguburkan yang lainnya.”

Khawariyyun -yang merupakan sahabat-sahabat khusus Hadzrat Isa As- bertanya kepada beliau: “Wahai Ruhullah, mintalah kepada Allah Swt agar Dia menghidupkan mereka kembali, supaya mereka memberitahukan kepada kami amalan seperti apakah yang telah menyebabkan mereka mendapatkan azab seperti ini, sehingga kami bisa menghindari perbuatan tersebut.”

Dalam memenuhi permohonan mereka, Hadhrat Isa As berdo’a dan memohon kepada Nya. Tidak lama kemudian muncullah suara yang mengatakan untuk memanggil penghuni perkampungan tersebut. Pada malam harinya Hadhrat Isa As pergi menuju ke tempat yang tinggi dan bersabda: “Wahai penghuni kampung!”, lalu salah seorang penghuni kampung menjawab: “Labbaika, ya Ruhullah”. Kemudian Isa Kalimatullâh bersabda: “Katakan, apakah yang telah kalian lakukan di dunia?”

Dia berkata: “Kami beribadah kepada thaghut, bersahabat dengan dunia tanpa rasa takut kecuali sedikit, mempunyai harapan yang panjang dan lalai serta sibuk dengan berfoya-foya”

Isa As bersabda: “Hingga seberapakah kecintaan kalian kepada dunia?”

Dia berkata: “Kecintaan kami kepada dunia sebagaimana kecintaan seorang anak kepada ibunya. Setiap kali mereka menghampiri kami, maka kami sangat gembira menyambutnya, dan setiap kali mereka membelakangi kami, maka kami menangis dan bersedih hati.”

Al-Masih As bersabda: “Bagaimanakah ibadah kalian kepada thaghut?”

Dia menjawab: “Kami mentaati para pelaku maksiat, yaitu dalam semua persoalan batil, dan setiap kali kami ditugaskan untuk itu, kami senantiasa mentaatinya.”

Isa As bersabda: “Lalu apakah yang kalian peroleh dari penugasan tersebut?”

Dia berkata: “Malam hari kami dapat tidur dengan nyenyak dan lelap, tetapi pada keesokan harinya kami melihat diri kami berada di dalam neraka”.

Isa As bersabda: “Apakah neraka itu”.

Dia menjawab: “Adalah Sijjin”.

Isa As bersabda: “Lalu apakah Sijjin itu?”

Dia menjawab: “Adalah gunung-gunung yang berasal dari api yang senantiasa akan tertumpahkan apinya kepada kami hingga hari kiamat”.

Isa bersabda: “Lalu apa yang kalian katakan dan apa jawaban yang diberikan kepada kalian”.

Dia menjawab: “Kami berkata bahwa kembalikanlah kami ke dunia hingga kami hidup dengan zuhud dan sederhana, dan jawaban atas kami adalah kalian adalah pembohong”.

Isa As bersabda: “Mengapa hanya engkau yang dapat bercakap-cakap denganku di antara mereka yang ada?”

Dia berkata: “Ya Ruhullah, sebabnya adalah: mulut mereka telah ditutupi oleh tali kekang api, dimana tali kekang tersebut dipegang oleh tangan para malaikat dengan kuat dan kencang sehingga menjadikannya sebagai wakil mereka. Sebenarnya aku ini tidak termasuk golongan mereka. Namun karena aku berada di antara mereka, maka begitu azab ini terjadi atas mereka, akupun menjadi terseret ke dalamnya. Oleh karena itulah aku bergelantungan pada sehelai rambut di samping jahannam. Aku tidak tahu apakah akhirnya akan jatuh ke dalamnya ataukah akan terselamatkan”.

Setelah mendengar jawaban ini Hadhrat Isa As menghadap kepada Khawariyyun dan bersabda: “Wahai para sahabatku, sesungguhnya memakan roti kasar dengan garam dan tidur di atas sampah, tetapi tetap mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat, merupakan sebuah kebaikan yang sangat besar, dan kalian harus menyadari dan menghargai kenikmatan ini.”

Tidak terelakkan lagi bahwa apa yang dikatakan oleh laki-laki ini dengan keadaan perkampungannya tersebut kepada Hadhrat Isa As, persis sebagaimana keadaan kita dan keadaan para manusia pada zaman kita sekarang ini. Banyak dari kita yang bahkan tidak memiliki rasa takut bahkan sedikitpun, sementara mereka memilikinya. Dan tentang kecintaan kita kepada dunia, panjangnya angan-angan kita, kelalaian serta sifat foya-foya kita, merupakan sebuah kondisi yang sangat jelas dan kita saksikan sendiri. Setiap orang yang melihat keadaan dirinya dan keadaan para penghuni zamannya, maka hal-hal di atas menjadi sangat jelas buat dirinya sendiri.

Betapa indahnya perumpamaan yang dikisahkan oleh para hukama bahwa keadaan kita, kelalaian, keangkuhan kita di dunia ini, sebenarnya persis seperti keadaan seorang lelaki yang berada di tengah sahara. Tiba-tiba ia melihat seekor harimau buas di belakangnya. Dengan segera laki-laki ini bersembunyi di samping sebuah sumur. Lelaki malang ini memiliki sebuah tali yang ia ikatkan di pinggang nya. Lalu tali tersebut dia ikatkan pada sebatang ranting yang terletak di samping sumur sehingga dengan tali tersebut tubuhnya bisa menggelantung di tengah-tengah lobang sumur. Kemudian pada saat tubuhnya bergelantungan, dia menengok ke arah bawah sumur dan dia melihat seekor ular besar yang tengah membuka mulutnya. Ular itu menunggunya, dan ketika pada saatnya nanti dia jatuh dari tali tersebut, dengan segera ia menyantapnya. Dalam kondisi seperti ini diapun mendapatkan dua ekor tikus yang berwarna hitam dan putih yang mulai menggerogoti tali yang terlilit di pinggangnya. Sementara pada saat yang bersamaan matanya tertuju pada sarang madu yang bercampur tanah yang terletak di samping sumur dengan begitu banyak lebah yang berkumpul di sekitarnya. Lelaki malang ini sejenak lupa dengan keberadaan tikus yang tengah menggerogoti tali pinggangnya tersebut. Bahkan dia pun lengah dengan dirinya yang sebentar lagi akan jatuh ke dalam mulut ular. Pada kondisi seperti itu dia malah menyibukkan diri dengan memakan madu bercampur tanah tersebut dan bertengkar dengan lebah-lebah.

