Bagian Ke-12
Kemustahilan Tasalsul
Dad! Apa yang ingin Anda bicarakan malam ini?
Apa yang ingin engkau dengarkan? Engkau saja yang memutuskan.
Saya ingin lebih banyak tahu yang tersisa dari perjalanan Anda dari keraguan kepada iman.
OK! Saya akan memberikan kepada sekilas atas apa yang terjadi denganku selama dua tahun ketidakpastian dan keraguan yang saya banyak habiskan dengan membaca, berdiskusi dengan banyak orang-orang beriman dan orang-orang musyrik, berjumpa dengan beberapa ulama dan berkorespondensi dengan orang lain. Hal ini telah membuka cakrawala baru dan luas bagiku. Saya juga membina hubungan yang terlalu banyak bagiku pada usia itu. Pada akhir dua tahun ketidakpastian, saya pelan-pelan mendekati pantai keamanan dan kenyamanan; amukan gelombang keraguan secara perlahan surut dan bahtera akal memanduku ke pantai keimanan. Di tepi pantai, saya mengikat perahuku dan beristirahat sejenak setelah kerja keras yang menyenangkan itu. Saya menatap ke laut dan gelombangnya; saya membayangkan dalam, luas dan takjub mendapatkan diriku bagaimana dapat melewati perjalanan dengan selamat!! Saya bersyukur kepada Tuhan berulang kali karena saya merasa bahwa laut, gelombang dan butiran pasir berdendang syahdu memuji Sang Pencipta.
Apa yang terjadi setelah itu?
Setelah itu saya kumpulkan seluruh kepunyaanku dan bersiap-siap untuk melanjutkan perjalananku pada tingkatan selanjutnya namun kali ini di lautan iman, bukan keraguan.
Di mana letak laut iman ini?
Letaknya di universitas…saya diterima di Fakultas kedokteran. Saya tertarik mempelajari dan mengkaji penciptaan manusia dengan tanda-tanda Tuhan, penciptaan yang menakjubkan pada setiap sel dan akibat dari kekuasaan-Nya pada setiap performa dari anggota badan kita. Tahun-tahun tersebut, di fakultas kedokteran, merupakan tahun-tahun yang sangat menarik; sebuah pengalaman yang memuaskan jiwa dan pikiranku. Saya juga memiliki kenangan yang manis dengan mahasiswa-mahasiswa yang terkecoh oleh pengaruh kaum materialis.
Dad! Sudikah Anda menceritakan pengalaman tersebut?
Saya teringat seorang mahasiswa yang berjumpa dengan seorang ateis di salah satu asrama. Kaum beriman berusaha mendiskusikan iman dengan kaum tidak beriman untuk membimbing mereka ke jalan yang benar, namun ia mendapatkan mitra diskusinya dilengkapi dengan latar belakang ideologi yang bersandar pada Dialektika Materialisme. Ada sebuah perdebatan menarik di antara mereka. Ia biasa menjumpaiku untuk bertukar-pandangan dan siap-sedia pada sesi perdebatan selanjutnya. Suatu hari, ia datang dan berkata: “Teman kita menolak meyakini sesuatu yang tidak dapat dicerap dengan panca indra. Ia juga menambahkan: “satu-satunya sumber pengetahuan adalah panca indra; lantaran panca indra ini tidak dapat dijadikan media untuk membuktikan keberadaan Tuhan, oleh karena itu Tuhan tidak ada." Kemudian, saya menjawab: “Panca indra bertugas menerima data-data primer dan mengirimnya kepada otak dan mengumpulkannya, menggabungkan dan menganalisa untuk mencapai hasil sekunder." Banyak hal tidak dapat dicerap oleh indra seperti gelombang listrik dan magnetik. Bahkan otak tidak dapat dideteksi oleh panca indra. Kita tahu bahwa seluruh penemuan ilmiah bersandar pada analisa-analisa otak dan sampai pada hasil-hasil yang disampaikan oleh indra." Namun ia menolak dan berkata: "Saya tidak akan meyakini sesuatu yang tidak dapat dilihat secara kasat mata dan telanjang oleh mata saya." Setelah mahasiswa itu menuntaskan ucapannya, saya perhatikan kelemahannya dalam menghadapi mahasiswa ateis itu. Ia mengundangku ke rumahnya untuk bergabung dengan teman kuliahnya itu pada kesempatan berikutnya ketika mereka berdiskusi lagi. Saya tidak melihat pertemuan itu layak bagiku. Namun saya kuatir pengaruh yang ditebarkan oleh ateis tersebut atas orang-orang beriman di tempat itu. Juga, boleh jadi ia berpikir bahwa bukti-bukti yang ia sodorkan tidak terkalahkan! Hal ini mungkin saja berujung pada pelemahan orang-orang tersebut dengan goncangan iman. Lalu saya putuskan untuk pergi.
