Bagian Ke-5
Tuhan atau Tabiat
D Apakah engkau telah memikirkan obrolan kita kemarin tentang tabiat?
S Certainly Dad, Saya memikirkannya dalam-dalam. Obrolan itu telah menyisakan kesan yang luar biasa dalam hati dan benakku. Saya telah meninjau ulang seluruh konsep-konsepku. Di lubuk jiwaku yang terdalam saya mencari bukti atau argumen batin yang Anda namai itu.
Saya sangat menderita pada tingkat permulaan ketika saya menguji sejumlah pemikiran-pemikiran besar yang saya pelajari dari kehidupanku. Dan kemudian saya harus mengeyahkan segala yang saya warisi dari masa lalu dan terima dari orang-orang. Lalu saya beranjak semakin dalam seolah-lah saya ingin menemukan sebuah cincin kecil yang berharga yang telah jatuh di sebuah sumur yang dalam sehingga seakan-akan saya ingin mengosongkan air sumur itu untuk menemukan cincin tersebut yang tergelatak di dasar sumur.
D Well done…(baik sekali)
S Akhirnya tatkala saya mencapai dasar sumur setelah menghilangkan segala sesuatu yang saya warisi atau peroleh dalam hidupku, saya berjumpa dengan jiwaku yang telanjang dari segala kebiasaan sosial dan ajaran budaya. Saya menjumpai sebuah kecendrungan asli dan orisinil, bahkan kecenderungan yang sangat kuat. Namun kecendrungan orisinil bertaut dengan sebuah kekuatan yang sangat ultimate, yang mampu melakukan apa saja dan mengetahui segala sesuatu. Saya juga merasa bahwa Kekuataan ini juga sangat dekat kepadaku, dapat mendengar pekikan batinku, denyut pikiranku dan bahkan irama hatiku. Saya juga merasa bahwa Kekuatan ini mencintaiku dan saya juga mencintai-Nya. Saya mengenal kekuataan ini. Inilah kekuatan yang menyelamatkanku dari gelombang tinggi dimana saya nyaris karam ketika Anda mulai berbicara denganku. Saya telah menemukannya, Dad. Saya telah menemukannya.
D Apa yang telah engkau capai sepanjang perjalanan ini menyelam hingga kedalaman fitrahmu adalah iman yang kokoh dan tak-terguncang yang secara kuat mencengkram dan bersemayam di kedalaman jiwa setiap manusia.
S Lalu bagaimana bisa sebagian orang mengingkari keberadaan-Nya?
D Mereka melakukan hal ini melalui penipuan dan pemalsuan, yang disinggung dalam al-Qur’an sebagai:“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan itu.”
(Qs. An-Naml [27]:14)
S Celakalah orang-orang tersebut! Alangkah kasihannya. Duhai malangnya!
D Jangan merasa bersedih atas orang-orang ini.
S Pengingkaran terhadap keberadaan Tuhan memerlukan banyak pemalsuan dan kelancangan. Ia juga memerlukan keberanian untuk berpaling dari panggilan baik panggilan jiwa dan akal serta jauh dari tabiat dan kesadaran manusia.
D Tiada seorang pun yang dapat menafikan keberadaan Tuhan, putraku. Namun mereka memberikan nama-nama lain bagi Tuhan, atau mencirikannya dengan berbagai sifat dan perbuatan.
S Bagaimana bisa seperti itu, Dad? Bagaimana Anda dapat berkata demikian? Kitab-kitab resmi banyak membicarakan tabiat (nature). Iya, nature – sebagaimana yang mereka sebut – mendominasi seluruh semesta dan menata aturannya dengan bijak dan sempurna.
D Mereka memberikan nama lain untuk Tuhan. Mereka menyebut-Nya “Tabiat” baik secara tidak sadar atau keras kepala. Oleh karena itu, ketika engkau bertanya kepada mereka tentang tabiat, mereka akan berkata “Ia merupakan kekuatan yang mendominasi semesta, memiliki kemampuan ultimat, pengetahuan dan kebijaksanaan mutlak.” Sebagaimana yang engkau lihat, seluruh karakteristik ini tidak dapat dijumpai selain Pencipta semesta. Perbedaan antara kita dan mereka hanya terdapat pada terminologi. Mereka menyebut sang Pencipta “Tabiat,” sementara kita memanggilnya “Tuhan.”
S Terdapat perbedaan lain, Dad.
D Perbedaan apa itu?
S Kita menyembah dan beribadah kepada Tuhan, tapi mereka tidak menyembah tabiat.
D Saya kira mereka menyembah tabiat, son.
S Bagaimana mereka menyembahnya?