Siapapun yang mendengar hikayat ini, pasti akan berkomentar bahwa betapa dungu dan tololnya lelaki tersebut. Bagaimana mungkin dalam kondisi seperti itu dia bisa lalai, dan bagaimana pula dia bisa menikmati madu tersebut, padahal seharusnya dia lebih mementingkan untuk mencari jalan keselamatan.

Sebenarnya, hikayat ini persis seperti keadaan kita, dimana dunia ini berada dalam posisi sumur. Ular naga yang sedang membuka mulutnya adalah ajal dan kematian serta kubur kita. Dua tikus yang berwarna hitam dan putih adalah malam dan siang yang senantiasa akan menggerogoti umur kita serta memutuskannya. Sementara madu yang bercampur tanah itu merupakan kelezatan duniawi yang termanifestasikan dalam kesulitan yang begitu banyak. Sedangkan lebah merupakan anak-anak dunia, dimana kita senantiasa bermusuhan dengan mereka karena persoalan-persoalan dunia.

Ya Ilahi, kokohkan hati ini agar tetap memiliki tekad yang membaja untuk dapat mentalak dunia dan materinya dengan talak tiga. Oh…dunya, Gurri ghayri. Qad thallaqtuki tsalatsan. Wala roj’ata fiki (Wahai Dunia, kecolah selain diriku. Sesungguhnya tiga kali aku telah mentalakmu. Dan tiada jalan bagimu untuk kembali).[]

Wal-hamdulillahi Rabbil ‘Alamin..

Pelajaran Ke-17

Memohon

Saudaraku, angkatlah kedua tanganmu sebisa mungkin untuk memohon kepada Tuhanmu. Mintalah kepada-Nya segala hajat dan kebutuhanmu. Janganlah engkau tumpahkan wajahmu di hadapan orang-orang yang terkutuk hanya untuk sesuap nasi.

Di dalam sebuah riwayat Rasulullah Saw bersabda bahwa orang kaya itu bukanlah orang yang banyak hartanya, tetapi orang kaya adalah orang yang jiwanya terhormat. Dalam tempat yang lain kepada seorang Badui yang memohon nasihat kepadanya, beliau bersabda: “Apabila engkau melakukan shalat maka lakukanlah seperti orang yang melakukan shalat terakhir kalinya, janganlah engkau berkata-kata dengan ucapan yang menyebabkan keesokan harinya engkau akan menyesal. Dan himpunlah rasa putus asa dari apa-apa yang ada di tangan manusia.”

Imam Shadiq As bersabda:

“Sesungguhnya Syi’ah-syi’ah kami adalah orang-orang yang tidak meminta sesuatu dari manusia dan orang lain, sekalipun ia mati kelaparan”.

Beliau bersabda dalam hadis yang lain:

“Ada tiga perkara yang merupakan kebanggaan seorang mukmin dan akan menjadi hiasan baginya di dunia dan akhirat, yaitu shalat pada akhir malam dan merasa putus asa dalam mengharap apa yang berada di tangan orang lain dan berwilayah kepada Imam dari Ahlulbait Muhammad Saw.” [53]

Ketahuilah Saudaraku, bahwa pakaian seorang raja sekalipun ia mulia, tetapi sesungguhnya ia lebih rendah daripada pakaian seorang fakir yang sabar dan rela dengan kefakirannya tersebut. Sesungguhnya makanan orang yang berleha-leha sekalipun nampaknya lezat, tetapi sesungguhnya roti kering yang dimakan oleh orang-orang fakir itu lebih lezat.

Saudaraku, janganlah engkau merasa gelisah karena sedikitnya uangmu, janganlah engkau menjual agamamu untuk duniamu, karena sesungguhnya pada hari pembalasan nanti kemuliaan itu terdapat pada agama dan bukan terdapat pada uang. Derajatmu akan menjulang tinggi dengan agamamu dan bukan dengan uangmu.

Hukama (orang-orang bijak) berkata “Seandainya air kehidupan itu dijual dan diganti dengan air wajah (kehormatan), maka tidak akan ada seorang alim pun yang bersedia untuk membelinya. Sesungguhnya mati karena sakit itu lebih baik daripada hidup dengan segala kehinaan”.

Oleh karena itu Saudaraku bersandarlah sepenuhnya kepada Allah Swt dan hindarilah rasa tamak dengan melihat apa yang ada pada orang lain dan janganlah engkau perduli dengan yang ada pada mereka. Imam Shadiq As bersabda:

“Apabila kalian menghendaki agar Tuhan kalian tidak mengabulkan suatu permintaanpun melainkan ia pasti memberikannya, maka hendaklah kalian berputus asa dari seluruh manusia dan tidak lagi menaruh harapan selain dari Allah Swt. Apabila Allah Swt mengetahui hal itu dan apa yang ada di dalam lubuk hati kalian maka apa yang dia minta pasti Allah akan memberikannya." [54]

Allah Swt berfirman: “…. orang yang tidak tahu menyangka bahwa mereka itu orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak…”. (Qs. al-Baqarah [2]:273).

Rasulullah Saw bersabda kepada Abu Dzar: “Wahai Abu Dzar, hendaklah engkau jangan meminta-meminta, karena hal itu merupakan kehinaan yang berwujud dan merupakan kefakiran yang cepat dan di dalamnya terdapat hisab yang panjang di hari kiamat." [55]

Dalam hadis yang lain diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Wahai Ali seandainya kedua tanganku ini di masukkan ke dalam mulut at tannin sampai ke sikuku hal itu lebih aku sukai daripada aku harus meminta dari orang lain yang tidak ada di sana." [56]

Amirul Mukminin Ali As pernah bersabda: “Sesungguhnya meminta-minta itu akan melemahkan lisan orang yang berbicara dan akan memecahkan hati yang berani dan membuat orang yang merdeka dan mulia itu bersikap bagaikan sikap seorang budak yang hina dan menghilangkan kehormatan muka dan menghapuskan rizki." [57]

Dalam hadis yang lain beliau bersabda: “Sesungguhnya taqarrub kepada Allah Swt itu dilakukan dengan memohon kepada-Nya dan dengan cara meninggalkan apa yang ada pada manusia."

Dalam riwayat yang lain beliau bersabda:

“Sesungguhnya Syi’ahku adalah orang yang tidak menjilat-jilat bagaikan seekor anjing dan orang yang tidak tamak sebagaimana tamaknya burung elang dan tidak meminta-minta kepada orang lain meskipun ia mati kelaparan."

Pada hadis yang lain beliau bersabda bahwa meminta-minta kepada orang lain adalah kunci dari kefakiran. Rasulullah Saw bersabda:

“Tidak ada seorang hambapun yang membuka pintu pada dirinya untuk meminta-minta kepada orang lain melainkan Allah akan membukakan atasnya tujuh puluh pintu kefakiran."