Di tempat itu, saya bertemu dengan ateis tersebut dan berdiskusi dengannya. Ia menantang…saya melakukan manuver ke sana ke mari dalam sebuah jalan praktis namun sesungguhnya jalan pikirannya tidak mencerminkan rasionalitas. Ia bersikeras bahwa segala sesuatu yang tidak terlihat bukan sebuah kenyataan dan realitas. Pada saat itu, saya melihat perlu menggunakan metode yang lain untuk memanipulasi diskusi. Jadi saya dengan cerdik bertanya kepadanya: "Sudikah Anda mengatakan siapa ayah anda?" Ia menjawab "Ayahku" Namaku ayahku adalah…" Lalu saya memotong: "Bagaimana engkau dapat membuktikan bahwa ia adalah ayahmu? Apakah engkau melihatnya dengan matamu sendiri?” Saya berharap engkau ada di sana melihat bagaimana ia tergagap mencoba menjawab pertanyaan tersebut di hadapan teman kuliahnya.
Perdebatan yang menarik! Namun pertanyaan tersebut pertanyaan yang menyerang, Dad!
Haruskah saya menghormatinya, sementara ia tidak menghormati Tuhan atau bahkan pikirannya sendiri?
No… No… bagus sekali Dad! Sesuai dengan teorinya, pikiranyna juga tidak ada karena ia tidak terlihat…Bagaimanapun diskusi tersebut merupakan diskusi yang menarik!
Metode seperti ini disebut sebagai metode kontrakdiksi yang berkata "Buat mereka menerima apa saja yang mereka terima." Metode ini merupakan sebuah metode yang mudah diaplikasikan dan terbukti mujarab. Aturan ini dapat diterapkan untuk menjungkalkan gagasan-gagasan sesat dan mengobok-ngobok orang-orang yang lemah cara berpikirnya.
Maukah Anda menyebutkan sebuah contoh?
Misalnya, skeptisisme… Penganut ajaran ini menanyakan segala hal dan mereka meyakini bahwa di dunia luar tidak terdapat realitas. Mereka melihat segala sesuatu patut dipertanyakan dan tidak meyakinkan. Jadi tiada satu pun yang dapat dipercaya. Mereka menyikapi iman dengan cara skeptis (ragu-ragu) dan kemudian menyebarkan keraguan di kalangan orang-orang yang meyakini adanya Tuhan. Ketahuilah bahwa jika seorang manusia meragukan keberadaan Tuhan, segala puji bagi-Nya, dan tidak bersusah payah mencari iman dengan serius, ia akan dikuasai oleh Setan dan akan melupakan Tuhan. Prinsip skeptis dapat ditumbangkan dengan satu pertanyaan: "Apakah Anda yakin dengan prinsip yang Anda anut itu benar atau Anda meragukannya? Oleh karena itu, jika mereka sepenuhnya yakin tentang prinsip mereka, maka prinsip mereka itu dapat ditumbangkan karena "penegasan mutlak mereka." Di sisi lain, jika mereka meragukan prinsip yang mereka anut, mustahil meyakini sesuatu yang mereka ragukan sendiri.
Saya telah membaca tentang filsafat skeptis yang berkembang di pelbagai periode sejarah, namun kini ia tidak eksis lagi.
Bukan itu permasalahannya, son! Di abad sekarang terdapat filosof-filosof skeptis dan beraliran skeptis yang mengikuti prinsip ini. Yang paling berpengaruh adalah mereka yang tidak tertutup oleh kabut sains. Misalnya, prinsip yang dianut oleh Marxisme tatkala mereka mengklaim bahwa materi adalah asas keberadaan dan tiada eksistensi selain materi. Materi adalah sumber segala kondisi, situasi dan konsep. Perkembangan materi menuntun pada perkembangan intelek lantaran intelek adalah refleksi dari materi. Lantaran materi berkembang, intelek pun mengikuti laju setahap demi setahap perkembangan materi. Gagasan-gagasan ini mendapatkan nilainya dari keharmonian dan konsistensi dengan materi. Sesuai dengan teori ini, kebenaran dan kepalsuan, realitas dan non-realitas disorot dengan sudut pandang yang sama. Jadi tidak ada realitas absolut, namun berkaitan dengan kondisi darimana ia berasal. Materi berkembang demikian juga intelek yang mengikuti perkembangannya. Dengan demikian, tidak terdapat realitas absolut yang harus diyakini setiap saat.