D Memuja sesuatu dan berserah diri di hadapan kebesarannya merupakan inti ibadah. Mereka memuliakan tabiat dan merendah di hadapannya, oleh karena itu, mereka beribadah kepadanya. Setan telah memperindah perbuatannya dan memalingkan mreka dari jalan yang sebenarnya.
S Apa yang membuat mereka berpaling dari Tuhan, yang menciptakan mereka?
D Jika mereka mengakui keberadaan-Nya, mereka mewajibkan diri mereka untuk mentaatinya. Tapi mereka tidak melakukan hal ini. Mereka hanya mengikuti hawa-nafsu mereka. Oleh karena itu, mereka menyembah hawa nafsunya, sementara kita menyembah Tuhan.
S Sudihkah Anda menjelaskan hal ini secara rinci Dad? Anda baru saja berkata bahwa makna ibadah adalah memuja objek ibadah.
D Dan makna lainnya adalah mentaati orang yang disembah. Jadi, jika kita mentaatinya, kita beribadah kepadanya. Dan jika kita mentaati hawa nafsu kita, kita beribadah kepadanya. Tidakkah engkau membaca al-Qur’an:“Apakah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?”
(Qs. Al-Furqan [25]:43) Jadi orang yang menuruti hawa nafsunya membuat hawa nafsu ini sebagai tuhannya. Hal ini bermakna bahwa ia beribadah kepada hawa nafsunya. Setiap orang atau segala sesuatu yang ditaati (selain Tuhan) adalah tuhan dalam pandangan ini.
S Kemudian terdapat banyak redaksi “ibadah”, dan redaksi “Tuhan,” bukankah demikian?
D Iya, memang demikian. Kita akan membahas permasalah ini secara detail nanti.
S Kini, mari kita kembali ke isu utama tentang argumen fitrah yang menuntun setiap manusia kepada Tuhan. Saya telah mencari ayat-ayat al-Qur’an yang berkisah tentang argumen fitrah secara khususnya ayat yang bertautan dengan perjalanan laut.
D Apakah engkau telah menemukan argumen ini dalam ayat tentang perjalanan di laut?
S Yes, Dad. Saya telah menemukan ayat ini (sembari membuka al-Qur’an) pada surah Yunus. Pada ayat 11, Tuhan berfirman: “Dia-lah Tuhan yang menjadikan Kamu dapat berjalan di daratan dan (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, tiba-tiba datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpa mereka, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan dengan tulus hati (sembari berkata), “Sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.”
D Dalam kamus al-Qur’an engkau akan temukan seluruh ayat yang berbicara tentang perjalanan dengan laut pada halaman yang sama. Kebanyakan dari ayat-ayat tersebut berbicara tentang tauhid.
S Saya akan kembali ke subjek index al-Qur’an pada waktu yang lain, sekarang saya memiliki beberapa pertanyaan.
D Silahkan. Tanyakan segala sesuatu yang engkau sukai, lantaran kunci ilmu pengetahuan adalah bertanya.
S Saya memiliki dua pertanyaan; Pertama: Apakah al-Qur’an menyuguhkan bukti selain bukti (argumen) fitrah untuk membuktikan keberadaan Tuhan? Kedua: Bagaimana al-Qur’an beradu-argumen dengan orang-orang musyrik? Dan pertanyaan ketiga..eh..eh saya lupa, saya kira dua pertanyaan cukup bagiku sekarang ini.
D Tidak, son. Jangan biarkan pertanyaan apa pun ihwal agama tersembunyi dalam benakmu tanpa mencari jawabannya. Bertanyalah.
S But, Dad, ada banyak pertanyaan, beberapa saya dengan dari kawan-kawanku dan sebagian dari para guru di sekolah, khususnya mereka yang tidak beriman kepada Tuhan. Saya juga baca beberapa hal di sana-sini dalam buku dan majalah yang berbeda, atau mendengarnya di media, dan banyak lagi yang membangkitkan kecurigaan tentang aspek yang beragam dari agama, dan terus-terang, dapat mengguncang iman.
D Atas alasan itulah mengapa saya memintamu untuk bertanya dan kemukakan pertanyaan-pertanyaan secara terang-terangan tanpa ada keraguan, rasa malu atau kuatir.
S Tapi, Dad, saya dengar bahwa kebiasaan banyak bertanya tidak dianjurkan, dan Tuhan telah melarang kebiasaan ini dalam al-Qur’an. Tidakkah Anda telah membaca ayat ini:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkanmu.”
(Qs. Al-Maidah [5]:101) Terlebih, ada sebuah kisah Baqarah (sapi) dan Bani Israel dan bagaimana mereka diuji dan mendapatkan kemalangan karena banyak mengajukan pertanyaan.