Imam Shadiq As bersabda:

“Barang siapa yang memohon kebutuhannya kepada orang lain, maka akan tercabut kehormatan dan rasa malunya. Dan dengan berputus asa atau tidak mengharapkan apa yang ada pada manusia adalah merupakan kemuliaan bagi seorang mukmin di dalam agamanya, sedangkan tamak adalah merupakan fakir yang hadir." [58] []

Pelajaran Ke-18

Al-Hirsh

(Rakus)

Saudaraku, hindari dan buanglah jauh-jauh sifat rakus karena sifat tersebut merupakan sahara yang luas tidak bertepi, ke arah mana saja engkau menghadapkan wajahmu maka engkau tidak akan dapat melihat dan menjangkau batasnya. Rakus merupakan lautan yang tiada bertepi dan tidak dapat dijangkau kedalamannya sekalipun kamu menyelaminya. Sungguh betapa rugi dan celakanya orang yang ditimpa penyakit rakus ini, karena ia akan mencelakakan dan menyesatkan dan sulit untuk diselamatkan.

Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya orang yang rakus itu mahrum (terhalangi,) dan dengan adanya penghalang ini dia akan menjadi terhina dalam hal apa saja. Bagaimana ia tidak akan menjadi mahrum dan terhalangi sedangkan ia kabur dari ikatan janji Allah Swt? "[59]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda: “Sesungguhnya rakus itu lebih panas dari api neraka”. Dalam riwayat yang lain beliau bersabda: “Sesungguhnya sifat rakus itu dapat menghalangi kadar dan kemuliaan seseorang dan sifat ini tidak akan menambahkan rizki kepadanya”.

Dalam riwayat yang lain beliau bersabda bahwa orang yang rakus itu adalah fakir meskipun ia memiliki dunia dan isinya. Diriwayatkan dari Imam Baqir As, beliau bersabda bahwa perumpamaan orang yang rakus terhadap dunia adalah seperti ulat sutra, dimana setiap kali bertambah lipatan sutra pada dirinya maka akan semakin jauh pulalah dirinya untuk dapat keluar dari lipatan tersebut.[60]

Ketahuilah Saudaraku, sesungguhnya qanaah (merasa cukup) adalah merupakan suatu sifat yang penuh dengan keutamaan dan fadhilah dan merupakan sifat yang membuat ketenangan seseorang di dunia dan akhirat.

Al-Allamah an-Naraqi dalam kitabnya Jami’u Sa’âdat jilid 2 hal 101 berkata bahwa qanâ'ah dan merasa cukup itu merupakan lawan dari rakus. Qanâ'ah adalah suatu sifat terpuji yang jika melekat pada diri seseorang dapat menjadikannya merasa cukup dengan sekedar kebutuhannya dari harta tanpa berusaha untuk susah payah mencari tambahannya. Qanâ'ah merupakan sifat yang mulia dan utama, dimana sifat-sifat mulia yang lain bergantung pada sifat tersebut. Dan ketiadaan sifat qanâ'ah tersebut akan menjadikan dan menyebabkan seseorang menjadi terjerumus kepada akhlak dan budi pekerti yang buruk. Orang-orang yang qanâ'ah, dengan hanya satu hidangan makanan akan bisa mencukupi sepuluh orang. Tetapi sebaliknya, sifat rakus itu tak ubahnya bagaikan dua anjing yang akan berkelahi hanya untuk memperebutkan sebuah bangkai. Demikianlah orang yang rakus, dia akan tetap lapar meskipun dunia seisinya telah menjadi milikinya. Sementara orang yang merasa cukup dan qanâ'ah akan merasa kenyang sekalipun hanya dengan sebuah roti kering.[]

Pelajaran Ke-19

Tamak

( Serakah)

Saudaraku, ketahuilah bahwa tamak merupakan sebuah sifat yang sama dengan sifat rakus. Lawan dari sifat ini adalah tidak butuh kepada orang lain.

Telah diriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Tamak akan menghilangkan hikmah dari kalbu-kalbu para ulama." [61]

Dan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As, beliau bersabda:

“Mulialah orang yang qanâ'ah, yaitu orang yang merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan hinalah orang yang tamak.” [62]

Dari Ali bin Husain as-Sajjad As bersabda:“Aku melihat kebaikan yang awalnya terkumpul dan menjadi terputus karena ketamakan manusia.” [63] []

Pelajaran Ke-20

Bakhil

(Kikir)

Saudaraku, hindarkan dan jauhkanlah dirimu dari sifat bakhil dan pelit, karena sesungguhnya orang yang bakhil dan pelit itu terhina, rendah dan tidak berharga. Cukuplah dalam keburukan sifat ini bahwa tidak akan ada seorang pun yang menyukainya di dunia ini. Dan masyarakat, bahkan anak-anaknya sendiri akan memusuhinya dan keluarga serta familinya senantiasa akan menunggu kematiannya, supaya dalam duka citanya mereka bisa mengenakan pakaian yang paling lusuh akan tetapi mereka akan membawa pakaian yang paling baik.

Sebagian ulama mengatakan: “Akar bakhil itu dari tanah dan dia akan tumbuh ketika hendak menuju ke tanah”.

Dan ketahuilah Saudaraku, bahwa orang bakhil tidak akan pernah diingat setelah kematiannya, karena telah jelas bahwa barang siapa tidak memakan rotinya ketika hidupnya, maka tidak akan ada yang menyebutkan namanya ketika matinya.

“Dan barang siapa yang kikir, sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri”. (Qs.Muhammad [47]:38)

Pelajaran Ke-21

As-Sakhâ’

(Murah Hati)

Saudaraku, sesungguhnya kebalikan dari sifat bakhil adalah sakhâ’ atau murah hati. Sakhâ’ adalah sebuah sifat yang merupakan akhlak tinggi dan mulia dimana pemiliknya senantiasa akan diterima oleh para penghuni ufuk. Keutamaan dari sifat ini begitu jelas dan terang, karena orang yang memiliki sifat ini akan menjadi orang yang dicintai dan dipuji di sisi Khaliq dan di sisi makhluk. Orang yang pemurah akan dicintai oleh para penghuni langit dan penghuni bumi, dan namanya akan senantiasa terukir dalam kebaikan.