Ide merupakan ide yang sangat berbahaya lanaran merusak agama dan seluruh konsepnya seperti keberadaan Tuhan.
Tepat sekali! Keyakinan Marksis menegaskan bahwa: Gagasan tentang keberadaan Tuhan adalah sebuah hasil pemikiran agama yang merupakan sebuah refleksi dari alat-alat produksi. Monotheism (tauhid) merupakan sebuah tingkatan yang lebih maju dalam pemikiran agama yang telah melintasi periode kesyirikan (politeisme). Perkembangan alat-alat produksi telah menuntun manusia pada penghapusan konsep ketuhanan:"Dan setan telah menghiasi perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk."
(Qs. Al-Naml [27]:24)
Dad! Saya melihat Anda menyebut Marksisme sebagai sebuah agama…
Yes. Ia merupakan sebuah agama dengan tatanan ideologi, ekonomi dan politik. Ia memiliki asas-asas bagi hubungan social dan personal juga.. Ia merupakan sebuah agama, namun bukan agama dari Tuhan. Saya tahu bahwa hal ini akan mengejutkanmu, namun saya akan sampaikan hal ini pada waktu yang lain ihwal makna agama lantaran tiada manusia tanpa agama. Bahkan mereka yang berjuang melawan agama memiliki sebuah agama atau sejenis agama. Namun saya akan menunda membicarakan subjek ini dan melanjutkan diskusi kita tentang relativisme realitas yang didakwahkan oleh puak Marksisme. Lalu bagaimana engkau menanggapi agama mereka dan bagaimana engkau menolak ideologi mereka?
Jelas, Dad! Jika tidak ada realitas mutlak, ideologi semacam ini adalah ideologi omong kosong. Sesuai dengan apa yang mereka katakana; relatifnya realitas merupakan hasil dari kondisi spesifik materialistis, oleh karena itu, realitas tidak akan eksis tatkala kondisi-kondisi materialistik berubah.
Dan demikianlah kisahnya tatkala Uni Soviet jatuh bersamaan dengan agama Marks dan kini menjadi bacaaan-bacaan sejarah pada perpustakaan.
Dad! Saya ingin Anda berbicara lebih banyak tentang perdebatanmu dengan orang-orang musyrik.
OK! No problem. Namun biarkan saya memikirkan sebuah cerita yang sesuai dengan pemahamanmu. …Ah..kisah tersebut merupakan kisah yang menarik…terjadi tatkala saya pada semester kedua di fakultas kedokteran.
Apakah kisah tersebut dengan mahasiswa yang lain?
No… Dengan salah satu professor.
WOW!… Mata kuliah apa yang ia ajarkan?
Professor ini mengajarkan Fisiologi yaitu sebuah ilmu yang mempelajari fungsi organ-organ tubuh.
Apakah professor itu seorang ateis?
Iya, ia merupakan seorang ateis dan tidak beriman kepada Tuhan..Namun sebagaimana saya katakana kepadamu sebelumnya tatkala fitrah seorang manusia tidak berfungsi aktif, ia akan melupakan Tuhan hingga saat terjadi goncangan (shock), maka fitrah yang bersemayam pada setiap sanubari manusia akan aktif kembali.
Bagaimana bisa seorang professor fisiologi tidak beriman kepada Tuhan, sementara ia melihat keagungan ayat-ayat Tuhan pada tubuh manusia? Tidakkah ia merasa takjub pada susunan tubuh yang teratur dan interaksi pada organ-organ dan sel-selnya?
Ada orang orang-orang yang"Dalam hati mereka terdapat penyakit.
" (Qs. Al-Baqarah [2]:10) dan kelompok lainnya,"Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu pintu langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya. tentulah mereka berkata, “Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang terkena sihir,”
(Qs. Al-Hijr 15:14-15) juga kelompok yang lain adalah orang-orang yang,"Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis."
(Qs. Maryam [19]:58) Son! Ayat-ayat Tuhan tidak cukup sekedar agung dan jelas untuk menuntun orang dapat beriman. Tuhan menghendaki iman menjadi sebuah proses pilihan:“Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(Qs. Al-Anfal [8]:61) Tidakkah engkau pernah mendengar ayat al-Qur'an berikut ini:“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah semua orang yang di muka bumi ini beriman. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya seluruh mereka menjadi orang-orang yang beriman?"
