Bagian Ke-3
Fitrah yang Terjaga
D Apa kabarmu, nak?
S Anda tahu Dad, dengan jelas. Aku tidak seperti yang sebelumnya.
D Kenapa? Apakah engkau sakit?
S Aku berharap aku menderita sakit!
D Jangan berkata demikian, son! Apa yang telah terjadi?
S Anda bertanya "Apa yang telah terjadi?" Adalah aku yang seharusnya bertanya kepadamu pertanyaan ini semalam.
D Segalanya berjalan baik.
S Apa maksud Anda berjalan baik? Anda melemparkanku ke samudera keraguan; ombak besar mendamparkanku jauh dari pantai. Tidak dengan berenang juga tidak dengan menaiki bahtera yang dapat menyelamatkanku.
D Puji Tuhan, Alhamdulillah. Inilah yang sebenarnya aku inginkan.
S Dad, mengapa Anda lakukan hal itu? Please tell me.
D I’ll tell you, namun pertama-tama katakan kepadaku sampai dimana engkau akhirnya setelah dilemparkan dengan gelombang dimana Tidak dengan berenang juga tidak dengan menaiki bahtera yang dapat menyelamatkanmu.
S Aku merasa lemah dan kalah. Tidak ada jalan dan seseorang yang dapat membantu. Aku mulai mencari sebuah kekuatan mutlak untuk dapat menolongku dari amukan gelombang laut ini dan membantuku sampai ke pantai dengan selamat. Tiba-tiba aku merasa kekuatan ini mendekat kepadaku, sehingga aku berteriak lantang: "Duhai Tuhanku Yang Mahabesar", dan kemudian kembali merasa tenang dan keyakinan menenggelamkanku dan membuat segala keraguan enyah dariku. Kemudian aku tinggalkan samudera keraguan yang ganas menuju pantai iman yang tenang.
D Well-done son. Puji Tuhan. Inilah yang sebenarnya aku inginkan darimu. Aku ingin engkau menemukan Tuhan melalui caramu sendiri dan menderita di jalan ini, sehingga engkau kini tahu nilai yang yang telah engkau temukan. Aku ingin engkau menjalani perjalanan dari keraguan menuju iman dalam rangka meyakini Tuhan yang telah engkau temukan, bukan yang engkau dengar dari bapakmu. Terdapat perbedaan yang besar antara hal ini dan itu.
S Anda benar, Dad. Hatiku penuh dengan keyakinan setelah pengalaman yang menyakitkan itu. Dan kini aku merasa adanya perbedaan antara imanku yang dulu dan imanku yang sekarang yang aku dapatkan dengan pengalaman yang membangunkan itu.
D Pengalaman ini disebut sebagai penalaran yang dilakukan dengan teliti dan sungguh-sungguh dalam mengenal keberadan Tuhan. Ia tidak bersandar pada penalaran rasional juga tidak bertengger di atas analisa intelektual dan inferensi teologis. Pengalaman ini merupakan penalaran yang pure natural, sederhana dan pengelaman genuine yang menuntun secara natural kepada Tuhan setelah menyeka seluruh gundukan kesalahpahaman dalam menyingkap tirai kebenaran.
S Lebih jelas lagi, Dad!
D Perhatikan son, tabiat manusia secara instingtif percaya kepada Tuhan dan tidak memerlukan penalaran akal. Apakah engkau pernah melihat betapa seorang dahaga bergerak mencari air? Jika engkau menghentikannya untuk tidak mengangkat gelas untuk meminum air dan bertanya apakah ia yakin apa yang ia minumnya adalah air, apa yang ia akan jawab?
S So, mengapa kebanyakan orang tidak percaya kepada Tuhan jika fitrah mereka merupakan penuntun?
D Son, sebuah mata melihat namun jika engkau menaruh sebuah pentup mata yang tebal di atasnya, ia tidak akan melihat. Sebuah telinga dapat mendengar, namun ia tidak dapat mendengar jika telinga itu ditutup. Tabiat manusia bekerja yang sama namun ia harus dilepas dan dibebaskan. Nafsu tidak boleh mengendalikannya dan godaan setan tidak boleh menutupinya.
S Yes, Dad. Silahkan lanjutkan pembicaraan yang menarik ini. Penalaran yang sungguh-sungguh ihwal keberadaan Tuhan mengatakan bahwa jika manusia hidup pada sebuah komunitas yang menyimpang yang diwarisi dari moyangnya, fitrah anggota komunitas tersebut tidak akan bersikap fair. Berikut ini adalah ayat-ayat Qur'an yang menyinggung masalah ini: Juga baca tentang warisan kesesatan dan penyimpangan:“Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.”