Saudaraku, ketahuilah bahwa kekayaan merupakan perantara untuk memudahkan kehidupan. Dan kehidupan ini bukan merupakan sarana untuk mengumpulkan kekayaan. Seorang ‘Aqil (orang yang berakal sehat) pernah ditanya: “Siapakah yang dimaksud dengan orang yang beruntung, dan apakah yang dimaksud dengan kemalangan?” Sang 'Aqil berkata: “Beruntung adalah memakan dan memanen, sedangkan malang adalah mati dan tenggelam”. Dengarlah baik-baik nasihat Nabi Musa As kepada Qarun, beliau berkata: “Berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (Qs. Qashash [28]:77) Wahai Qarun engkau tidak mendengarkannya dan akibatnya engkau melihat keburukannya dan apa yang engkau capai”

Para cerdik pandai berkata: “Telah meninggal dunia dua orang dan keduanya menyesal, karena yang satu mempunyai tetapi tidak memakannya dan yang satunya lagi mengetahui tetapi tidak mengamalkannya.”

Saudaraku, karena engkau telah mengetahui keutamaan sifat murah hati, maka ketahuilah bahwa sifat ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pemberian dan infak.

Pertama: adalah infak-infak wajib, dan yang termasuk di dalamnya seperti: zakat, khumus, nafkah keluarga dan sepertinya.

Kedua: adalah pemberian-pemberian mustahab seperti sedekah, hadiah, mengundang tamu, memberikan hak ma’lum [64] dan hak hashad [65] , memberikan pinjaman, membantu para muslim, membangun masjid, madrasah, jembatan, istal kuda, membangun kanal-kanal, mencetak buku-buku agama dan lain sebagainya, yang kesemuanya ini merupakan sedekah jariyah (yang akan selalu mengalir pahalanya-AM) dan merupakan baqiyatus-shâlihât (peninggalan amal shaleh).[]

Pelajaran Ke-22

Menghindari Harta Haram

Saudaraku, hindarkan dan jauhkanlah dirimu dari harta yang haram, karena hal itu akan menimbulkan bahaya yang teramat besar, dan merupakan penghalang terbesar dalam memperoleh kebahagiaan. Ketahuilah, bahwa sebagian besar manusia yang tidak memiliki harapan lagi untuk memperoleh karunia dan berkah Ilahi, sebabnya adalah karena mereka tidak mau menjauhkan diri dari harta yang haram. Dan sesungguhnya hati yang tumbuh dari suapan makanan haram, akan berada di suatu tempat yang tidak lagi layak untuk menerima karunia dari Yang Maha Suci.

Oleh karena itu saudaraku, ingatlah, jika engkau ingin mencari keselamatan, engkau harus mencari sesuatu yang halal dan harus menahan tangan serta perutmu dari memakan setiap makanan yang ada. Hindarilah berbuat zalim, keras kepala, berkhianat dalam amanat, menipu, licik, marah, mencuri, mengurangi timbangan, melakukan riba dan sebagainya. Saudaraku, sebaliknya kenakanlah baju taqwa dan wara’ pada tubuhmu karena sesungguhnya: “Pakaian takwa itulah yang paling baik”. (Qs. al-A’raf 07:26)[]

Pelajaran Ke-23

Percakapan Yang Tidak Bermanfaat

Saudaraku, berusahalah semampumu untuk menutup mulut, dan jauhkanlah dirimu dari tenggelam dalam kebatilan, dari percakapan yang tidak bermanfaat dan dari ikut campur dalam urusan orang lain. Karena hal itu akan menyebabkan tersia-sianya waktumu yang merupakan modal perdagangan dan modal keselamatan.

Oleh karena itu saudaraku, perhatikanlah bahwa waktu untuk mempersiapkan perjalanan akhirat lebih sempit dari melakukan hal-hal di atas, karena sesungguhnya kita adalah para musafir yang hanya berkesempatan mengikat bekal perjalanan, lalu seberapakah banyaknya waktu luang kita sehingga masih sempat duduk-duduk dan bercakap-cakap mengenai hal-hal yang tidak ada manfaatnya.[]

Pelajaran Ke-24

Hasad

(Iri Hati)

Saudaraku, hindarkan dan jauhkanlah dirimu dari sifat iri hati sekuat kemampuanmu, karena orang yang iri hati akan merasa tersiksa dengan azab yang berat, baik di dunia maupun di akhirat dan tidak akan pernah terlepas dari kesedihan dan kesusahan.

Apabila engkau perhatikan orang yang terjangkiti penyakit ini dengan baik, maka engkau akan mendapatkan bahwa dia memiliki watak keras kepala dan bersifat keras terhadap orang lain, bahkan menganggap Allah Swt (wal ‘iyâdzu billâh) adalah jahil, atau dia menganggap dirinya lebih mengetahui kemaslahatan dan keburukan hamba Allah. Ketahuilah, bahwa kedua-duanya ini merupakan kekufuran dan juhud (pengingkaran), sehingga dia akan menyandang julukan si hasad yang malang.

Maka saudaraku, jadilah mahsud (orang yang dijadikan obyek untuk iri hati-pen) dan janganlah menjadi hâsid (pelaku hasad), karena sesungguhnya mizan kebaikan para hâsid senantiasa akan menjadi ringan, karena kebaikannya itu dipindahkan ke mizan para mahsud.

Hadhrat Rasulullah Saw dalam sebuah hadis bersabda: “Sedikit sekali manusia hasad yang bisa merasakan kenikmatan."[66]

Dan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda: “Sifat hasad tidak akan membawa keberuntungan." [67]

Terdapat perumpamaan masyhur yang mengatakan: “Telah cukup bagi para penghasud dengan hasad yang diidapnya.”

Apabila engkau ingin mengetahui kemalangan yang akan dibawa oleh para penghasad, maka perhatikanlah baik-baik, bahwa sebenarnya -di dalam kehidupan dunia yang hanya beberapa hari saja- tidak pantas sama sekali untuk iri hati kepada hamba Allah yang lain. Karena dalam waktu yang hanya sekejap mata, si haasid dengan mahsud akan segera terkubur di dalam tanah, dan nama mereka akan terhapus dari lembaran masa.[]

Pelajaran Ke-25

Merendahkan Orang Lain

Saudaraku, hindarkanlah dirimu dari menghina dan merendahkan orang lain dari hamba-hamba Allah.

Diriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Barang siapa menghina salah satu dari sahabatku berarti dia telah mengikatkan tali peperangan denganku."[68]

Oleh karena itu Saudaraku, seharusnya engkau senantiasa menghormati dan memuliakan seluruh tingkatan rakyat sesuai dengan keberadaan mereka, khususnya dari keturunan mulia; ahli ilmu, ahli fadhilah dan pemilik sifat wara’ dan takwa. Demikian pula terhadap orang-orang tua dan para pendahulu Islam dan keturunan agung para sadat (keturunan Rasulullah).[]

Pelajaran Ke-26

Zalim Dan Kasar

Saudaraku, hindarkanlah dirimu sebisa mungkin dari berbuat zalim dan kasar. Sesungguhnya aniaya dan zalim menurut pendapat siapapun di alam ini, merupakan perbuatan yang buruk. Di dalam Al Qur’an al Majid dijelaskan bahwa orang-orang yang berbuat zalim berada dalam laknat yang sangat keras. Banyak sekali hadis-hadis Rasulullah Saw yang menjelaskan tentang celaan serta ancaman yang berat bagi orang-orang yang zalim. Allah Swt dalam salah satu ayatnya berfirman: “Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Qs. Ali Imran [03]:57)

Terdapat sebuah riwayat yang mengatakan bahwa berbuat zalim dan kekerasan dalam satu jam itu lebih buruk di sisi Allah dari melakukan dosa selama enam puluh tahun. Dan barang siapa yang takut dengan balasannya, maka dia pasti akan menjauhkan diri dari melakukan kezaliman tersebut, karena muntaqim (yang mengambil balas dendam) hakiki akan menuntut intiqâm (balas dendam) dari setiap orang yang berbuat kezaliman, lalu memberikan balasan yang sesuai untuknya. [69]

Demikianlah, Sultan Mahmud Ghaznawi mengatakan: “Aku tidak terlalu takut dengan pedang para lelaki singa, tetapi aku lebih takut pada amir perempuan tua”.

Telah diriwayatkan pula bahwa berbuat zalim atau berteman dengan orang yang zalim, dan rela dengan kezalimannya, mereka semua berada dalam kedudukan yang sama. Oleh karena itu saudaraku, berbuatlah sesuatu dengan adil dan hindarkanlah dirimu dari berbuat zalim kepada hamba-hamba Allah, karena kemuliaan sifat adil berada di luar sifatnya. Dan cukuplah dalam posisi sebagaimana apa yang kita lihat dalam sebuah cerita bahwa setelah lebih dari seribu tahun Anushirwan [70] yang adil terkuburkan, tetapi ternyata rakyat masih saja menyebutkan kebaikan namanya, hal ini dikarenakan satu sifat yang mulia dan tali umurnya yang selama sekian ribu tahun dalam kesultanan telah ditancapkan pada paku ajal, akan tetapi hingga kini nyanyian rantai keadilannya masih terikat erat di kubahnya.[]

Pelajaran Ke-27

Memenuhi Hajat Muslimin

Saudaraku, senantiasa bersungguh-sungguhlah dalam memenuhi dan membantukebutuhan serta hajat para muslim, dan berusahalah untuk memberikan hal-hal yang lebih penting bagi mereka.

Ketahuilah, bahwa keutamaan para muqarrab adalah karena usaha mereka yang serius untuk memenuhi keperluan orang-orang yang butuh.

Hadhrat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda dalam salah satu hadisnya kepada Kumail bin Ziyad: “Wahai Kumail, perintahkanlah kepada keluargamu untuk berusaha meraih kemuliaan dengan berupaya memenuhi kebutuhan orang-orang yang memerlukan.” [71] []

Pelajaran Ke-28

Membahagiakan Hati Mukmin

Saudaraku, bahagiakanlah hati para mukmin semampumu, karena alangkah besar dan banyaknya pahala yang dijanjikan untuk perbuatan tersebut. Dan ketahuilah bahwa membuat bahagia dan gembira hati kaum mukmin lebih baik dan lebih utama daripada meramaikan sebuah bangsa.

Hadhrat Rasul Saw bersabda: “Amalan yang paling dicintai di sisi Allah Swt adalah memberikan kebahagiaan atas para mukmin.”[72][]

Pelajaran Ke-29

Amar Ma’ruf Dan Nahi Mungkar

Saudaraku, janganlah engkau menganggap ringan pelaksanaan amar ma’ruf dan nahi mungkar, karena melalaikan masalah ini dapat mengakibatkan bahaya yang sangat fatal. Dan bahaya yang ditimbulkan oleh hal ini bersifat universal, dan kerusakan yang akan terjadipun bersifat global dan memenuhi segala segmen.

Dari Hadhrat Baqirul Ulum As telah diriwayatkan, beliau bersabda bahwa Allah Swt telah mengirimkan wahyu kepada Nabi Syu’aib As dengan berfirman bahwa “Aku akan menurunkan azab kepada seratus ribu orang dari kaummu, empat puluh ribu darinya berasal dari golongan yang buruk dan enam puluh ribu lainnya dari golongan yang baik”. Nabi Syu’aib bertanya: “Tetapi mengapa golongan yang baik-baik pun mendapatkan azab?”, Lalu beliu mendengar jawaban bahwa “Hal itu terjadi karena mereka menjilat dan menganggap sepele para pembuat maksiat, dan mereka tidak memarahi dengan kemarahan-Ku.” [73] []

Pelajaran Ke-30

Kekeluargaan

Saudaraku, ketahuilah bahwa mempunyai sifat kekeluargaan atau kekerabatan serta damai dengan masyarakat, merupakan sebuah sifat yang terpuji dan akhlak yang mulia. Sehubungan dengan masalah ini terdapat begitu banyak hadis yang mengungkapkan tentang keutamaan melakukan ziarah kepada para mukmin, mengucapkan salam, bersalaman dengan mereka, menjenguk mereka yang sakit, mengiringi jenazah dan mengucapkan tasliyat kepada orang-orang yang terkena musibah dan yang semisalnya.

Saudaraku, apabila engkau perhatikan dengan baik hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah ini, maka engkau akan mengetahui betapa besarnya perhatian Allah Swt terhadap persoalan rasa kekeluargaan di antara seluruh makhluknya, dan betapa banyaknya sunnah-sunnah yang telah Dia tetapkan untuk mempertahankan sifat ini. Tetapi sayang dan ironis sekali, ternyata pada zaman kita sekarang ini, sebagian besar dari sunnah-sunnah tersebut telah ditinggalkan, tidak ada yang tertinggal dari nubuwwah (kenabian) melainkan formalitasnya dan tidak ada yang tertinggal dari syari’at kecuali namanya. Setan-setan dengan berbagai usahanya telah berhasil menyebarkan berbagai rencana busuknya. Sehingga umat ini jatuh dan tejerumus ke dalam perbuatan nifak dan perpecahan di antara mereka. Bahkan umat ini, kini telah berani membelakangi segala sesuatu, padahal Allah telah memberikan perhatiannya begitu besar. Mereka tidak menjenguk sesamanya, kecuali karena riya atau untuk menampakkan dan menyebarkan keburukan. Mereka menganggap bahwa memberikan salam merupakan satu perbuatan yang tercela, tetapi mereka senantiasa mengharap agar orang lain memberikan salam kepadanya. Dan mereka pun menganggap bahwa bersalaman merupakan sebuah kebiasaan yang dungu.[]