D Dengarkan sebentar, son. Hal ini merupakan subjek yang sama sekali berbeda. Bertanya dilarang jika ia bakalan merugikan; bertanya yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan keyakinan beragama, tetap bertanya sesuatu yang remeh yang tidak membantu setiap orang. Sebuah contoh dari kisah sapi di atas dalam surah al-Baqarah. Tuhan meminta Bani Israel untuk mengorbankan seekor sapi. Cukup bagi mereka menuruti titah dan mengorbankan sapi yang tersedia. Jika mereka melakukan apa yang dititahkan, itu untuk kebaikan mereka sendiri. Namun mereka mulai bertanya tentang ciri-ciri, warna dan perangai sapi. Tatkala Tuhan melihat keraguan, pembangkangan dan penundaan yang mereka lakukan dalam menunaikan perintah, yang mengabarkan penyimpangan dan hasrat mereka untuk menunda dan menolak, Tuhan menyempitkan skop pemilihan sebagai hukuman atas penolakan dan penundaan dalam memenuhi titah Tuhan. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini dilarang. Namun, yang berkenaan dengan agama dan khususnya aspek ideologisnya yang bersumber dari keinginan seseorang untuk mengetahui, mengerti dan memahami, alih-alih mengikuti dan bertaklid secara buta kepada, merupakan tugas mulia yang dapat dilakukan oleh manusia. Jadi, bertanyalah segala sesuatu yang engkau inginkan, anakku, jangan ragu-ragu. Tiada yang harus ditakutkan dalam agama kita apakah ia disampaikan oleh kaum muda atau orang tua.
S OK Dad! Sudihkah Anda menjawab dua pertanyaanku yang terdahulu atau saya ajukan yang ketiga?
D Gimana baiknya menurutmu, saya tidak ingin memberikan tekanan atau batasan dalam pikiranmu bahkan pada jenis pertanyaan yang engkau ajukan atau rentetan-rentetannya. Ketahuilah bahwa mempengaruhi pikiranmu adalah sesuatu yang tidak baik dan tertolak oleh tabiat manusia. Hal ini melambangkan sebuah senjata yang lemah terhadap arus intelektual yang berbeda dan mungkin tidak lagi ditemukan di abad keduapuluh satu sekarang ini dimana mengakses seluruh jenis informasi memungkinkan bahkan untuk seorang bocah kecil yang hidup di belahan dunia lain. Seseorang dapat, dengan sekali mengklik, memperoleh segala jenis informasi. Bagaimana seorang yang picik pikirannya menerapkan pengawasan yang ketat pada kaum muda? Bertanyalah dan jangan takut.
S Pertama-tama, jawablah kedua pertanyaanku yang pertama, please.
D OK! Pertanyaanmu adalah: Apakah al-Qur’an menyuguhkan argumen lain selain argumen fitrah untuk membuktikan keberadaan Tuhan? Jawabannya juga menuntun kepada argumen-argumen lain. Argumen yang terpenting adalah:
1. Argumen keteraturan
2. Argumen teleologi (bahwa segala sesuatu memiliki tujuan)
Jawaban untuk pertanyaan kedua adalah ihwal gaya al-Qur’an membantah kaum kafir tentang Tuhan:
Kebanyakan kaum kafir tidak secara tegas dan tersurat menafikan keberadaan Tuhan. Mereka mengingkari agama-agama samawi. Pembahasan ihwal keberadaan Tuhan sangat jarang. Misalnya, Fir’aun dan Namrud merupakan orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai tuhan. Ada beberapa pembahasan yang menarik antara mereka dan nabi-nabi dalam masalah ini. Terlepas dari hal tersebut, kebanyakan pembahasan dengan para nabi adalah tentang kenabian dan legitimasinya; ada perdebatan tentang apa yang dibawa oleh nabi berupa hukum dan perintah-perintah yang harus dituruti dan ditaati oleh manusia untuk mendapatkan anugrah Surga dan terselamatkan dari bencana Neraka pada hari Kiamat. Sikap kaum musyrikin adalah mengingkari kenabian untuk membebaskan diri mereka dari tanggung jawab dan menafikan hari Kiamat untuk menyembunyikan tabiat mereka yang takut terhadap hukuman Tuhan.
S
Dad, saya ingin mendengarkan dialog yang terjadi antara Fir’aun dan Musa tentang tauhid.