(Qs. Az-Zukhruf [43]:22)
D Jika manusia melanjutkan hidup dengan hawa nafsu dan sikap berlebihan, fitrahnya akan tumpul dan majal, sebagaimana firman Tuhan:“Tetapi sesudah mereka, datanglah keturunan (tidak saleh) yang menyia-nyiakan salat dan menuruti hawa nafsu mereka, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.”
(Qs. Maryam [19]:59) Qur'an mengekspresikan penyesalan bagi mereka yang tidak beriman yang serakah, mengambil warisan orang secara tidak sah, dan mencintai kekayaan. Ayat yang lain menyebutkan bahwa fitrah dapat menjadi rusak jika cinta kekayaan dan keturunan mengalahkannya:“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur.”
(Qs. At-Takatsur [102]:1-3)
Jika engkau baca sejarah, engkau akan temukan bahwa kehendak untuk hidup menyisakan dampak pada alur perjalanan sejarah. Oleh karena itu mengapa suku Quraisy takut kekuatan politik dan financial mereka akan kolaps setelah kemunculan Islam. Kasus yang lain tatkala beberapa sahabat Nabi dating kepada Ali bin Abi Thalib untuk mengucapkan selamat atas diangkatnya ia sebagai khalifah. Ia mematikan lilin yang menyala untuk menunjukkan bahwa ia tidak akan menghabiskan harta baitul mal, kendati lilin tidaklah seberapa harganya, untuk mendapatkan dukungan mereka. Segera mereka bergabung dengan kubu musuh, dan mereka berperang melawan khalifah yang sah pada perang Jamal. Juga, sebagaimana engkau tahu, dorongan seksual yang telah merasuk dalam jiwa Ibnu Muljam untuk membunuh Ali sehingga ia dapat menikahhi wanita yang bernama Qotam. Umar bin Sa'ad membunuh Imam al-Husain untuk menjadi penguasa di provinsi Rei. Dinasti Abbasiyah merampas kekuasaan kendati mereka telah mengetahui bahwa mereka tidak memiliki hak untuk memegang kekuasaan. Harun al-Rasyid, seorang penguasa dinasti Abbasiya, suatu waktu pernah berkata kepada putranya: "Jika engkau berlomba denganku untuk meraih kekuasaan, Aku akan perintahkan orang-orang untuk memenggal kepalamu."
S So, nafsulah yang membunuh fitrah manusia.
D Tidak, ia tidak membunuh fitrah manusia, namun ia merusaknya. Fitrah tidak pernah mati.
S So, Bagaimana ktia dapat mengaktifkan kembali kekuatannya?
D Dengan memberikannya kejutan.
S Itu yang sebenarnya yang telah Anda lakukan kepadaku, iyakan?
D Yes, son.
S Well-done Dad!
D Baiklah, son. Engkau telah sukses melewati ujian ini. Ibumu merisaukanmu tapi aku tidak. Aku memiliki keyakinan terhadap fitrahmu.
S Apakah Mom tahu tentang hal ini?
D Iya, Aku memberitahukan hal ini kepadanya, biar rencana ini tidak berantakan, aku bermaksud menolongnya dengan informasi ini.
S Oh! Gitu yaa, Anda melibatkannya supaya tidak membuat berantakan rencana…Anda bermaksud melakukan hal itu untuk menolong Anda. Anda pikir kalimat ini memiliki makna yang sama?
D Son, engkau tahu bahwa ia adalah seoarang ibu dan ia penuh dengan kebaikan dan kasih kepada putranya. Oleh karena itu, tidak mudah baginya melihatmu dalam situasi seperti itu tanpa membongkar rahasia yang ada.
S Well Dad, mari kita kembali ke subjek utama, yang aku maksudkan ihwal nalar yang siaga terhadap keberadaan Tuhan atau fitrah. Aku ada pertanyaan untukmu.
D Silahkan.
S Siapa yang mengajarkan Anda untuk melakukan perencanaan seperti itu untuk membangunkan fitrahku yang statis dan membolehkan aku untuk menjalani pengalaman yang membangkitkan?
D Siapa yang mengajariku? Apakah engkau tidak tahu bahwa pengetahuan dan menyampaikan pengetahuan merupakan sebuah anugerah?
S Benar.
D “Dan engkau tidak memiliki sesuatu apapun kebaikan melaikan dari Allah.”
S Puji Tuhan!