Pelajaran Ke-31

Silaturahmi

Saudaraku, silaturahmi dan menjalin ikatan persaudaraan dan kekeluargaan dengan sanak keluarga merupakan sebuah ketaatan yang sangat dianjurkan Islam. Bahkan melakukan hal ini lebih utama dari ibadah sunnah. Cukuplah mengenai keutamaan perbuatan ini bahwa hal itu dapat memperpanjang umur dan memperbanyak rizki serta mempermudah hisab pada hari kiamat. Sedang memutus silaturahmi dapat menyebabkan ditimpanya azab akhirat dan malapetaka dunia.

Dari hadis dan pengalaman membuktikan bahwa memutuskan silaturahmi dapat menyebabkan kefakiran dan ketidaktenangan serta akan memperpendek umur. Cukuplah dalam keburukannya bahwa Allah Swt dalam al-Quran berfirman: “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan Mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang Itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). (Qs. Ar-Ra’ad 13:25)

Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (Qs. Muhammad [47]:22)[]

Pelajaran Ke-32

Menyakiti Kedua Orang Tua

Yang dimaksud dengan menyakiti kedua orang tua adalah membuat mereka marah, kecewa dan merusak ketenangan keduanya. Bahkan mengganggu ketenangan salah satu dari mereka pun dapat dikategorikan menyakitinya. Dan hal ini merupakan jenis pemutusan silahturahmi yang paling parah dan -tentunya- tanpa diragukan lagi merupakan sebuah dosa yang besar.

Betapa malang nasib orang yang menyakiti kedua orang tuanya baik di dunia maupun di akhirat, karena dengan melakukan hal ini tidak ada lagi yang akan dia peroleh dari umurnya, dan tidak ada pula kemuliaannya. Usianya akan menjadi pendek dan kehidupannya merupakan hukuman baginya. Sakaratul maut akan menjadi susah dan cabutan nyawa pun akan menjadi hal yang sangat menyakitkan baginya.

Oleh karena itu Saudaraku, kasihanilah jiwamu dan hindarkanlah dirimu dari duri yang menyakitkan ini. Ingatlah selalu jerih payah dan hari-hari kedua orang tuamu yang tanpa tidur dan istirahat yang cukup telah membimbing dan membesarkanmu. Bertahun-tahun engkau berada dalam pelukan mereka yang hangat dan penuh kasih sayang, dan membesarkanmu dengan memeras jiwa. Ingatlah bahwa engkau terlahir tanpa daya, lalu layakkah setelah engkau mendapatkan sedikit kekuatan dalam dirimu, engkau segera melupakan semuanya itu?[]

Pelajaran Ke-33

Perhatian kepada Tetangga

Saudaraku, janganlah engkau mengganggu dan menyakiti para tetanggamu dan perhatikanlah haq mereka. Janganlah engkau melihat ke arah rumah mereka, jangan mengalirkan talang ke arah rumah mereka dan jangan pula meletakkan sampah di depan rumah mereka. Dan jangan sampai engkau mengganggu mereka dengan bau atau asap masakanmu, tetapi saling membantulah engkau dengan mereka.

Ingatlah, jangan sampai engkau tidur pada malam hari dalam keadaan kenyang sementara mereka tidur dalam keadaan kelaparan atau engkau hidup dalam keadaan tenang, tetapi mereka hidup dalam kesulitan, kesusahan, kedinginan dan mengenakan baju yang compang-camping.

Janganlah kalian menolak memberikan garam, air, api dan semacamnya ketika mereka memerlukan. Dan apabila mereka ingin meminjam sesuatu dari kebutuhan pokok rumah, maka berikanlah apa yang mereka inginkan.

Saudaraku, perhatikanlah segala sesuatunya, karena mereka yang berbuat baik terhadap para tetangganya, umur mereka akan menjadi panjang dan akan memperluas rumahnya. Sesungguhnya Ahlulbait As telah menegaskan dan menekankan masalah bertetangga ini dalam banyak bab. [74] []

Pelajaran Ke-34

Mencari Aib Orang Lain

Mencari aib, cela dan keburukan orang lain merupakan indikasi keburukan jiwa, keburukan karakter dan kehinaan pelakunya. Karena setiap orang yang mempunyai aib dan sifat buruk, pasti ingin menampakkan aib dan kekurangan orang lain.

Di riwayatkan dalam salah satu hadis Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Barang siapa yang menampakkan amal orang lain yang tidak layak, sesungguhnya dia telah menempatkan dirinya pada posisi tersebut.” [75]

Pengalaman membuktikan bahwa barang siapa meletakkan dirinya untuk senantiasa membuka aib orang lain, berarti dia telah membuat malu orang lain dan akan membuat dirinya tidak dipercaya.

Oleh karena itu, betapa bodohnya orang yang melihat dirinya sendiri bergelimang dengan beribu aib dan seluruh anggota -dari kaki hingga kepala- dipenuhi oleh maksiat, tetapi dia menutup matanya dari aibnya sendiri, lalu malah sibuk membuka mulutnya untuk mencari aib dan kesalahan orang lain.

Hadhrat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As dalam salah satu kalimatnya mengumpamakan orang-orang yang senantiasa mencari aib orang lain lalu menukilkan aib tersebut, tetapi tidak menukilkan kebaikannya, dengan perumpamaan seekor lalat yang senantiasa mencari tempat-tempat jorok dan kotor dari badan manusia lalu hinggap di atasnya dan tidak melakukan sesuatu pun pada tempat-tempat yang bersih. [76]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As juga bersabda dalam sebuah hadisnya: ”Sebesar-besarnya aib seseorang adalah yang menjelek-jelekkan orang lain dengan keburukan yang ada pada dirinya sendiri.“ [77] []

Pelajaran Ke-35

Menjaga Rahasia

Saudaraku, janganlah engkau membuka dan menceritakan rahasia yang engkau sembunyikan kepada orang lain, meskipun dia adalah sahabat sejatimu. Karena dia mempunyai banyak teman dan teman-temannya pun mempunyai banyak teman. Para cerdik pandai mengatakan: Setiap rahasia yang telah keluar dari lisan dua orang, berarti rahasia tersebut telah tersebar. Atau segala sesuatu yang telah keluar dari dua bibir, berarti telah menjadi berita.[]