(Qs. Yunus [10]:99)
Anda benar Dad! Apa yang dapat saya pahami dari tuturan Anda adalah bahwa ada orang-orang yang nurani dan fitrahnya aktif beriman kepada Allah dengan melihat tanda-tanda kekuasaan Tuhan dan kelompok lain, yang nurani dan fitrahnya tidak berpihak, hanya memerlukan sebuah goncangan sehingga keduanya aktif kembali. Namun ada kelompok lain yang mengetahui hakikat dengan baik, namun karena keras kepala, menolak hakikat. , sebagaimana hal ini disinyalir oleh al-Qur'an,“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya."
(Qs. Al-Naml [27]:14)
D Well-done son! Klasifikasi yang engkau lakukan luar biasa.
Professor Fisiologi Anda tergolong pada kelompok yang mana? Ia mengikuti kelompok yang netral atau yang keras kepala?
Dengarkan kisahnya dan engkau sendiri yang akan tahu ia tergolong pada kelompok yang mana.
OK Dad! Waduh…saya nggak sabar lagi menanti kisah tersebut.
Kala itu, kami sedang menunggu kedatangan sang professor datang ke kelas. Pelajaran Fisiologi yang akan disampaikan adalah tentang sistem syaraf. Ia dikenal sebagai dosen kawakan dan berpengalaman di bidangnya. Gaya mengajarnya juga luar biasa.. Ia mengilustrasikan sistem syaraf dan bagaimana sistem tersebut bersambungan hubungan di papan tulis. Ia juga memaparkan simbol-simbol yang ia gunakan pada sketsa secara detil. Professor itu menggambarkan bagaimana sel-sel syaraf bekerja, jenis-jenisnya yang berbeda, interkaktif dan fungsi-fungsi yang salin bersambungan dan hasil yang sistematik, koordinasi yang harmonis dengan perintah dari otak di bagian depan, yang menunjukkan sensasi pusat yang mengeluarkan perintah kepada otot-otot dan organ-organ yang bergerak. Sebagai gantinya, ia akan menerima informasi dari seluruh anggota badan. Informasi yang terkumpul ditransmisikan kepada bagian rasa dimana sebuah fungsi intensional diperlukan. Mayoritas informasi tersebut juga dikirim ke bagian-bagian lain otak, yang jauh dari bagian rasa itu, guna mengaktifkan reaksi-reaksi yang diperlukan sesuai dengan sebuah sistem yang komprehensif dan akurat yang menjaga waktu dan usaha seorang manusia dan mengkompensasi ketidakmampuannya untuk mengelola fungsi-fungsi internal tersebut pada badannya. Selagi ia tenggelam dalam usaha ilmiahnya, melakukan yang terbaik untuk menyampaikan sebuah informasi, saya merenung atas apa yang ia katakan dan semakin yakin dengan imanku di mana pada saat yang sama merasa rendah di hadapan keagungan Sang Pencipta Yang menciptakan seluruh keteraturan ini pada sistem syaraf manusia. Setelah selesai kuliah, saya menguntit sang professor ke ruangannya dan bertanya kepadanya: "Ada sebuah pertanyaan yang tidak berhubungan dengan kuliah, namun berkaitan dengan tema pelajaran, boleh saya ajukan?" "Silahkan." Jawabnya menyambut ramah. Saya berkata kepadanya: "Sistem yang menakjubkan dan keteraturan yang luar biasa dengan kebesaran dan ketelitian yang tinggi. Sesuai dengan kuliah Anda, apakah mungkin bahwa sistem ini tercipta secara kebetulan? Atau ia telah didesain dan direncakan oleh seorang Pencipta Mahabijaksana dan Berpengetahuan?” "Hal ini bergantung pada keyakinan manusia." Tanggapnya. Kemudian ia melanjutkan "Sebagian orang beriman pada Tuhan Yang Bijak sementara sebagian yang lain tidak beriman."
Saya ingin mendengarkan pendapat Anda. Bagaimana Anda menjawab permasalahan ini berdasarkan pengetahuan Anda dalam Fisiologi? Apakah mungkin bahwa sistem yang tertata apik ini dicipta secara acak atau ia telah didesain dan direncanakan?"