D Fir’aun berkata kepada umatnya “Bukankah aku Tuhanmu.” Namun Musa dan saudaranya menghadapi Fir’aun dengan penuh keyakinan dan menjungkalkannya tatkala mereka menyebut diri mereka sebagai “hamba Tuhan.” Mereka diperintahkan untuk menyampaikan pesan khusus dari Tuhan: Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fira‘un) dan katakanlah, “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhan-mu, maka lepaskanlah Bani Isra’il bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhan-mu. Semoga keselamatan dan kesejahteraan terlimpahkan atas orang yang mengikuti petunjuk.
Fir’aun dikejutkan dengan diruntuhkannya klaimnya bahwa ia adalah tuhan yang besar. Lalu ia berusaha merubah jalur pembicaraan dengan bertanya kepada mereka:“Fira‘un berkata, “Siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?” ” Musa menjawab: “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada makhluk-Nya segala sesuatu (yang mereka butuhkan), kemudian memberi petunjuk kepada mereka.”
(Qs. Thaha [20]:49-50) Dengan cara seperti ini Musa membeberkan keyakinannya dalam bentuk yang lengkap dan berdimensi universal. Kemudian Fir’aun kembali mencoba mengganti tema pembicaraan lalu ia bertanya ihwal generasi-generasi sebelumnya:Fira‘un berkata, “Lalu bagaimanakah nasib umat-umat terdahulu (yang tidak beriman kepada semua itu)?”
(Qs. Thaha [20]:51) Pertanyaan semacam ini berupaya menggiring pembicaraan kepada sebuah teka-teki yang tak-berujung lantaran topik-topik sebelum ini asing bagi mereka dan tiada seorang pun yang pernah mendengarnya. Juga, menjawab pertanyaan semacam ini tiada gunanya bagi perdebatan yang hangat. Jadi Musa menjawabnya dengan santun dan bijak serta membawanya kembali kepada tema pokok pembicaraan. Musa menjawab,“Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku di dalam sebuah kitab, Tuhanku tidak akan salah dan tidak (pula) lupa.”
(Qs. Thaha [20]:52) Kemudian Musa melanjutkan ucapannya tentang Tuhan sebagai berikut:“(Tuhan) yang telah menjadikan bumi bagimu sebagai tempat kehidupan yang tenang dan telah menjadikan jalan-jalan bagimu di bumi itu, dan menurunkan air hujan dari langit.” Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.”
(Qs. Thaha [20]:53) Tatkala Fir’aun, terlihat seperti seperti orang yang ketakutan akan kehidupan dunianya, tidak menemukan jalan untuk lari dari situasi yang memalukan tersebut, ia berpaling kepada orang-orang yang ada di tempat itu, melontarkan tudingan murah dengan menyebut Musa sebagai: pendusta dan tukang sihir:”Fira‘un berkata kepada orang-orang di sekelilingnya, “Apakah kamu tidak mendengar (ucapan orang ini)?”
(Qs. Asy-Syuara [26]:25) Ia juga menambahkan:“Sesungguhnya rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila.”
(Qs. Asy-Syuara [26]:27) Dalam menangkis tudingan ini, Musa menjawabnya dengan santun dan dalam sebuah ungkapan kenabian:“Musa berkata, “Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu mempergunakan akal.”
(Qs. Asy-Syuara [26]:28) Dan kemudia ia mengalamatkan ucapannya kepada para pendengar yang hadir di situ:“Musa berkata (pula), “Tuhan-mu dan Tuhan nenek-nenek moyangmu yang dahulu.”
(Qs. Asy-Syuara [26]:26) Hal ini bermakna bahwa jika kalian meyakini bahwa Fir’aun itu tuhan kalian lalu siapa Tuhanmu sebelum Fir’aun lahir? Siapakah tuhan nenek moyang kalian?
S Alangkah menariknya pembicaraan ini! Pembicaraan yang merupakan kombinasi dari kesederhanaan dan kedalaman, kekuataan dalam menyimpulkan dan kepadatan dalam gaya.
D Inilah bahasa para nabi dan mereka yang mengikuti jalannya. Sementara para pengikut Fir’aun memilih bahasa tudingan, melecehkan, berdusta dan juga mereka memobilisasi orang-orang untuk membenci para nabi dan orang-orang bertakwa. Engkau dapat jumpai debat yang sama yang terjadi antara Namrud dan Ibrahim As.
S Dad! Please tell me lebih banyak tentang dialog antara Namrud dan bapak para nabi (Ibrahim).
D Ibrahim menyebutkan kekuasaan Tuhan atas segala manusia dan kendali-Nya atas hidup dan mati mereka: sebagai berikut:“Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku adalah Dzat yang dapat menghidupkan dan mematikan.”