Pelajaran Ke-36

Menggunjing

Saudaraku, ketahuilah bahwa sesungguhnya perbuatan menggunjing, baik hal tersebut dilakukan dengan perkataan, tulisan, secara langsung atau pun dengan isyarat, merupakan sifat yang paling rendah di antara sifat-sifat yang tercela. Dan sepertiga azab kubur itu muncul dikarenakan sifat buruk ini. [78] Bahkan dapat dipahami dari kalam Ilahi bahwa menggunjing seorang anak pun adalah haram hukumnya. Demikian juga Allah Swt berfirman dalam ayatnya: “Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah - yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa - yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya.” (Qs. al-Qalam [68]:11-13)

Setiap orang yang mengetahui hakikat dari sifat ini, akan mengetahui bahwa menggunjing merupakan secelaka-celaka dan seburuk-buruknya oranag. Dan seburuk-buruknya penggunjing adalah berkata-kata buruk. Yaitu menggunjing di dekat orang yang dia takut terhadap bahaya, siksaan dan pembunuhannya seperti para sultan, para penguasa dan para pemimpin.[]

Pelajaran Ke-37

Kegirangan

Yang dimaksud dengan kegirangan adalah ketika seseorang mendengar bahwa musibah dan petaka telah menimpa seorang rekan atau saudaranya se-iman meskipun karena kejahatan atau keburukannya, lalu dia merasa girang dan ceria dengan kejadian tersebut.

Dari hadis [79] dan pengalaman telah terbukti bahwa orang-orang yang gembira atas musibah yang menimpa orang lain, maka dia tidak akan meninggalkan dunia ini sebelum dia mengalami musibah sebagaimana yang telah menimpa orang lain. Oleh karena itu orang yang berakal tidak akan merasa aman dari berbagai musibah dunia, dan karenanya dia tidak akan merasa gembira dengan musibah saudaranya yang se-iman.[]

Pelajaran Ke-38

Bertengkar Dan Berdebat

Yang dimaksud dengan bertengkar dan berdebat adalah merasa keberatan atas perkataan orang lain dan menampakkan kelemahan serta mengacaukan percakapan orang tersebut dengan maksud untuk merendahkannya serta untuk menampakkan kebesarannya tanpa adanya manfaat ukhrawi. Ketahuilah bahwa perbuatan seperti ini merupakan salah satu dari akhlak yang sangat tercela.

Dalam salah satu hadis Rasul Saw bersabda bahwa hakikat keimanan seorang hamba tidak akan mencapai kesempurnaan, selama dia tidak meninggalkan pertengkaran dan perdebatan, meskipun kebenaran berada pada dirinya. [80]

Tidak diragukan lagi bahwa apabila seseorang menganggap hal ini sebagai sebuah sifat yang tercela, pasti dia tidak akan pernah menyempatkan diri untuk melakukannya, karena pelaku perbuatan tercela ini diumpamakan sebagaimana seekor anjing liar yang senantiasa akan memenuhi keinginannya. Dia akan ikut terperosok dengan setiap orang dan senantiasa akan memenuhi keinginannya ini, sehingga setiap dia mendengar percakapan orang lain, dia akan melakukan perdebatan dengannya serta mencari kelanjutannya, bahkan dia merasa nikmat dengan perbuatannya tersebut. Terutama dalam kemajemukan seperti sekarang ini, dimana sebagian dari orang-orang yang lemah akalnya malah memuji orang yang mempunyai sifat tercela semacam ini. Orang-orang yang lemah akalnya itu mengatakan bahwa si fulan pendebat atau si fulan yang banyak bicara dan penceramah hebat itu tidak bisa didebat dan tidak ada yang mengalahkannya. Oleh karena itulah biasanya orang semacam ini, yaitu orang yang hobinya berdebat, selalu memilih lawan debatnya dari kelompok orang-orang yang jahil dan bodoh, sehingga dia akan dapat mengalahkannya. Sungguh malang sekali nasib orang seperti ini, karena dia tidak mengetahui bahwa barang siapa yang melakukan perdebatan dengan orang yang lebih bodoh darinya untuk mengetahui bahwa dirinya lebih pandai, sesungguhnya dia adalah orang yang bodoh.[]

Pelajaran Ke-39

Mengolok-Olok Dan Mengejek

Yang dimaksud dengan mengejek dan mengolok-olok adalah menirukan kelakuan, perbuatan, gerak-gerik dan sifat-sifat orang lain, baik dilakukan dengan perkataan, perbuatan, isyarat, sindiran atau kiasan, sehingga menyebabkan orang lain tertawa. Ketahuilah bahwa hal ini dapat menyebabkan timbulnya perpecahan, kecongkakan atau kehinaan orang yang diolok-olok. Dan bisa jadi hal ini, yakni membuat orang lain tertawa dan menganggapnya lucu, disebabkan karena ketamakan terhadap kotoran duniawi. Tak pelak lagi bahwa perbuatan semacam ini tidak akan keluar kecuali dari orang-orang yang rendah akhlaknya, tidak berpendidikan dan pemilik fitrah yang tercela. Bahkan pelaku perbuatan tersebut termasuk orang yang tidak memiliki pengetahuan agama dan tidak juga memiliki kemanusiaan.[]

Pelajaran Ke-40

Berlebihan Dalam Bercanda

Berlebihan dalam bercanda dan melawak adalah sebuah perbuatan yang buruk, bahkan akan menyebabkan kekurangsabaran, turun kehormatannya dan akan menghasilkan kehinaan serta mematikan hati.

Perbuatan inipun akan membuat lupa terhadap akhirat dan bisa jadi akan menyebabkan perpecahan dan permusuhan pula atau akan menyebabkan ketersingungan dan memalukan para Mukmin.

