Penutup
Ketahuilah bahwa untuk mensucikan jiwa dari sifat-sifat yang rendah dan tercela serta menghiasinya dengan sifat-sifat yang indah dan terpuji, terdapat beberapa hal urgen yang perlu untuk dilakukan:
Pertama: Senantiasa mempertahankan serta mengaplikasikan diri dengan amalan-amalan yang merupakan pengaruh dari sifat-sifat terpuji, dan mau tidak mau memacu jiwa kepada aktifitas-aktifitas yang melahirkan sebuah sifat yang merupakan tuntutan pendidikannya serta senantiasa menjaganya.
Kedua: Senantiasa melakukan perenungan terhadap kondisi dan memberikan perhatian terhadap amalan serta aktifitas diri. Pada setiap amalan yang hendak dilakukan, terlebih dahulu harus merenungkannya sehingga tidak terjadi kontradiksi dengan keharusan melakukan kebaikan, dan tidak lalai dari keadaan dirinya dalam segala kondisi. Bahkan setiap hari dan malam hendaknya membuka buku amalannya serta melakukan perhitungan dari kepala hingga kakinya dan meneliti serta mengamati apa yang telah dia lakukan. Apabila merupakan suatu amalan yang baik dan terpuji, maka hendaklah bersyukur. Dan apabila merupakan amalan yang berada dalam keburukan, maka hendaknya bertaubat serta melakukan kontemplasi tentangnya.
Ketiga: Menghindarkan hal-hal yang membuat semakin bangkitnya potensi syahwat atau kemarahan, misalnya: menghindarkan mata, telinga dan hati dari melihat, mendengar dan membayangkan segala sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan kemarahannya. Berusahalah untuk semakin banyak menjaga hati dari khayalan terhadapnya.
Keempat: Jangan tertipu dengan nafsu sendiri, dan sama sekali janganlah menganggap apa yang dilakukannya itu benar, dan berusahalah untuk semakin banyak mencari aib dan cacat diri, serta berusaha dengan pandangan yang cermat untuk mencari keburukan diri yang tersembunyi. Ketika berhadapan dengan sesuatu darinya, maka berusahalah untuk menghilangkannya. Ketahuilah bahwa setiap nafsu dan jiwa adalah pecinta dari sifat dan aktifitasnya sendiri. Oleh karena itu amalan serta aktifitasnya senantiasa benar dalam pandangannya. Orang semacam ini tidak akan pernah bangkit tanpa terlebih dahulu berfikir dan meneliti kekurangan dirinya. Dan sebaiknya meminta bantuan dari orang-orang yang bisa dipercaya dan para sahabatnya untuk meneliti kekurangan dan aib dirinya. Hendaknya senantiasa menunggu apa yang ditampakkan oleh para musuh serta lawannya dalam mengungkap kekurangannya. Setelah itu berusaha untuk meredam dan menghilangkannya. Dan sebaiknya menjadikan apa yang dikatakan oleh orang lain sebagai refleksi dari penampakan aib dirinya. Oleh karena itu, hendaklah berfikir positif terhadap apa yang keluar dari mereka serta menganggap buruk amalnya tersebut. Dan ketika berhadapan dengan keburukan segala sesuatu, dia tetap mengetahui meskipun amalan tersebut keluar darinya, amalan tersebut tetap merupakan amalan yang buruk. Dan ketika berhadapan dengan kebaikan dimana amalan tersebut pun berasal darinya, maka tetap pula menganggapnya sebagai sebuah amalan kebaikan. Oleh karena itu berusahalah untuk memberangus keburukan diri dan bertekadlah untuk mencari etika yang hasanah.
Kelima: Menganggap penting untuk menghindarkan diri dari percakapan-percakapan yang buruk serta jahat. Dan menganggap bahwa menjauhkan diri dari teman sebangku yang berakhlak buruk adalah sebagai suatu kewajiban, dan sebaliknya hendaklah senantiasa melakukan percakapan dengan para orang-orang yang memiliki akhlak terpuji serta para petinggi agama, karena majelis serta percakapan dengan setiap orang akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap dirinya. Sebagaimana karakter seorang pencuri yang senantiasa mengambil secara paksa apa saja yang dia lihat dari orang lain. Dalam sebuah sya’ir dikatakan:
Karena duduk dengan orang-orang tercela,
Putra Nuh telah kehilangan keturunan nubuwwahnya.
Tetapi, hanya karena beberapa hari bersama orang-orang mulia, anjing Ashabul Kahfi telah berubah menjadi manusia.