Ia diam sejenak dan melanjutkan: "Kemungkinan sistem ini dicipta oleh Sang Pencipta yang Mahabijak lebih tinggi daripada penciptaannya secara kebetulan." Saya menanti guna mempersilahkan ia merenggut situasi dan melihat reaksinya, dan lalu ia berkomentar: "Permasalahan ini merupakan masalah kegamaan dan tidak bertautan dengan pelajaran kita." Engkau adalah seorang mahasiswa kedokteran dan engkau tahu bahwa agama bertentangan dengan sains.”
saya menjawab: "Dengan segala hormat, saya memiliki pandangan yang berbeda tentang tiadanya hubungan (irrelevansi) dalam permasalahan ini. Menurutku masalah ini memiliki hubungan fundamental dan asasi dengan kita lantaran masalah ini merupakan masalah yang beresiko dan dapat mempengaruhi masa depan kita." Ia sangat kaget atas apa yang saya katakan, khususnya "masa depan yang bersiko." "Bagaimana?" Tanyanya penasaran. Saya berkata: "Jika apa yang disebut sebagai iman kepada Tuhan, Surga dan Neraka merupakan sebuah kebenaran, namun kita mengingkari dan menolaknya, lalu apa yang akan terjadi pada masa depan kita setelah kehidupan ini?" Ia berkata: "Sains modern menentang teori-teori agama." "Bagaimana?" Tanyaku.
Ia menjawab: "Tidakkah engkau lihat, sebagai seorang mahasiswa kedokteran, kontradiksi yang kasat-mata antara fakta-faktas sains dan teori-teori agama?"
Saya menjawab: "Tidak! Saya akan berterima kasih, jika Anda sudi membimbingku untuk melihat adanya konflik dan pertentangan antara sains dan agama." “Gagasan sama tentang kehidupan abadi di Surga, dimana tiada penyakit atau kematian yang akan mampu mengakhirinya. Bagaimana informasi ini dapat sejalan dan selaras dengan pengetahuanmu ihwal penyakit dan sel-sel yang melayukan, yang menentang gagasan tentang kehidupan abadi di Surga kelak?” Jawabnya membela.
Saya berkata: "Tidakkah kita bisa menduga bahwa kehidupan yang lain memiliki aturan yang berbeda dengan kehidupan ini. Sebagaimana kita melihat aturan-aturan yang berkenaan dengan tanaman dan juga pada binatang yang memiliki aturan yang berbeda berkenaan dengan binatang-binatang laut dan daratan? Dimana permasalahannya jika ada perbedaan aturan pada kehidupan yang lain?" "Barangkali." Tuturnya datar. Saya merasa bahwa ia mulai berputar-putar laksana pendulum antara apa yang biasanya ia pikirkan dan cakrawala baru yang saya bukakan baginya sekarang. Lalu ia melanjutkan: "Mengapa engkau alih-alih merisaukan pelajaranmu malah mengkhawatirkan dan mengangkat masalah ini?”
Saya berkata: "Masalah ini merupakan masalah yang berbahaya dan bertalian dengan masa depan kita?" Ia tidak menjawab, lalu saya melanjutkan: " Professor! Saya sangat menghormati Anda dan lantaran saya menghormati Anda, saya meminta Anda untuk memikirkan hal ini secara serius dan saya berharap Anda melakukan hal tersebut."
Saya tidak ingin terlalu menekannya karena boleh jadi ia merasa rendah-diri dengan tunduk-menyerah kepada salah satu mahasiswanya. Jadi cukup untuk membiarkan biji ini berkembang dalam benaknya yang boleh jadi pada akhirnya dapat mengaktifkan fitrahnya. Lalu saya ucapkan selamat tinggal dan meninggalkan ruangannya.
Apakah Anda bertemu lagi dengannya?
Tidak, saya tidak bertemu lagi dengannya. Ia tidak lagi memberikan kuliah karena ia pension dan saya tidak tahu lagi tentangnya.
Amat disayangkan bahwa seorang professor Fisiologi tidak beriman kepada Tuhan. Hal ini laksana seorang perenang pada lautan yang mengingkari kebedaan air! Ilmu Fisiologi adalah seluruhnya tentang tanda-tanda Tuhan! Lalu bagaimana ia tidak dapat melihat tanda-tanda ini?
“Dan sesungguhnya Kami ciptakan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari bangsa jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi mereka tidak mempergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) mereka tidak mempergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) mereka tidak mempergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
(Qs. Al-A'raf [7]:179)
Dad! Ada beberapa pertanyaan yang saya kumpulkan selama diskusi dengan teman-teman. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut ada yang telah saya coba saya jawab sendiri namun ada juga yang masih menyisakan tanda Tanya bagiku. Saya tidak dapat menemukan sebuah jawaban yang jelas, yang dapat dipahami dengan mudah oleh para pemuda seusiaku. Misalnya, siapa yang mencipta Tuhan? Pertanyaan ini merupakan sebuah pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang musyrik untuk mematahkan gagasan "segala sesuatu memiliki pencipta." Mereka berkata: Jika terdapat pencipta pada segala sesuatu, lalu siapa yang menciptakan Tuhan? Saya tidak mampu memaparkan aspek filosofis masalah ini.