(Qs. Al-Baqarah [2]:258) Dialah yang memiliki segala yang berkenaan dengan manusia semenjak awal hingga akhir. Tiada tuhan-palsu pendusta yang dapat selamat dalam berhadapan dengan bukti rasional yang kuat ini dengan berpretensi palsu dan mengada-ngada. Ia hanya dapat mampu mengecoh orang-orang awam dengan mengklaim bahwa ia mampu menghidupkan dan mematikan. Untuk membuktikan hal tersebut Namrud memerintahkan dua tawanannya untuk dihukum mati; ia memberikan ampunan kepada salah satunya dan membebaskannya; lalu ia berkata: aku menghidupkan karena saya menyelamatkannya dari kematian. Lalu ia membunuh tawanan yang lainnya dan berkata: Aku mematikan yang satu ini dengan demikian aku mampu menghidupkan dan mematikan. Tatkala Ibrahim mendapatkan dirinya di hadapan tantangan besar yang menggunakan kepalsuan dan falsifikasi untuk menerapkan kendali atas pemikiran orang-orang, ia menggunakan cara lain yang menyingkap penyelewengan Namrud di hadapan bangsa: Ibrahim berkata,“Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah matahari itu dari barat.” Lalu, orang yang kafir itu terdiam (seribu bahasa); dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
(Qs. Al-Baqarah [2]:258) Lalu proses perdebatan ini menyingkap fakta yang menuntun orang untuk meyakini Tuhan yang sebenarnya dan menunjukkan kebohongan Namrud.
S Semoga salam Tuhan senantiasa tercurah kepada Bapak para Nabi. Saya memiliki perasaan khusus kepada Nabi besar ini, yang menghancurkan berhala-berhala, menggantung kapak di leher berhala yang paling besar, dan berkata:“Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala-berhala itu jika mereka dapat berbicara.”
(Qs. Al-Anbiya [21]:63) Saya sangat senang atas gayanya yang memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang iman yang sebenarnya.
D Tapi ketahuilah bahwa bimbingan dan pencerahan untuk orang-orang ihwal iman yang benar merupakan sebuah proses yang berbahaya bagi mereka yang mempraktikkannya. Engkau telah lihat bagaimana hal ini menggiring mereka untuk melemparkan Ibrahim ke dalam api namun Tuhan menyelamatkannya.
S Juga membuat Fir’aun dan bala tentaranya mengejar Musa dan para pengikutnya. Namun kematian menjemput Fir’aun dan bala tentaranya yang menenggelamkan mereka di laut.
D Yes son. Para nabi dan pengikutnya memikul segala penderitaan semata-mata demi Allah, dan Allah sebagai balasannya menghinakan musuh-musuh mereka. Pada akhirnya, kesudahan yang baik bagi orang-orang yang beriman.
S Dan nama Ibrahim tetap mulia bagiku.
D Apakah engkau sangat suka nama “Ibrahim?”
S Iya. Tentu saja Dad!
D Jadi, apakah engkau suka dipanggil “Abu Ibrahim?”
S Ah… well, sebenarnya saya sedang memikirkan hal ini, tapi…
D Tapi apa? Dianjurkan untuk memanggil seseorang dengan “Abu” Jadi semenjak kini engkau adalah Abu Ibrahim.
S Thank you Dad, but…
D But what? Maksudmu tentang Ummu Ibrahim?!
S No, No… Saya tidak bermaksud demikian.
D Saya bermaksud demikian Son… Engkau akan temukan sendiri Ummu Ibrahim pada waktunya nanti.
S Semoga Tuhan memberkatimu Dad, tapi saya tidak bermaksud demikian. Saya masih sangat terlalu muda.
D Engkau tidak terlalu muda; Kita akan membincangkan permasalahan ini pada waktu yang laijn. Secara umum al-Qur’an menyeru perkawinan dan juga Sunnah Nabi Saw menganjurkan pernikahan dini. Tapi hal ini sama sekali tidak bermakna pernikahan tergesa-gesa. Hal ini sesungguhnya bermakna tidak menunda pernikahan tanpa ada alasan yang tepat. Menikah adalah memenuhi setengah dari kewajiban-kewajiban agama. Dan jika seseorang menunda pernikahannya karena kerisauan akan kesulitan keuangan, hal ini bermakna bahwa ia telah salah memahami kehendak Tuhan. Tuhan, segala puji bagi-Nya, berfirman:“Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(Qs. An-Nur [24]:32)
S Saya memiliki pertanyaan lain.
D Ihwal istri dan anak?!
S Bukan! Tentang Sosok yang tidak memiliki istri dan anak.
D Mari kita lanjutkan perbincangan ini pada lain waktu.[]