Selain itu, barang siapa yang berkumpul dengan para pelaku maksiat, berarti dia telah bersama dalam azab mereka dan terbakar bersama api mereka. Allah Swt. berfirman:
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh oleh api neraka.”
(Qs. Huud [11]113)
Untuk menegaskan betapa besarnya pengaruh yang akan ditimbulkan oleh berkumpul dengan para pelaku maksiat, kami akan menukilkan sebuah hadis mulia yang di dalamnya terangkum serangkaian manfaat agung, dan dengan ini pula kami akan menutup risalah ini.
Syaikh Kulaini Ra telah meriwayatkan sebuah hadis dari Imam Shadiq As, beliau bersabda:
“Suatu hari Hadhrat Isa al-Masih As melewati sebuah perkampungan dimana penghuninya, burung-burung dan hewan-hewan, seluruhnya telah mati. Nabi Isa melihat pemandangan semacam ini bersabda kepada para Khawariyyun: “Lihatlah, penghuni perkampungan ini telah mati karena azab Allah Swt.
Seadainya mereka mati pada waktu yang berbeda pasti di antara mereka akan saling menguburkan yang lainnya.”
Khawariyyun -yang merupakan sahabat-sahabat khusus Hadzrat Isa As- bertanya kepada beliau: “Wahai Ruhullah, mintalah kepada Allah Swt agar Dia menghidupkan mereka kembali, supaya mereka memberitahukan kepada kami amalan seperti apakah yang telah menyebabkan mereka mendapatkan azab seperti ini, sehingga kami bisa menghindari perbuatan tersebut.”
Dalam memenuhi permohonan mereka, Hadhrat Isa As berdo’a dan memohon kepada Nya. Tidak lama kemudian muncullah suara yang mengatakan untuk memanggil penghuni perkampungan tersebut. Pada malam harinya Hadhrat Isa As pergi menuju ke tempat yang tinggi dan bersabda: “Wahai penghuni kampung!”, lalu salah seorang penghuni kampung menjawab: “Labbaika, ya Ruhullah”. Kemudian Isa Kalimatullâh bersabda: “Katakan, apakah yang telah kalian lakukan di dunia?”
Dia berkata: “Kami beribadah kepada thaghut, bersahabat dengan dunia tanpa rasa takut kecuali sedikit, mempunyai harapan yang panjang dan lalai serta sibuk dengan berfoya-foya”
Isa As bersabda: “Hingga seberapakah kecintaan kalian kepada dunia?”
Dia berkata: “Kecintaan kami kepada dunia sebagaimana kecintaan seorang anak kepada ibunya. Setiap kali mereka menghampiri kami, maka kami sangat gembira menyambutnya, dan setiap kali mereka membelakangi kami, maka kami menangis dan bersedih hati.”
Al-Masih As bersabda: “Bagaimanakah ibadah kalian kepada thaghut?”
Dia menjawab: “Kami mentaati para pelaku maksiat, yaitu dalam semua persoalan batil, dan setiap kali kami ditugaskan untuk itu, kami senantiasa mentaatinya.”
Isa As bersabda: “Lalu apakah yang kalian peroleh dari penugasan tersebut?”
Dia berkata: “Malam hari kami dapat tidur dengan nyenyak dan lelap, tetapi pada keesokan harinya kami melihat diri kami berada di dalam neraka”.
Isa As bersabda: “Apakah neraka itu”.
Dia menjawab: “Adalah Sijjin”.
Isa As bersabda: “Lalu apakah Sijjin itu?”
Dia menjawab: “Adalah gunung-gunung yang berasal dari api yang senantiasa akan tertumpahkan apinya kepada kami hingga hari kiamat”.
Isa bersabda: “Lalu apa yang kalian katakan dan apa jawaban yang diberikan kepada kalian”.
Dia menjawab: “Kami berkata bahwa kembalikanlah kami ke dunia hingga kami hidup dengan zuhud dan sederhana, dan jawaban atas kami adalah kalian adalah pembohong”.
Isa As bersabda: “Mengapa hanya engkau yang dapat bercakap-cakap denganku di antara mereka yang ada?”
Dia berkata: “Ya Ruhullah, sebabnya adalah: mulut mereka telah ditutupi oleh tali kekang api, dimana tali kekang tersebut dipegang oleh tangan para malaikat dengan kuat dan kencang sehingga menjadikannya sebagai wakil mereka. Sebenarnya aku ini tidak termasuk golongan mereka. Namun karena aku berada di antara mereka, maka begitu azab ini terjadi atas mereka, akupun menjadi terseret ke dalamnya. Oleh karena itulah aku bergelantungan pada sehelai rambut di samping jahannam. Aku tidak tahu apakah akhirnya akan jatuh ke dalamnya ataukah akan terselamatkan”.