OK! Dengarkan! Biarkan saya sederhanakan untukmu. Kita tidak berkata bahwa pada segala sesuatu ada penciptanya; namun kita berkata: Bagi segala sesuatu ada penciptanya karena Tuhan, juga merupakan sesuatu, namun tiada yang serupa dengan-Nya.
Jadi pembahasannya adalah tentang seluruh makhluk. Namun bagaimana kita dapat mengetahui bahwa mereka diciptakan? Bagaimana kita mengetahui bahwa mereka telah dicipta yang sebelumnya tiada? Bagaimana kita tahu bahwa demikianlah kejadiannya?
D Sederhana; Lihatlah segala sesuatu di sekelilingmu…tengoklah pada dirimu dan manusia, binatang, tanaman dan lain sebagainya.. Engkau akan jumpai bahwa kesemua ini memiliki permulaan dan akhir bagi segala sesuatu yang menandaskan bahwa kesemuanya dicipta. Dalam terminology filosof disebut: hadis (tercipta) bukan qadim (tidak tercipta). Tiada satu pun di antara makhluk hidup dan mati yang qadim. Oleh karena itu, setiap makhluk hidup terbentuk dari makhluk hidup sebelumnya, dan setiap benda mati terbentuk dari benda-benda mati sebelumnya…hingga kita sampai pada materi utama bagi segala wujud. Demikian dari apa yang dijelaskan oleh Frank Allen tatkala membahas masalah hukum kedua Thermodynamics. Ia membuktikan bahwa semesta ini memiliki usia yang spesifik. Yaitu, ia wujud pada sebuah waktu tertentu. Oleh karena itu, setiap benda dari semesta ini dicipta dan karena ia dicipta maka seharusnya ada yang mencipta yang qadim dan abadi, bukan merupakan sebuah hasil dari sebuah kejadian.
Ketemu jadinya. Pertanyaannya sekarang…Mengapa tiada pencipta bagi Tuhan?
Mari kita berasumsi bahwa Tuhan memiliki seorang penciptajuga..Pertanyaan seperti ini akan terus berulang, iyakan?
Iya… Anggaplah kita bertanya: Siapa yang mencipta Pencipta ini?
Baiklah.. Mari kita lihat secara mendalam pada pertanyan ulangan ini. Jika pertanyaan ini diulang jutaan kali, akankah kita sampai pada seorang Pencipta yang tiada menciptanya dan keberadaan-Nya adalah qadim dan abadi dan Yang tiada perlu diciptakan untuk keberadaan-Nya, Sebuah istilah yang disebut oleh filosof sebagai "Wajibul Wujud?"
Bagaimana jika kita mencapai poin tersebut?
Pencipta tersebut kita namakan Tuhan..Namun "agen atau media" tersebut dicipta seperti segala sesuatu di semesta ini. Jadi mereka bukanlah tuhan karena mereka harus diciptakan. Mereka tidak tercipta kecuali dalam benak dan imaginasi kita, yang tidak dapat dengan mudah menerima bahwa sesuatu pada permulaannya tidak memilki pencipta. Namun pada akhirnya, kenyataan dan hakikat ini diterima.
Bagaimana jika kita melanjutkan dengan pertanyaan dan berkata: Kita tidak akan mencapai seorang pencipta yang tidak pernah dicipta dan mencipta dirinya sendiri dan tidak dicipta oleh orang lain…. Atau kita berkata: Mustahil dapat mencapai entitas wujud yang mandiri, di penghujung rangkaian penciptaan ini…apa ada yang salah dengan argumen ini?
Dalam masalah ini, maka tiada yang akan wujud sama sekali.
Mengapa?
Lantaran seluruh bagian dari rangkaian ini tidak mendapatkan wujud mereka dari siapa pun… Jadi tiada wujud sama sekali.. hal ini tentu tidak masuk akal dan kita tahu bahwa semesta ini wujud. Oleh karena itu mustahil bagi rangkaian ini berlanjut tanpa berkesudahan dan tak berujung. Di sisi lain, mustahil mengatakan bahwa semesta ini dicipta oleh seorang Pencipta dan kemudian beranggapan bahwa Penciptanya diciptakan oleh pencipta lain dan seterusnya. Sebagai kesimpulannya, keberadaan tasalsul sedemikian adalah mustahil.