Namun tidak berlebihan dalam hal ini dan tidak membuat keburukan sebagaimana di atas dan tidak membuka mulut serta tertawa tanpa manfaat, merupakan hal yang terpuji.[]

Pelajaran Ke-41

Ghibah

Ghibah atau menggosip adalah mengatakan sesuatu yang tidak ada pada diri seseorang dengan maksud untuk menjelekkannya atau mencari kekurangannya, dimana apabila orang tersebut mendengar perkataannya ini, dia tidak akan senang, bahkan akan merasa sedih dan tidak rela dengan perkataan tersebut. Baik apa yang dikatakan kepadanya tersebut merupakan kekurangannya yang terdapat di tubuhnya, keturunannya, sifatnya, perbuatannya ataupun perkataannya, ataupun pada segala sesuatu yang berhubungan atau berkaitan dengannya. Sebagaimana dikatakan dalam hadis Rasulullah Saw, beliau bersabda: Apakah kalian tahu apakah ghibah itu? Mereka menjawab: Ya Rasulullah, Allah dan Utusan-Nyalah yang lebih mengetahuinya!. Beliau bersabda: “Ghibah adalah seseorang menyebut-nyebut saudaranya dengan sesuatu yang akan membuatnya tidak senang. ”

Salah seorang dari mereka bertanya: ”Ya Rasulullah apabila sifat tersebut benar-benar ada padanya, apakah hal ini tetap merupakan sebuah keburukan?” Beliau menjawab: “Apabila kekurangan tersebut ada padanya maka hal ini merupakan ghibah, dan apabila tidak ada padanya maka hal ini merupakan fitnah.” [81]

Dan tidak ada perbedaan antara ghibah yang dilakukan dengan sindiran atau yang langsung, bahkan bisa jadi sindiran itu lebih buruk, dan pendengar ghibah berada dalam hukum pelaku ghibah.

Ketahuilah bahwa ghibah merupakan perbuatan yang sangat besar bahayanya, dan menurut pendapat seluruh ulama Islam dan sesuai dengan apa yang ditegaskan dalam Kitab dan Sunnah, hal ini merupakan perbuatan yang telah jelas keharamannya.

Dari hadis yang begitu banyak dapat dipahami bahwa ghibah itu lebih buruk dari pada berzina. [82] . Dan ghibah akan memakan kebaikan yang ada sebagaimana api membakar kayu. [83] Allah Swt tidak akan mengabulkan shalat dan puasa pelaku ghibah hingga empat puluh hari empat puluh malam. [84]

Begitu banyak hadis-hadis yang menjelaskan betapa tercelanya perbuatan ini. Dan penyakit yang sangat berbahaya ini tidak akan bisa sembuh kecuali dengan merujuk kepada ayat-ayat [85] dan hadis-hadis yang mencela perbuatan ini. Kemudian fikirkanlah dan bertafakkurlah dalam masalah ini bahwa apabila seseorang melakukan ghibah atasmu di sampingmu, apakah engkau tidak akan kecewa dan marah? Sebagaimana engkau tidak akan rela untuk dirimu sendiri dalam hal yang tidak engkau sukai. Hendaklah engkau memperhatikan apa-apa yang engkau ucapkan dan berfikir dalam percakapan. Sumber ghibah itu biasanya muncul dalam bentuk kemarahan, perpecahan, sindiran, hasad, candaan murni, lelucon atau dengan maksud mengejek, mencemooh, bangga dan semisalnya.[]

Pelajaran Ke-42

Berdusta

Saudaraku, berdusta dalam berbicara merupakan sebuah sifat yang dapat membuat pelakunya menjadi orang yang rendah, hina, tanpa malu dan tidak dipercaya lagi. Hal ini merupakan modal dari perbuatan, harga diri dan hitamnya wajah di dunia dan di akhirat.

Ayat-ayat dan hadis-hadis yang menyebutkan tentang keburukan dari sifat ini begitu banyak. Dalam salah satu hadis Rasulullah Saw bersabda: Setiap kali para Mukmin berkata dusta tanpa adanya halangan syar’i, maka tujuh puluh ribu malaikat akan melaknatnya dan akan keluar bau yang sangat busuk dari hatinya dan dalam keadaan seperti itulah dia akan naik ke atas hingga sampai ke arsy Ilahi. Dengan demikian dia akan mendapatkan laknat dari para penyangga ‘arsy. Allah Swt -dengan perantaraan satu kebohongan ini- akan menuliskan tujuh puluh zina atasnya dimana paling rendahnya zina tersebut adalah seperti melakukan zina dengan ibunya sendiri. [86]

Dari hadis yang lainnya dapat dipahami bahwa pembohong tidak mempunyai iman, dan wajahnya berwarna hitam. [87] Berbohong itu lebih jelek dari meminum minuman keras. [88] Bohong merupakan kunci sebuah rumah dimana seluruh keburukan berada di dalamnya. [89] Dan bohong merupakan paling buruknya riba, [90] mewariskan fakir dan lupa [91] dan mengambil wajah insaniyah pelakunya. [92] Para pembohong akan diazab dengan azab yang khusus dalam kuburnya. [93] Pembohong mempunyai kelembutan hati yang lebih sedikit dibanding segala makhluk yang ada, [94] dan masih begitu banyak lagi kalimat-kalimat yang menjelaskan tentang keburukan dari berkata-kata bohong.

Cara untuk melepaskan diri dari keburukan ini adalah dengan merujuk kepada ayat-ayat dan hadis-hadis yang mencela perbuatan tesebut. Di samping itu juga hendaknya berpikir bahwa berbohong akan menyebabkan kematian yang abadi dan akan menyebabkan hilangnya rasa malu seseorang, kehinaan dan sumber dari jatuhnya harga diri serta kepercayaan. Cukuplah dalam sebab-sebab ketiadaan rasa malu dengan apa yang telah dikatakan dalam hadis dimana Allah Swt meletakkan penyakit lupa pada pelakunya. [95] Persoalan ini telah sampai pada pengalaman dimana dalam perumpamaan global yang menegaskan tentang lemahnya ingatan si pembohong.

Ketahuilah bahwa berkata bohong sebagaimana sabetan pedang, apabila terdapat luka karenanya maka luka tersebut akan tetap meninggalkan bekasnya. Karena saudara-saudara Yusuf As menampakkan aib kebohongannya maka tidak ada kepercayaan dalam perkataan mereka yang benar.

Allah Swt berfirman: “Ya’kub berkata: “Sesungguhnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (buruk) itu, maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku.” (Qs. Yusuf [12]:18)

Dan ketahuilah, bahwa lawan dari berbohong adalah jujur dan berkata benar. Hal ini merupakan sifat yang baik dan merupakan pemimpin akhlak yang terpuji. Allah Swt berfirman dalam salah satu ayatnya: “Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama-sama orang yang benar.” (Qs. at-Taubah [09]:119)

Dari Hadhrat Shadiq As diriwayatkan bahwa beliau bersabda: “Janganlah engkau melihat seseorang pada lama dan panjangnya rukuk serta sujudnya, karena bias jadi hal itu dia lakukan karena kebiasaannya yang apabila dia meninggalkannya, dia akan merasa tidak nyaman. Tetapi lihatlah seseorang itu pada benar tidaknya perkataannya dan bagaimana dia mengembalikan amanat yang berada di tangannya.” [96] []


3

4