Setelah mendengar jawaban ini Hadhrat Isa As menghadap kepada Khawariyyun dan bersabda: “Wahai para sahabatku, sesungguhnya memakan roti kasar dengan garam dan tidur di atas sampah, tetapi tetap mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat, merupakan sebuah kebaikan yang sangat besar, dan kalian harus menyadari dan menghargai kenikmatan ini.”
Tidak terelakkan lagi bahwa apa yang dikatakan oleh laki-laki ini dengan keadaan perkampungannya tersebut kepada Hadhrat Isa As, persis sebagaimana keadaan kita dan keadaan para manusia pada zaman kita sekarang ini. Banyak dari kita yang bahkan tidak memiliki rasa takut bahkan sedikitpun, sementara mereka memilikinya. Dan tentang kecintaan kita kepada dunia, panjangnya angan-angan kita, kelalaian serta sifat foya-foya kita, merupakan sebuah kondisi yang sangat jelas dan kita saksikan sendiri. Setiap orang yang melihat keadaan dirinya dan keadaan para penghuni zamannya, maka hal-hal di atas menjadi sangat jelas buat dirinya sendiri.
Betapa indahnya perumpamaan yang dikisahkan oleh para hukama bahwa keadaan kita, kelalaian, keangkuhan kita di dunia ini, sebenarnya persis seperti keadaan seorang lelaki yang berada di tengah sahara. Tiba-tiba ia melihat seekor harimau buas di belakangnya. Dengan segera laki-laki ini bersembunyi di samping sebuah sumur. Lelaki malang ini memiliki sebuah tali yang ia ikatkan di pinggang nya. Lalu tali tersebut dia ikatkan pada sebatang ranting yang terletak di samping sumur sehingga dengan tali tersebut tubuhnya bisa menggelantung di tengah-tengah lobang sumur. Kemudian pada saat tubuhnya bergelantungan, dia menengok ke arah bawah sumur dan dia melihat seekor ular besar yang tengah membuka mulutnya. Ular itu menunggunya, dan ketika pada saatnya nanti dia jatuh dari tali tersebut, dengan segera ia menyantapnya. Dalam kondisi seperti ini diapun mendapatkan dua ekor tikus yang berwarna hitam dan putih yang mulai menggerogoti tali yang terlilit di pinggangnya. Sementara pada saat yang bersamaan matanya tertuju pada sarang madu yang bercampur tanah yang terletak di samping sumur dengan begitu banyak lebah yang berkumpul di sekitarnya. Lelaki malang ini sejenak lupa dengan keberadaan tikus yang tengah menggerogoti tali pinggangnya tersebut. Bahkan dia pun lengah dengan dirinya yang sebentar lagi akan jatuh ke dalam mulut ular. Pada kondisi seperti itu dia malah menyibukkan diri dengan memakan madu bercampur tanah tersebut dan bertengkar dengan lebah-lebah.
Siapapun yang mendengar hikayat ini, pasti akan berkomentar bahwa betapa dungu dan tololnya lelaki tersebut. Bagaimana mungkin dalam kondisi seperti itu dia bisa lalai, dan bagaimana pula dia bisa menikmati madu tersebut, padahal seharusnya dia lebih mementingkan untuk mencari jalan keselamatan.
Sebenarnya, hikayat ini persis seperti keadaan kita, dimana dunia ini berada dalam posisi sumur. Ular naga yang sedang membuka mulutnya adalah ajal dan kematian serta kubur kita. Dua tikus yang berwarna hitam dan putih adalah malam dan siang yang senantiasa akan menggerogoti umur kita serta memutuskannya. Sementara madu yang bercampur tanah itu merupakan kelezatan duniawi yang termanifestasikan dalam kesulitan yang begitu banyak. Sedangkan lebah merupakan anak-anak dunia, dimana kita senantiasa bermusuhan dengan mereka karena persoalan-persoalan dunia.
Ya Ilahi, kokohkan hati ini agar tetap memiliki tekad yang membaja untuk dapat mentalak dunia dan materinya dengan talak tiga. Oh…dunya, Gurri ghayri. Qad thallaqtuki tsalatsan. Wala roj’ata fiki (Wahai Dunia, kecolah selain diriku. Sesungguhnya tiga kali aku telah mentalakmu. Dan tiada jalan bagimu untuk kembali).[]
Wal-hamdulillahi Rabbil ‘Alamin..