Dad! Sudikah Anda memberikan contoh atas kemustahilan tasalsul seperti ini supaya saya dapat pemahaman yang lebih baik?
Berikan aku recehan uang 100an?
Apakah Anda menghendaki upah?
Tidak! Saya akan mendapatkan upah dan ganjaran dari Yang menciptakanku..berikan aku recehan dan engkau akan melihatnya.
Ini Dad! Recehan 100an perak.
Darimana engkau mendapatkan recehan ini?
Saya mendapatkannya dari ibu.
D Darimana ibumu mendapatkannya?
Ia mengambilnya dari Anda.
Darimana saya mendapatkannya?
Saya tidak tahu, boleh jadi dari penjaga toko.
Darimana penjaga toko mendapatkannya?
Boleh jadi dari salah seorang pelanggannya?
Dan pelanggan?
Dari orang lain.
Well! Kini kita lanjutkan rangkaian ini.. Apakah mungkin rangkaian ini berlanjut selamanya, atau ia harus berhenti dan berujung pada satu titik?
Rangkaian ini akan berujung pada Bank Sentral yang tidak mengambilnya dari siapa pun; bahkan ia membuat dan memberikan uang kepada orang lain serta mengizinkan uang tersebut berputar.
Luar biasa! Jika seseorang berkata kepadamu: “Recehan ini tidak bersumber dari bank. Ia bergerak dari satu orang kepada orang lainnya dalam sebuah rangkaian yang tak berkesudahan dan tak-berujung. Maukah engkau mempercayaianya?
Baiklah Dad! Contoh merupakan sebuah contoh praktis. Jadi rangkaian abadi adalah mustahil secara rasional, dan jika memungkinkan kemudian kita dapat berkata bahwa uang receh tersebut tidak dibuat oleh Sentral Bank dan kita tahu bahwa pikiran semacam ini merupakan sebuah pikiran konyol.
Son! Kemustahilan tasalsul yang terjadi semacam ini menandaskan keharusan adanya iman dan keyakinan pada sosok Pencipta yang keberadaan-Nya tidak bergantung pada apa pun; dan Dia tidak lain kecuali Tuhan, segala puji dan puja hanya untuk-Nya.
Kini pertanyaan lain mengemuka di sini: Mengapa kita tidak berkata hal yang sama (kemustahilan keabadian materi)? Atau mengapa kita tidak berkata bahwa materi itu tidak berkesudahan dan tiada yang menciptanya?
Lantaran seluruh bukti menegaskan bahwa material diciptakan dan akan sirna pada suatu hari…sebagaimana kita sebutkan bahwa semesta itu sendiri diciptakan pada suatu waktu tertentu yang secara ilmiah juga telah terbukti.
Benar!
Ada masalah lain yang patut dipertimbangkan; jika harus ada sebuah wujud yang qadim (tak berpermulaan), apakah logis meyakini bahwa materi yang statik dan terbatas ini tidak berpengatahuan dan tidak memiliki kehendak; atau menimbangnya sebagai wujud yang qadim, ilahiah, berpengetahuan, bijak dan dengan kehendak yang mutlak?
Tentu saja Tuhan yang Bijak, Berpengetahuan, Berkuasa nampaknya pilihan yang lebih baik untuk diyakini daripada sebuah materi qadim yang tak berpengetahuan.
Atas alasan ini mengapa kita berkata bahwa iman lebih mudah diterima daripada ateisme lantaran memiliki iman adalah masuk akal namun ateisme memiliki banyak lapisan keraguan, ketidakyakinan, kesangsian dan pretense yang tidak akan berakhir pada satu poin tertentu:“Dan amal-amal orang-orang yang kafir adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar nan gersang, yang disangka air oleh orang yang dahaga. Tetapi bila ia mendatangi air itu, dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun.”
(Qs. Al-Nur [24]:39)
Dad! Saya banyak belajar dari penjelasan Anda… Masalah rangkaian cukup kabur hingga pada tataran tertenu namun contoh ini telah membuatnya sangat jelas.