D Tidakkah hal ini benar bahwa mengetahui datang setelah seseorang tidak tahu apa pun sebelumnya?
S Yup.
D “Mengajarkan manusia apa yang ia tidak tahu."
S So, Tuhanlah yang menunjukkan kepada Anda bagaimana membangiktkan fitrah yang statis melalui terapi goncangan. Namun bagaimana Tuhan menunjukkan jalan itu kepada Anda?
D“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus”
(Qs. al-Isra [17]:9)
S Gitu yaa. Kini aku mengerti. Ada sebuah ayat. Aku kira ayat ini berasal dari surah Makkiyah, mengisahkan sebuah pengalaman ihwal berlayar di atas laut ketika cuaca baik. Kemudian bahtera mencapai ombak tinggi dimana gemuruh taufan menghajar dan gelombang ombak berkejaran menguasai badan bahtera. Para penumpang ketakutan dan mencari seseorang yang dapat menyelamatkan mereka dari kematian yang tak terhindar. Dengan segala derita dan kelu kesah, mereka berpaling kepada Tuhan dan Tuhan menyelamatkan mereka….Segala puji bagi Tuhan…pengalaman ini merupakan pengalaman yang sama yang aku jalani kemarin, tapi bukan laut beneran melainkan laut keraguan.
D Aku tidak bermaksud untuk melemparkanmu ke laut beneran. Aku tidak diajari untuk melakukan hal itu sebelumnya.
S Apakah masuk akal, Anda diperintahkan untuk melakukan hal tersebut?
D Why not?
S Bagaimana mungkin seorang ayah yang waras melemparkan anaknya ke laut?
D Bagaimana jika engkau melihat seorang ibu diperintahkan untuk membuang anaknya ke laut.
S Aku tak percaya hal itu.
D Engkau lupa akan ayat Qur'an…
S Oyaa.. benar…“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia.”
(Qs, al-Qashash [28]:7)
D“Dan apabila kamu khawatir terhadapnya, maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.”
(Qs.Qashash [28]:7-8)”
S Ujian tersebut merupakan ujian berat bagi ibu yang tabah ini!
D Tuhanmu menguji setiap orang dengan ujian sesuai dengan kemampuan dan ketabahannya. Umat manusia harus menjalani ujian dan menderita di bumi. Surah Mulk menjelaskan bahwa ujian merupakan salah satu alasan di balik penciptaan manusia. O son! Jangan engkau mengira bahwa kesengsaraan hanya bermakna masalah, musibah dan semacamnya. Hal itu bermakna cobaan dan ujian. Tuhan menguji dan mengetes manusia dalam beragam situasi“Dia yang menciptakan kematian dan kehidupan, untuk mencoba siapa yang paling baik perbuatannya.”
(Qs. Al-Mulk [67]:2)
Perhatikan ayat-ayat berikut ini:
“Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).”
(Qs. Al-A’raf 6:257)“Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya.”
(Qs. Al-Anbiya[21]:35)
”Adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu Dia memuliakannya dan menberi kesenangan kepadanya, maka dia (lupa daratan seraya) berkata (dengan angkuh), “Tuhan-ku telah memuliakanku.” Adapun bila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata (dengan putus asa), “Tuhan-ku menghinakanku.”
(Qs. Al-Fajr [89]: 15-16)
S Jadi Tuhan menguji seluruh hamba-Nya. Dia menganugerahkan mereka sesuatu untuk melihat apa yang mereka akan lakukan. Di sisi lain, Tuhan terkadang menahan hamba-Bya dari sesuatu untuk melihat jawaban mereka. Dan ujian serta derita yang paling berat adalah ujian kepada para nabi, dan berikutnya adalah orang-orang yang beriman.
D Yes son. Lantaran mereka memiliki ketabahan yang kokoh untuk memikul berbagai kesulitan. Namun prinsi yang harus engkau camkan dalam benakmu adalah bahwa mustahil bagi Tuhan memikulkan kesulitan kepada manusia yang mana manusia tidak mampu mengembannya. Tuhan adalah adil dan kasih serta tidak membebankan seseorang dengan sesuatu di luar kemampuannya.
S But Dad, kita lihat sebagian orang menderita dari sebuah musibah yang mengharu biru dan mereka berkata tidak mampu mengembannya.
D Hal ini impossible, son. Tuhan tidak membebankan sesuatu kepada seseorang melebihi kemampuan dan kekuatannya. Orang-orang tersebut mampu mengatasi kesulitan mereka dengan kekuatan dan ketabahan yang tidak diketahui oleh mereka. Ingat pengalamanmu kemarin, dapatkah engkau membayangkan bagaimana engkau telah memikulnya sebuah keraguan yang menggoncangkan seluruh tatanan keyakinan beragamamu?
S You’re right Dad. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana aku memikul beban tersebut. Aku pikir bahwa aku akan menjadi seorang kafir atau menjadi seorang gila.
D Kini engkau tidaklah kafir dan tidak juga gila. Engkau mampu mengemban cobaan tersebut, namun engkau tidak yakin terhadap kemampuanmu. Tuhan menjadikannya jelas bagimu dan bagi mereka yang berpikir bahwa mereka tidak mampu mengemban kesulitan tertentu.
S Sembari membaca Qur'an, terkadang saya melewati kisah Ibrahim dan bagaimana Tuhan memerintahkan kepadanya untuk mengorbankan anaknya. Ia bangun dan mengatakan ihwal mimpi itu kepada putranya, Ismail yang dengan segera menyetujui dan berkata: “Duhai ayahku! Lakukanlah yang dititahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan menemuiku dalam kesabaran." Pada saat itu, aku tergoncang rendah di hadapan penyerahan diri ini kepada Tuhan, segala puji bagi-Nya, khususnya ketika Ibrahim memegang pisau di hadapan anaknya. Dad! Tatkala aku memvisualisasikan adegan ini, aku merasa ngeri. Sang anak rebah di atas tanah, sang bapak memegang sebuah pisau tajam di tangan kanannya mengarah ke leher putranya dan kepala putranya berada di sebelah kirinya. Ismail tunduk menyerah kepada ayahnya yang mengayunkan pisau di atas leher orang yang dicintainya, namun pisau tersebut tidak menciderai putranya. Sang ayah berpikir bahwa barangkali hal ini dikarenakan nafsu kebapakannya, lalu ia menekan lebih dalam pisua tersebut untuk menyembelih putranya, namun O God! Pisau itu tidak menciderai dan melukainya. You know Dad, ragaku bergetar manakala membincangkan hal ini.
D Me too. Aku yakin bahwa hal ini merupakan sebuah cinta kudus yang sejati. Tidakkah engkau melihat suaraku bergetar dan air mataku luruh jatuh tatkala aku mendengarkanmu? Dua cinta agung beradu, namun cinta yang lebih besar (cinta dan ketaatan kepada Tuhan) menumbangkan yang lebih kecil (cinta ayah kepada putranya dan cinta putranya kepada kehidupan)!
S Alangkah besarnya kesabaran Ibrahim dan Ismail dalam ujian ini! Tuhan berfirman:“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menguji hal ihwalmu.”
(Qs. Muhammad [47]:31)
D Anakku, para nabi merasakan penderitaan lebih dari ini. Tuhan menguji mereka dengan istri-istri yang menyakiti mereka, anak-anak yang membangkang mereka dan suku yang meninggalkan mereka namun mereka tetap sabar dan kokoh. Dengan demikian Tuhan mengganjari mereka. Engkau tahu bahwa Tuhan mengganjari mereka yang berjuang bersungguh-sunguh.
S Aku berharap aku dapat hidup pada masa ketika para nabi hidup dan beriman kepada mereka, membantu dan berjuang untuk mereka di jalan Allah. Namun, saying harapan dan asa ini tidak akan kunjung terwujud.
D Why not son?
S Bagaimana mungkin sementara kita sangat berjarak abad dengan mereka?
D My son. Tuhan Yang Mahatinggi, berfirman:“Dan barang siapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknyaJadi jalannya jelas dan terang, yaitu dengan mentaati Allah dan [para] Nabi-Nya.”
(Qs. An-Nisaa [4]:69)
D Engkau dapat memenuhi harapannya di jalannya, jadi jangan engkau kecewa. Satu hal lagi; tidakkah engkau mencintai mereka?
S Yes, I do Dad.
D Jadi engkau akan menjumpai mereka di hari kiamat. Di sana, orang-orang akan berkumpul dengan orang-orang yang dicintainya.
S Anda tidak bermaksud cinta palsu kan?
D Of course not. Cinta sejati adalah yang dapat menuntun kita untuk mengikuti jalan para nabi.
S Well Dad, kini Anda kembali kepada tema cinta!
D Adakah agama selain cinta? OK son… kini saatnya engkau pergi tidur lebih cepat sehingga engkau dapat bangun salat Subuh. Selamat malam.
S OK Dad, selamat malam.[]