Saya teringat sebuah kisah menarik tentang masalah ini. Suatu waktu salah seorang temanku, seorang aktifis Muslim, mengisahkan kepadaku cerita berikut ini: "Tatkala ia di SMU, ia berdebat dengan salah seorang teman kelasnya tentang masalah "keyakinan kepada Tuhan", namun teman kelasnya itu menolak untuk meyakini dan menegaskan bahwa jika Tuhan itu ada, lalu siapa yang menciptakan Tuhan? Mukmin itu lalu menjelaskan gagasan "kemustahilan tasalsul" namun teman kelasnya tidak meyakini dan berkata: Dimana kemustahilannya? Mungkin saja rangkaian ini berlanjut selamanya dan tidak mesti harus berujung pada satu poin tertentu. Tahun berlalu musim berganti dan orang Mukmin itu diterima di fakultas teknik, sementara si ateis bergabung dengan partai yang berkuasa. Setelah beberapa lama si mukmin ditangkap dan ditempatkan pada sebuah sel oleh polisi keamanan bersama dengan sekelompok aktifis Muslim lainnya. Mereka ditangkap karena menyebarkan selebaran anti rezim yang mereka temukan pada seorang aktifis. Yang mengintrogasi ingin tahu siapa yang menerbitkan selebaran-selebaran ini. Dinas rahasia polisi meyakini bahwa orang yang dicurigai adalah salah seorang yang ditangkap namun mereka tidak dapat mengidentifikasinya. Tatkala giliran sang insinyur diintrogasi, ternyata orang yang mengintrogasi itu adalah teman kelasnya yang dulu ia ajak berdebat tentang keberadaan Tuhan. Selama perdebatan, sang ateis menolak menerima Kemustahilan Rangkaian. Hubungan mereka tidak berjalan lancar di sekolah. Lalu bagaimana jadinya tatkala salah satu dari mereka adalah orang yang berasal dari partai oposisi dan yang lainnya adalah orang yang mendukung pemerintah? Sang insinyur berkata kepada perwira intelegen itu: “Apa yang sebenarnya yang engkau ingin ketahui? Yang menyebarkan atau yang menerbitkannya? ”
Perwira itu berkata: "Yang penting bagi kami adalah mengetahui siapa yang telah mengetiknya."
Insinyur itu menjawab: "Biarkan saya membicarakan hal ini dengan teman sepenjara dan saya akan kabarkan kepadamu besok."
Pada malam itu, sang insinyur dan teman-temannya sepakat dengan sebuah rencana dimana masing-masing dari mereka siap memainkan sebuah peran. Jadi tatkala sang insinyur itu dipangil, ia berkata kepada perwira tersebut: "Saya telah menemukan perencana utamanya, orang itu adalah Ahmad." Tatkala perwira tersebut bertanya kepada Ahmad tentang siapa yang telah mengetik selebaran itu, ia menjawab: Saya tidak tahu; saya mendapatkannya dari Hasan." Tatkala perwira itu bertanya kepada Hasan tentang dari siapa ia mendapatkan selebaran itu, ia menjawab: “Khalid yang telah menyerahkan selebaran itu kepadaku." Khalid meneruskan perwira tersebut kepada Nabil, Nabil kepada Sa'ad, Sa'ad kepada Amjnad dan Amjad berkata: "Saya mendapatkannya dari insinyur." Perwira itu menoleh kepada insinyur dan berkata: "Jadi engkau yang telah mengetik selebaran tersebut? Namun sang insinyur itu berkata: "Tidak pernah, Ahmad yang memberikannya kepadaku." Perwira itu berkata: “Namun Ahmad mendapatkannya dari Hasan." Insinyur itu berkata: “Ia benar."
Perwira itu berkata: "Dan Hasan mendapatkannya dari Khalid, Khalid dari Nabil, Nabil dari Sa'ad dan akhirnya sampai kepadamu." Sang insinyur itu berkata: “Dan saya mendapatkannya dari Ahmad…Apa yang salah dengan semua ini?” Perwira itu berkata: "Apakah engkau sedang mengolok-ngolokku? Kau pikir aku ini tolol? Pasti ada seseorang yang tidak mendapatkan selebaran ini dari orang lain dan pastilah ia yang mengetiknya." "Tidak temanku… Apa yang engkau katakan sekarang bertentangan dengan apa yang engkau katakan sebelumnya..Mungkin saja sebuah operasi tasalsul berlanjut tanpa berkesudahan dan berpenghujung. Jadi tidak perlu ada seseorang yang mengetik selebaran tersebut!"
Excellent, Excellent Dad! Apa hasil dari cerita tersebut?
Tuhan mengasihi perwira tersebut dan membimbingnya ke jalan yang benar dan perwira tersebut menolong membebaskan para aktifis Muslim yang dipenjara.[]